Manusia demi kebutuhannya sangat ditentukan oleh berlangsungnya atau bergeraknya proses-proses dalam tubuhnya, seperti berlangsungnya proses peredaran darah/sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses-proses fisiologis lainnya, selanjutnya bergerak melakukan berbagai kegiatan pekerjaan fisik, untuk itu semua diperlukan energi (Kartasapoetra & Marsetyo, 2005).
Seperti diketahui bahwa tubuh manusia memiliki kebutuhan esensial terhadap nutrisi, walaupun tubuh dapat bertahan tanpa makanan lebih lama daripada tanpa cairan. Seperti kebutuhan fisiologis lainnya, kebutuhan nutrisi mungkin tidak terpenuhi pada manusia dengan berbagai usia. Proses metabolik tubuh mengontrol pencernaan, penyimpanan zat makanan, dan mengeluarkan produk sampah. Mencerna dan menyimpan zat makanan adalah hal yang penting dalam memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh (Potter & Perry, 2005).
Pada umumnya perilaku makan yang sering menjadi masalah adalah kebiasaan makan yang kurang higienis, di warung, sekitar pinggiran jalan, bahkan di tempat-tempat mewah sekalipun yang menawarkan makanan cepat saji atau kebiasaan makan fast food. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau street food menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat mejawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi. (http://www.persi.or.id, 2006).
Tiap tahunnya baik di negara maju maupun negara berkembang terjadi peningkatan kasus yang berhubungan dengan pencernaan maupun pola makan serta kebiasaan makan-makanan di sembarang tempat yang berdampak pada terjadinya penyumbatan makanan pada usus karena terbentuknya benda padat (massa) di ujung umbai cacing sehingga menyebabkan aliran keluar kotoran terhambat pada daerah tersebut. Sumbatan ini bisa terbentuk dari sisa makanan yang mengeras, lendir dalam usus yang mengental, bekuan darah, ataupun tumor kecil pada saluran usus. Dengan adanya sumbatan ini, ditambah dengan terjadinya infeksi yang mungkin terjadi pada daerah tersebut, maka terjadilah radang pada umbai cacing tersebut atau disebut juga usus buntu (appendisitis).
Appendisitis merupakan peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering terjadi (Mansjoer, dkk, 2000). Untuk mencegah terjadinya appendisitis sebenarnya adalah dengan menjaga perilaku makan atau pola makan yang baik dan tepat yaitu\tiga kali sehari, seperti mengkonsumsi serat yang cukup yang berasal dari sayur-sayuran.
Secara umum di Indonesia appendiks masih merupakan penyokong terbesar untuk pasien operasi setiap tahunnya, hasil laporan dari Rumah Sakit Gatot Soebroto, Jakarta pada tahun 2006 setidaknya appendiks menempati urutan keenam dari sepuluh penyakit terbesar yang ada dan sebagian besar disebabkan pola makan pasien yang kurang tepat dan kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung cukup serat setiap harinya (Depkes RI, 2007).
Hasil penelitian yang dilakukan Faisal (2000) menyebutkan bahwa dari 146 kasus terdapat 121 kasus (82.87%) apendikogram negatif, 20 kasus 113.70%) pengisian parsial dan 5 kasus (3,43%) apendikogram positif. Penilaian makros kopis durante operatif didapatkan tanda-tanda apendisitis kronis pada semua kasus. Pemeriksaan patologi anatomi (PA) pada 32 kasus menunjukkan 100% apendisitis kronis dengan berbagai variasi, termasuk 1 kasus dengan apendikogram positif. Berdasarkan jumlah kasus yang terbatas (32 kasus) dengan pemeriksaan PA, didapatkan sensitivitas 96.87% tingkat akurasi 96,87% sedangkan spesifisitas tidak dapat ditentukan.
Berdasarkan hasil survey data di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu yang dilakukan pada akhir bulan November 2008 diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 322 kasus pasien rawat inap dengan appendiks. Sementara pada tahun 2008 (Januari-Juli) menurun menjadi 101 kasus. Pada minggu pertama bulan Desember 2008 peneliti menanyakan kepada 9 orang pasien appendiks yang mengalami keluhan pada bagian perutnya. Dari hasil wawancara diketahui bahwa 3 orang diantaranya (33,33%) mengatakan pernah mengalami keluhan yang sama dan dirawat di rumah sakit dan sakitnya berkurang setelah diberikan terapi diet selama menjalani pengobatan, 6 orang lainnya (66,67%) mengatakan bahwa akan menjalani operasi appendiks dengan alasan peradangan yang terjadi semakin buruk. Dari keseluruhan pasien yang ada tersebut 7 orang (77,78%) kurang memperhatikan pola makan sehari-hari dan 2 orang (22,22%) memiliki perilaku makan yang salah serta adanya kebiasaan tertentu yang dapat merespon terjadinya peradangan pada usus.