PENELITIAN TINDAKAN KELAS
DAN
STRUKTUR PENULISANNYA
Oleh :
Dr. H. Suwarto. WA, MPd.
Dosen PGSD FKIP UNS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2011
PENELITIAN TINDAKAN KELAS: KONSEP DASAR DAN PROSEDUR PELAKSANAANNYA*
(Oleh Dr.H.Suwarto.WA, MPd)
A. Pendahuluan
Guru merupakan ujung tombak pelaksanaan pendidikan karena gurulah yang secara langsung memimpin kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, yang menjadi inti kegiatan pendidikan. Itulah sebabnya guru dituntut memiliki kemampuan profesional yang memadai sebagai bekal untuk melaksanakan tugasnya itu (Whitehead, dalam McNiff, 1992). Guru yang profesional adalah guru yang mampu (1) merencanakan program belajar-mengajar, (2) melaksanakan dan memimpin kegiatan belajar-mengajar, (3) menilai kemajuan kegiatan belajar-mengajar, dan (4) menafsirkan serta meman faatkan hasil penilaian kemajuan belajar-mengajar dan informasi lainnya bagi penyem purnaan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar (Soedijarto, 1993).
Oleh karena itu, guru yang professional adalah guru yang senantiasa melakukan refleksi atas apa yang telah direncanakan dan dilakukannya serta mengambil tindakan yang tepat berdasarkan hasil refleksi itu. Namun demikian kenyataan di lapangan menunjukkan lain. Dalam kaitan ini, Cochran-Smith dan Lytle (dalam Johnson, 1992: 212) mengatakan bahwa
What is missing from the knowledge base for teaching … are the voices of the teachers themselves, the questions teachers ask, the ways teachers use writing and intentional talk in their work lives, and the interpretive frames teachers use to understand and improve their own classroom practices.
Akhir-akhir ini muncul kesadaran akan pentingnya guru melibatkan diri dalam penelitian “praktis” di dalam setting tempat ia bekerja. Karena guru begitu dekat dengan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar sehari-hari, maka penelitian dari perspektif mereka yang “unik” tersebut diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi pengetahuan tentang pembelajaran di dalam kelas (Johnson, 1992). Kegiatan semacam itu sering disebut penelitian tindakan kelas (classroom action research).
Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman awal tentang penelitian tindakan kelas, yang selanjutnya disingkat dengan PTK. Untuk keperluan itu, pada bagian-bagian selanjutnya dalam tulisan ini secara berturut-turut akan dibahas (1) pengertian PTK, (2) model PTK, (3) prosedur PTK, (4) sifat PTK, dan (5) prinsip PTK bagi guru.
B. Pengertian PT(K)
Istilah penelitian tindakan berasal dari frasa action research dalam bahasa Inggris. Di samping istilah tersebut, dikenal pula beberapa istilah lain yang sama-sama diterjemahkan dari frasa action research, yaitu riset aksi, kaji tindak, dan riset tindakan. Untuk menyamakan persepsi kita, dalam tulisan ini digunakan istilah penelitian tindakan. Penelitian tindakan yang diterapkan di dalam kelas dikenal dengan istilah penelitian tindakan kelas (PTK). Dalam beberapa literatur bahasa Inggris, PTK tersebut memiliki beberapa nama yang berbeda meskipun konsepnya sama. Nama-nama tersebut adalah classroom research (Hopkins, 1993), self-reflective enquiry (Kemmis, 1982), dan action research (Hustler et al, 1986). Di Indonesia, istilah yang populer digunakan untuk PTK adalah classroom action research. Istilah inilah yang digunakan dalam tulisan ini.
Istilah penelitian tindakan itu sendiri diciptakan oleh Kurt Lewin, seorang sosiolog Amerika yang bekerja pada proyek-proyek kemasyarakatan yang berkenaan dengan integrasi dan keadilan sosial di berbagai bidang seperti perumahan dan ketenagakerjaan (Webb, 1996: 146). Seiring dengan terbitnya literatur-literatur di bidang penelitian tindakan, terdapat berbagai pengertian penelitian tindakan. Berikut ini dikemukakan tiga pengertian penelitian tindakan yang dikemukakan oleh Kemmis, Ebbutt, dan Elliot yang saya kutip dari Hopkins (1993: 44-45).
Pengertian pertama diberikan oleh Stephen Kemmis. Ia mengatakan bahwa:
action research is a form of self-reflective enquiry undertaken by participants in social (including education) situations in order to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational practices, (b) their understanding of these practices, and (c) the situation in which the practices are carried out. It is most rationally empowering when undertaken by participants collaboratively, though it is often undertaken by individuals, and sometimes in cooperation with ‘outsiders’.
Pengertian kedua disampaikan oleh Dave Ebbutt, yang menyatakan bahwa:
action research is about the systematic study of attempts to improve educational practice by groups of participants by means of their own practical actions and by means of their own reflection upon the effects of those actions.
Pengertian ketiga berasal dari John Elliot. Menurutnya, penelitian tindakan adalah:
‘the study of a social situation with a view to improving the quality of action within it. It aims at practical judgement in concrete situations, and the validity of the ‘theories’ or hypotheses it generates depends not so much on ‘scientific’ tests of truth, as on their usefulness in helping people to act more intelligently and skilfully. In action-research ‘theories’ are not validated independently and then applied to practice. They are validated through practice.
Dari ketiga definisi tentang penelitian tindakan di atas dapat dikemukakan beberapa karakteristik PTK sebagai berikut.
1. PTK adalah suatu penelitian tentang situasi kelas yang dilakukan secara sistematik, dengan mengikuti prosedur atau langkah-langkah tertentu.
2. Kegiatan tersebut didorong oleh permasalahan dalam kelas yang dihayati oleh guru dalam pelaksanaan tugas sehari-hari sebagai orang yang berupaya membelajarkan siswa.
3. Tujuannya adalah untuk memecahkan masalah yang timbul dalam kelas dan/atau meningkatkan kualitas situasi kelas tersebut, termasuk praktek-praktek yang ada di dalamnya.
4. Upaya pemecahan masalah dan/atau peningkatan kualitas tersebut dapat dilakukan oleh satu orang, yaitu guru kelas itu sendiri. Namun, upaya tersebut akan lebih berhasil guna apabila dilakukan secara kolaboratif oleh suatu tim yang anggota-anggotanya terdiri atas orang-orang dari dalam sekolah itu, atau secara bersama-sama antara orang-orang dari sekolah tersebut dengan pihak luar.
5. Ukuran keberhasilan PTK didasarkan pada kemanfaatannya memecahkan masalah yang timbul di dalam kelas dan/atau meningkatkan kualitas sistem dalam kelas itu serta praktek-praktek yang ada didalamnya.
6. Kredibilitas ‘teori’ atau ‘hipotesis’ ditentukan oleh kemanfaatannya dalam memecahkan persoalan praktis. Oleh karena itu validitasnya diuji melalui praktek di lapangan, tidak melalui uji kebenaran ilmiah.
C. Model PTK
Ada beberapa model penelitian tindakan, seperti model yang diusulkan oleh Stephen Kemmis, John Elliot, dan Dave Ebbutt. Model-model tersebut dikembangkan dari pemikiran Kurt Lewin pada tahun 1946 (McNiff, 1992:19). Ia menggambarkan penelitian tindakan sebagai serangkaian langkah yang membentuk spiral. Setiap langkah memiliki empat tahap, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Secara visual, tahap-tahap tersebut dapat disajikan pada gambar 1 (McNiff, 1992: 22).
Gambar 1. Model Dasar Penelitian Tindakan dari Kurt Lewin
Contoh (dari penulis makalah ini):
1. Perencanaan : Bagaimana saya dapat membuat para mahasiswa speak up dalam matakuliah speaking? Mungkin saya perlu memberikan penghargaan (reward) kepada mahasiswa yang mau berbicara.
2. Tindakan : Saya memberikan penghargaan (yang berupa tambahan nilai) kepada setiap mahasiswa yang mau berbicara.
3. Pengamatan : Bersamaan dengan itu, saya mengamati apakah dengan penghargaan tersebut para mahasiswa mau berbicara.
4. Refleksi : Para mahasiswa mulai mau berbicara. Namun, mereka tampak masih malu-malu kucing. Saya perlu merencanakan suatu tindakan agar mahasiswa mau berbicara tanpa malu-malu lagi.
Tahap-tahap di atas, yang membentuk satu siklus, dapat dilanjutkan ke siklus berikutnya dengan rencana, tindakan, pengamatan, dan refleksi ulang berdasarkan hasil yang dicapai pada siklus sebelumnya. Dengan demikian, gambar 1 di atas dapat dikembangkan menjadi gambar 2 (McNiff, 1992: 23). Jumlah siklus dalam suatu penelitian tindakan tergantung pada apakah masalah (utama) yang dihadapi telah terpecahkan
Gambar 2. Model Dasar yang Dikembangkan
Model penelitian tindakan yang lebih kompleks diberikan oleh John Elliot (McNiff, 1992: 30), sebagaiman tersaji pada gambar 3. Model tersebut terdiri atas tiga siklus. Siklus pertama diawali dengan pengidentifikasian masalah awal yang mendorong dilaksanakannya penelitian tindakan. Langkah selanjutnya adalah memperdalam masalah tersebut dengan mempertajam dan mencari penyebab timbulnya masalah itu. Atas dasar langkah tersebut disusunlah rencana umum pemecahan masalah yang meliputi tindakan tertentu. Langkah berikutnya adalah mengimplementasikan tindakan tersebut. Pada fase ini sekaligus dilakukan monitoring terhadap pelaksanaan tindakan dan dampak yang dihasilkan oleh tindakan tersebut. Langkah terakhir adalah melakukan refleksi untuk mengidentifikasi dan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan untuk melihat hasil akhir keseluruhan proses. Siklus pertama berakhir pada langkah ini.
Apabila masih ditemukan adanya masalah yang belum terpecahkan maka peneliti dapat melangkah ke siklus kedua, dengan membuat rencana tindakan ulang berdasarkan hasil refleksi pada siklus sebelumnya. Dengan demikian, pada siklus kedua ini terjadi revisi atau modifikasi rencana tindakan pertama, sesuai dengan keadaan di lapangan. Langkah-langkah selanjutnya relatif sama dengan langkah-langkah yang telah dipaparkan pada siklus pertama. Demikian seterusnya hingga masalah yang dihadapi dapat terpecahkan. Untuk itu barangkali diperlukan lebih dari tiga siklus; dan hal itu tidak menjadi masalah, karena jumlah siklus tidak ditentukan oleh hal lain kecuali terpecahkannya masalah.
D. Prosedur PTK
Bertitik tolak dari model-model di atas dapat dikemukakan prosedur PTK yang saya adaptasi dari Natawidjaja (1997).
RA PL RM PT T1 O1 R1 PU …
Keterangan:
RA : Refleksi Awal PT: Perencanaan Tindakan R1: Refleksi Pertama
PL : Pengenalan Lapangan T1: Tindakan Pertama PU: Perencanaan Ulang
RM: Rumusan Masalah O1: Observasi Pertama … : T2, O2, R2, dst
Berikut ini disajikan penjelasan singkat tentang prosedur penelitian tindakan kelas (PTK) di atas sebagai berikut:
1. Refleksi Awal
PTK dimulai dari kesadaran akan adanya masalah di dalam kelas yang merupakan hasil refleksi awal (oleh guru/peneliti) atas apa yang terjadi selama periode tertentu. Masalah tersebut pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu masalah pemelajaran (learning) dan masalah pengelolaan kelas (class management). Kategori pertama berkenaan dengan masalah belajar, seperti pemahaman konsep yang kurang tepat, kesulitan melafalkan kata-kata tertentu, kesulitan menulis dengan rapi, kesalahan strategi belajar, dan rendahnya prestasi belajar. Kategori kedua berkaitan dengan masalah perilaku siswa, seperti sering terlambat hadir dalam kelas, sikap pasif di dalam kelas, sikap agresif terhadap guru, sering mengantuk, membuat kegaduhan dalam kelas, sering membolos, menyontek ketika ujian, dan sering tidak menyelesaikan tugas tepat pada waktunya (Turney, 1992).
2. Pengenalan Lapangan
Masalah-masalah tersebut selanjutnya diidentifikasi dan disusun menurut skala prioritas, yaitu masalah-masalah mana yang perlu dipecahkan dengan segera, masalah-masalah mana yang dapat ditunda pemecahannya, dan masalah-masalah mana yang dapat diabaikan. Terhadap masalah-masalah yang perlu pemecahan segera, yang selanjut nya akan menjadi tema penelitian, dilakukan analisis lebih lanjut agar peneliti dapat mengenali masalah-masalah tersebut secara lebih mendalam. Analisis terhadap permasa lahan itu dapat dilakukan dengan berbagai teknik, yang secara garis besar dapat dikelom pokkan menjadi dua, yaitu teknik pengukuran (measurement) dan teknik non-penguku ran (non-measurement). Teknik pengukuran yang paling lazim digunakan adalah tes (test), sedangkan teknik non-pengukuran meliputi pengamatan (observation), wawancara (interview), analisis dokumen (document analysis), catatan anekdot (anecdotal records), skala sikap (rating scales), dan lain-lainnya (Gronlund, 1985; Spradley, 1980).
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah di atas peneliti merumuskan masalah yang akan dipecahkan melalui penelitian tindakan. Masalah hendaknya dirumus kan secara jelas dengan disertai dengan penyebab munculnya masalah tersebut. Hal itu penting agar peneliti dapat merencanakan tindakan secara tepat. Penyebab masalah itu sendiri hendaknya digali ketika peneliti melakukan langkah kedua, yaitu pengenalan lapangan (reconnaissance). Berbeda dari penelitian “formal” yang rumusan masalahnya berbentuk kalimat pertanyaan tunggal, dalam penelitian tindakan masalah dan penyebab nya lazimnya dirumuskan dalam bentuk uraian atau narasi yang memperlihatkan konstelasi permasalahan secara mendalam dan komprehensif. Apabila digunakan bentuk pertanyaan, hal itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari uraian utuh tersebut.
4. Perencanaan Tindakan
Setelah masalah dan penyebabnya dirumuskan secara jelas, peneliti kemudian merencanakan tindakan yang akan diambil untuk memecahkan masalah tersebut. Sudah barang pasti bahwa tindakan yang akan di ambil tersebut hendaknya sesuai dengan hakikat masalahnya dan dengan mempertimbangkan penyebab timbulnya masalah itu. Untuk keperluan tersebut peneliti perlu melakukan kajian pustaka (terutama jurnal-jurnal hasil penelitian) secara memadai agar apa yang akan ia lakukan memiliki pijakan teoretis yang dapat dipertanggungjawabkan. Kajian pustaka tidak hanya memungkinkan peneliti mengenali hakikat permasalahan secara mendalam tetapi juga memungkinkan nya menginfentarisasi serta menentukan cara-cara pemecahan yang sesuai dengan permasalahan tersebut. Dengan kata lain, kajian pustaka dapat membimbing peneliti ke arah tindakan yang (secara teoretis) tepat. Namun demikian, tindakan tersebut baru akan diketahui ketepatannya di lapangan. Di samping itu, rencana pengambilan tindakan sebaiknya mempertimbangkan kemungkinan keterlaksanaan (feasibility) tindakan tersebut, baik secara objektif maupun subjektif. Hendaknya dihindari rencana tindakan yang terlalu ambisius yang pada akhirnya tidak dapat dilaksanakan.
5. Tindakan pertama
Tahap ini pada hakekatnya adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah dikembangkan pada tahap sebelumnya. Namun demikian, seringkali didapati bahwa pelaksanaannya tidak sesederhana yang direncanakan. Hal itu karena kenyataan di lapangan seringkali jauh lebih kompleks daripada apa yang ada dalam pikiran peneliti ketika ia membuat rencana tindakan. Di samping itu, lambat atau cepat keadaan di lapangan senantiasa berubah dalam kurun waktu antara perencanaan tindakan dan pelaksanaan tindakan. Yang dapat dilakukan peneliti adalah mengantisipasi keadaan dan mengadaptasi rencana tindakan sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
6. Observasi pertama
Langkah selanjutnya adalah melakukan monitoring terhadap efek tindakan, yaitu apakah tindakan yang diambil menghasilkan dampak seperti yang diharapkan atau tidak. Teknik-teknik monitoring yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data sama seperti yang telah dipaparkan pada langkah kedua di atas (pengenalan lapangan). Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa ada tindakan yang efeknya dapat segera diamati begitu tindakan diambil, seperti anak yang “ramai” kemudian diam segera setelah ia diperingatkan oleh guru; tetapi ada pula tindakan yang efeknya akan muncul beberapa saat kemudian, seperti anak yang pronunciation-nya jelek kemudian menjadi baik setelah mendapatkan pelatihan yang intensif beberapa minggu. Oleh karena itu, langkah pengamatan ini dapat dilakukan bersamaan dengan dilakukannya tindakan atau dapat pula dilakukan beberapa saat setelah tindakan diambil. Hal itu tergantung pada hakikat permasalahannya.
7. Refleksi Pertama
Refleksi dalam penelitiam tindakan (kelas) adalah kegiatan mengkaji apa yang telah terjadi di dalam kelas (effects) sebagai akibat dari diberlakukannya tindakan oleh peneliti. Langkah ini pada dasarnya adalah kegiatan menjelaskan keberhasilan dan/atau kegagalan tindakan. Sebagaimana dikemukakan di atas, rencana tindakan yang telah dikembangkan secara matang tidak selalu dapat diimplementasikan dengan baik. Hal itu karena fenomena di lapangan sangat kompleks dan seringkali sulit diprediksi. Oleh karena itu tugas peneliti adalah mengidentifikasi sisi-sisi tindakan mana yang berhasil dan sisi-sisi tindakan mana yang kurang berhasil seraya mencari penjelasan tentang masalah itu. Informasi ini sangat penting sebagai dasar untuk melakukan perencanaan ulang pada siklus selanjutnya.
8. Perencanaan Ulang
Seperti tersirat dalam uraian di atas, refleksi merupakan langkah akhir dari suatu siklus dalam penelitian tindakan (kelas). Berdasarkan hasil refleksi tersebut peneliti dapat mengakhiri penelitiannya atau melangkah ke siklus selanjutnya, tergantung apakah masalah utama yang dirumuskan pada awal penelitian telah terpecahkan. Apabila harus melangkah ke siklus berikutnya, maka peneliti perlu membuat rencana tindakan lagi atas dasar hasil refleksi pada siklus sebelumnya. Dengan demikian terdapat hubungan fungsional antara siklus satu dengan siklus selanjutnya.
E. Sifat PTK
Apabila disimak kembali uraian di atas dapat dikemukakan sifat-sifat penelitian tindakan (kelas), yang membedakannya dari penelitian “formal” lainnya. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut (Natawidjaja, 1997; Calleja, 2001).
1. Pada dasarnya PTK merupakan penelitian yang dirancang dan dilaksanakan di dalam setting (ruang kelas) tertentu. Oleh karena itu PTK bersifat situasional atau kontekstual. Artinya, apa yang dirancang dan dilaksanakan di dalam setting itu hanya berlaku untuk setting tersebut dan hasilnya tidak serta merta dapat diberlakukan dalam setting yang lain selama tidak ada jaminan bahwa setting lain tersebut tidak memiliki karakteristik yang sama dengan setting tempat dilakukannya penelitian.
2. PTK bertujuan mencari pemecahan praktis atas permasalahan yang bersifat lokal dan/atau mencari cara-cara untuk meningkatkan kualitas suatu sistem dalam setting tertentu yang juga bersifat lokal. Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas tidak me nerapkan metodologi penelitian seketat penelitian ilmiah lainnya, yang berusaha mengembangkan atau menemukan teori-teori ilmiah yang bersifat universal. Sehubu ngan dengan hal itu, kredibilitas penelitian tindakan kelas tersebut ditentukan oleh kemanfaatannya dalam memecahkan masalah atau meningkatkan kualitas sistem tersebut.
3. PTK terdiri atas siklus-siklus yang masing-masing meliputi perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Keempat langkah tersebut akan berulang dalam setiap siklus dan perpindahan dari satu siklus ke siklus selanjutnya bersifat fungsional. Artinya, siklus satu akan menjadi landasan bagi siklus dua; siklus dua akan menjadi dasar bagi siklus tiga; demikian seterusnya hingga PTK berakhir.
4. Meskipun dapat dilaksanakan sendiri oleh seorang guru, PTK cenderung bersifat partisipasif. Paling tidak guru sebagai peneliti akan melibatkan siswa (sebagai su bjek) dalam proses penelitian. Peneliti tidak akan mampu mengungkap masalah yang timbul berikut penyebabnya secara akurat tanpa partisipasi aktif dari para siswa tersebut.
5. Karena dalam PTK proses sama pentingnya dengan hasil tindakan, maka penelitian ini cenderung bersifat kualitatif daripada kuantitatif. Langkah-langkah perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi yang membentuk satu siklus merupakan keseluruhan proses yang lazimnya dideskripsikan dengan kata-kata. Apabila kemudian digunakan angka-angka yang merefleksikan prestasi siswa, misalnya, hal itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruahn proses tersebut.
6. PTK bersifat reflektif. Artinya, kemampuan reflektif peneliti terhadap proses dan hasil tindakan merupakan bagian penting dalam setiap siklus. Hasil refleksi menjadi landasan yang penting bagi pengembangan rencana dan pengambilan tindakan selanjutnya.
F. Prinsip Pelaksanaan PTK
Mengingat PTK merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas, maka pelaksanaannya tidak boleh mengganggu guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Berkaitan dengan masalah tersebut, berikut ini disampaikan prinsip-prinsip pelaksanaan PTK bagi guru (Hopkins, 1993).
1. Tugas utama guru adalah mengajar; dan oleh karena itu, pelaksanaan PTK tidak boleh mengganggu tugas mengajar guru tersebut.
2. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam PTK jangan sampai menyita waktu guru karena tugas guru sendiri sebenarnya sudah banyak.
3. Metodologi yang digunakan dalam PTK harus memberi kesempatan kepada guru untuk mengembangkan hipotesis yang dapat diandalkan dan mengembangkan strategi yang cocok dengan kondisi kelas tempat guru mengajar.
4. Masalah yang menjadi tema penelitian hendaknya masalah yang berakar dari kelas tersebut dan cukup signifikan untuk dipecahkan melalui PTK.
5. Sejauh mungkin PTK hendaknya dikembangkan ke arah penelitian dalam ruang lingkup sekolah. Ini berarti bahwa seluruh staf sekolah diharapkan berpartisipasi dalam PTK tersebut.
G. Penutup
Melalui tulisan ini telah dipaparkan secara garis besar konsep dan prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas sebagai pemahaman awal. Bagi mereka yang sekedar ingin tahu, saya kira paparan tersebut sudah cukup memadai. Namun, bagi mereka yang bermaksud melaksanakannya, uraian tersebut masih perlu dilengkapi. Beberapa hal yang perlu didalami adalah cara merumuskan masalah, cara membuat rencana tindakan, cara melakukan analisis dan refleksi, dan cara menuangkan hasil penelitian dalam bentuk laporan penelitian. Yang juga tidak kalah penting dari topik-topik di atas adalah strategi dan teknik mensosialisasikan permasalahan kepada orang-orang yang terlibat dalam penelitian tindakan dan mengajak mereka untuk berpartipasi aktif dalam melakukan tindakan apabila PTK ini dilakukan secara kolaboratif.
DAFTAR PUSTAKA
Calleja, Colin. 2001. “The Role of Action Research in Promoting a Process of Critical Reflection on Practice to Bring about Change”. http://www.keyworld.net/ sananton/publication/pub3.html
Gronlund, Norman E. 1985. Measurement and Evaluation in Teaching. New York: MacMillan Publishing Company.
Hopkins, David. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research. Philadelphia: Open University Press.
Johnson, Donna M. 1992. Approaches to Research in Second Language Learning. New York: Longman.
McNiff, Jean. 1992. Action Research: Principles and Practice. London: Routledge.
Natawidjaja, Rachman. 1997. “Konsep Dasar Penelitian Tindakan (Action Research)”. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, IKIP Bandung.
Soedijarto. 1993. Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: gramedia Widiasarana Indonesia.
Spradley, James P. 1980. Participant Observation. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Turney C., et.al. 1992. The Classroom Manager. Australia: Allen & Unwin.
Lampiran
STRUKTUR PENULISAN PROPOSAL PENELITIAN
TINDAKAN KELAS (PTK)
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
BAB II. KAJIAN TEORETIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Teoretik
1. Definisi Variabel Y
2. Devinisi Variabel X
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
C. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Tindakan
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
B. Subjek Penelitian
C. Metode Penelitian
D. Langkah-Langkah Penelitian
1. Rencana Tindakan
2. Implementasi Tindakan
3. Pengamatan
4. Refleksi
E. Data dan Cara Pengumpulannya
F. Teknik Analisis Data
BIBLIOGRAFI
LAMPIRAN (apabila ada)
PENJELASAN SINGKAT TIAP ELEMEN DALAM PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
1. Judul Penelitian
Judul penelitian hendaknya menyatakan dengan akurat dan padat permasalahan serta bentuk tindakan yang dilakukan peneliti sebagai upaya pemecahan masalah. Formulasi judul hendaknya singkat dan jelas serta menampilkan sosok penelitian tindakan kelas (PTK), bukan sosok penelitian yang lain.
2. Halaman Pengesahan
Halaman ini bersisi persetujuan komisi pembimbing/konsultan tentang proposal penelitian yang diajukan. Persetujuan tersebut diberikan dalam bentuk tanda tangan dari komisi pembimbing/konsultan tersebut.
3. Daftar Isi
Daftar isi ditulis dalam spasi tunggal dengan format sebagaimana struktur penulisan proposal di atas. Masing-masing butir/elemen dalam daftar isi diikuti nomor halaman.
4. Latar Belakang Masalah
Dalam bagian ini diuraikan pentingnya penanganan permasalahan yang diajukan. Sehubungan dengan hal itu, perlu ditunjukkan fakta-fakta yang mendorong muncul nya permasalahan tersebut, baik yang berupa hasil pengamatan, wawancara, tes, atau teknik-teknik yang lain. Dukungan dari hasil penelitian lain yang relevan akan lebih memperkokoh argumentasi dan signifikansi tentang pemecahan masalah yang diusulkan. Ciri khas PTK yang berbeda dari penelitian-penelitian lain hendaknya juga tercermin dalam uraian bagian ini.
5. Rumusan Masalah
Masalah hendaknya diangkat dari masalah keseharian di sekolah yang memang layak dan perlu diselesaikan melalui PTK. Uraian masalah hendaknya didahului dengan identifikasi masalah, yang dilanjutkan dengan analisis dan diikuti dengan refleksi awal sehingga gambaran permasalahan yang perlu ditangani tampak menjadi jelas. Perumusan masalah hendaknya disertai dengan penyebab munculnya masalah tersebut. Perumusan masalah itu sendiri berbentuk pertanyaan.
6. Tujuan Penelitian
Seperti pada jenis penelitian lainnya, tujuan penelitian pada penelitian tindakan (kelas) pada umumnya merupakan parafrase dari rumusan masalah. Namun demikian, tidak jarang bahwa bagian tujuan ini menjadi tempat elaborasi dari apa yang secara umum dikemukakan dalam rumusan masalah. Indikator-indikator suatu konsep/ konstruk dapat dipaparkan dalam bagian ini sehingga konstelasi permasalahan yang akan dikaji menjadi lebih jelas
7. Manfaat Penelitian
Dalam bagian ini dikemukakan manfaat yang dapat dipetik apabila penelitian telah terlaksana. Uraian tentang manfaat tersebut hendaknya bersifat spesifik, yang terkait langsung dengan topik penelitian. Hendaknya dihindarkan uraian tentang manfaat penelitian yang terlalu umum dan bombastis.
8. Kajian Teoretis dan Hipotesis Tindakan
Dalam bagian ini dipaparkan teori-teori yang mengarah pada pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian. Di samping itu, kajian teoretis hendaknya menga rah pada pencarian alternatif pemecahan masalah yang diajukan. Argumentasi teore tik yang logis diperlukan guna menyusun kerangka konseptual. Atas dasar kerangka konseptual tersebut, hipotesis tindakan dirumuskan.
9. Setting Penelitian
Setting penelitian mengacu pada tempat dan waktu penelitian. Dalam kaitan nya dengan tempat penelitian, peneliti perlu menjelaskan tidak hanya deskripsi fisik tempat, tetapi juga deskripsi sosiologis, psikologis, kultural, dan lain sebagainya. Des kripsi tersebut sekaligus dapat berfungsi sebagai konteks pemaknaan hasil penelitian.
10. Subjek Penelitian
Subjek penelitian mengacu pada subjek yang akan dikenai perlakuan, seperti siswa kelas tertentu di sekolah tertentu. Uraian tentang masalah ini tidak hanya menyangkut jumlah melainkan juga karakteristik subjek tersebut yang relevan dengan dilakukan nya PTK.
11. Metode Penelitian
Dalam bagian ini dijelaskan bahwa jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas, yang karakteristinya berbeda dari jenis-jenis penelitian lainnya. Oleh karena itu peneliti perlu mengemukakan sejumlah ciri yang melekat pada PTK tersebut.
12. Rencana Tindakan
Rencana tindakan mengacu pada rencana tindakan untuk mengatasi permasa lahan yang diajukan. Secara substansial rencana tersebut telah tercermin dari uraian pada Kajian Teoretis dan Hipotesis Tindakan. Bagian ini lebih mengelaborasikan rencana tersebut. Oleh karena itu berbagai tindakan lain yang mengarah pada terlaksananya pemecahan masalah tersebut (seperti pembuatan bahan ajar, penyiapan evaluasi, pengadaan alat-alat pembelajaran) perlu dijelaskan dalam bagian ini.
13. Implementasi Tindakan
Bagian ini berisi deskripsi skenario tindakan pemecahan masalah, yang sifatnya lebih konkret daripada sekedar rencana tindakan.
14. Pengamatan
Pada bagian ini peneliti menguraikan cara-cara yang akan dilakukan untuk mengeta hui efek dari tindakan yang dilakukan, termasuk di dalamnya sarana-sarana yang diperlukan untuk merekam hasil pengamatan tersebut.
15. Refleksi
Hasil pengamatan di atas selanjutnya dianalisis, dan atas dasar hasil analisis tersebut peneliti melakukan refleksi atas apa yang sejauh ini dilakukan. Pada fase ini akan ditentukan apakah peneliti perlu melangkah ke siklus berikutnya atau tidak. Apabila ya, maka langkah-langkah sebagaimana diuraikan di atas diulangi dengan pengemba ngan seperlunya.
16. Data dan Cara Pengumpulannya
Dalam bagian ini peneliti mengemukakan jenis data yang diperlukan dalam penelitian dan teknik-teknik yang akan digunakan untuk memperoleh data tersebut, sejak dari langkah identifikasi masalah hingga pemantauan akhir. Boleh jadi data penelitian merupakan kombinasi antara data kuantitatif dan data kualitatif. Semua nya perlu dijelaskan.
17. Teknis Analisis Data
Sehubungan dengan data penelitian di atas, peneliti perlu menjelaskan teknik-teknik analisis data yang akan digunakan. Tidak jarang peneliti mengguna kan lebih dari satu teknik analisis. Sudah barang pasti,jenis teknik analisis disesuai kan dengan jenis datanya. Oleh karena itu peneliti perlu menjelaskan hal ini.
18. Daftar Pustaka
Dalam bagian ini dituliskan seluruh referensi yang dijadikan acuan dalam penelitian dan yang disebut langsung dalam tubuh proposal. Rujukan yang tidak di sebut tidak perlu ditulis. Penulisan daftar pustaka disesuaikan dengan aturan yg ada.
19. Lampiran
Dalam bagian ini dilampirkan berkas-berkas penting yang terkait langsung dengan pelaksanaan PTK berikut hasilnya. Instrumen monitoring yang mengawali dilaku kannya PTK seperti pedoman pengamatan, protokol wawancara, tes, angket, dan/ atau analisis dokumen perlu dilampirkan. Demikian pula hasil monitoring tersebut, seperti data-data hasil prestasi belajar dan deskripsi perilaku/kinerja siswa juga dilampirkan. Hal itu dapat membantu pembimbing/konsultan melihat dan menilai akurasi pengajuan masalah penelitian.