Menurut Dahuri et al (2001) 80% bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan (land base activity) yakni kegiatan rumah tangga, industri, aktivitas pelabuhan, pertanian dan lain-lain sehingga menimbulkan dampak buruk bagi perairan laut. Secara garis besar komponen utama pencemar tersebut berupa padatan, unsur hara, pestisida, logam beracun, pastik, bahan organik, organisme eksotis dan organisme patogen.
Secara umum limbah yang masuk ke Teluk Jakarta sebagian besar berasal dari kegiatan industri pengolahan, industri pertanian (agroindustri), dan sumber domestik. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan KPPL (1997) sumber limbah terbesar berasal dari aktivitas pengolahan yakni 97,82% dari total limbah per tahun dengan kapasitas (1.632.896,47 ribu m3/tahun), limbah domestik sebesar 2,17% pertahun dengan kapasitas (36.229.90 ribu m3/tahun), dan limbah kegiatan agroindustri sebesar 0,01% (232,25 m3/tahun).
Banyak kegiatan industri yang dilakukan sekitar teluk Jakarta dan membuang limbahnya pada sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Namun yang berpotensi menjadi pencemar adalah industri pulp, industri kertas, industri makanan dan minuman serta industri farmasi, hal ini disebabkan karena limbah industri tersebut mengandung merkuri (Hg), kadnium (Cd), timah (Pb), tembaga (Cu) dan seng (Zn) yang termasuk dalam logam berat. Logam berat yang masuk ke perairan dapat menurunkan nilai guna air, seperti air minum, budidaya, rekreasi dan korservasi. Logam berat yang terakumulasi dalam tubuh biota dapat mengganggu kesehatan hingga bersifat karsinogenik.
Partikel logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau semi-gas karena menempel pada permukaannya. Logam berat yang masuk ke perairan tidak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga akan mengendap pada sedimen hingga ribuan tahun serta dapat terakumulasi dalam tubuh biota, dengan cara melalui saluran pencernaan, saluran pernafasan dan melalui kulit (Darmono, 2001).
Hal ini mengakibatkan terakumulasinya bahan-bahan beracun dan berbahaya tersebut, yang pada akhirnya mengakibatkan terganggunya kehidupan biota pada perairan yang tercemar tersebut. Dari hasil penelitian PKSPL-IPB (2004) didapatkan nilai konsentrasi beberapa logam berat relatif tinggi, bahkan telah melewati standar baku mutu air laut untuk biota laut seperti yang tertuang dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004.
Tabel 1. Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Hg Teluk Jakarta 2004
No
|
Parameter
|
Satuan
|
Ancol
|
Dadap
|
Baku mutu
|
1
|
Timbal (Pb)
|
mg/l
|
0,120
|
0,093
|
0,008
|
2
|
Kadmium (Cd)
|
mg/l
|
0,068
|
0,054
|
0,001
|
3
|
Copper (Cu)
|
mg/l
|
0,068
|
0,059
|
0,008
|
4
|
Merkuri (Hg)
|
mg/l
|
0,005
|
0,006
|
0,001
|
Sumber : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan -IPB (2004)
Limbah domestik yang terbawa dari daratan akan terdekomposisi setelah mengalami pengendapan selanjutnya akan mengalami pembusukan dan penguraian. Bahan organik di dalam air secara alami akan mengalami proses dekomposisi oleh bakteri. Hasil dekomposisi adalah bahan-bahan anorganik yang sesungguhnya sangat bermanfaat bagi tumbuhan air, baik yang mikro (fitoplankton) maupun yang berukuran makro.
Proses dekomposisi bahan organik di dalam air sangat membutuhkan adanya kehadiran oksigen terlarut di dalam air, yang malangnya, dengan kondisi air stagnan, difusi oksigen dari udara ke dalam air menjadi terbatas. Akibatnya adalah proses dekomposisi bahan organik berlangsung dalam kondisi kurang/tanpa oksigen (anaerobic decomposition) yang menghasilkan berbagai senyawa toksik bagi lingkungan, seperti gas H2S dan methan yang berbau sangat busuk dan toksik (Damar, 2004).