PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DESA BUNTU NANNA KECAMATAN PONRANG KABUPATEN LUWU
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu persyaratan
untuk mencapai derajat Sarjana S-1
Program Studi Ilmu Pemerintahan
Oleh
Melisa Fitra
E 121 08 008
JURUSAN ILMU POLITIK DAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
BIODATA WISUDAWAN:
NAMA LENGKAP : MELISA FITRA
NIM : E121 08 008
PROGRAM STUDI : ILMU POLITIK DAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
EMAIL : cha_kee@ymail.com
INTISARI
MELISA FITRA, Nomor Pokok E121 08 008, Program Studi Ilmu Pemerintahan Jurusan Ilmu Politik Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, menyusun skripsi dengan judul : “PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DESA BUNTU NANNA KECAMATAN PONRANG KABUPATEN LUWU” di bawah bimbingan Dr. Hasrat Arief Saleh, M.S dan Dra. Hj. Nurlinah M, M.Si.
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan tupoksi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tupoksi tersebut. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan dasar penelitian case study. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, yaitu pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, kuisioner, dan wawancara dimana peneliti mengadakan tanya jawab langsung dengan responden maupun informan sehubungan dengan masalah yang diteliti serta ditunjang oleh data sekunder. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah unsur penyelenggara pemerintahan desa dan masyarakat di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu dengan penarikan sampel menggunakan tekhnik purposive sample, kemudian hasil dari data tersebut dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif dalam bentuk tabel frekuensi.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Buntu Nanna telah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya yaitu menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dengan baik. Hal ini terbukti dengan kemampuan BPD Buntu Nanna yang tidak hanya menampung dan menyalurkan saja, BPD juga merealisasikan aspirasi tersebut dalam bentuk Peraturan Desa walaupun tidak semua aspirasi tersebut dijadikan peraturan desa. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tupoksi Badan Permusyawaratan Desa adalah mayarakat, pola hubungan kerjasama dengan pemerintah desa, pendapatan atau insentif dari pemerintah, sistem rekruitmen anggotanya, serta fasilitas operasional.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam konteks sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia yang membagi daerah Indonesia atas daerah-daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan susunan tingkatan pemerintahan terendah adalah desa atau kelurahan. Dalam konteks ini, pemerintahan desa adalah merupakan sub sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional yang langsung berada di bawah pemerintah kabupaten.
Pemerintah desa sebagai ujung tombak dalam sistem pemerintahan daerah akan berhubungan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karena itu, sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat didukung dan ditentukan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai bagian dari Pemerintah Daerah. Struktur kelembagaan dan mekanisme kerja di semua tingkatan pemerintah, khususnya pemerintahan desa harus diarahkan untuk dapat menciptakan pemerintahan yang peka terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Reformasi dan otonomi daerah sebenarnya adalah harapan baru bagi pemerintah dan masyarakat desa untuk membangun desanya sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Bagi sebagian besar aparat pemerintah desa, otonomi adalah suatu peluang baru yang dapat membuka ruang kreativitas bagi aparatur desa dalam mengelola desa, misalnya semua hal yang akan dilakukan oleh pemerintah desa harus melalui rute persetujuan kecamatan, untuk sekarang hal itu tidak berlaku lagi. Hal itu jelas membuat pemerintah desa semakin leluasa dalam menentukan program pembangunan yang akan dilaksanakan, dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa.
Sementara itu dari sisi masyarakat, poin penting yang dirasakan di dalam era otonomi daerah adalah semakin transparannya pengelolaan pemerintah desa dan semakin pendeknya rantai birokrasi, dimana hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif terhadap jalannya pembangunan desa.
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang pemerintah desa disebutkan bahwa :
“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara kesatuan republik Indonesia.”
Dalam rangka melaksanakan kewenangan yang dimiliki untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga legislasi dan wadah yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja Pemerintah Desa yang memiliki kedudukan yang sejajar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat membuat Rancangan Peraturan Desa yang secara bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Dalam hal ini, BPD sebagai lembaga pengawasan memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi peraturan desa serta anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes).
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bukan merupakan lembaga pertama yang berperan sebagai lembaga penyalur aspirasi masyarakat desa melainkan perbaikan dari lembaga sejenis yang pernah ada sebelumnya, seperti LMD yang direvisi menjadi Badan Perwakilan Desa (BPD) yang oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diubah menjadi Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pembahasan mengenai Badan Perwakilan Desa dan Kepala Desa dalam undang-undang yang lama (UU No. 22 Tahun 1999) pasal 104 dinyatakan bahwa
“Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan Desa, serta membuat pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa.”
Pada pasal selanjutnya (pasal 105) dijelaskan bahwa :
1) Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan.
2) Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh anggota.
3) Badan Perwakilan Desa bersama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa.
4) Pelaksanaan Peraturan Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
Konsepsi Badan Perwakilan Desa sebagaimana yang diinginkan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah untuk memberikan fungsi kontrol yang kuat kepada Kepala Desa. Selain itu, dikenalkannya Badan Perwakilan Desa adalah untuk memperkenalkan adanya lembaga legislatif, dan mempunyai kewenangan-kewenangan legislasi pada umumnya di Desa.
Hal ini berbeda dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Badan Perwakilan Desa yang semula diharapkan dapat menjalankan fungsi check and balance di desa, telah dikurangi perannya. Di desa, berdasarkan undang-undang ini, tidak mengenal lagi lembaga perwakilan. Yang ada adalah lembaga permusyawaratan desa yang disebut dengan Badan Permusyawaratan Desa. Pada pasal 209 undang-undang tersebut dijelaskan bahwa
“Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.”
Pada pasal selanjutnya (pasal 210), dijelaskan bahwa :
1) Anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
2) Pimpinan Badan permusyawaratan Desa dipilih dari dan oleh Anggota Badan Permusyawaratan Desa.
3) Masa jabatan anggota Badan Permusyawaratan desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
4) Syarat dan penetapan anggota Badan Permusyawaratan Desa diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Dari sini kemudian berlanjut pada hubungan antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Jika sebelumnya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 telah memberikan legitimasi kepada BPD untuk melakukan pengawasan yang penuh terhadap pelaksanaan pemerintahan seorang Kepala Desa. Kepala Desa, berdasarkan undang-undang nomor 22 tahun 1999 bertanggung jawab kepada rakyat melalui BPD (Badan Perwakilan Desa) dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya pada Bupati. Sedangkan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 sama sekali tidak memberikan legitimasi untuk itu. Pengaturannya lebih lanjut didasarkan pada peraturan pemerintah.
Namun Badan Permusyawaratan Desa memiliki fungsi kontrol yang sangat berbeda jauh dengan Badan Perwakilan Desa. Dalam Badan Permusyawaratan Desa fungsi kontrol terhadap kepala Desa dalam menjalankan tugasnya lemah. Selain itu, terdapat beberapa kelemahan dari Badan Permusyawaratan Desa, antara lain :
1. Tidak melibatkan partisipasi langsung masyarakat/pemilihan langsung
2. Keanggotaan berbasis tokoh masyarakat yang tidak mencerminkan keanggotaan desa
3. Kekuatan legitimasi lemah tetapi membuat peraturan desa
4. Fungsi kontrol ada pada badan musyawarah desa, namun dalam hal pengambilan keputusan terkait sanksi diserahkan kepada Camat dan Bupati.
5. Sebagian besar badan musyawarah desa hanya digunakan sebagai alat pembenaran oleh pemerintah.
Telah begitu banyak peraturan yang mengatur tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tanpa implementasi yang jelas menjadikan penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kinerja BPD itu, apakah benar-benar membantu pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan atau hanya menjadi simbol demokrasi tanpa implementasi, atau malah menimbulkan masalah yang tidak perlu, yang hanya akan menghabiskan energi yang sesungguhnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat desa untuk melepaskan diri dari jerat kemiskinan dan krisis ekonomi. Berdasarkan pengamatan awal dan informasi yang didapatkan oleh peneliti bahwa kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Buntu Nanna telah berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan terpilihnya kembali pengurus Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada periode sebelumnya secara keseluruhan sehingga kesimpulan awal yang didapat oleh peneliti bahwa tugas pokok dan fungsi BPD di desa telah dilaksanakan dengan baik ataukah ada faktor lain yang menunjang terpilihnya BPD di Desa Buntu Nanna sebanyak 2 (dua) periode. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan-permasalahan tersebut dengan mengangkat suatu judul penelitian yaitu “Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam penyelenggaraan pemerintahan di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang di atas, maka berikut dirumuskan tentang beberapa permasalahan pokok dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam penyelenggaraan pemerintahan di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu ?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam penyelenggaraan pemerintahan di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu ?
1.3 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya harus jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam penyelenggaraan pemerintahan di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (BPD) dalam penyelenggaraan pemerintahan di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan atau manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas wawasan keilmuan, khususnya dalam kajian ilmu pemerintahan.
2. Secara praktis, hasil peneliitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian bagi anggota BPD dan Kepala Desa khususnya di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu untuk saling memberi ruang gerak berdasarkan fungsi dan perannya masing-masing dan menjadi bahan kajian dalam rangka meningkatkan efektifitas kerja dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokratis berdasarkan nilai-nilai budaya masyarakat setempat.
3. Secara metodologis, dapat menjadi kajian bagi peneliti selanjutnya utamanya bagi yang meneliti pada hal yang sama dan sesuai dengan kebutuhan praktis maupun teoritis dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan.
1.5 Kerangka Konseptual
Sebagai wujud implementasi dari pasal 209 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan pasal 29 Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2005 tentang desa, maka pemerintah Kabupaten Luwu menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Luwu No.13 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Desa. Berdasarkan Peraturan tersebut kemudian dibentuklah Badan Permusyawaratan desa yang memiliki fungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada Pemerintah Desa.
Untuk menjadikan BPD yang efektif dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, dalam hal ini efektif bermakna bahwa BPD dapat menjalankan fungsinya dengan baik yaitu mampu menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat kepada Pemerintah Desa serta berhasil menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa yang dapat dilihat dari beberapa indikator yang telah ditentukan dalam tugas dan wewenang Badan Permusyawaratan Desa (BPD), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerjanya yaitu masyarakat, pola hubungan kerja sama dengan pemerintah desa, pendapatan/insentif, rekruitmen anggota, dan fasilitas operasional. Berikut digambarkan dalam bagan 2.1
Bagan 2.1
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Lokasi Penelitian
Berdasarkan judul diatas, lokasi Penelitian ini dilakukan di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu.
1.6.2 Tipe dan Dasar Penelitian
• Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif. Hal ini didasarkan pada tujuan penelitian yang bermaksud menggambarkan, mendeskripsikan dan bermaksud menginterpretasi masalah yang berkaitan dengan peranan BPD dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya berdasarkan pengamatan atas fakta yang terjadi di lapangan.
• Dasar penelitian yang dilakukan adalah case study yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis suatu peristiwa atau proses tertentu secara mendalam dengan memilih data atau ruang lingkup terkait dengan fokus penelitian dengan sampel yang dianggap refresentatif.
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah merupakan usaha untuk mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan penelitian yang dapat berupa data, fakta, gejala, maupun informasi yang sifatnya valid (sebenarnya), realible (dapat dipercaya), dan objektif (sesuai dengan kenyataan).
a. Studi Lapang (field research). Study lapang ini dimaksudkan yaitu penulis langsung melakukan penelitian pada lokasi atau objek yang telah ditentukan. Teknik pengumpulan data Study lapang ditempuh dengan cara sebagai berikut :
1. Observasi, yaitu proses pengambilan data dalam penelitian di mana Peneliti atau Pengamat dengan mengamati kondisi yang berkaitan dengan obyek penelitian.
2. Wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara (interview), adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (yang mengajukan pertanyaan) dan yang diwawancarai (yang memberikan jawaban atas pertanyaan).
3. Kuisioner, yaitu dengan mengedarkan daftar pertanyaan kepada sejumlah responden yang telah ditentukan untuk mendapatkan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan objek penelitian.
4. Dokumentasi, teknik ini bertujuan melengkapi teknik observasi dan teknik wawancara mendalam.
b. Studi Pustaka (Library research), yaitu dengan membaca buku, majalah, surat kabar, dokumen-dokumen, undang – undang dan media informasi lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
1.6.4 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah unsur penyelenggara pemerintahan desa dan tokoh masyarakat di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu.
b. Sampel
Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan “purposive sample” yaitu memilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih dianggap banyak mengetahui dan berkompeten terhadap masalah yang dihadapi dan diharapkan agar responden yang dipilih mewakili populasi. Adapun yang menjadi respondennya lebih lanjut dirinci sebagai berikut :
Informan :
Camat Ponrang Kabupaten Luwu
Kepala Bagian BPMD (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa)
Responden
Dalam penelitian ini responden yang direncanakan adalah terdiri dari dua (2) bagian yaitu responden unsur penyelenggara pemerintahan desa (BPD dan Pemerintah Desa) dan responden tokoh masyarakat (Agama, Adat, Pemuda, Perempuan, Guru/Pendidik, dll) yang ada di setiap dusun. Adapun rinciannya sebagai berikut :
Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa :
• Ketua Badan Permusyawaratan Desa 1 orang
• Wakil Ketua Badan Permusyawaratn Desa 1 orang
• Anggota Badan Permusyawaratan Desa 7 orang
• Pemerintah Desa yang terdiri dari :
o Kepala Desa 1 orang
o Sekretaris Desa 1 orang
o Kepala Dusun 3 orang
o Kepala Urusan 3 orang
• Ketua LPMD (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat –
Desa) 1 orang
Jumlah 18 orang
Responden Tokoh Masyarakat :
Tokoh masyarakat Dusun Iri 9 orang
Tokoh masyarakat Dusun Salu Nase 8 orang
Tokoh masyarakat Dusun Salu Paerun 6 orang
Jumlah 23 orang
1.6.5 Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari informan dan responden baik melalui wawancara, observasi dan schedule yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPD, baik dalam bentuk data kualitatif maupun kuantitatif.
b. Data Sekunder
Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dengan membaca buku literatur-literatur, dokumen, majalah dan catatan perkuliahan yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas.
1.6.6 Analisis Data
Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dalam penelitian ini, maka data yang didapatkan di lapangan akan dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis data untuk memperoleh gambaran tentang kondisi setiap variabel secara tunggal yang dilakukan melalui tabel frekuensi dengan analisis deskriptif dengan menentukan rentang skala. Adapun rumus yang digunakan adalah :
1. Total skor = Frekuensi x Bobot Nilai
2. Rata-rata skor = Total skor
Jumlah responden
Berdasarkan perhitungan hasil analisis dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dapat dilihat dengan menggunakan rentang skala nilai mutu dengan sebutan sebagai berikut :
1. tinggi ;
Rata-rata skor : >3
2. Sedang
Rata-rata skor : 2-3
3. Rendah
Rata-rata skor : <2
1.7 Definisi Operasional
Untuk memudahkan suatu pemahaman agar memudahkan penelitian ini maka penulis memberikan beberapa batasan penelitian, dan fokus penelitian ini yang dioperasionalkan melalui beberapa indikator sebagai berikut :
a. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Buntu Nanna adalah pelaksanaan tugas dan fungsi badan permusyawaratan desa (BPD) yang mengacu kepada tugas dan wewenang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang terdapat pada Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 13 Tahun 2007.
b. Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) Badan Permusyawaratan Desa dalam penelitian ini yaitu menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa dan menyalurkan aspirasi masyarakat.Di dalam penelitian ini, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPD disesuaikan dengan mengacu kepada tugas dan wewenang Badan Permusyawaratan Desa yaitu :
a. Membahas Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa. Di dalam penelitian ini akan diuraikan tentang bagaimana peranan BPD dalam menetapkan Peraturan Desa dimulai dari proses rancangan peraturan desa sampai pada tahap penetapan peraturan desa bersama kepala desa.
b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa. Di dalam penelitian ini, juga diuraikan tentang bagaimana peranan BPD dalam mengawasi semua peraturan desa dan peraturan kepala desa yang ada di desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu
c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa. Di dalam penelitian ini, akan disajikan data sekunder mengenai hal-hal yang menyangkut tentang bagaimana peranan BPD dalam mengusulkan pengangkatan dan atau pemberhentian Kepala Desa
d. Membentuk Panitia Pemilihan Kepala Desa. Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai peranan BPD dalam membentuk panitia pemilihan kepala desa dan juga akan disajikan data-data sekunder yang mendukung penelitian.
e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Dalam penelitian ini, juga dibahas mengenai peranan BPD dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat di desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu.
f. Menyusun tata tertib BPD. Di dalam penelitian ini, tugas dan wewenang BPD dalam menyusun tata tertib BPD, tidak dimasukkan kedalam fokus penelitian, hal ini dikarenakan tata tertib yang ada di Desa Buntu Nanna merupakan tata tertib yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah daerah setempat.
c. Ada beberapa faktor yang telah diidentifikasi oleh peneliti dan akan dianalisa seberapa besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan tupoksi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Buntu Nanna. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. masyarakat
2. pola hubungan kerjasama dengan pemerintah desa
3. pendapatan/insentif
4. rekruitmen anggota
5. fasilitas operasional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Peranan
Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto, (2002;243) adalah :
“Peranan merupakan aspek dinamisi kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.”
Konsep tentang peran (role) menurut Komaruddin (1994;768) dalam buku “Ensiklopedia Manajemen” mengungkapkan sebagai berikut :
1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen.
2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.
3. Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.
4. Fungsi yang diharapkan atau menjadi karakteristik yang ada padanya.
5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hubungan 2 (dua) variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat.
Menurut Biddle dan Thomas, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sanksi dan lain-lain.
Adapun makna dari kata “peran” dapat dijelaskan lewat beberapa cara. Pertama, suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula dipinjam dari keluarga drama atau teater yang hidup subur pada jaman Yunani Kuno (Romawi). Dalam arti ini, peran menunjuk pada karakteristik yang disandang untuk dibawakan oleh seseorang actor dalam sebuah pentas drama.
Kedua, suatu penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakteristik (posisi) dalam struktur sosial. Ketiga, suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional menyebutkan bahwa peran seorang actor adalah suatu batasan yang dirancang oleh aktor lain, yang kebetulan sama-sama berada dalam suatu batasan yang dirancang oleh actor lain, yang kebetulan sama-sama berada dalam satu “penampilan/unjuk peran (role permormance)”. Pada dasarnya ada dua paham yang dipergunakan dalam mengkaji teori peran yakni paham strukturisasi dan paham interaksionis. Paham strukturisasi lebih mengaitkan antara peran-peran sebagai unit cultural, sertamengacu keperangkat hak dan kewajiban, yang secara normative telah direncanakan oleh sistem budaya.
Sistem budaya tersebut, menyediakan suatu sistem operasional, yang menunjuk pada suatu unit dan struktur sosial. Pada intinya, konsep struktur menonjolkan suatu kondisi pasif-statis, baik pada aspek permanensasi maupun aspek saling-kait antara posisi satu dengan lainnya. Paham interaksionis, lebih memperlihatkan konotasi aktif-dinamis dari fenomena peran terutama setelah peran tersebut merupakan suatu perwujudan peran (role performance), yang bersifat lebih hidup serta lebih organis, sebagai unsur dari sistem sosial yang telah diinternalisasi oleh self dari individu pelaku peran. Dalam hal ini, pelaku peran menjadi sadar akan struktur sosial yang didudukinya. Karenanya ia berusaha untuk selalu nampak dan dipersepsi oleh pelaku lainnya sebagai “tak menyimpang” dari harapan yang ada dalam masyarakatnya.
Tidak dapat dipungkiri perilaku seseorang sangat diwarnai oleh banyak factor, serta persepsinya tentang factor-faktor tersebut. Persepsi yang dimiliki itu pulalah yang turut menentukan bentuk sifat dan intensitas peranannya dalam kehidupan organisasional. Tidak dapat disangkal pula, bahwa manusia sangat berbeda-beda, seseorang dengan lainnya, baik dalam arti kebutuhannya, bagi kategori umum, maupun dalam niatnya yang kesemuanya tercermin dalam kepribadian masing-masing.
Keanekaragaman kepribadian itulah, justru yang menjadi salah satu tantangan yang paling berat untuk dihadapi oleh setiap pimpinan dan kemampuan menghadapi tantangan itu pulalah salah satu indicator terpenting, bukan saja daripada efektifitas kepemimpinan seseorang akan tetapi juga mengenai ketangguhan organisasi yang dipimpinnya. Karena demikian eratnya kaitan antara persepsi seseorang dengan kepribadian dan perilakunya, maka mutlak perlu bagi pimpinan organisasi untuk memahami dan mendalami persepsi bawahannya, baik yang menyangkut peranan bawahan tersebut dalam usaha pencapaian tujuan organisasi maupun mengenai berlangsungnya seluruh proses administrasi dan manajemen dalam organisasi yang bersangkutan.
Menurut Beck, William dan Rawlin 1986 hal 293 pegertian peran adalah cara individu memandang dirinya secara utuh meliputi fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.
Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa peran dalah suatu pola sikap, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang yang berdasarkan posisinya dimasyarakat. Sementara posisis tersebut merupakan identifikasi dari status atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial dan merupakan perwujudan dan aktualisasi diri. Peran juga diartikan sebagai serangkaian perilaku yang diharapakan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu dalam kelompok sosial.
2.1.2 Tinjauan tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Badan Permusyawaratan Desa merupakan perwujudan demokrasi di desa. Demokrasi yang dimaksud adalah bahwa agar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang diartikulasikan dan diagresiasikan oleh BPD dan lembaga masyarakat lainnya.
Badan Permusyawaratan Desa merupakan perubahan nama dari Badan Perwakilan Desa yang ada selama ini. Perubahan ini didasarkan pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang diharapkan diperoleh dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik antara para elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat (UU No. 32 Tahun 2004 pasal 209). Oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping mejalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari masyarakat.
Sehubungan dengan fungsinya menetapkan peraturan desa maka BPD bersama-sama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan desa sesuai dengan aspirasi yang datang dari masyarakat, namun tidak semua aspirasi dari masyarakat dapat ditetapkan dalam bentuk peraturan desa tapi harus melalui berbagai proses sebagai berikut :
1) Artikulasi adalah penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh
BPD.
2) Agresi adalah proses megumpulkan, mengkaji dan membuat prioritas
aspirasi yang akan dirumuskan menjadi Peraturan Desa.
3) Formulasi adalah proses perumusan Rancangan Peraturan Desa yang dilakukan oleh BPD dan/atau oleh Pemerintah Desa.
4) Konsultasi adalah proses dialog bersama antara Pemerintah Desa dan
BPD dengan masyarakat.
Dari berbagai proses tersebut kemudian barulah suatu peraturan desa dapat ditetapkan, hal ini dilakukan agar peraturan yang ditetapkan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
Adapun materi yang diatur dalam peraturan desa harus memperhatikan dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang ada seperti :
a. Landasan hukum materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa mempunyai landasan hokum;
b. Landasan filosofis materi yang diatur, agar peraturan desa yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai hakiki yang dianut ditengah-tengah masyarakat.
c. Landasan kultural materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang diterbitkan oleh Pemerintah Desatidak bertentang dan nilai-nilai yang hidup ditengah-tengah masyarakat;
d. Landasan politis materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.
Materi muatan peraturan perundang-undangan harus mengandung azas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD. Masa jabatan anggota BPD adalah 6(enam) tahun dan dapat dipilh lagi untuk 1(satu) kali masa jabatan berikutnya. Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan BPD diatur dalam Peraturan Daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Adapun jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditentukan berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jumlah penduduk desa sampai dengan 1.500 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 5 (lima) orang.
b. Jumlah penduduk desa antara 1.501 sampai dengan 2.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 7 (tujuh) orang.
c. Jumlah penduduk desa antara 2.001 sampai dengan 2.500 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 9 (Sembilan) orang.
d. Jumlah penduduk desa antara 2.501 sampai dengan 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 11 (sebelas) orang.
e. Jumlah penduduk lebih dari 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 13 (tiga belas) orang.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Luwu No. 13 Tahun 2007 tentang pemerintahan desa, persyaratan menjadi anggota BPD adalah penduduk desa warga Negara Republik Indonesia dengan beberapa persyaratan mengikat. Pencalonan anggota BPD diatur dalam pasal 34 Peraturan Daerah Kabupaten Luwu No. 13 Tahun 2007, yang terdiri dari Ketua Rukun Warga, Pemangku Adat, Golongan Profesi, Pemuka Agama, Tokoh Pemuda dan Tokoh Wanita dan/atau Pemuka masyarakat lainnya, dan merupakan wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah, serta beberapa persyaratan lain yang mengikat.
Selanjutnya, dalam pasal 29 mengatur 6 butir tugas dan wewenang BPD, yaitu :
a. Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa.
b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa.
c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa.
d. Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa.
e. Mengaali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan
f. Menyusun tata tertib BPD.
Adapun Hak BPD diatur dalam pasal 30 Peraturan Daerah Kabupaten Luwu No. 13 Tahun 2007, yaitu :
a. Meminta keterangan kepada pemerintah Desa.
b. Menyatakan pendapat.
Kewajiban Anggota BPD diatur dalam pasal 32 Peraturan Daerah Kabupaten Luwu No. 13 Tahun 2007, yaitu :
a. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala Peraturan Perundang-undangan;
b. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa;
c. Mempertahankan dan memelihara hokum nasional serta keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
e. Memproses pemilihan Kepala Desa;
f. Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;
g. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan
h. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.
BPD sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila berkedudukan sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Desa. Menurut Soemartono;2006 terdapat beberapa jenis hubungan antara pemerintah desa dan Badan Perwakilan Desa. Pertama, hubungan dominasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak pertama menguasai pihak kedua. Kedua, hubungan subordinasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak kedua menguasai pihak pertama, atau pihak kedua dengan sengaja menempatkan diri tunduk pada kemauan pihak pertama. Ketiga, hubungan kemitraan artinya pihak pertama dan kedua selevel dimana mereka bertumpu pada kepercayaan, kerjasama dan saling menghargai.
Dalam pencapaian tujuan mensejahterakan masayarakat desa, masing-masing unsur Pemerintah Desa dan BPD dapat menjalankan fungsinya dengan mendapat dukungan dari masyarakat setempat. Oleh karena itu hubungan yang bersifat kemitraan anatara BPD dengan Pemerintah Desa harus didasari pada filosofi antara lain (Wasistiono 2006:36) :
1. Adanya kedudukan yang sejajar diantara yang bermitra;
2. Adanya kepentingan bersama yang ingin dicapai;
3. Adanya prinsip saling menghormati;
4. Adanya niat baik untuk membantu dan saling mengingatkan.
2.1.3 Tinjauan tentang Pemerintahan Desa
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-Undang No.32 Tahun 2004).
Desa adalah wilayah yang penduduknya saling mengenal, hidup bergotong royong, memiliki adat istiadat yang sama, dan mempunyai tata cara sendiri dalam mengatur kehidupan masyarakatnya.
Desa merupakan garda depan dari sistem pemerintahan Republik Indonesia yang keberadaannya merupakan ujung tombak dari pelaksanaan kehidupan yang demokratis di daerah. Peranan masyarakat desa sesungguhnya merupakan cermin atas sejauh mana aturan demokrasi diterapkan dalam Pemerintah Desa sekaligus merupakan ujung tombak implementasi kehidupan demokrasi bagi setiap warganya. Menurut kamus Wikipedia bahasa Indonesia Pemerintah menurut etimologi berasal dari kata “Perintah”, yang berarti suatu individu yang memiliki tugas sebagai pemberi perintah. Definisi dari Pemerintahan adalah suatu lembaga yang terdiri dari sekumpulan orang-orang yang mengatur suatu masyarakat yang meliliki cara dan strategi yang berbeda-beda dengan tujuan agar masyarakat tersebut dapat tertata dengan baik. Begitupun dengan keberadaan pemerintahan desa yang telah dikenal lama dalam tatanan pemerintahan di Indonesia bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka.
Sementara itu dalam sistem pemerintahan indonesia juga dikenal pemerintahan desa dimana dalam perkembangannya desa kemudian tetap dikenal dalam tata pemerintahan di Indonesia sebagai tingkat pemerintahan yang paling bawah dan merupakan ujung tombak pemerintahan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu juga banyak ahli yang mengemukakan pengertian tentang desa diantaranya menurut Roucek dan Warren (dalam Arifin, 2010:78) yang mengemukakan mengenai pengertian desa yaitu desa sebagai bentuk yang diteruskan antara penduduk dengan lembaga mereka di wilayah tempat dimana mereka tinggal yakni di ladang-ladang yang berserak dan di kampung-kampung yang biasanya menjadi pusat segala aktifitas bersama masyarakat berhubungan satu sama lain, bertukar jasa, tolong-menolong atau ikut serta dalam aktifitas-aktifitas sosial”.
Widjaja (2005:3), mengemukakan mengenai pengertian dari desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa dimana landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Terkhusus mengenai bentuk desa di Sulawesi Selatan Koentjaraningrat dkk (2005:271) mengemukakan bahwa desa sekarang merupakan kesatuan-kesatuan administratif, gabungan-gabungan sejumlah kampung-kampung lama yang disebut desa-desa gaya baru.
Selain itu tinjauan tentang desa juga banyak ditemukan dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan pemerintah sebagaimana yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang memberikan penjelasan mengenai pengertian desa yang dikemukakan bahwa:
Pasal 1 angka 5 disebutkan bahwa :
“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Pasal 1 angka 6 disebutkan bahwa :
“Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa :
“Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai administrasi penyelenggara pemerintahan desa”.
Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kepala desa dan perangkat desa sebagai unsur peneyelenggara pemerintahanan desa. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 (hasil revisi dari Undang-undang No. 22 Tahun 1999) pasal 202 menjelaskan pemerintah desa secara lebih rinci dan tegas yaitu bahwa pemerintah terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa, adapun yang disebut perangkat desa disini adalah Sekretaris Desa, pelaksana teknis lapangan, seperti Kepala Urusan, dan unsur kewilayahan seperti Kepala Dusun atau dengan sebutan lain.
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Kepala Desa bertanggung jawab kepada rakyat melalui surat keterangan persetujuan dari BPD dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Bupati dengan tembusan camat. Adapun Perangkat Desa dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Desa. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa dan Perangkat Desa berkewajiban melaksanakan koordinasi atas segala pemerintahan desa, mengadakan pengawasan, dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas masing-masing secara berjenjang. Apabila terjadi kekosongan perangkat desa, maka Kepala Desa atas persetujuan BPD mengangkat pejabat perangkat desa.
Dalam Perda Kabupaten Luwu No. 13 Tahun 2007 tentang pemerintahan Desa diatur mengenai tugas, wewenang, dan kewajiban Kepala Desa.
a. Tugas Kepala Desa
Dalam pasal 4 ayat 1 Perda Kabupaten Luwu No. 13 Tahun 2007, Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.
b. Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Desa mempunyai wewenang :
a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;
b. Mengajukan Rancangan Peraturan Desa;
c. Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD;
d. Menyusun dan mengajukan Rancangan Peraturan Desa mengenai APBDesa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;
e. Membina kehidupan masyarakat desa;
f. Membina perekonomian desa;
g. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
h. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
i. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c. Adapun kewajiban Kepala Desa yaitu :
a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat
d. Melaksanakan kehidupan demokrasi
e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme
f. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa
g. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan
h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik
i. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa
j. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa
k. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa
l. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa
m. Membina, mengayomi, dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat
n. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa
o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
p. Memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai daerah penelitian, penulis kemudian memberikan gambaran umum daerah penelitian, dimana sangat memberikan andil dalam pelaksanaan penelitian terutama pada saat pengambilan data, dalam hal ini untuk menentukan teknik pengambilan data yang digunakan terhadap suatu masalah yang diteliti. Di sisi lain pentingnya mengetahui daerah penelitian, agar dalam pengambilan data dapat memudahkan pelaksanaan penelitian dengan mengetahui situasi baik dari segi kondisi wilayah, jarak tempuh dan karakteristik masyarakat sebagai objek penelitian.
3.1. Keadaan Umum
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang keadaan Desa Buntu Nanna, maka berikut ini penulis akan memberikan gambaran secara singkat mengenai beberapa aspek penting untuk diketahui yaitu keadaan geografis, keadaan demografis dan keadaan pemerintahan desa
3.1.1 Keadaan Geografis
Desa Buntu Nanna merupakan salah satu dari delapan (8) desa yang ada di Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu yang memiliki penduduk dari berbagai etnis antara lain ; etnis Toraja, Bugis, Jawa. Desa Buntu Nanna secara administratif terbagi menjadi 3 (tiga) dusun yaitu Dusun Iri, Dusun Salu Nase dan Dusun Salu Paerun dengan luas wilayah 15km2. Adapun batas-batas wilayah desa Buntu Nanna adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tirowali
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Buntu Kamiri
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjong
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Buntu Batu
Desa Buntu Nanna sebagian besar adalah wilayah dataran rendah dan selebihnya adalah perbukitan atau pegunungan. Letak Desa Buntu Nanna adalah 320 meter dari permukaan laut, sementara iklim di Desa Buntu Nanna sebagaimana iklim di desa-desa lain di wilayah Indonesia beriklim tropis dengan dua musim yakni kemarau dan hujan, namun musim hujan lebih dominan daripada musim kemarau.
Jarak dari desa Buntu Nanna menuju ke ibu kota kecamatan yaitu 9 km dengan waktu tempuh kurang lebih 15 menit, jarak ke ibu kota Kabupaten (Belopa) yaitu 42 km dengan waktu tempuh kurang lebih 1 jam.
3.1.2 Keadaan Demografi
Penduduk merupakan unsur terpenting bagi desa yang meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat (Bintarto, 1983:13). Jumlah penduduk di Desa Buntu Nanna sampai dengan akhir tahun 2010 berjumlah 2082 jiwa dengan 149 KK. Adapun jumlah penduduk dari tiga dusun yang ada di desa Buntu Nanna dapat dilihat dalam tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1
Data Penduduk Desa Buntu Nanna
Lingkungan Laki-laki (Jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa) Jumlah (KK)
Dusun Iri 323 335 658 115
Dusun Salu Nase 382 319 701 120
Dusun Salu Paerun 372 351 723 142
Jumlah 1077 1005 2082 377
Sumber data: profil Desa Buntu Nanna Tahun 2010
Penduduk desa Buntu Nanna mayoritas memeluk agama islam yaitu sebanyak 95% dan menganut agama Kristen sebanyak 15%. Berikut diperlihatkan jumlah sarana ibadah sebagaimana pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Kepercayaan dan Sarana Ibadah
Agama & sarana keagamaan Jumlah (unit)
Masjid 3
Gereja 6
Jumlah 9
Sumber data: Profil desa Buntu Nanna Tahun 2010
Corak kehidupan masyarakat di desa didasarkan pada ikatan kekeluargaan yang erat. Masyarakat merupakan suatu “gemeinschaft” yang memiliki unsur gotong royong yang kuat. Hal ini dapat dimengerti karena penduduk desa merupakan “face to face group” dimana mereka saling mengenal betul seolah-olah mengenal diri sendiri”. (Wasistiono,2006:11). Walaupun terdapat perbedaan diantara mereka namun itu tidak menjadikan mereka berbeda baik dari segi agama, suku, pendidikan maupun ekonomi.
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat di desa Buntu Nanna beraneka ragam, dimana mata pencaharian penduduknya sebagian besar bekerja sebagai petani, dan hanya sebagian kecil menekuni bidang bisnis jual beli dan Pegawai Negeri Sipil. Hal ini dikarenakan desa Buntu Nanna adalah desa perbatasan di Kec. Ponrang yang letaknya di daerah dataran rendah yang cukup luas. Maka pencaharian penduduk secara umum dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3
Mata Pencaharian
Mata Pencaharian Jumlah (%)
Petani Kebun 65
Peternak 5
Wiraswasta 15
Pegawai Negeri Sipil (PNS) 5
Karyawan 10
Jumlah 100
Sumber data: Profil desa Buntu Nanna tahun 2010
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa pendapatan penduduk di bidang pertanian di Desa Buntu Nanna 65% berasal dari produksi gabah. Sebanyak 30% pendapatan penduduk di bidang pertanian berasal dari produksi coklat dan sebanyak 5% berasal dari produksi cengkeh.
Hasil produksi tersebut juga merupakan pendapatan asli desa yang terhitung dalam anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) yang perhitungannya dibagi berdasarkan harga jual hasil produksi. Dalam hal ini, 5% dari harga satuan penjualan hasil produksi terhitung sebagai pemasukan untuk desa. Untuk hasil produksi gabah, harga satuan berkisar Rp 3000/kg, untuk hasil produksi cokelat, harga satuan berkisar Rp 15000/kg dan untuk hasil produksi cengkeh, harga satuan berkisar Rp 150.000/kg.
Besarnya persentase pemasukan untuk desa yang diambil dari hasil produksi pertanaian tersebut ditentukan berdasarkan hasil musyawarah antara pemerintah desa Buntu Nanna dan masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai penyesuaian terhadap kondisi perekonomian masyarakat. Selanjutnya diperlihatkan gambaran hasil produksi pertanian masyarakat pada tabel 3.4
Tabel 3.4
Gambaran Hasil Produksi Pertanian
Hasil Produksi Jumlah (%)
Gabah 65
Cokelat 30
Cengkeh 5
Jumlah 100
Sumber data: Profil desa Buntu Nanna tahun 2010
Tingkat kesejahteraan masyarakat di desa Buntu Nanna cukup baik disebabkan oleh kondisi wilayah yang berada di perbatasan kecamatan Ponrang. Berikut adalah data tingkat kesejahteraan masyarakat desa Buntu Nanna pada tabel 3.5
Tabel 3.5
Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Tingkat Kesejahteraan masyarakat Jumlah (KK)
Masyarakat Pra sejahtera
Masyarakat sejahtera 307
70
Jumlah 377
Sumber data: Profil desa Buntu Nanna tahun 2010
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak pula diantara masyarakat yang tidak memiliki sumber pendapatan tetap. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat setempat pada umumnya hanya sampai pada tingkat SLTP dan SMU. Sedangkan sarana pendidikan yang tersedia di desa Buntu Nanna hanya taman kanak-kanak dan sekolah dasar negeri.
Tabel 3.6
Sarana Pendidikan
Sarana Pendidikan Jumlah (unit)
Taman Kanak-Kanak (TK) 2
Sekolah Dasar 1
Jumlah 3
Sumber data: Profil desa Buntu Nanna Tahun 2010
3.2 Gambaran Umum Pemerintahan Desa Buntu Nanna
Visi Misi Desa Buntu Nanna
Visi
Terwujudnya Masyarakat Buntu Nanna yang maju sejahtera dan religius
Misi
a. Tersedianya prasarana dan sarana (sapras) umum yang memadai
b. Mendorong kemajuan sector usaha mikro, kecil dan menengah
c. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia dan pemahaman masyarakat atas hak dan kewajibannya sebagai warga negara
d. Meningkatkan derajat pendidikan, kesehatan masyarakat dan ramah lingkungan
e. Menggiatkan kegiatan pembinaan keagamaan, seni, budaya dan olahraga
f. Mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa
g. Melaksanakan pembangunan desa secara transparan, efektif, efisien, demokratis.
Desa Buntu Nanna dibentuk pada tahun 1993 yang merupakan pemekaran dari desa Buntu Kamiri. Pada saat itu pejabat yang diangkat menahkodai desa Buntu Nanna adalah Bapak Daniel Auber dan langsung devenitif dengan masa jabatan Kepala Desa sejak tahun 1993. Namun, pada tahun 1997-2006 diadakan pemilihan kepala desa yang baru dan dimenangkan oleh Ibu Nurpati.D. Pemilihan selanjutnya pada tahun 2007-2013 kembali dimenangkan oleh Bapak Daniel Auber yang masih menjabat sampai saat ini.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa, Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Maka selanjutnya dalam pembahasan ini akan dibahas secara terpisah mengenai keadaan pemerintah desa dan keadaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
3.2.1. Pemerintah Desa
Adapun urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa mencakup:
a) urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
b) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c) tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
d) urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang- undangan diserahkan kepada desa.
Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Adapun Penyelenggara pemerintah Desa Buntu Nanna terdiri dari :
1. Kepala Desa
2. Sekretaris Desa
3. Kaur Pemerintahan
4. Kaur Pembangunan
5. Kaur Umum
6. Kadus Iri
7. Kadus Salu Nase
8. Kadus Salu Paerun
Struktur pemerintah Desa Buntu Nanna Kecamtan Ponrang Kabupaten Luwu dapat dilihat dalam bagan 3.1 :
Bagan 3.1
Keterangan :
: Garis komando
—————– : Garis koordinasi
3.3 Badan Permusyarawaratan Desa (BPD) Buntu Nanna
Badan Permusyaratan Desa merupakan mitra kerja pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa. Jalannya pemerintah desa yang dilaksanakan oleh Kepala Desa dan Perangkat Desa diawasi oleh BPD. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Luwu No. 13 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Desa, persyaratan menjadi anggota BPD adalah penduduk desa warga Negara Republik Indonesia dengan beberapa persyaratan yang mengikat, penetapan jumlah anggota BPD diatur dalam pasal 35 Peraturan Daerah Kabupaten Luwu No. 13 Tahun 2007, yang ditentukan berdasarkan jumlah penduduk desa, luas wilayah, dan kemampuan keuangan desa yang bersangkutan. Jumlah anggota BPD di desa Buntu Nanna sebanyak 9 (sembilan) orang, yang terdiri atas :
1. Ketua BPD : 1 orang
2. Wakil Ketua BPD : 1 orang
3. Anggota : 7 orang
Adapun struktur pengurus BPD desa Buntu Nanna dapat dilihat dalam bagan 3.2
Bagan 3.2
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian yang didapatkan penulis selama melakukan penelitian di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu. Bab ini menguraikan tentang karakteristisk responden, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan factor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Buntu Nanna.
4.1 Karakteristik Responden
Sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa teknik penarikan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling, maka pemilihan sampel responden tokoh masyarakat telah dilakukan dengan jumlah keseluruhan sebanyak 23 orang dan responden unsur penyelenggara pemerintahan sebanyak 18 orang. Ke-41 orang tersebut mempunyai latar belakang yang berbeda, baik dari segi tempat tinggal, umur, pendidikan, maupun pekerjaan.
4.1.1 Alamat Tempat Tinggal, Usia, Jenis Kelamin dan Tempat Lahir Responden
Berdasarkan distribusi data hasil penelitian, diperoleh tempat tinggal (alamat dusun) responden tokoh masyarakat yang bervariasi. Responden yang tinggal di dusun Iri sebanyak 9 orang atau 39,13%, responden yang tinggal di dusun Salu Nase sebanyak 8 orang atau 34,78% dan responden yang tinggal di dusun Salu Paerun sebanyak 6 orang atau 26,09%. Berikut diperplihatkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Distribusi Responden Tokoh Masyarakat berdasarkan Alamat Tempat Tinggal
Nama Dusun Frekuensi (f) Persentase (%)
Dusun Iri 9 39,13
Dusun Salu Nase 8 34,78
Dusun Salu Paerun 6 26,09
Jumlah 23 100
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Berdasarkan distribusi data dari hasil penelitian ini diperoleh usia responden tokoh masyarakat yang mendominasi adalah usia antara 51-60 tahun dengan persentase 43,48% atau sebanyak 10 orang responden, sedangkan usia responden yang paling sedikit adalah usia ≤40 tahun yang hanya berjumlah 2 orang atau 8,7%. (Tabel 4.2).
Tabel 4.2
Distribusi Responden Tokoh Masyarakat Menurut Usia
Umur Frekuensi (f) Persentase (%)
≤40 tahun 22 8,69
41-50 tahun 7 30,43
51-60 tahun 10 43,48
≥61 tahun 4 17,39
Jumlah 23 100,00
Sumber data : Hasil olahan Kuisioner, 2011
Usia dengan frekuensi 51-60 tahun yang paling banyak di lokasi penelitian, hal ini dikarenakan responden yang dipilih merupakan tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap paling memahami tentang kondisi desa yang diteliti dan dari data tersebut terlihat bahwa responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini cukup variatif dari segi umur.
Tabel 4.3
Distribusi Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa Menurut Usia
Umur Frekuensi (f) Persentase (%)
≤30 tahun 21 5,56
31-40 tahun 6 33,33
41-50 tahun 6 33,33
51-60 tahun 5 27,78
Jumlah 18 100,00
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Berdasarkan data pada tabel 4.3, terlihat bahwa komposisi usia yang yang paling rendah pada responden unsur penyelenggara yaitu ≤30 tahun yaitu sebesar 5,56% atau 1 orang responden. Selanjutnya usia responden yang paling mendominasi yaitu pada usia 31-40 tahun dan usia 41-50 tahun masing-masing sebanyak 6 orang atau 33,33%. Dan usia 51-60 tahun sebanyak 5 orang atau 27,78%.
Berdasarkan jenis kelamin dari seluruh responden tokoh masyarakat, responden laki-laki sebanyak 16 orang atau 69,57% sedangkan perempuan sebanyak 7 orang atau 30,43% (Tabel 4.4) atau kurang dari setengah jumlah responden laki-laki. Penelitian ini lebih didominasi oleh responden laki-laki karena tokoh-tokoh masyarakat yang dipilih hanya sebagian saja yang berasal dari tokoh perempuan.
Tabel 4.4
Distribusi Responden Tokoh Masyarakat Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)
Laki-Laki 16 69,57
Perempuan 7 30,43
Jumlah 23 100,00
Sumber data : Hasil olahan Kuisioner, 2011
Sedangkan jenis kelamin pada responden unsur penyelenggara Pemerintahan Desa keseluruhan berjenis kelamin laki-laki.
Tabel 4.5
Distribusi Responden Tokoh Masyarakat Berdasarkan Tempat Lahir
Tempat lahir Frekuensi (f) Persentase (%)
Kab. Luwu 18 78,26
Luar Kab. Luwu 5 21,74
Jumlah 23 100,00
Sumber data : Hasil olahan Kuisioner, 2011
Berdasarkan tempat kelahiran responden tokoh masyarakat pada tabel 4.5 terlihat bahwa 18 orang atau 78,26% dari keseluruhan responden lahir di Kab. Luwu dalam hal ini sebagian besar lahir di daerah Bastem, sementara yang lahir diluar Luar Kab. Luwu berjumlah 5 orang atau 21,74%, hal ini menunjukkan bahwa dari seluruh jumlah responden yang terbanyak adalah yang lahir di Kab. Luwu dan mayoritas penghuninya lahir di daerah Bastem kab. Luwu. Adapun keseluruhan dari responden unsur penyelenggara pemerintahan desa berasal dari kabupaten luwu.
Sehubungan dengan rasio ini kiranya tidak berlebihan jika penulis menyimpulkan bahwa jumlah responden yang terpilih cukup baik, jika menilik sebuah teori yang kurang lebih berbunyi bahwa sebuah daerah akan mengalami sebuah proses yang dinamis dalam hal kemajuan dan pembangunan di daerahnya jika daerah tersebut masih dihuni oleh ≥ 75% penduduk asli. (Anonim, 1990:37).
4.1.2 Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan Utama Responden
Tabel 4.6
Distribusi Responden Tokoh Masyarakat Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)
SD 9 39,13
SMP 8 34,78
SMU 5 21,74
Universitas/ Perguruan tinggi 1 4,35
Jumlah 23 100,00
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Pada tabel 4.6 menunjukkan distribusi tingkat pendidikan responden tokoh masyarakat. Dari keseluruhan responden, yang paling banyak adalah responden yang berpendidikan SD yang berjumlah 9 orang atau 39,13%, dan yang paling kecil jumlahnya yaitu yang berpendidikan Sarjana yaitu sebanyak 1 orang atau 4,35%, sementara itu yang berpendidikan SMP sebanyak 8 orang atau 34,78%, SMU sebanyak 5 orang atau 21,74%.
Tabel 4.7
Distribusi Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)
SD 0 0
SMP 4 22,22
SMU 13 72,22
Universitas/ Perguruan tinggi 1 5,56
Jumlah 18 100,00
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Pada tabel 4.7 menunjukkan distribusi tingkat pendidikan responden unsur penyelenggara pemerintahan desa. Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan SMP sebanyak 4 orang atau 22,22%. Selanjutnya, responden yang memiliki tingkat pendidikan SMU sebanyak 13 orang atau 72,22% dan responden yang tingkat pendidikannya universitas/perguruan tinggi sebanyak 1 orang atau 5,56%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan unsur penyelenggara pemerintahan desa sudah tergolong tinggi. Dan hal ini dapat dikatakan bahwa orang-orang yang menjabat dalam pemerintahan desa sudah tergolong orang yang memiliki pendidikan tinggi sehingga mampu memahami persoalan yang ada di masyarakat dan mampu menjalankan tugas yang diberikan.
Berikutnya adalah distribusi responden menurut pekerjaan utama yang ditunjukkan dalam tabel 4.8 dan tabel 4.9.Berdasarkan tabel 4.8 terlihat bahwa pekerjaan yang merupakan pekerjaan yang paling banyak yang dimiliki oleh keseluruhan responden yaitu petani yaitu sebanyak 17 orang atau 73,91%, selanjutnya yang berprofesi sebagai PNS sebanyak 4 orang atau 17,39%, pedagang/wiraswasta sebanyak 2 orang atau 8,70%. Sedangkan pada tabel 4.9, terlihat bahwa pekerjaan responden unsur penyelenggara pemerintahan desa yaitu sebanyak 8 orang atau 44,44% responden memiliki pekerjaan sebagai petani, sebanyak 3 orang atau 16,67% responden memiliki pekerjaan sebagai PNS dan sebanyak 7 orang atau 38,89% responden memiliki pekerjaan sebagai pedagang/wiraswasta.
Tabel 4.8
Distribusi Responden Tokoh Masyarakat Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan utama Frekuensi (f) Persentase (%)
Petani 17 73,91
PNS 4 17,39
Pedagang/ Wiraswasta 2 8,69
Jumlah 23 100,00
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Tabel 4.9
Distribusi Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Utama Frekuensi (f) Persentase (%)
Petani 8 44,44
PNS 3 16,67
Pedagang/Wiraswasta 7 38,89
Jumlah 18 100
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
4.2 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu
Terdapat 5 tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Buntu Nanna. Pertama, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Kedua, membentuk panitia pemilihan Kepala Desa. Ketiga, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa. Keempat, membahas rancangan peraturan desa bersama dengan Kepala Desa. Kelima, melakukan pengawasan terhadap peraturan desa dan peraturan Kepala Desa.
Kelima tupoksi tersebut menjadi landasan bagi BPD Desa Buntu Nanna dalam menyelenggarakan pemerintahan yang baik sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Nomor 13 Tahun 2007.
4.2.1 Fungsi BPD dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
Masyarakat desa Buntu Nanna merupakan masyarakat yang memiliki kompleksitas kebutuhan. Sejalan dengan hal tersebut mereka membutuhkan pelayanan yang berkualitas dari pemerintahan desa setempat yang harus senantiasa berusaha meningkatkan kemampuan mereka untuk memberikan pelayanan yang semakin baik sesuai tuntunan masyarakat. Salah satu tupoksi dari Badan Permusyawaratan Desa yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Badan Permusyawartan Desa (BPD) sebagai wakil rakyat di desa adalah sebagai tempat bagi masyarakat desa untuk menyampaikan aspirasinya dan untuk menampung segala keluhan-keluhan dan kemudian menindaklanjuti aspirasi tersebut untuk disampaikan kepada instansi atau lembaga terkait. Untuk itu dibutuhkan pengetahuan oleh masyarakat tentang keberadaan dan peranan BPD.
4.2.1.1. Pengetahuan tentang Peranan BPD
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis maka diperoleh data bahwa semua responden mengetahui peranan Badan Permusyawaratan Desa secara umum. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan BPD di desa Buntu Nanna telah diketahui dengan baik oleh masyarakat.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan ditemukan sumber pengetahuan reponden tokoh masyarakat tentang peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada (Tabel 4.10). Berdasarkan tabel 4.10, responden tokoh masyarakat yang mengetahui tentang peranan BPD sebanyak 14 orang atau 60,87% mengetahui dari Ketua dan atau anggota BPD secara langsung, sebanyak 3 orang atau 13,04% mengetahui dari Kepala Desa dan atau aparat desa dan sebanyak 6 orang atau 26,09% mengetahui dari tetangga atau masyarakat sekitarnya.
Tabel 4.10
Sumber Pengetahuan Responden Tokoh Masyarakat tentang Peranan BPD
Jawaban responden Frekuensi (f) Persentase (%)
Ketua dan atau anggota BPD 14 60,87
Kepala Desa dan atau aparat Desa 3 13,04
Masyarakat sekitar 6 26,09
Tidak menjawab 0 0
Jumlah 23 100,00
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Jadi, pemahaman responden tokoh masyarakat tentang sumber pengetahuan peranan BPD secara umum lebih dominan artinya masyarakat mengetahui tentang peranan BPD disampaikan oleh Ketua dan atau anggota BPD sendiri.
Pada tabel 4.11, diperoleh penjelasan dari responden unsur penyelenggara pemerintahan desa tentang pemahaman mereka terhadap tupoksi BPD. Sebanyak 2 orang atau 11,11% responden mengatakan bahwa tupoksi BPD yaitu menetapkan Peraturan Desa bersama kepala Desa, sebanyak 3 orang atau 16,67% responden menjawab bahwa tupoksi BPD yaitu menyalurkan aspirasi masyarakat, adapun 11 orang atau 61,11% responden menjawab bahwa tupoksi BPD yaitu menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengawasi semua peraturan desa. Jadi berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa tupoksi BPD secara umum telah diketahui dengan baik ole penyelenggara pemerintahan desa tersebut sehingga memudahkan unsur penyelenggara pemerintahan desa saling bekerja sama untuk menyelenggarakan pemerintahan desa.
Tabel 4.11
Penjelasan Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa tentang Tupoksi BPD
Jawaban responden Frekuensi (f) Persentase (%)
Menetapkan peraturan desa bersama-sama dengan kepala desa 2 11,11
Menyalurkan aspirasi masyarakat 3 16,67
Mengawasi semua Peraturan Desa 2 11,11
Gabungan point (1) (2) dan (3) 11 61,11
Jumlah 18 100,00
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
4.2.1.2. Pengetahuan tentang jumlah dan nama anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Buntu Nanna Kec. Ponrang Kab. Luwu
Pada pemaparan sebelumnya telah diketahui bahwa keseluruhan responden mengetahui tentang peranan Badan Permusyawaratan Desa, Kemudian diketahui bahwa responden tokoh masyarakat juga mengetahui tentang jumlah dan nama-nama anggota dari BPD tersebut. Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa keseluruhan responden mengetahui tentang jumlah anggota BPD di desa Buntu Nanna. Selanjutnya dari 23 orang responden yang mengetahui tentang jumlah anggota BPD tersebut, diperoleh data yang berisi penjelasan dari responden yang menyebutkan jumlah anggota BPD (Tabel 4.12).
Tabel 4.12
Penjelasan Responden Tokoh Masyarakat tentang Jumlah anggota BPD
Jawaban responden Frekuensi (f) Persentase (%)
9 orang 7 30,43
5-8 orang 14 60,87
1-4 orang 2 8,67
Tidak mengetahui 0 0
Jumlah 23 100,00
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, desember 2011
Berdasarkan tabel 4.12 yang berisi penjelasan tentang pengetahuan responden mengenai jumlah anggota BPD diperoleh hasil bahwa tokoh masyarakat yang mengetahui secara lengkap (9 orang) anggota BPD sebanyak 7 orang atau 30,43%, yang sebagian besar mengetahui (5-8 orang) anggota BPD sebanyak 14 orang atau 60,87%. Responden yang kurang mengetahui (1-4 orang) jumlah anggota BPD sebanyak 2 orang atau 8,67 %. Jadi, dominasi pengetahuan responden tokoh masyarakat tentang jumlah anggota BPD cukup variatif dan kebanyakan responden hanya mengetahui sebagian besar.
Tabel 4.13
Penjelasan Responden Tokoh Masyarakat tentang nama-nama anggota BPD
Jawaban responden Peluang (p) Frekuensi (f) Persentase (%)
Masri 21 2,82 12,26
H. Mas Abadi 21 2,82 12,26
Simon. P 17 2,29 9,96
Habri Ali 20 2,69 11,70
Yursan 18 2,42 10,52
John Masode 20 2,69 11,70
Arpa 19 2,56 11,13
Joni Y.B 19 2,56 11,13
Nursalam 16 2,15 9,34
Jumlah 171 23 100
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Berdasarkan data pada tabel 4.13, diketahui bahwa Anggota BPD yang paling aktif bersosialisasi dengan masyarakat yaitu Masri selaku ketua BPD dan H. Mas Abadi selaku wakil ketua BPD hal ini dapat dilihat dalam tabel frekuensi dengan frekuensi masing-masing 2,82 atau 12,26%. Adapun anggota BPD yang sering bersosialisasi dan dikenal oleh masyarakat yaitu Habri Ali dan John Masode dengan frekuensi masing-masing 2,69 atau 11,70%. Selanjutnya anggota BPD yang juga dikenal oleh masyarakat yaitu Arpad an Joni Y.B dengan frekuensi masing-masing 2,56 atau 11,13%, kemudian Yursan dengan frekuensi 2,42 atau 10,52% , Simon P. dengan frekuensi 2,29 atau 9,96% dan anggota BPD yang paling jarang dikenal masyarakat yaitu Nursalam dengan frekuensi 2,15 atau 9,34%. Data ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang nama (mengenal) anggota Badan Permusyawaratan Desa melalui interaksi anggota BPD di masyarakat.
4.2.1.3. Tingkat pengetahuan Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan tentang pelaksanaan Tugas dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa tingkat pengetahuan responden unsur penyelenggara pemerintahan desa tentang pelaksanaan tupoksi BPD yakni sebanyak 2 orang atau 11,11% responden mengatakan berjalan dengan sangat baik di masyarakat. Sebanyak 8 orang atau 44,44% mengatakan bahwa pelaksanaan tupoksi BPD berjalan dengan baik, demikian halnya dengan jumlah responden yang menjawab bahwa pelaksanaan tupoksi BPD berjalan cukup baik (Tabel 4.14).
Tabel 4.14
Tingkat Pengetahuan Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa tentang Pelaksanaan Tugas dan Fungsi BPD di Masyarakat
Jawaban Responden Bobot Nilai Frekuensi (f) Total Skor Persentase (%)
Sangat baik 4 2 8 11,11
Baik 3 8 24 44,44
Cukup baik 2 8 16 44,44
Tidak baik 1 0 0 0
Jumlah 18 48 100,00
Rata-rata Skor 2,67
Sumber data : Hasil olahan Kuisioner, 2011
Jadi, pengetahuan responden unsur penyelenggara pemerintahan desa tentang pelaksanaan tupoksi BPD di masyarakat berjalan dengan baik.
4.2.1.4. Bentuk Penyuluhan yang dilakukan oleh BPD tentang Tugas Pokok dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) melakukan penyuluhan agar masyarakat dapat lebih memahami tupoksi BPD. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa keseluruhan responden unsur penyelenggara pemerintahan mengatakan bahwa BPD melakukan penyuluhan untuk memudahkan pelaksanaan tupoksinya. Adapun bentuk penyuluhan yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat dilihat pada tabel 4.15.
Tabel 4.15
Tanggapan Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa mengenai Bentuk Penyuluhan yang Dilakukan BPD tentang Tupoksi BPD
Jawaban Responden Frekuensi (f) Persentase (%)
Sosialisasi BPD secara langsung ke Masyarakat 8 44,44
Melalui rapat yang diadakan oleh BPD dan pemerintah desa 4 22,22
Menyampaikan melalui rapat tingkat dusun 5 27,78
Mengadakan tudang sipulung 1 5,56
Jumlah 18 100,00
Sumber data : Hasil Olahan Kuisioner, 2011
Berdasarkan tabel 4.15, diketahui bahwa bentuk-bentuk penyuluhan yang dilakukan oleh BPD tentang tugas pokok dan fungsinya yaitu sebanyak 8 orang atau 44,44% responden menjawab bahwa bentuk penyuluhan yang dilakukan dengan mengadakan sosialisasi BPD secara langsung ke masyarakat. Sebanyak 4 orang atau 22,22% menjawab melalui rapat yang diadakan oleh BPD dan Pemerintah Desa. Adapun yang menjawab bahwa bentuk penyuluhannya yaitu dengan menyampaikannya melalui rapat tingkat dusun sebesar 5 orang atau 27,78% dan yang menjawab yaitu dengan mengadakan tudang sipulung sebesar 1 orang atau 5,56%. Jadi dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk penyuluhan yang dilakukan oleh BPD yaitu sosialisasi secara langsung ke masyarakat sehingga masyarakat dapat secara langsung melakukan komunikasi kepada BPD tentang tupoksi BPD.
4.2.1.5. Tanggapan Responden Tokoh Masyarakat tentang Kelayakan Terpilihnya Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Buntu Nanna Kec. Ponrang Kab. Luwu
Dalam mencapai tujuan mensejahterahkan masyarakat desa, masing-masing unsur pemerintahan desa, Pemerintah Desa dan BPD, dapat menjalankan fungsinya dengan mendapat dukungan dari masyarakat. Layak tidaknya orang-orang yang menjadi anggota BPD ditentukan dari besar kecilnya dukungan yang diperoleh dari masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa alasan terpilihnya anggota BPD cukup variatif. Sebanyak 7 orang atau 30,43% dari keseluruhan responden mengatakan bahwa orang-orang tersebut layak menjadi anggota BPD karena memiliki pengaruh yang besar di masyarakat, dan yang mengatakan bahwa orang –orang tersebut layak menjadi anggota BPD karena mampu menampung aspirasi dari masyarakat sebanyak 15 orang atau 65,21%. Adapun yang memberikan alasan tentang layaknya orang-orang tersebut terpilih sebagai anggota BPD karena merupakan tokoh masyarakat yaitu 1 orang atau 4,35%. Berikut diperlihatkan pada tabel 4.16. Jadi, kelayakan terpilihnya anggota BPD dapat dilihat dari beberapa tolak ukur yakni kemampuan menampung aspirasi masyarakat, pengaruh yang besar di masyarakat, dan merupakan tokoh masyarakat.
Tabel 4.16
Tanggapan responden Tokoh Masyarakat tentang kelayakan terpilihnya anggota BPD
Jawaban responden Frekuensi (f) Persentase (%)
Tidak relevan 0 0
Memiliki pengaruh yang besar di masyarakat 7 30,43
Mampu menampung aspirasi masyarakat 15 65,21
Merupakan tokoh masyarakat 1 4,35
Tidak menjawab 0 0
Jumlah 23 100,00
Sumber data : Hasil olahan Kuisioner, 2011
Selanjutnya, dukungan dari masyarakat juga dapat dilihat dari tingkat kepercayaan masyarakat dalam menjadikan BPD sebagai tempat menyalurkan aspirasi. Hal ini dapat dilihat dari frekuensi pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh BPD dengan masyarakat untuk membahas masalah-masalah masyarakat desa. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa keseluruhan responden Tokoh Masyarakat mengatakan bahwa BPD pernah melakukan pertemuan/musyawarah dengan masyarakat desa. Adapun frekuensi pertemuan yang diadakan oleh BPD dengan masyarakat tergolong sedang dengan skor rata-rata 2,74 pada (tabel 4.17). Pada tabel ini dapat dilihat bahwa responden yang memilih frekuensi pertemuan BPD dengan masyarakat dalam kurun waktu 1 tahun terakhir yaitu sering sebanyak 17 orang atau 73,91% dan jarang sebanyak 26,09%.
Tabel 4.17
Tanggapan Responden Tokoh Masyarakat tentang Sering Tidaknya BPD Mengadakan Pertemuan dengan Masyarakat
Frekuensi pertemuan yang diadakan oleh BPD (dalam kurun waktu 1 tahun terakhir) Bobot nilai Frekuensi (f) Total skor Persentase (%)
Sangat sering 4 0 0 0
Sering 3 17 51 73,91
Jarang 2 6 12 26,09
Jarang sekali 1 0 0 0
Jumlah 23 63 100,00
Rata-rata Skor 2,74
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Pada tabel 4.18, diperlihatkan penjelasan responden unsur penyelenggara pemerintahan desa tentang frekuensi pertemuan yang diadakan oleh BPD. Sebanyak 2 orang atau 11.11% responden menjawab bahwa frekuensi pertemuan 1 tahun terakhir BPD dengan masyarakat sangat sering, sebanyak 13 orang atau 72,22% menjawab bahwa BPD sering mengadakan pertemuan dengan Masyarakat dalam 1 tahun terakhir. Selanjutnya, 3 orang atau 16,67% responden yang mengatakan bahwa BPD jarang mengadakan pertemuan dengan masyarakat 1 tahun terakhir ini. Angka rata-rata yang diperoleh pada tabel 4.18 yaitu 2,61 hal ini membuktikan bahwa pertemuan BPD dan masyarakat 1 tahun terakhir ini tergolong sedang.
Tabel 4.18
Penjelasan responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa tentang sering tidaknya BPD mengadakan pertemuan dengan masyarakat
Frekuensi pertemuan yang diadakan oleh BPD (dalam kurun waktu 1 tahun terakhir) Bobot nilai Frekuensi (f) Total skor Persentase (%)
Sangat sering 4 2 8 11,11
Sering 3 13 33 72,22
Jarang 2 3 6 16,67
Jarang sekali 1 0 0 0
Jumlah 18 47 100,00
Rata-rata Skor 2,61
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Jadi, frekuensi pertemuan yang dilakukan oleh BPD dan masyarakat di desa Buntu Nanna tergolong sering sehingga masalah-masalah yang ada di masyarakat dapat diidentifikasi dan ditemukan penyelesaiannya.
Berdasarkan data pada tabel 4.19, diperlihatkan bahwa sebanyak 9 orang atau 50,00% responden menjawab upaya yang dilakukan oleh BPD dalam menampung dan menyalurkan saran dan ide dari masyarakat yaitu dengan mengadakan forum yang dihadiri oleh pejabat-pejabat desa dan hasilnya disampaikan kepada Kepala Desa untuk ditindaklanjuti. Sebanyak 3 orang atau 16,67% responden menjawab mengadakan rapat tingkat dusun. Adapun yang menjawab dengan mengadakan rapat triwulan yang diadakan oleh BPD bersama Pemerintah Desa yaitu sebanyak 6 orang atau 33,33%. Berbagai upaya telah dilakukan oleh BPD untuk meneruskan dan menyalurkan saran dan ide yang berasal dari masyarakat sehingga masalah-masalah yang ada di masyarakat dapat dimusyawarahkan bersama pemerintah dan komponen masyarakat di desa tersebut.
Tabel 4.19
Tanggapan Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa tentang Upaya yang dilakukan BPD dalam menampung dan menyalurkan saran dan ide dari masyarakat
Jawaban Responden Frekuensi (f) Persentase (%)
Mengadakan forum yang dihadiri oleh pejabat-pejabat desa dan hasilnya disampaikan kepada Kepala Desa untuk ditindak lanjuti 9 50,00
Mengadakan rapat tingkat dusun 3 16,67
Rapat Triwulan yang diadakan oleh BPD bersama Pemerintah Desa 6 33,33
Tidak relevan 0 0
Jumlah 18 100,00
Sumber data: hasil olahan data kuisioner, 2011
4.2.1.6. Partisipasi responden tokoh masyarakat dalam mengikuti Musyawarah/Pertemuan dengan BPD
Dukungan dari masyarakat juga dapat dilihat dari antusiasme masyarakat dalam setiap musyawarah/pertemuan yang dilakukan BPD. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan Camat Ponrang Kabupaten Luwu, Bapak Rahman Mandaria, S.H yang mengatakan bahwa :
“Masyarakat seharusnya mendukung setiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh BPD atau pemerintah desa. Hal ini didasarkan karena kesadaran bersama warga masyarakat bahwa semua kegiatan yang dilakukan demi kebaikan bersama.”
(Wawancara, 4 Januari 2012)
Berdasarkan hasil penelitian penulis, dari keseluruhan responden tokoh masyarakat, sebanyak 20 orang atau 86,96% yang aktif mengikuti musyawarah/pertemuan dengan BPD dan yang tidak aktif sebanyak 3 orang atau 13,04% (Tabel 4.20). Hal ini berarti antusiasme masyarakat dalam mengikuti setiap pertemuan/musyawarah dengan BPD tergolong tinggi.
Tabel 4.20
Partisipasi Responden Tokoh Masyarakat Dalam Mengikuti Musyawarah/Pertemuan BPD
Jawaban responden Frekuensi (f) Persentase (%)
Aktif 20 86,96
Tidak aktif 3 13,04
Jumlah 23 100,00
Sumber data: Hasil Olahan Kuisioner, 2011
4.2.1.7. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan, dan menyalurkan aspirasi masyarakat
Badan permusyawaratan Desa (BPD) sebagai wakil rakyat di desa adalah sebagai tempat bagi masyarakat untuk menampung segala keluhan-keluhannya dan kemudian menindaklanjuti aspirasi tersebut untuk disampaikan kepada instansi atau lembaga yang terkait.
Banyak cara yang dilakukan untuk menampung segala keluhan-keluhan yang kemudian ditindaklanjuti yaitu dengan cara tertulis dan secara lisan. Cara tertulis misalnya masalah-masalah tersebut terkait dengan pembangunan dan kemajuan desa maka akan dibahas dan dibicarakan lebih lanjut dalam bentuk peraturan-peraturan desa, dan dengan cara lisan yaitu masyarakat menyampaikan aspirasinya langsung kepada BPD pada saat ada pertemuan desa atau rembug desa dan ketika ada rapat BPD.
Pelaksanaan tugas BPD dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dapat dilihat dengan membandingkan banyaknya masyarakat dalam hal ini responden Tokoh Masyarakat yang aktif dalam menyampaikan aspirasi kepada BPD (Tabel 4.21 dan Tabel 4.22). Dari tabel 4.21 terlihat bahwa dari keseluruhan responden, sebanyak 2 orang atau 8,69% sangat sering berpartisipasi dalam menyampaikan saran dan ide kepada BPD dan sebanyak 11 orang atau 47,83% cukup berpartisipasi dalam menyampaikan saran dan ide, sebanyak 9 orang atau 39,13% jarang berpartisipasi dalam menyampaikan saran dan ide, serta 1 orang atau 4,35% responden tidak pernah berpartisipasi dalam menyampaikan saran dan ide kepada BPD.
Tabel 4.21
Partisipasi responden Tokoh Masyarakat dalam menyampaikan saran dan ide kepada BPD
Jawaban responden Bobot nilai Frekuensi (f) Total skor Persentase (%)
Sangat sering 4 2 8 8,69
Cukup 3 11 33 47,83
Jarang 2 9 18 39,13
Tidak pernah 1 1 1 4,35
Jumlah 23 60 100,00
Rata-rata skor 2,61
Sumber data : Hasil olahan Kuisioner, 2011
Berdasarkan jawaban responden dapat digambarkan bahwa partisipasi masyarakat dalam menyampaikan saran dan ide kepada BPD tergolong sedang jika dilihat dari nilai rata-rata skor tabel 4.21 menghasilkan angka 2.61. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat di desa Buntu Nanna juga dilibatkan dalam proses pembuatan setiap peraturan. Adapun jenis-jenis saran dan ide yang sering dikemukakan oleh masyarakat yaitu mengenai usulan-usulan pembangunan desa. Untuk mengetahui bentuk usulan pembangunan yang disampaikan kepada BPD dapat dilihat pada tabel 4.22.
Tabel 4.22
Bentuk Usulan Pembangunan menurut Responden Tokoh Masyarakat yang sampai kepada BPD
Bentuk usulan pembangunan yang sampai kepada BPD Frekuensi (f) Persentase (%)
Fisik 18 81,82
Non fisik 4 18,18
Jumlah nA= 22 100,00
Sumber data : Hasil olahan Kuisioner, 2011
nA pada tabel 4.22 dimaksudkan sebagai banyaknya jumlah responden yang aktif menyampaikan aspirasi kepada BPD. Dari tabel 4.22 terlihat bahwa dari keseluruhan responden yang aktif dalam menyampaikan aspirasi kepada BPD yaitu sebanyak 22 orang atau 95,65% dari keseluruhan responden, sebanyak 18 orang atau 81,82% dari jumlah responden yang aktif menyampaikan saran dan ide mengusulkan pembangunan fisik dan sebanyak 4 orang atau 18,18% mengusulkan pembangunan nonfisik, nonfisik dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai usulan-usulan berupa perbaikan dalam pelayanan bagi masyarakat masyarakat desa misalnya pengurangan biaya untuk izin keramaian.
Pada tabel 4.23 terlihat bagaimana tindak lanjut dari BPD dari usulan-usulan pembanguan fisik berdasarkan data yang diperoleh dari responden.
Tabel 4.23
Penjelasan Responden Tokoh Masyarakat tentang Tindak lanjut BPD untuk usulan pembangunan fisik
Tindak lanjut dari usulan-usulan pembangunan fisik yang disampaikan Frekuensi (f) Persentase (%)
Terlaksana 16 88,89
Tidak terlaksana 2 11,11
Jumlah nF= 18 100,00
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
nF pada tabel 4.23 adalah jumlah responden yang aktif menyampaikan aspiasi kepada BPD berupa usulan pembangunan fisik. Dari tabel 4.23 terlihat bahwa dari keseluruhan responden yang mengusulkan pembangunan fisik yaitu sebanyak 18 orang atau 81,82% dari jumlah keseluruhan responden yang aktif dalam menyampaikan saran dan ide pembangunan desa, sebanyak 16 orang atau 88,89% yang usulannya dilaksanakan atau direalisasikan oleh BPD sedangkan yang tidak direalisasikan sebanyak 2 orang atau 11,11%. Untuk usulan-usulan nonfisik yaitu sebanyak 4 orang atau 18,18% dari keseluruhan responden yang aktif menyampaikan usulan, seluruhya dapat direalisasikan oleh BPD.
Berdasarkan pemaparan diatas disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang aktif dalam menyampaikan saran dan ide kepada BPD, hanya 2 orang atau 9,09% yang saran dan idenya tidak terlaksana, jadi sebanyak 20 orang atau 90,91% baik usulan fisik maupun nonfisik yang terlaksanakan saran dan idenya.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, ditemukan sejumlah usulan-usulan dan keinginan masyarakat yang telah ditampung dalam bentuk RPJMDes dan berhasil dituangkan dalam bentuk peraturan desa serta realisasinya dapat dilihat pada tabel 4.24.
Tabel 4.24
Penjelasan Usulan Responden Tokoh Masyarakat yang Telah Ditampung dalam RPJMDes dan Dituangkan dalam Bentuk Peraturan Desa
Bentuk usulan yang berhasil ditampung dalam RPJMDes Bentuk usulan Frekuensi (f) Keterangan
Pengadaan gedung posyandu Fisik 3 Terlaksana
Penyesuaian biaya izin keramaian Nonfisik 4 Terlaksana
Pembuatan plat duekker Fisik 2 Terlaksana
Pembuatan jalan tani Fisik 3 Terlaksana
Rehabilitasi rumah ibadah Fisik 2 Terlaksana
Penataan lingkungan dan drainasse Fisik 3 Terlaksana
Pengadaan kantor dan kendaraan operasional lembaga kemasyarakatan Fisik 2 belum terlaksana
Pengadaan gedung SMP Fisik 3 belum terlaksana
Jumlah perbandingan 8 22 6
Rata-rata perbandingan terlaksana 75%
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Dari pemaparan pada tabel 4.24 maka pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menampung dan meyalurkan aspirasi masyarakat dikategorikan memiliki tingkat pelaksanaan yang tinggi. Dikatakan demikian dengan membandingkan banyaknya usulan yang masuk dengan banyaknya usulan yang terlaksana sampai pada tahun 2011. Aspirasi yang masuk yaitu 8 aspirasi dan yang terlaksana sebanyak 6 aspirasi atau 75% dari aspirasi yang masuk, untuk itu pelaksanaan fungsi dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat termasuk dalam kategori tinggi.
Badan Permusyawaratan Desa merupakan wadah bagi aspirasi masyarakat desa. Wadah aspirasi yang dimaksud disini yaitu sebagai tempat dimana keinginan atau aspirasi masyarakat disampaikan. Berdasarkan hasil observasi dan penelitian penulis, tugas dan wewenang BPD dalam menggali, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat telah berjalan sesuai dengan tugas dan wewenang yang ada pada peraturan daerah. Beberapa contoh keluhan-keluhan yang disampaikan oleh masyarakat kepada BPD desa Buntu Nanna, yaitu :
a. Masalah RASKIN yang sempat macet,
b. Masalah sampah
c. Kinerja pemerintah lebih ditingkatkan
d. Semua kegiatan yang menyangkut keuangan desa harus ada laporan tertulis
e. Permasalahan tanah warisan
Setelah aspirasi masyarakat desa ditampung, maka langkah selanjutnya adalah BPD menyalurkan aspirasi masyarakat tersebut dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh BPD. Setelah memperoleh aspirasi dan kemudian membahasnya, badan permusyawaratan desa (BPD) kemudian meneruskan dan menyampaikan sebagaimana maksud yang diharapkan oleh masyarakat. Namun pada kesempatan ini pihak pemerintah desa tetap diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan atas aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat. Hal tersebut menggambarkan bahwa kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa telah dipercaya dan ditokohkan oleh warga.
4.2.2 Membentuk Panitia Pemilihan Kepala Desa
Untuk mencapai tujuan mensejahterahkan masyarakat desa, masing-masing unsur pemerintahan desa, Pemerintah Desa dan BPD, dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan mendapat dukungan dari masyarakat.
Adapun dalam pembentukan Kepala Desa, sebelum diadakan Pemilihan Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa terlebih dahulu membentuk panitia Pemilihan Kepala Desa. Berdasarkan penelitan di lapangan maupun dari sumber-sumber lainnya (data sekunder) yang menambah pengetahuan, berikut hasil yang diperoleh oleh peneliti.
Dalam membentuk panitia Pemilihan Kepala Desa, BPD membentuk panitia Pemilihan Kepala Desa yang keanggotaannya berasal dari Unsur Perangkat Desa, Pengurus Lembaga Kemasyarakatan, Tokoh masyarakat.
Dalam pemilihan kepala desa di desa ini, hal yang dilakukan oleh BPD terlebih dahulu yaitu membentuk panitia pemilihan. Adapun panitia-panitia tersebut dapat berasal dari tokoh-tokoh masyarakat, unsur-unsur perangkat desa, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di Desa, setelah itu anggota BPD berembuk dan berunding kemudian memustuskan siapa-siapa yang menjadi panitia pemilihan.
Adapun tugas dari panita pemilihan kepala desa yaitu, yaitu melaksanakan semua kegiatan selama pencalonan kepala desa dan bertanggung jawab kepada BPD dengan cara melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan mulai dari penjaringan bakal calon sampai dengan terpilih Kepala Desa.
Panitia pemilihan kepala desa, membuat semacam informasi atau sosialisasi di masyarakat bahwa akan dilaksanakannya Pemilihan Kepala Desa, kemudian panitia pemilihan melakukan pendataan dan pendaftaran Bakal Calon Kepala Desa. Setelah itu, Bakal Calon Kepala Desa yang terpilih kemudian akan disaring melalui beberapa syarat-syarat yang telah ditentukan sebelumnya dan hasil penyaringan akan di tetapkan menjadi Calon Kepala Desa. Calon Kepala Desa inilah yang nantinya akan diumumkan kepada masyarakat di tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, tugas dan wewenang Badan Permusyawartan Desa Buntu Nanna dalam membentuk panitia pemilihan kepala desa telah dilaksanakan dengan baik. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Buntu Nanna membentuk panitia pemilihan kepala desa yang terdiri dari unsur perangkat desa, pengurus lembaga kemasyarakatan dan tokoh-tokoh masyarakat.
4.2.3 Mengusulkan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa selalu berkoordinasi dengan panitia pemilihan kepala desa. Di dalam mengusulkan pengangkatan kepala desa, setelah Panitia pemilihan menetapkan calon kepala desa yang telah memenuhi persyaratan, BPD berdasarkan berita acara pemilihan yang diberikan oleh ketua panitia pemilihan kepala desa memberitahukan kepada pemerintah daerah tentang calon kepala desa yang telah disetujui dan telah memenuhi persyaratan. Setelah mendapat surat keputusan dari pemerintah daerah tentang penetapan calon kepala desa, BPD menginstruksikan kepada panitia pemilihan kepala desa agar melaksanakan tugasnya dalam menyelenggarakan pemilihan kepala desa. Hasil dari pemilihan kepala desa tersebut kemudian dilaporkan oleh panitia pemilihan kepala desa kepada BPD. Calon Kepala Desa yang terpilih ditetapkan dengan keputusan BPD berdasarkan Berita Acara Pemilihan dari Panitia Pemilihan. Selanjutnya, BPD menyampaikan calon Kepala Desa terpilih kepada Bupati melalui Camat untuk disahkan menjadi kepala desa terpilih dan Bupati menerbitkan Keputusan Bupati tentang pengesahan penetapan kepala desa terpilih.
Begitupun dengan pengusulan pemberhentian kepala desa, BPD memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan kepala desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa jabatannya. BPD juga mengajukan surat pemberitahuan usulan pemberhentian kepala desa kepada bupati melalui camat. Setelah mendapat surat pemberitahuan dari bupati yang berisi tentang pembentukan panitia pemilihan kepada Kepala Desa dan BPD, BPD selanjutnya membentuk panitia pemilihan berdasarkan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan.
4.2.4 Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa
Dalam merumuskan dan menetapkan peraturan desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berpedoman pada Peraturan daerah Kabupaten Luwu tentang Tata Cara Penyusunan dan Penetapan Peraturan Desa. BPD dalam merumuskan Peraturan Desa bersama-sama dengan pemerintah Desa (Kepala Desa dan Perangkat Desa), melalui beberapa proses antara lain sebagai berikut :
a. Pemerintah Desa mengundang anggota BPD untuk menyampaikan maksudnya membentuk peraturan desa dengan menyampaikan pokok-pokok peraturan desa yang diajukan.
b. BPD terlebih dahulu mengajukan rancangan peraturan desa, demikian halnya dengan pemerintah desa yang juga mengajukan rancangan peraturan desa.
c. BPD memberikan masukan atau usul untuk melengkapi atau menyempurnakan rancangan peraturan desa.
d. Ketua BPD menyampaikan usulan tersebut kepada pemerintah desa untuk diagendakan.
e. BPD mengadakan rapat dengan pemerintah desa kurang lebih satu sampai dua kali untuk memperoleh kesepakatan bersama.
Dalam menetapkan Peraturan Desa bersama-sama dengan Pemerintah Desa. Setelah BPD dan Kepala Desa mengajukan rancangan Peraturan Desa kemudian akan dibahas bersama dalam rapat BPD dan setelah mengalami penambahan dan perubahan, kemudian rancangan Peraturan Desa tersebut disahkan dan disetujui serta ditetapkan sebagi Peraturan Desa. Dalam menetapkan peraturan desa, antara BPD dan Kepala Desa sama-sama memiliki peran yang sangat penting antara lain sebagai berikut :
a. BPD menyutujui dikeluarkannya Peraturan Desa.
b. Kepala Desa menandatangani Peraturan Desa tersebut.
c. BPD membuat berita acara tentang Peraturan Desa yang baru ditetapkan.
d. BPD mensosialisasikan Peraturan Desa yang telah disetujui pada masyarakat melalui kepala dusun ataupun mensosialisasikannya secara langsung untuk diketahui dan dipatuhi serta ditentukan pula tanggal mulai pelaksanaannya.
Beberapa tahap atau langkah-langkah yang ditempuh oleh BPD dalam menetapkan Peraturan Desa yaitu menampung usulan-usulan baik yang berasal dari BPD maupun Kepala Desa dimana usulan tersebut dapat menjadi dasar atau patokan dalam menjalankan Pemerintahan Desa. Setelah itu, usulan-usulan tersebut dibahas dan dievaluasi, terhadap hasil evaluasi tersebut kemudian dilakukan penetapan bersama dalam bentuk rancangan untuk selanjutnya dirumuskan dalam bentuk Peraturan Desa.
Dalam tahap pembentukan Peraturan Desa, gagasan atau usulan-usulan lebih banyak berasal dari Kepala Desa dibandingkan dari pihak BPD. Hal ini dikarenakan faktor pengetahuan dan wawasan BPD yang dirasa masih minim dan juga karena Kepala Desa yang terpilih sudah lebih mengetahui tentang keadaan dan kondisi desa tersebut. Proses pembuatan Peraturan Desa mulai dari merumuskan peraturan desa sampai pada tahap menetapkan Peraturan Desa yang dilakukan bersama-sama dengan pemerintah desa, tidak ada kendala ataupun hambatan berarti yang dijumpai.
Dalam menjalankan tugasnya, BPD dan pemerintah desa Buntu Nanna telah mengeluarkan 2 (dua) peraturan desa yaitu Peraturan Desa Buntu Nanna No.1 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun Anggaran 2011, Peraturan Desa Buntu Nanna No. 001 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Tahun 2011-2015.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 (pasal 64) tentang Desa, dan Permendagri No. 66/2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, memberi amanah kepada pemerintah desa untuk menyusun program pembangunannya sendiri. Forum perencanaannya disebut sebagai Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa). Melalui proses pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran pembangunan desa, diharapkan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara merata dan berkeadilan lebih bisa tercapai.
Adapun tahap penyusunan RPJMDes secara lebih Detail Runtutan proses kegiatan dalam penyusunan RPJMDes Desa Buntu Nanna sebagai berikut :
a. MUSDUS/ Penjaringan Masalah dan Potensi.
Proses penjaringan masalah dilakukan oleh Tim Perencanaan Partisipatif yang terdiri dari LKMD, Tokoh Masyarakat, relawan dan Unsur Pemerintah Desa serta BPD. Dalam konteks ini, tim Perencanaan Partisipatif bertanggung jawab secara institusional kepada LKMD, dan kepada publik lewat mekanisme Lokakarya Desa. Untuk menggali data potensi dan masalah yang ada di Desa, Tim Perencanaan Partisipasi menggunakan tiga alat dengan metode PRA sebagai berikut : Sketsa Desa, Kalender Musim, diagram kelembagaan, Anggota Rumah Tangga Miskin (A-RTM) Pra Sejahtera dan Sejatera. Proses penjaringan masalah dan potensi ini dilakukan dalam pertemuan dusun (Musyawarah Dusun) yang dihadiri oleh Kepala Dusun, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan serta masyarakat dari dusun tersebut.
b. Musyawarah Perencanaan Partisipatif Tingkat Desa.
Proses penyusunan program dan kegiatan dilakukan dalam Musrenbang di Tingkat Desa dengan tahapan sebagai berikut :
1) Mengelompokkan masalah-masalah dari hasil musyawarah Dusun.
2) Menyusun Sejarah Desa
3) Menyusun Visi Misi Desa
4) Membuat skala prioritas, pembuatan skala prioritas ini bertujuan untuk mendapatkan skala prioritas masalah yang harus segera dipecahkan. Adapun tehnik yang digunakan adalah dengan menggunakan ranking dan pembobotan.
5) Menyusun alternatif tindakan pemecahan masalah, setelah semua masalah diranking berdasarkan criteria yang disepakati bersama, tahap selanjutnya adalah menyusun alternative tindakan yang layak. Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk mendapatkan alternatif tindakan pemecahan masalah dengan memperhatikan akar penyebab masalah dengan potensi yang ada.
6) Menetapkan rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa. Dalam tahapan ini juga dipisahkan mana Pembangunan Skala Desa dan Pembangunan Skala Kabupaten. Hasil yang dicapai dalam lokakarya ini adalah tersusunnya draf RPJMDes.
c. Musrenbang Desa-Pembahasan Draf RPJMDes
Pada tahap selanjutnya dari Lokakarya Perencanaan Partisipatif oleh Tim Perencanaan Partisipatif hasil yang ya]dicapai masih berupa draf Dokumen RPJMDes, yang oleh LKMD kemudian dikonsultasikan kepada publik melalui MUSRENBANG Desa untuk mendapatkan tanggapan/masukan dari masyarakat serta narasumber, usulan atau masukan dari masyarakat yang disetujui oleh forum akan ditambahkan dalam Dokumen RPJMDes.
d. Pengesahan RPJMDes
Draf RPJMDes yang sudah direvisi kemudian ditetapkan oleh Kepala Desa dan BPD menjadi Peraturan Desa Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu.
e. Sosialisasi RPJMDesa
Sosialisasi RPJMDesa dilakukan ditiap dusun melalui pertemuan-pertemuan rutin serta ditempelkan di papan informasi yang ada, baik papan informasi Dusun dan Desa.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dilapangan, maka diperoleh data bahwa semua responden mengatakan bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bersama dengan Kepala Desa pernah menetapkankan Peraturan Desa.
Adapun peraturan-peraturan desa yang pernah ditetapkan oleh Kepala Desa dan BPD menurut responden Tokoh Masyarakat dapat dilihat pada tabel 4.25.
Tabel 4.25
Penjelasan Responden Tokoh Masyarakat tentang Jenis-jenis Peraturan Desa yang telah ditetapkan oleh Kepala Desa bersama dengan BPD
Jenis-jenis Peraturan Desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa dan BPD Frekuensi (f) Persentase (%)
Perdes RPJMDes 9 39,13
Perdes APBDes 6 26,09
Gabungan point (1) dan (2) 8 34,78
Tidak menjawab 0 0
Jumlah 23 100,00
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Dari tabel 4.25, diketahui Sebanyak 9 orang atau 39,13% responden menjawab bahwa peraturan-peraturan desa yang telah ditetapkan oleh Kepala Desa bersama dengan BPD yaitu perdes tentang RPJMDes, sebanyak 6 orang atau 26,09% responden mengatakan bahwa peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dan BPD yaitu perdes tentang APBDes. Adapun responden yang menjawab kedua-duanya yaitu sebanyak 8 orang atau 34,78%.
Sedangkan menurut responden unsur penyelenggara pemerintahan desa dapat dilihat pada tabel 4.26. Dari tabel 4.26 diketahui bahwa sebanyak 4 orang atau 22,22% responden mengatakan bahwa Peraturan Desa yang telah ditetapkan oleh BPD dan Kepala Desa yaitu Peraturan Desa RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa), sebanyak 3 orang atau 16,67% responden menjawab Peraturan Desa APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa), sedangkan yang menjawab kedua-duanya yaitu Peraturan Desa RPJMDes dan Peraturan Desa APBDes yaitu sebanyak 11 orang atau 61,11%.
Tabel 4.26
Tanggapan Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa tentang Tingkat Pengetahuan Mengenai Jenis-jenis Peraturan Desa yang telah Ditetapkan oleh BPD dan Kepala Desa
Jawaban Responden Frekuensi (f) Persentase (%)
Perdes RPJMDes 4 22,22
Perdes APBDes 3 16,67
Gabungan antara point (1) dan (2) 11 61,11
Tidak menjawab 0 0
Jumlah 18 100
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Jadi, jenis-jenis peraturan desa yang telah ditetapkan oleh BPD bersama Kepala Desa telah diketahui oleh masyarakat. Artinya masyarakat juga dilibatkan dalam proses pembuatan peraturan desa.
Partisipasi masyarakat di dalam tahap pembuatan peraturan desa yaitu pada tahap Musrenbang dapat dilihat pada tabel 4.27.
Tabel 4.27
Partisipasi Responden Tokoh Masyarakat dalam Musrenbang Desa sebagai tahap dalam Pembuatan Peraturan Desa
Partisipasi Responden dalam Musrenbang Desa sebagai tahap dalam pembuatan peraturan desa Bobot Nilai Frekuensi (f) Total Skor Persentase (%)
Sangat Sering 4 2 8 8,69
Sering 3 14 42 60,87
Jarang 2 7 14 30,43
tidak Pernah 1 0 0 0
Jumlah 23 64 100,00
Rata-rata Skor 2,78
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Sebanyak 2 orang atau 8,69% responden sangat sering berpartisipasi dalam musrenbang desa, 14 orang atau 60,87% mengatakan sering berpartisipasi dalam musrenbang desa, dan sebanyak 7 orang atau 30,43% responden jarang berpartisipasi dalam musrenbang desa sebagai tahap pembuatan peraturan desa. Berdasarkan data pada tabel 4.27, diperoleh rata-rata skor yaitu 2,78. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat memiliki antusiasme yang tergolong sedang/cukup dalam tahapan pembuatan peraturan desa.
Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD), Bapak Drs. Lukman P, MM yang mengatakan bahwa:
“Masyarakat harus diikutsertakan dalam setiap proses pembuatan peraturan desa, karena masyarakat merupakan objek dan tujuan dari penyelenggaraan pemerintahan. Jadi, disinilah kita dapat melihat upaya-upaya dari BPD maupun pemerintah desa agar semua usulan-usuan dari masyarakat bisa terealisasi melalui kerja ama yang baik oleh seluruh komponen yang ada di desa.”
(Wawancara, 3 Januari 2012)
Adapun bentuk-bentuk partisipasi responden Tokoh Masyarakat yang diberikan dalam musrenbang peraturan desa dapat dilihat pada tabel 4.28. Pada tabel 4.28, diperlihatkan bahwa bentuk-bentuk partisipasi yang diberikan oleh responden cukup beragam. Sebanyak 9 orang atau 39,12% responden mengatakan bentuk partisipasi yang diberikan berupa ide atau usulan-usulan dalam rangka perbaikan pembangunan desa, sebanyak 1 orang atau 4,35% responden mengatakan bentuk partisipasi yang diberikan berupa materi atau bantuan-bantuan yang sifatnya membangun, dan sebanyak 13 orang atau 56,52% responden memberikan bentuk-bentuk partisipasi berupa tenaga yaitu dengan menghadiri pertemuan-pertemuan atau ikut bekerja dalam pembangunan desa.
Tabel 4.28
Penjelasan Bentuk Tokoh Masyarakat Partisipasi Responden dalam Musrenbang Desa
Penjelasan Bentuk Partisipasi responden dalam Musrenbang Desa Frekuensi (f) Persentase (%)
Ide 9 39,12
Materi 1 4,35
Tenaga 13 56,52
Jumlah 23 100,00
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Berdasarkan hasil penelitian penulis, dapat disimpulkan bahwa fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam menetapkan Peraturan Desa bersama dengan Kepala Desa yaitu dimulai dari Tahap perancangan, perumusan, dan penyusunan Peraturan Desa telah dilaksanakan dengan baik dan juga melibatkan partisipasi masyarakat. Hal ini mebuktikan bahwa seluruh komponen yang ada di Desa Buntu Nanna telah ikut berpartisipasi dalam rangka kemajuan desa.
4.2.4.1. Pemahaman tentang Prosedur Peraturan Desa
Berdasarkan hasil penelitian dengan responden unsur penyelenggara pemerintahan desa (tabel 4.29), diperoleh data bahwa sebanyak 7 orang atau 38,89% sangat memahami prosedur pembuatan peraturan desa. Sebanyak 6 orang atau 33,33% responden memahami prosedur pembuatan peraturan desa. Adapun yang cukup memahami prosedur peraturan desa yaitu 5 orang atau 27,78%. Berdasarkan rata-rata skor, diperoleh angka 3,11, artinya bahwa tingkat pemahaman responden tentang prosedur pembuatan peraturan desa tergolong tinggi.
Tabel 4.29
Tingkat Pemahaman Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa tentang Prosedur Pembuatan Peraturan Desa
Jawaban Responden Bobot Nilai Frekuensi (f) Total Skor Persentase (%)
Sangat Paham 4 7 28 38,89
Paham 3 6 18 33,33
Cukup Paham 2 5 10 27,78
Tidak Paham 1 0 0 0
Jumlah 18 56 100,00
Rata-rata Skor 3,11
Sumber data : hasil olahan kuisioner,2011
4.2.4.2. Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Desa
Berdasarkan hasil penelitian penulis, diperoleh data tentang tanggapan responden unsur penyelenggara pemerintahan desa tentang partisipasi masyarakat dalam pemerintahan desa (tabel 4.30).
Tabel 4.30
Tanggapan Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Desa
Jawaban Responden Bobot Nilai Frekuensi (f) Total Skor Persentase (%)
Sangat berpartisipasi 4 3 12 16,67
Berpartisipasi 3 11 33 61,11
Cukup berpartisipasi 2 4 8 22,22
Tidak berpartisipasi 1 0 0 0
Jumlah 18 53 100,00
Rata-rata Skor 2,94
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Sebanyak 3 orang atau 16,67% responden menjawab bahwa masyarakat sangat berpatisipasi dalam pemerintahan desa, sebanyak 11 orang atau 61,11% menjawab masyarakat berpartisipasi dalam pemerintahan desa, dan sebanyak 4 orang atau 22,22% responden mengatakan bahwa masyarakat cukup berpartisipasi dalam pemerintahan desa. Angka rata-rata yang diperoleh pada tabel 4.30 yaitu 2,94 artinya bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pemerintahan desa tergolong sedang.
Selanjutnya, pada tabel 4.31 diperlihatkan tanggapan responden unsur penyelenggara pemerintahan desa tentang bentuk partisipasi masyarakat dalam pemerintahan desa. Sebanyak 6 orang atau 33,33% responden menjawab bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat yaitu dengan mendukung kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh pemerintah desa, sebanyak 4 orang atau 22,22% menjawab bentuk dukungan yang diberikan masyarakat yaitu dengan menghadiri rapat yang diadakan oleh pemerintah desa, sebanyak 5 orang atau 27,78% responden menjawab bentuk partisipasi masyarakat yaitu memberikan sumbangsih tenaga dalam pembangunan desa, dan sebanyak 3 orang atau 16,67% responden menjawab bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat yaitu dengan memberikan saran dan ide untuk kemajuan desa.
Tabel 4.31
Tanggapan Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa tentang Bentuk Partisipasi masyarakat dalam pemerintahan desa
Jawaban Responden Frekuensi (f) Persentase (%)
Mendukung kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh pemerintah desa 6 33,33
Menghadiri rapat warga 4 22,22
Memberikan sumbangsih tenaga dalam pembangunan desa 5 27,78
Memberikan saran dan ide untuk kemajuan desa 3 16,67
Jumlah 18 100,00
Sumber data : Hasil olahan Kuisioner, 2011
4.2.5 Melaksanakan Pengawasan terhadap Pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa
Di dalam pelaksanaan peraturan desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga melaksanakan kontrol atau pengawasan terhadap peraturan-peraturan desa dan Peraturan Kepala Desa. Pelaksanaan pengawasan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang dimaksud disini yaitu Pelaksanaan pengawasan terhadap APBDes dan RPJMDes yang dijadikan sebagai peraturan desa dan juga pengawasan terhadap keputusan Kepala Desa. Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh BPD Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu, adalah sebagai berikut :
1. Pengawasan terhadap Pelaksanaan Peraturan Desa.
Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan fungsinya mengawasi peraturan desa dalam hal ini yaitu mengawasi segala tindakan yang dilakukan oleh pemerintah desa. Segala bentuk tindakan pemerintah desa, selalu dipantau dan diawasi oleh kami selaku BPD baik sebara langsung ataupun tidak langsung, hal ini kami lakukan untuk melihat apakan terjadi penyimpangan peraturan atau tidak.
Beberapa cara pengawasan yang dilakukan oleh BPD Desa Buntu Nanna terhadap pelaksanaan peraturan desa, antara lain :
a. Mengawasi semua tindakan yang dilakukan oleh pelaksana peraturan desa.
b. Jika terjadi penyelewengan, BPD memberikan teguran untuk pertama kali secara kekeluargaan.
c. BPD akan mengklarifikasi dalam rapat desa yang dipimpin oleh Ketua BPD.
d. Jika terjadi tindakan yang sangat sulit untuk dipecahkan, maka BPD akan memberikan sanksi atau peringatan sesuai yang telah diatur di dalam peraturan seperti melaporkan kepada Camat serta Bupati untuk ditindaklanjuti.
2. Pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Pengawasan terhadap APBDes ini dapat dilihat dalam laporan pertanggungjawaban Kepala Desa setiap akhir tahun anggaran. Adapun bentuk pengawasan yang dilakukan oleh BPD yaitu :
– Memantau semua pemasukan dan pengeluaran kas desa.
– Memantau secara rutin mengenai dana-dana swadaya yang digunakan untuk pembangunan desa.
Terkait efektivitas pengawasan BPD dalam mengawasi jalannya peraturan desa, dibutuhkan juga partisipasi dan kerja sama dari seluruh komponen masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dengan sejumlah responden, menurut responden, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) selalu melakukan kontrol terhadap peraturan desa. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.32. Nilai rata-rata skor yang dihasilkan pada tabel 4.32 yaitu 2,96 artinya tanggapan responden terhadap tingkat pengawasan atau kontrol terhadap peraturan desa yang dilaksanakan oleh BPD termasuk dalam kategori sedang/cukup. Sebanyak 2 orang atau 8,69% responden menjawab BPD sangat sering melakukan kontrol terhadap peraturan desa. Sebanyak 18 orang atau 78,26% responden menjawab BPD cukup sering melakukan kontrol. Sementara responden yang mengatakan bahwa BPD jarang melakukan kontrol terhadap peraturan desa sebanyak 3 orang atau 13,04%
Tabel 4.32
Tanggapan Responden Tokoh Masyarakat tentang Pelaksanaan Kontrol terhadap Peraturan Desa oleh BPD
Jawaban responden Bobot Nilai Frekuensi (f) Total Skor Persentase (%)
Sangat sering 4 2 8 8,69
Cukup 3 18 54 78,26
Jarang 2 3 6 13,04
Tidak pernah 1 0 0 0
Jumlah 23 68 100
Rata-rata Skor 2,96
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner,2011
Di dalam menjalankan tugasnya untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya peraturan desa, BPD juga melakukan tindakan-tindakan apabila terdapat peraturan desa yang tidak berjalan di masyarakat. Bentuk tindakan-tindakan yang dilakukan oleh BPD antara lain dapat dilihat pada tabel 4.33.
Tabel 4.33
Tanggapan Responden Tokoh Masyarakat tentang Bentuk Tindakan yang Diberikan oleh BPD terhadap Peraturan Desa yang Tidak Terlaksana
Bentuk Tindakan yang diberikan oleh BPD terhadap peraturan yang tidak berjalan Frekuensi (f) Persentase (%)
Teguran dan nasehat oleh BPD 9 39,13
Dibahas bersama pemerintah desa 10 43,48
Gabungan point (1) dan (2) 4 17,39
Jumlah 23 100
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Dari tabel 4.33, diperoleh hasil bahwa sebanyak 9 orang atau 39,13% responden mengatakan bahwa bentuk-bentuk tindakan yang dilakukan oleh BPD terhadap peraturan desa yang tidak berjalan yaitu dengan memberikan teguran dan nasehat langsung oleh BPD, adapun yang mengatakan bahwa peraturan-peraturan yang tidak berjalan akan dibahas bersama pemerintah desa sebanyak 10 orang atau 43,48% responden, sedangkan yang menjawab bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh BPD yaitu dengan memberikan teguran dan bila perlu dilakukan rapat bersama pemerintah desa guna membahas dan mencari jalan keluarnya yaitu sebanyak 4 orang atau 17,39%.
BPD melakukan pengawasan terhadap jalannya peraturan desa di masyarakat. Adapun hal-hal yang dilakukan oleh BPD terhadap penyimpangan peraturan yaitu memberikan teguran-teguran secara langsung ataupun arahan-arahan. Apabila hal tersebut tidak dapat diselesaikan, maka BPD akan membahas masalah ini bersama dengan pemerintah desa dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya.
Pelaksanaan pengawasan di desa Buntu Nanna tidak hanya melibatkan BPD saja, tetapi juga melibatkan partisipasi dari masyarakat itu sendiri. Pada (tabel 4.34) dapat dilihat partisipasi masyarakat dalam mengawasi peraturan desa.
Tabel 4.34
Tanggapan Responden Tokoh Masyarakat tentang Tingkat Partisipasi Responden dalam Mengawasi Peraturan Desa
Tingkat partisipasi responden dalam mengawasi Peraturan Desa Bobot nilai Frekuensi (f) Total Skor Persentase (%)
Sangat sering 4 2 8 8,69
Cukup 3 16 48 69,56
Jarang 2 4 8 17,39
Tidak pernah 1 1 1 4,35
Jumlah 23 65 100,00
Rata-rata Skor 2,83
Sumber data : Hasil olahan Kuisioner, 2011
Dari tabel 4.34, sebanyak 2 orang atau 8,69% responden sangat sering berpartisipasi dalam mengawasi peraturan desa, sebanyak 16 orang atau 69,56% responden cukup sering berpartisipasi dalam mengawasi peraturan desa, dan 4 orang atau 17,39% responden jarang berpartisipasi dalam mengawasi peraturan desa serta 1 orang atau 4,35% responden tidak ikut berpartisipasi dalam mengawasi peraturan desa. Nilai rata-rata yang dihasilkan pada tabel 4.34 yaitu 2,83 sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat tergolong sedang/cukup dalam mengawasi peraturan-peraturan desa. Hal-hal yang mendorong responden ikut berpartisipasi dalam mengawasi jalannya peraturan desa dapat dilihat pada tabel 4.35. nA pada tabel 4.35 dimaksudkan sebagai banyaknya jumlah responden yang ikut berpartisipasi dalam mengawasi jalannya peraturan desa. Sebanyak 21 orang atau 95,45% responden mengatakan bahwa hal-hal yang mendorong responden berpartisipasi dalam mengawasi jalannya peraturan desa yaitu karena kesadaran sendiri, sebanyak 1 orang atau 4,55% mengatakan karena jabatannya selaku pejabat desa.
Tabel 4.35
Tanggapan Responden Tokoh Masyarakat tentang Hal-Hal yang Mendorong Responden Ikut Berpartisipasi dalam Mengawasi Peraturan Desa
Hal-hal yang mendorong partisipasi responden dalam mengawasi peraturan desa Frekuensi (f) Persentase (%)
Kesadaran diri sendri 21 95,45
Jabatan selaku pejabat desa 1 4,55
Jumlah nA= 22 100
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Tupoksi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Buntu Nanna Kec. Ponrang Kab. Luwu
Dalam mewujudkan suatu organisasi yang efektif dalam pelaksanaan fungsinya tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi kinerjanya dalam mencapai tujuan, seperti halnya dengan Badan Permusyawaratan Desa, untuk menjadi efektif dan baik tidak serta merta terjadi begitu saja tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Berikut diperlihatkan data mengenai tanggapan responden unsur penyelenggara pemerintahan tentang kendala yang dialami oleh BPD dalam melaksanakan tupoksinya.
Tabel 4.36
Tanggapan Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa tentang kendala-kendala yang dialami oleh BPD dalam melaksanakan tupoksinya
Jawaban Responden Frekuensi (f) Persentase (%)
Minimnya fasilitas operasional BPD 5 27,78
Pemberian Tunjangan/insentif 7 38,89
SDM masyarakat kurang memadai 5 27,78
Minimnya pelatihan dan penyuluhan tentang penyelenggaraan pemerintahan di desa 1 5,56
Jumlah 18 100,00
Sumber data: Hasil olahan kuisioner, 2011
Berdasarkan tabel 4.36, diperlihatkan bahwa sebanyak 5 orang atau 27,78% mengatakan factor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tupoksi BPD yaitu minimnya fasilitas operasional BPD, sebanyak 7 orang atau 38,89% mengatakan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tupoksi BPD yakni mengenai masalah pemberian tunjangan/insentif. Adapun yang mengatakan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tupoksi BPD yaitu mengenai sumber daya manusia (SDM) masyarakat yang kurang memadai, dan yang mengatakan bahwa minimnya pelatihan dan penyuluhan tentang penyelenggaraan pemerintahan di desa sebagai factor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tupoksi BPD yaitu sebanyak 1 orang atau 5,56%.
4.3.1 Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor penentu keberhasilan BPD dalam melaksanakan fungsinya, besarnya dukungan, sambutan dan penghargaan dari masyarakat kepada BPD menjadikan BPD lebih mempunyai ruang gerak untuk dapat melaksanakan fungsinya. Dukungan dari masyarakat tidak hanya pada banyaknya aspirasi yang masuk juga dari pelaksanaan suatu perdes. Kemauan dan semangat dari masyarakatlah yang menjadikan segala keputusan dari BPD dan Pemerintah Desa menjadi mudah untuk dilaksanakan. Partisipasi masyarakat baik dalam bentuk aspirasi maupun dalam pelaksanaan suatu keputusan sangat menentukan pelaksanaan tugas dan fungsi BPD. Perhatikan tabel 4.37.
Tabel 4.37
Tanggapan Responden Tokoh Masyarakat tentang Kinerja BPD
Tanggapan responden tentang kinerja BPD Bobot Nilai Frekuensi (f) Total Skor Persentase (%)
Sangat baik 4 0 0 0
Baik 3 19 57 82,61
Kurang baik 2 4 8 17,39
Mengecewakan 1 0 0 0
Jumlah 23 65 100,00
Rata-rata Skor 2,83
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Dari tabel 4.37 diperoleh hasil bahwa tingkat apresiasi masyarakat tentang kinerja BPD yaitu tergolong sedang/cukup dengan nilai rata-rata 2,83. Sebanyak 19 orang atau 82,61% responden mengatakan bahwa kinerja BPD dalam melaksanakan tugas dan fungsinya baik, sedangkan 4 orang atau 17,39% responden mengatakan kurang baik. Disini dapat dilihat bahwa tidak semua masyarakat mengatakan kinerja BPD baik atau memuaskan. Namun, masih ada sebagian kecil masyarakat yang kurang puas atau merasakan bahwa kinerja BPD masih kurang baik. Masyarakat, tidak hanya menjadi faktor pendukung tapi juga bisa menjadi faktor penghambat dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Tidak semua keputusan yang ditetapkan oleh BPD dan Pemerintah Desa dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Beberapa kebijakan yang dikeluarkan terkadang mendapat respon yang beraneka ragam baik pro maupun kontra dari masyarakat. Adanya tanggapan yang bersifat kontra tentunya dapat menghambat langkah BPD dan Pemerintah Desa dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
Menurut Camat Ponrang Kabupaten Luwu, Bapak Rahman Mandaria, S.H yang mengatakan bahwa :
“Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus mampu memahami kondisi-kondisi yang ada di masyarakat. Masyarakat terkadang mampu menjadi pendukung ataupun penghambat. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan ataupun SDM masyarakat berbeda, oleh karena itu dibutuhkan inovasi dari BPD agar semua kegiatan-kegiatannya dapat terealisasi dan diterima dengan baik oleh masyarakat”.
(Wawancara, 3 Januari 2012)
4.3.2 Pola Hubungan Kerja Sama dengan Pemerintah Desa
Salah satu faktor yang berpengaruh di dalam pelaksanaan tugas dan fungsi BPD di Desa Buntu Nanna adalah pola hubungan kerja sama terciptanya hubungan yang harmonis antara BPD dengan Pemerintah Desa dengan senantiasa menghargai dan menghormati satu sama lain, serta adannya niat baik untuk saling membantu dan saling mengingatkan mendukung jalannya kinerja BPD. Keharmonisan ini desebabkan karena adanya tujuan dan kepentingan bersama yang ingin dicapai yaitu untuk mensejahterakan masyarakat desa. Sebagai unsur yang bermitra dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, BPD dan Pemerintah Desa selalu menyadari adanya kedudukan yang sejajar antara keduanya. Berikut adalah hasil penelitian penulis terhadap responden tokoh masyarakat, diperoleh bahwa sebanyak 17 orang atau responden menjawab tidak pernah terjadi selisih paham antara BPD dengan kepala desa, sebanyak 5 orang atau responden yang mengatakan jarang terjadi perselisihan dan 1 orang atau responden yang menjawab pernah terjadi perselisihan.
Tabel 4.38
Tanggapan Tokoh Masyarakat tentang Pernah Tidaknya BPD berselisih paham dengan Kepala Desa
Jawaban Responden Bobot Nilai Frekuensi (f) Total Skor Persentase (%)
Sangat sering 4 0 0 0
Sering 3 1 3 4,35
Pernah 2 5 10 21,74
Tidak pernah 1 17 17 73,91
Jumlah 23 30 100,00
Rata-rata Skor 1,30
Sumber data: Hasil olahan Kuisioner, 2011
Adapun nilai rata-rata yang dihasilkan pada tabel 4.38 yaitu 1,30 yang berarti bahwa selisih paham antara BPD dengan Kepala Desa yaitu sangat rendah.
Tanggapan responden unsur penyelenggara pemerintahan desa tentang pernah tidaknya BPD berselisih paham dengan Kepala Desa dapat dilihat pada tabel koordinasi BPD dengan Kepala Desa (tabel 4.39). Pada tabel 4.39, diperoleh data bahwa sebanyak 3 orang atau 16,67% responden menjawab koordinasi BPD dengan Kepala Desa sangat baik, sebanyak 12 orang atau 66,67% responden menjawab koordinasi BPD dengan Kepala Desa berjalan dengan baik, dan sebanyak 3 orang atau 16,67% responden menjawab koordinasi BPD dengan Kepala Desa cukup baik. Angka rata-rata yang dihasilkan pada tabel 4.39 yaitu 3, artinya bahwa tingkat koordinasi antara BPD dengan Kepala Desa tergolong Tinggi.
Tabel 4.39
Tanggapan Responden Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa tentang Koordinasi BPD dengan Kepala Desa
Jawaban Responden Bobot Nilai Frekuensi (f) Total Skor Persentase (%)
Sangat baik 4 3 12 16,67
Baik 3 12 36 66,67
Cukup baik 2 3 6 16,67
Tidak baik 1 0 0 0
Jumlah 18 54 100,00
Rata-rata Skor 3
Sumber data : Hasil olahan Kuisioner, 2011
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti diketahui bahwa hubungan antara BPD dengan masyarakat dapat dikatakan harmonis, demikan halnya hubungan antara BPD dengan Kepala Desa dalam menyelenggarakan pemerintahan walaupun tidak dipungkiri pernah terjadi selisih paham namun hal tersebut tidak sampai menimbulkan dampak yang besar bagi masyarakat, karena apabila terjadi selisih paham maka akan dibahas bersama dengan tokoh-tokoh masyarakat dan unsur perangkat desa yang lainnya dalam forum-forum yang diadakan oleh BPD. Terkadang Kepala Desa Buntu Nanna mendominasi dalam hal pemerintahan, hal ini disadari sepenuhnya oleh unsur penyelenggara pemerintahan sebab melihat tingkat pendidikan dan SDM di desa ini masih rendah sehingga masih dibutuhkan arahan dan bimbingan dari pihak-pihak yang dirasa mampu namun hal tersebut tidak sampai menjadi konflik sebab kesemuanya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat desa Buntu Nanna.
4.3.3 Pendapatan/insentif
Adanya pemberian insentif atau pendapatan juga menjadi faktor yang berpengaruh dalam memacu kinerja BPD untuk menjadi lebih baik dan merupakan wujud penghargaan dan kepedulian pemerintah terhadap BPD. Pemberian insentif yang dinilai belum memadai bagi anggota BPD terkadang menjadi penghambat dalam meningkatkan kinerja. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti diketahui bahwa insentif yang diberikan oleh pemerintah masih sangat minim. Hal inilah yang terkadang membuat anggota menomorduakan tugasnya. Insentif yang diberikan masih jauh untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami sehingga kami masih perlu untuk mencari pekerjaan sampingan.
Pemberian insentif bagi anggota BPD dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Gaji ataupun insentif yang diberikan hanya berasal dari dana operasional desa yang diberikan oleh pemerintah desa dan pemberiannya tidak menentu setiap bulan. Untuk itu hal ini sudah kami rapatkan dengan pemerintah di tingkat kabupaten agar sekiranya BPD mendapat perhatian dari pemerintah dengan cara misalnya insentif BPD ini dianggarkan sehingga mereka mampu fokus dengan tugas dan fungsi mereka.
4.3.4 Rekruitmen/sistem pemilihan anggota BPD
Sistem rekruitmen/pemilihan anggota BPD di Desa Buntu Nanna menggunakan sistem pemilihan langsung oleh tokoh-tokoh masyarakat yang dipercaya oleh masyarakat setempat. Orang-orang yang dipilih untuk menduduki jabatan BPD ini merupakan orang yang danggap mampu baik dari segi pendidikan, maupun pengaruhnya dimasyarakat dalam hal ini mampu bekerja sama dan mampu menangkap serta membaca masalah-masalah yang ada di desa.
Hal ini menjadikan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap orang-orang yang menjadi anggota BPD. Dalam pemilihan anggota BPD ini tidak dilakukan begitu saja. Tokoh-tokoh masyarakat juga melihat dan menilai orang-orang layak menjadi anggota BPD. Orang-orang yang menjadi anggota BPD sudah memiliki pengetahuan yang lebih dan wawasan yang bagus tentang pemerintahan sehingga orang-orang tersebut mampu berkomunikasi dengan baik kepada masyarakat maupun kepada pemerintah desa nantinya.
4.3.5 Fasilitas operasional
Fasilitas operasional juga menjadi faktor berpengaruh demi kelancaran kinerja BPD. Tidak adanya tempat khusus bagi BPD sebagai pusat kegiatan administrasif layaknya lembaga legislatif lainnya. Meskipun BPD hanya bekerja dalam skala desa, hal ini juga menjadi faktor berpengaruh. Selain itu, tidak adanya kendaraan operasional yang bisa digunakan oleh BPD untuk memperlancar, mempermudah dan mempercepat kinerjanya untuk melakukan sosialisasi dan juga melakukan pengawasan peraturan-peraturan desa. Untuk menunjang kinerja anggota BPD, hal lain yang dibutuhkan yaitu sarana dan prasarana seperti tempat atau kantor sebagai pusat kegiatan. Selain itu dibutuhkan juga kendaraan operasional (kendaraan) untuk menunjang sosialisasi peran dan kelancaran kinerja BPD di desa ini.
BAB V
PENUTUP
Pada Bab IV telah diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Buntu Nanna Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu. Disamping itu pula dikemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPD tersebut. Dalam bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan serta saran-saran yang berhubungan dengan hasil penelitian.
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan penulis dengan judul Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Desa Buntu Nanna Kec. Ponrang Kab. Luwu, ada beberapa hal yang menjadi kesimpulan yaitu :
1. Badan Permusyawaratan Desa di Desa Buntu Nanna telah melaksanakan tugas dan fungsinya yaitu menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dengan baik. Hal ini terbukti dengan kemampuan BPD Buntu Nanna yang tidak hanya menampung dan menyalurkan aspirasi saja, BPD juga merealisasikan aspirasi tersebut dalam bentuk peraturan desa meski tidak semua dari aspirasi tersebut dijadikan peraturan desa. Hal ini disebabkan oleh pertimbangan efektivitas, bahwa jika setiap aspirasi dirumuskan dalam peraturan desa maka akan kurang efektif karena membutuhkan waktu yang panjang membuat suatu perdes sedangkan kebutuhan masyarakat akan tersalurnya aspirasi dalam Perdes semakin besar. Dalam hal ini, BPD bersama Pemerintah Desa mengambil tindakan langsung untuk melaksanakannya. Adapun dalam pelaksanaan tupoksi yaitu mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa dan pembentukan panitia pemilihan Kepala Desa juga telah dilaksanakan oleh BPD di Desa Buntu Nanna. Di dalam pembentukan panitia pemilihan, BPD membentuk panitia pemilihan umum yang berasal unsur perangkat desa, pengurus lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat. BPD dan ketua panitia pemilu berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten untuk menetapkan Kepala Desa terpilih agar selanjutnya Bupati dapat mengeluarkan surat keputusan penetapan Kepala Desa. Demikian halnya dengan usulan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa. BPD berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten untuk segera mengeluarkan surat pemberitahuan tentang masa jabatan Kepala Desa yang akan segera berakhir, sehingga dibentuk panitia pemilihan Kepala Desa untuk periode selanjutnya. Pelaksanaan tupoksi BPD yaitu melakukan pengawasan terhadap jalannya Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa juga telah dilaksanakan. Apabila terjadi penyelewengan, BPD akan memberikan teguran secara kekeluargaan untuk pertama kalinya, dan selanjutnya akan diklarifikasi dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua BPD. Namun, jika terdapat suatu persoalan yang sulit dipecahkan, maka BPD akan melaporkannya kepada Camat dan Bupati untuk segera ditindaklanjuti.
2. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa, yaitu : masyarakat, partisipasi masyarakat baik dalam bentuk aspirasi maupun dalam pelaksanaan suatu keputusan serta dalam mengawasi pelaksanaan peraturan desa yang dibuat bersama berperan besar dalam pelaksanaan tugas dan fungsi BPD. Masyarakat tidak hanya menjadi faktor pendukung tapi juga dapat menjadi faktor penghambat mana kala dalam penetapan suatu keputusan ada masyarakat yang kontra, hal ini menjadi suatu yang lumrah dalam setiap pengambilan keputusan; Pola hubungan kerjasama dengan pemerintah desa, sebagai unsur yang bermitra dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, BPD dan Pemerintah Desa selalu menyadari adanya kedudukan yang sejajar dimana posisi dan fungsi keduanya saling mendukung untuk terselenggaranya pemerintahan desa; Pendapatan/insentif, minimnya insentif dari pemerintah yang sekiranya dapat memacu kinerja BPD agar menjadi lebih baik; dan Rekruitmen/sistem pemilihan anggota BPD, merupakan salah satu faktor yang penting keberadaannya sebab merupakan tahap awal dalam menentukan tim kerja BPD yang diharapkan dapat memahami aspirasi masyarakat. Fasilitas Operasional, adapun kinerja BPD dalam mengefektifkan tupoksinya dapat lebih ditingkatkan dengan fasilitas operasional yang mendukung.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1. Pada umumnya masyarakat di desa belum menaruh perhatian lebih terhadap Badan Permusyawaratan Desa. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya terkait dengan citra BPD yang di mata masyarakat. Jika lebih jauh ditinjau penyebab dari terjadinya hal ini, akan ditemukan bahwa kepercayaan masyarakat sangat kurang kepada BPD, BPD tidak mampu “berebut“ citra dengan Kepala Desa. Diakui atau tidak, citra suatu profesi terkadang paralel dengan pendapatan yang diperoleh. Selama ini pendapatan seorang ketua dan anggota BPD berasal dari dana operasional desa yang belum memadai. Dengan pendapatan yang jauh dari kelayakan hidup tersebut, citra BPD sulit terangkat oleh karenanya BPD hanya dianggap sebagai sebuah badan yang tidak lebih dari sekedar pembantu penyelenggaraan pemerintahan desa. Image di mata masyarakat desa bahwa BPD hanya dianggap tidak lebih dari sekadar pembantu aparat desa karena jabatan, kedudukan dan pendapatan anggotanya yang sama sekali tidak bergengsi di mata masyarakat. Suatu hal yang perlu dilakukan adalah dengan menaikan pendapatan anggota BPD sehingga citranya sedikit demi sedikit dapat terangkat.
2. Peluang desa untuk tumbuh dan berkembang menuju otonomi desa tetap diberikan oleh UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, namun prosesnya masih bersifat setengah hati. Jika dicermati, ternyata dalam UU ini kewenangan kecamatan masih sangat besar terutama tentang pelimpahan tugas umum oleh Bupati/Walikota kepada camat untuk membina penyelenggaraan pemerintahan desa. Kondisi ini tetap saja akan memberi peluang bagi masuknya makna otoriter dan sentralistis dari kalangan pemerintah di atasnya dan akan meminggirkan masyarakat desa dalam banyak aspek seperti pertanggung jawaban kepala desa disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat. Sementara otonomi desa adalah otonomi yang murni karena langsung bersentuhan dengan msyarakat di tingkat bawah. Selain itu, berkaitan dengan pengaturan desa dalam UU ini masih memiliki paradigma sentralistik karena hanya memperkuat kedudukan pemerintah desa (eksekutif) yang mengakibatkan otonomi desa menjadi kabur karena kepala desa secara langsung bertanggung jawab kepada bupati/walikota sehingga menimbulkan kesan keloyalan yang berlebihan kepada pihak kabupaten/kota daripada rakyat yang memilihnya. Berdasarkan analisis di atas, sekiranya revisi UU tentang pemerintahan daerah sudah selayaknya dilakukan, terutama berkenan dengan pengaturan pemerintahan desa. Bila perlu, mungkin pengkajian tersendiri perihal pengaturan pemerintahan desa dapat dilakukan dengan UU tersendiri, terpisah dari UU pemerintahan daerah. Hal ini, sebagai alternatif untuk melahirkan sebuah kebijakan Negara yang memang betul-betul memberikan pengakuan terhadap hak masyarakat adat (desa/nagari) dengan segala ke-otonomi-annya, bukan hanya sekedar retorika politik semata.