Laporan Pendahuluan Pekerjaan Penyusunan Model Simulasi Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional

Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Penyusunan Model Simulasi Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional

PT. Mitra Tri Sakti

1.1. LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal sebagai kepulauan Nusantara yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil, dengan keragaman budaya dan bahasa, serta arsitektur tradisional yang memiliki kekhasan dan daya tarik tersendiri, sekaligus merupakan kekayaan (aset) nasional dan kebanggaan bangsa Indonesia. Seiring perkembangan zaman, peradaban, dan kemajuan teknologi maka terjadilah pergeseran-pergeseran yang berakibat hilangnya keaslian arsitektur tradisional tersebut. Serta dengan tumbuh-kembangnya bangunan-bangunan yang menggunakan teknologi modern cenderung mengubah artefak bangunan adat/tradisional yang ada, bahkan bentuk keaslian (kekhasan) dan tatanan bangunannya semakin jarang ditemukan (musnah). Jikalau sebagian bangunan-bangunan tersebut masih ada, umumnya tidak terpelihara dan rusak karena usia. Salah satu faktor pendorong hilangnya artefak tersebut adalah semakin langkanya bahan bangunan, karena kualitas yang rendah atau nilai estetika yang tidak lagi sesuai.
Sebagai tempat berlindung utama manusia, rumah tidak hanya harus kuat, namun juga selayaknya mampu memberikan rasa nyaman, aman terlindungi, dan memiliki suasana ruang yang menenangkan. Sebagai tempat berlindung, bentuk dan karakteristik rumah masing-masing individu tentulah beragam. Faktor budaya, alam, lingkungan, sosial, dan ekonomi sangat mempengaruhi bentuk rumah tersebut. Hal ini mengakibatkan Indonesia mempunyai berbagai macam jenis rumah tradisional sesuai dengan budaya masing-masing daerah didalamnya.
Rumah tradisional identik dengan tempat tinggal sakral, yang setiap tahap pembuatannya memiliki makna tersendiri. Di samping itu, rumah tradisional tergolong dalam permukiman sehat karena disamping memanfaatkan bahan-bahan alam, juga sangat memperhatikan suasana ruang yang disesuaikan dengan kegiatan didalamnya. Tanpa memasukkan teknologi canggih, rumah tradisional tetap nyaman, sehat untuk ditempati, dan mampu memberikan perlindungan baik dari gangguan binatang, suhu, cuaca, hingga bencana alam.
Namun seiring peningkatan aktifitas manusia ditambah kemajuan teknologi, berbagai falsafah-falsafah rumah tradisional makin jarang ditemui. Hal ini dikarenakan lebih mudah membangun rumah minimalis yang seragam dan bernilai komersial tinggi, dibandingkan rumah tradisional negatif yang timbul yaitu pembangunan perumahan modern yang tidak lagi memikirkan aspek kenyamanan, keamanan, lebih mengutamakan efisiensi biaya dan tenaga. Akibatnya, penggunaan pendingin ruangan, pencahayaan menjadi prioritas utama dalam membangun tempat tinggal. Disamping itu, ditinjau dari kehandalan tahan gempa, sangat berbeda dengan rumah tradisional yang sangat memperhatikan struktur bangunan yang mempertimbangkan faktor tersebut.
UU No. 4/1992 menyebutkan, bahwa warga negara berkewajiban dan bertanggung jawab untuk berperan serta dalam pembangunan permukiman. Untuk itu, setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, teknologis, dan administratif. Pemerintah selaku Pembina berkewajiban memberi bimbingan, bantuan dan kemudahan, melakukan penelitian dan pengembangan, perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan pengendalian. Pemerintah juga mempunyai kewajiban melakukan pembinaan badan usaha di bidang perumahan dan permukiman. Sejalan dengan hal tersebut, UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004 mengenai Otonomi Daerah juga memberikan isyarat adanya bagi peran dalam penyelenggaraan pembangunan, baik di pusat maupun di daerah.
Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar merupakan salah satu unit pelaksana teknis dibawah Puslitbang Permukiman (Puskim) berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan penunjangan dalam pelaksanaan pembangunan permukiman di daerah, khususnya pengembangan teknologi perumahan tradisional pada wilayah kerjanya. Salah satunya yaitu melestarikan arsitektur tradisional, khususnya rumah tradisional. Langkah awalnya yaitu dengan pengkajian keunggulan rumah tradisional yang sehat dan sederhana, diharapkan mampu menimbulkan ketertarikan masyarakat untuk memanfaatkan keunggulan rumah tradisional tersebut.
Secara umum, pemahaman terhadap latar belakang dapat disederhanakan melalui diagram sebagai berikut :
Diagram 1.1. Pemahaman Latar Belakang
Sumber : Analisis Konsultan, April 2009

Keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari beribu pulau dikenal memiliki keragaman kebudayaan yang tinggi. Keragaman kebudayaan tersebut tidak hanya mencakup adat istiadat dan kebiasaan masyarakat di setiap daerah, akan tetapi sudah diimplementasikan ke dalam bentuk bangunan tempat tinggal (rumah tradisional), dimana masing-masing daerah memiliki karakteristik rumah tinggal yang berbeda disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan karakteristik masyarakat di daerah tersebut.
Sebagai tempat perlindungan utama bagi masyarakat, secara umum bangunan tradisional di tiap daerah dibuat dengan mempertimbangkan beberapa aspek diantaranya aspek kekuatan dimana hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi evaluasi alam terutama ketahanan terhadap pengaruh gempa. Aspek tersebut menjadi suatu hal yang penting mengingat sebagian besar wilayah Indonesia berada pada zone wilayah rawan gempa. Aspek lain yang tidak kalah penting adalah arsitektural dimana bangunan tradisional dibuat untuk mampu memberikan rasa nyaman, aman terlindungi, dan memiliki suasana ruang yang menenangkan.
Ditinjau dari aspek kekuatan struktur, bangunan tradisional memiliki karakteristik tertentu guna memberikan efek perkuatan struktur dalam menerima pembebanan terutama beban gempa pada masing-masing wilayah. Secara umum, getaran gempa yang terjadi akan berpengaruh pada bangunan berupa : gaya inersia, yaitu dimana percepatan tanah akibat gempa terhadap massa struktur/bangunan yang menyebabkan bangunan ikut bergetar; gaya guling pada bangunan yang terjadi akibat perbedaan pusat massa dan pusat beban gempa.
Pengaruh beban gempa juga terjadi pada struktur bangunan tradisional dimana sebagian besar komponen strukturnya terbuat dari kayu/bambu. Secara umum berat jenis kayu yang lebih ringan dibandingkan material struktur beton atau baja, memiliki keuntungan tersendiri ketika terjadi beban gempa. Hal tersebut sesuai dengan prinsip struktur dimana salah satu cara mengurangi pengaruh beban gempa terhadap suatu struktur adalah dengan mereduksi massa struktur tersebut. Akan tetapi, kondisi tersebut cenderung bertolak belakang dengan konstruksi rumah tradisional di beberapa wilayah di Indonesia yang cenderung terkesan berat, terutama pada bagian konstruksi atap. Meskipun berada pada wilayah yang rawan gempa, konstruksi terbukti mampu bertahan hingga saat ini. Dengan kata lain, sistem struktur yang digunakan pada bangunan tradisional mampu menahan beban gempa yang terjadi. Kondisi itu mengemukakan suatu hipotesis mengenai bagaimana perilaku sistem struktur bangunan tradisional tersebut ketika terjadi beban gempa.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan kegiatan ini adalah :
Menyusun model simulasi kehandalan struktur bangunan tradisional, khususnya bangunan tradisional Bali, NTB, dan NTT.
Tujuan pelaksanaan proses analisis yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengetahui perilaku sistem struktur bangunan tradisional ketika terjadi beban gempa.
2. Memperoleh gambaran mengenai pengaruh pembebanan lateral (beban gempa) terhadap sistem penahan beban lateral bangunan tradisional (sistem pondasi maupun sistem sambungan elemen struktur).
Sesuai dengan tujuan pelaksanaan analisis tersebut, diharapkan proses analisis ini memberikan beberapa manfaat antara lain:
1. Mendapatkan pengetahuan tentang kinerja sistem struktur bangunan tradisional dalam menerima beban lateral.
2. Mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan struktur bangunan tradisional
Mendapatkan sistem struktur yang mampu menerima beban gempa sesuai wilayahnya masing-masing.

1.3. SASARAN
Sasaran kegiatan ini adalah :
1. Persiapan dan inventarisasi materi.
2. Rekonstruksi dan penyusunan 4 (empat) model bangunan tradisional.
3. Uji coba simulasi kehandalan struktur bangunan tradisional.
4. Penyusunan hasil simulasi kehandalan struktur bangunan tradisional.
Sub bagian 1.2 dan 1.3 diatas yang terdiri atas tujuan dan sasaran dapat dipahami sebagai diagram dibawah ini :

Diagram 1.2. Diagram Pemahaman Maksud, Tujuan, dan Sasaran
Sumber : Analisis Konsultan, April 2009

1.4. LINGKUP KEGIATAN
Lingkup kegiatan pelaksanaan pekerjaan ini adalah sebagai berikut :
1. Persiapan dan inventarisasi materi.
2. Penyusunan 4 (empat) model simulasi kehandalan struktur bangunan tradisional.
3. Uji coba simulasi kehandalan bangunan tradisional.
4. Penyusunan hasil simulasi kehandalan struktur bangunan tradisional.
Lingkup pelaksanaan kegiatan dapat dipahami sebagai diagram dibawah ini.

Diagram 1.3. Pemahaman Ruang Lingkup Pekerjaan
Sumber : Analisis Konsultan, April 2009

1.5. LOKASI KEGIATAN
Lokasi kegiatan dipusatkan di Denpasar (Provinsi Bali). Lokasi obyek substansi pekerjaan terletak di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Penyedia Jasa akan melakukan aktifitas pelaksanaan pekerjaan di Provinsi Bali.

1.6. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN
Jangka waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan ini selama 2 (dua) bulan atau 60 (enam puluh) hari kalender efektif yang dikerjakan selama kurun waktu 3 (tiga) bulan (April-Juni 2009) dengan jadwal sebagai berikut :

Tabel 1.1. Rencana Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Sumber : Analisis Pengguna Jasa, April 2009

No Uraian Kegiatan April Mei Juni Durasi
(Minggu)
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Inventarisasi Materi
2
2. Penyusunan 4 (Empat) Model Simulasi Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional 4
3. Ujicoba Simulasi Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional 2
4. Penyusunan Hasil Simulasi Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional 4
5. Pelaporan 3

1.7. KELUARAN
Keluaran yang dihasilkan dari pekerjaan ini adalah sebagai berikut :
1. Model simulasi kehandalan bangunan tradisional Bali.
2. Model simulasi kehandalan bangunan tradisional Sasak (NTB).
3. Model simulasi kehandalan bangunan tradisional Sumba (NTT).
4. Model simulasi kehandalan bangunan tradisional Manggarai, Flores (NTT).
Keluaran tersebut disusun secara tertulis pada laporan yang disampaikan secara berkala yang terdiri atas :
1. Laporan Pendahuluan/Inception Report yang diserahkan 14 (empat belas) hari kalender setelah SPMK diterbitkan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar dan rekaman CD dengan kualitas yang baik. Pembahasan laporan ini dilakukan secara intern di lingkungan Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar beserta tim teknis. Laporan ini terdiri atas :
a. Pendahuluan.
b. Pendekatan dan metodologi.
c. Teknik pengumpulan data.
d. Organisasi pengguna jasa.
e. Identifikasi obyek substansi pekerjaan.
f. Analisis perilaku dinamis struktur bangunan tradisional.
g. Pelaksanaan pekerjaan.
2. Laporan Antara/Interim Report yang diserahkan 40 (empat puluh) hari kalender setelah SPMK diterbitkan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar dan rekaman CD dengan kualitas yang baik. Pembahasan laporan ini dilakukan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan di Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar beserta tim teknis. Laporan ini berisikan :
a. Laporan yang lebih rinci mengenai hasil inventarisasi materi lanjutan.
b. Laporan mengenai hasil penyusunan 4 (empat) model simulasi rumah tradisional Bali, Sasak, Sumba, dan Manggarai.
c. Hasil identifikasi lanjutan 4 (empat) model simulasi rumah tradisional Bali, Sasak, Sumba, dan Manggarai.
3. Laporan Akhir/Final Report yang diserahkan 3 (tiga) bulan setelah menerima SPMK sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar dan rekaman CD dengan kualitas yang baik. Laporan ini berisikan :
a. Hasil inventarisasi materi.
b. Hasil penyusunan 4 (empat) model simulasi.
c. Hasil uji coba simulasi.
d. Hasil simulasi model.

2.1. Alur Pikir
Alur dan kerangka pikir pelaksanaan pekerjaan disusun berdasarkan Kerangka Acuan Kerja. Diagram dibawah menunjukkan alur dan kerangka pikir sehingga tujuan dan sasaran pelaksanaan pekerjaan ini dapat tercapai.

Diagram 2.1. Alur Pikir Pelaksanaan Pekerjaan
Sumber : Analisis Konsultan, April 2009

Proses alur pikir tersebut dapat dilihat secara mendetail pada lampiran. Pencapaian alur pikir tersebut melalui beberapa tahapan rencana kerja seperti yang terdapat pada diagram dibawah ini :
Diagram 2.2. Rencana Kerja
Sumber : Analisis Konsultan, April 2009

2.2. Tahap Persiapan
Tahap persiapan dan inventarisasi materi terdiri atas :
1. Persiapan administrasi pekerjaan.
Melakukan persiapan administrasi dan teknis untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan.
2. Koordinasi dengan tim teknis pekerjaan instansi terkait.
Melakukan koordinasi dengan tim teknis Balai PTPT untuk mendapatkan klarifikasi ulang atas ruang lingkup pekerjaan. Kegiatan ini terdiri atas :
a. Melakukan wawancara tidak terstruktur dengan beberapa pejabat di lingkungan Balai PTPT beserta tim teknis yang terkait untuk memperoleh pemahaman mengenai hasil identifikasi awal terhadap empat model bangunan tradisional yang menjadi obyek penelitian, mendapatkan pendapat-pendapat internal mengenai keluaran hasil pekerjaan yang diinginkan, dan hal-hal lain yang terkait dengan pekerjaan ini. Tahapan ini bersifat eksploratif untuk dapat menentukan materi wawancara (kuesioner) yang lebih terstruktur dan mendetail untuk proses selanjutnya terutama yang terkait dengan hal-hal tersebut diatas.
b. Melakukan klarifikasi terhadap penyusunan model simulasi kehandalan struktur untuk dapat melakukan analisis lebih lanjut.
3. Inventarisasi materi.
Pengumpulan data primer dan sekunder yang berhubungan langsung dengan fokus pekerjaan, mencakup data umum bangunan tradisional yang dijadikan model mencakup Lumbung di Bali dan NTB serta Uma dan Rumah Atoni di NTT, data berupa gambar denah, tampak, dan potongan yang lengkap beserta dimensinya, data kebijakan pemerintah di bidang yang terkait, dll. Secara umum, pada tahapan pekerjaan ini akan dilakukan sebagai berikut :
a. Melakukan pengumpulan data primer (bila perlu) untuk mengetahui bagaimana potensi fisik dan non fisik kawasan serta unit bangunan tradisional yang diteliti. Data yang didapatkan antara lain menyangkut luasan dan bentuk bangunan, dimensi bangunan, sistem struktur, penggunaan bahan, dll.
b. Melakukan kajian pustaka, yang terdiri atas review literatur dari hasil identifikasi para penulis sebelumnya, teori-teori arsitektur yang terkait dengan 4 (empat) model bangunan tradisional beserta transformasinya, dll.
4. Pembuatan dan penyusunan program kerja.
5. Persiapan orientasi lapangan untuk penetapan personil.

2.3. Tahap Penyusunan 4 (Empat) Model Simulasi Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional
Pelaksanaan tahap ini bertujuan untuk melaksanakan penyusunan 4 (empat) model simulasi kehandalan struktur bangunan tradisional berdasarkan hasil survei dan observasi lapangan yang telah dilakukan surveyor. Tahap ini terdiri atas :
1. Rencana dan penggambaran model struktur.
Pelaksanaan rencana dan penggambaran model struktur merupakan kelanjutan kegiatan setelah inventarisasi materi berlangsung dengan baik. Materi-materi yang telah terkumpul dianalisis dan dikelompokkan berdasarkan fungsinya untuk mendukung pelaksanaan penggambaran model struktur. Kesalahan pencatatan dimensi dari obyek penelitian akan berakibat fatal untuk pelaksanaan kegiatan selanjutnya.
2. Penentuan beban yang bekerja pada model rencana.
3. Hasil penggambaran model struktur juga bermanfaat untuk menentukan bagaimana proses pembebanan yang bekerja pada sistem konstruksi.
4. Penentuan dimensi penampang model rencana.
5. Hasil inventarisasi materi akan menentukan bagaimana dimensi penampang sistem struktur sehingga dapat diketahui kekuatan beserta kehandalannya.
6. Penggambaran gaya dalam.
Gaya-gaya dalam yang dapat menyebabkan deformasi sistem struktur digambarkan dengan baik sehingga dapat menentukan bagaimana antisipasi keseluruhan aspek sistem struktur terhadap hal ini.
7. Penentuan analisis mekanika teknik.
Sistem kerja mekanika teknik pada model dapat diketahui setelah dilakukan kegiatan diatas sehingga bisa dilakukan pendekatan-pendekatan terhadap analisis.
Hasil survei dan observasi yang didapatkan harus menghasilkan data yang definitif dan sesuai dengan permintaan untuk dapat dianalisis lebih lanjut.

2.4. Tahap Uji Coba Simulasi Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional
Data yang definitif disimulasikan ke dalam software sehingga didapatkan hasil analisis kehandalan struktur bangunan tradisional. Pada tahap ini akan dilakukan analisis dan tahapan kegiatan sebagai berikut :
1. Analisis kekakuan struktur bangunan.
Analisis dilakukan terhadap 4 (empat) model untuk mengetahui sejauh mana kekuatannya solid terhadap guncangan. Struktur yang kaku dan sistem ikatan yang berlaku pada bangunan tradisional terbukti mampu tahan terhadap gempa selama ratusan tahun. Analisis dilakukan dengan menggunakan software khusus untuk membantu memberikan simulasi terhadap model.
2. Analisis fleksibilitas struktur bangunan.
Analisis dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemungkinan struktur bangunan dapat bergerak dalam skala yang lebih kecil untuk dapat meredam gempa.
3. Analisis penggunaan material yang ringan dan “kenyal”.
Analisis dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kekuatan material warisan tradisi untuk menahan gempa. Melalui analisis ini juga diketahui sejauh mana sistem struktur yang ringan dapat tidak membahayakan jika terjadi deformasi serta material yang ringan tidak akan membebani sistem itu sendiri.
4. Analisis massa struktur yang terpisah.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana terdapat kemungkinan-kemungkinan untuk dilakukan dilatasi terhadap bangunan tradisional. Dilatasi dilakukan untuk memecah struktur bangunan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sehingga tidak terlalu besar dan panjang untuk dapat meredam getaran gempa yang lebih besar.

2.5. Tahap Penyusunan Hasil Simulasi
Hasil analisis simulasi disusun secara sistematis ke dalam pelaporan. Hasil simulasi yang didapatkan dari hasil analisis adalah sebagai berikut :
1. Hasil Simulasi Kekakuan Struktur 4 (Empat) Model.
2. Hasil Simulasi Fleksibilitas Struktur 4 (Empat) Model.
3. Hasil Simulasi Penggunaan Material Struktur 4 (Empat) Model.
4. Hasil Simulasi Massa Struktur yang Terpisah 4 (Empat) Model.
Hasil simulasi kekakuan, fleksibilitas, penggunaan material, dan massa struktur yang terpisah didukung dengan hasil perhitungan yang cermat melalui bantuan software khusus sehingga lebih tepat dan akurat. Penyusunan hasil simulasi akan dibuat secara atraktif dipadukan dengan hasil kinerja gambar 3D yang baik.

2.6. Tahap Pelaporan
Keluaran dan pelaporan yang dihasilkan dalam tahapan ini adalah sebagai berikut :
1. Laporan Pendahuluan.
Laporan pendahuluan akan membahas mengenai hal-hal sebagai berikut :
a. Pendahuluan.
b. Pendekatan dan metodologi.
c. Teknik pengumpulan data.
d. Organisasi pengguna jasa.
e. Identifikasi obyek substansi pekerjaan.
f. Analisis perilaku dinamis struktur bangunan tradisional.
g. Pelaksanaan pekerjaan.
2. Laporan Antara.
Laporan antara akan membahas mengenai :
a. Laporan yang lebih rinci mengenai hasil inventarisasi materi lanjutan.
b. Laporan mengenai hasil penyusunan 4 (empat) model simulasi rumah tradisional Bali, Sasak, Sumba, dan Manggarai.
c. Laporan hasil identifikasi lanjutan 4 (empat) model simulasi rumah tradisional Bali, Sasak, Sumba, dan Manggarai.
3. Laporan Akhir.
Laporan akhir merupakan laporan final yang secara lengkap harus menjabarkan hal-hal yang menjadi substansi lingkup pekerjaan, yang terdiri atas :
a. Hasil inventarisasi materi.
b. Hasil penyusunan 4 (empat) model simulasi.
c. Hasil uji coba simulasi.
d. Hasil simulasi model.

3.1. Umum
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), seperti misalnya merekam situasi dan kondisi obyek substansi pekerjaan. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder.
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data dan sumber sekunder merupakan suatu sumber yang tidak secara langsung dapat memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui perantaraan orang atau dokumen. Selanjutnya, bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya (Sugiyono, 2008:156).

3.2. Pengumpulan Data Primer
Data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari obyek. Teknik yang digunakan pelaksana observasi (dari pihak Pengguna Jasa) untuk melakukan pengumpulan data primer adalah sebagai berikut :
1. Observasi
Pengumpulan data dengan meneliti dan mengamati obyek secara langsung. Perolehannya merupakan data fisik yang meliputi lokasi, lingkungan fisik, dan non fisik tapak (site) yang mencakup tinjauan historis. Teknik pengumpulan data yang dominan digunakan untuk mencapai tujuan pekerjaan ini adalah teknik observasi. Observasi sebagai teknik pengumpulan data memiliki ciri yang spesifik dibandingkan dengan teknik yang lain (wawancara dan kuesioner). Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses pengamatan dan ingatan (Hadi, 1986:34).
Jenis teknik observasi yang dipilih adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya. Jadi, observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel apa yang akan diamati. Obyek yang menjadi ruang lingkup pekerjaan diidentifikasi secara baik untuk mendukung pelaksanaan analisis kehandalan struktur bangunan tradisional.
2. Survey
Dilakukan untuk mendapatkan data internal (pendapat, sikap, persepsi) dari civitas yang terkait dan mengetahui mengenai obyek substansi pekerjaan mengenai bangunan tradisional dimana data ini merupakan data yang tidak dapat diamati secara langsung.

3. Interview
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data pada tahap persiapan untuk melakukan studi pendahuluan untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dari responden.

3.3. Pengumpulan Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data yang didapatkan secara tidak langsung yang memiliki relevansi dengan kajian. Teknik yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data sekunder adalah dengan melakukan studi literatur.
Studi literatur adalah suatu cara mencari data dan teori yang memiliki keterkaitan serta relevansi dengan masalah geografis dan budaya. Untuk mendukung data yang telah diperoleh, informasi dari sumber-sumber yang memiliki otoritas, seperti hasil penelitian sebelumnya, buku-buku, maupun opini yang berasal dari individu yang memiliki pengetahuan mengenai masalah yang berhubungan dengan obyek substansi pekerjaan ini.

3.4. Teknik Pembahasan Data
Teknik ini digunakan untuk melakukan pembahasan, sortasi, dan pemilihan terhadap beragam data yang telah dikumpulkan. Teknik ini terdiri atas :
1. Teknik Analisis, yaitu mengadakan analisis penguraian data yang dimiliki menjadi unsur-unsur yang lebih mengkhusus sehingga mudah dipelajari dan dikembangkan ke arah pemecahan permasalahan sesuai dengan konteks dan sintesis terhadap hal-hal yang dipermasalahkan sehingga mendapat suatu kesimpulan.
2. Teknik Kompilasi, yaitu menginventarisasikan data kemudian dipilih dan disusun sesuai dengan kegunaan dalam menunjang analisis.
3. Teknik Sintesis, yaitu dengan menggabungkan hasil analisis untuk mendapatkan rumusan sebagai dasar keputusan dalam mengetahui proses pelaksanaan kegiatan selanjutnya.
Metoda pengumpulan data dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1. Metoda Pengumpulan Data
Sumber : Analisis Konsultan, April 2009

No. Jenis Data Teknik Pengumpulan Data Pihak Terkait (Instansi) Hasil Ket.
1. Data Primer (Kebutuhan data akan disediakan pihak Pengguna Jasa) Dokumentasi Kamera dan Handycam – Foto-Foto Unit Bangunan yang Menjadi Obyek Simulasi.
Observasi Lokasi model di Bali, NTB, dan NTT. Tipo Morfologi dan Anatomi Sistem Struktur.
Observasi Lokasi model di Bali, NTB, dan NTT. Bahan Bangunan dan Konstruksi.
Observasi Lokasi model di Bali, NTB, dan NTT. Kehandalan Struktur.
Wawancara Tim Teknis Balai PTPT. Hasil Wawancara (pendapat internal mengenai lingkup pekerjaan).
2. Data Sekunder Studi Kepustakaan Balai PTPT, Perpustakaan, dan Toko Buku. Gambar Denah, Tampak, dan Potongan Empat Model.
Browsing Internet Search Engine Google. Data dan Informasi Empat Model Hasil Penelitian Sebelumnya.
Browsing Internet Search Engine Google. Tinjauan Pustaka terkait dengan Lingkup Pekerjaan.
Browsing Internet Situs Perguruan Tinggi Dalam dan Luar Negeri. Jurnal Nasional dan Internasional terkait dengan Lingkup Pekerjaan.
Studi Kepustakaan Perguruan Tinggi (Universitas Udayana dan Institut Teknologi Bandung). Hasil Identifikasi Umum mengenai 4 (Empat) Model Bangunan Tradisional.

4.1. Umum
Pengguna Jasa adalah Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar/Balai PTPT (Denpasar Experimental Station for Traditional Housing Technology Development) yang beralamat di Kompleks PU Werdhapura, Jl. Danau Tamblingan No. 49, Sanur Denpasar, Bali. Tel. (0361) 288526-287791, Fax. (0361) 288526, Email : lokatekkimdenpasar@yahoo.com.
Adapun sejarah perkembangan sampai berdirinya Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar adalah sebagai berikut :
1986-2001 : Loka Perintisan Bahan Bangunan Lokal (Loka PBBL) berdasarkan SK Menteri PU No. 325/KPTS/1985.
2001-2007 : Loka Teknologi Permukiman (Loka Tekkim) berdasarkan SK Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 82/KPTS/M/2001.
2007- : Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar (Balai PTPT Denpasar) berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 09/PRT/M/2007.
Tujuan peningkatan status Loka Penerapan Teknologi Permukiman menjadi Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar adalah agar dapat meningkatkan kapasitasnya dalam melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan bidang perumahan tradisional di wilayah Bali dan Nusa Tenggara (Barat dan Timur).
Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar (Balai PTPT Denpasar) saat ini didukung oleh 19 (sembilan belas) personil yang berasal dari berbagai disiplin ilmu mengembangkan paradigma : Belajar dari norma, konsep, dan teknologi masa lalu sebagai panduan rekayasa teknologi dan konsep yang lebih baik untuk masa kini dan masa datang.
Visi Balai PTPT adalah menjadi pusat pengembangan dan penerapan teknologi perumahan tradisional untuk Bali, NTB, dan NTT (center of technology development for low cost traditional housing). Misinya adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji dan meneliti arsitektur dan lingkungan permukiman tradisional.
2. Mengembangkan, menerapkan, dan menyebarluaskan Teknologi Tepat Guna (bidang struktur dan konstruksi bangunan, bahan bangunan, sains bangunan, lingkungan permukiman dan tata ruang bangunan dan kawasan) dengan karakteristik dan kearifan lokal guna meningkatkan kualitas lingkungan permukiman tradisional.
3. Menyusun standar, pedoman, dan manual guna mendukung pelestarian arsitektur tradisional.
4. Menerapkan manajemen mutu balai.
Struktur organisasi dibawah menunjukkan hubungan koordinasi antara Balai PTPT dengan Departemen Pekerjaan Umum.
Diagram 4.1. Struktur Organisasi Eksternal Pengguna Jasa
Sumber : Data Konsultan, April 2009

4.2. Tugas dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 09/2007 maka tugas Balai adalah melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang teknologi permukiman tradisional. Fungsi Balai :
1. Penyusunan program dan kerjasama, perencanaan teknis, pengumpulan, pengolahan dan penyajian data/informasi, penyediaan sarana penelitian dan pengembangan.
2. Pelaksanaan litbang, perekayasaan, penunjangan ilmiah, pemberian advis teknis, diseminasi/sosialisasi dan membangun komunikasi dengan pasar sasaran, serta pelayanan uji laboratorium dan lapangan.
3. Pelaksanaan audit internal laboratorium, evaluasi dokumen litbang, monitoring dan evaluasi pelaksanaan litbang dan pemanfaatan laboratorium, pemeliharaan dan pemutakhiran sertifikasi laboratorium/balai, serta laporan kemanfaatan balai.
4. Pelaksanaan urusan tata usaha dan administrasi balai.

4.3. Struktur Organisasi
Diagram dibawah ini menunjukkan struktur organisasi mikro di Balai PTPT Denpasar.

Diagram 4.2. Struktur Organisasi Internal Pengguna Jasa
Sumber : Data Konsultan, April 2009

4.4. Program Penelitian dan Pengembangan
Diagram 4.3. Program Penelitian dan Pengembangan
Sumber : Data Konsultan, April 2009

4.5. Manajemen Laboratorium dan Studio
Balai PTPT didukung sarana, sistem informasi, perpustakaan dan dukungan asosiasi terkait, KBK, dan instansi lain memiliki :
1. Laboratorium Rekayasa Bahan Bangunan Lokal yang bertugas untuk :
a. Melakukan uji coba rekayasa/pengembangan bahan bangunan lokal.
b. Melakukan workshop pelatihan/alih teknologi.
2. Studio Arsitektur Tradisional sebagai forum kajian, komunikasi dan interaksi (kerjasama), serta forum kerja bertugas untuk :
a. Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan.
b. Melakukan kegiatan diseminasi (seminar dan pameran).
c. Melakukan penerapan teknologi.
d. Melakukan pengembangan pendidikan arsitektur.
Balai PTPT juga melakukan kerjasama dengan berbagai instansi dengan :
1. Asosiasi profesi.
2. Perguruan tinggi.
3. Pemerintah daerah.
Kondisi dan persentase keuangan Balai PTPT dapat dilihat pada grafik dibawah.

Gambar 4.1. Kondisi dan Persentase Keuangan
Sumber : Data Konsultan, April 2009

4.6. Produk Litbang
Produk yang telah dihasilkan Balai PTPT adalah sebagai berikut :
1. Penelitian :
a. Penelitian (inventarisasi, identifikasi, dan penguasaan teknologi) arsitektur tradisional Bali.
b. Penelitian (inventarisasi, identifikasi, dan penguasaan teknologi) arsitektur tradisional Sasak, Samawa, dan Mbojo.
c. Penelitian (inventarisasi, identifikasi, dan penguasaan teknologi) arsitektur tradisional Sumba, Manggarai, Ngada, Lio, Atoni, Belu, Rotendao, Timor.
2. Pengembangan :
a. Peningkatan kualitas dan pemanfaatan bahan bangunan lokal (kayu kelapa, bambu, alang-alang, limbah paras, limbah batu apung, dan batu kapur) untuk menunjang pelestarian arsitektur tradisional.
b. Penerapan teknologi tepat guna di bidang permukiman melalui pemberdayaan komunitas lokal dan tradisional.
c. Adaptasi nilai-nilai tradisional pada pengembangan rumah susun di perkotaan Bali.
d. Pengembangan model eco-architectural dan eco-tourism pada lingkungan permukiman tradisional.
3. Regulasi :
a. Penyusunan standar, pedoman, dan manual bidang sains, bahan, struktur dan konstruksi bangunan lokal/tradisional.
b. Penyusunan rancangan peraturan daerah mengenai panduan transformasi arsitektur lokal.
4. Publikasi :
a. Bahan Penutup Atap pada Bangunan/Rumah Tradisional (ISBN 978-979-17610-0-0).
b. Limbah Batu Apung sebagai Bahan Bangunan (ISBN 978-979-17610-1-7).
c. Rumah Instan Sederhana Sehat Sistem RISHA Bernuansa Tradisional Bali, NTB, dan NTT (ISBN 978-979-17610-2-4).
d. Penerapan Teknologi RSH Sistem RISHA melalui Pemberdayaan Komunitas Lokal di Provinsi NTB (ISBN 978-979-17610-3-1).
e. Proceeding Seminar Teknologi Rumah Sederhana Sehat di Provinsi NTT (ISBN 978-979-17610-4-8).
f. Proceeding Seminar Teknologi Rumah Sederhana Sehat di Provinsi NTB (ISBN 978-979-17610-5-5).
g. Proceeding Seminar Jelajah Arsitektur di Provinsi NTT (ISBN 978-979-17610-6-2).
h. Proceeding Seminar Jelajah Arsitektur Sasak, Samawa, dan Mbojo (ISBN 978-979-17610-9).
i. Sistem Informasi Arsitektur Tradisional Indonesia (SIATI).
j. Sistem Informasi Potensi Bahan Bangunan Lokal (SIPBBL).

4.7. Kegiatan Strategis
Kegiatan strategis yang dilakukan Balai PTPT adalah :
1. Penelitian arsitektur tradisional.
2. Peningkatan kualitas dan pemanfaatan bahan bangunan lokal untuk menunjang pelestarian arsitektur tradisional.
3. Pengembangan teknologi bangunan dan lingkungan berbasis konsep bangunan dan lingkungan tradisional.
4. Pengembangan model eco-architectural, eco-housing, eco-tourism, dan eco-settlement pada lingkungan permukiman tradisional.
5. Pengkajian dan penerapan teknologi tepat guna bidang permukiman pada lingkungan permukiman tradisional.
6. Adaptasi nilai-nilai tradisional pada pengembangan model bangunan dan lingkungan di kawasan strategis.
7. Penyusunan standar, pedoman, dan manual tentang teknologi bangunan dan lingkungan permukiman tradisional.
8. Penyusunan naskah akademik produk pengaturan bangunan dan lingkungan permukiman tradisional.
9. Diseminasi (seminar, pameran, dan publikasi) teknologi perumahan tradisional.

5.1. Arsitektur Vernakular
Definisi arsitektur tradisional secara umum merupakan bentuk fisik bangunan dan lingkungan disekitarnya yang berkaitan dengan tradisi atau dibangun berdasarkan tradisi. Tradisi yang dimaksudkan disini adalah sesuatu yang dianut oleh penghuni/pengguna bangunan maupun lingkungan setempat termasuk didalamnya tata cara dan nilai budaya. Nilai tersebut melatari semua aspek fisik bangunan dan lingkungan. Seluruh bentuk arsitektur yang direncanakan, dirancang, dan dibangun dengan berpedoman pada tradisi dapat dimasukkan ke dalam kategori arsitektur tradisional (Kusumawati, 2007:1).
Di beberapa bagian di Indonesia, terutama di area yang biasa disebut sebagai “pulau bagian dalam” -Jawa, Madura, Bali, dan Lombok Barat- bentuk dan fitur yang umum dipakai pada tradisi arsitektur vernakular Austronesia kuno telah dilebur dengan tradisi dan langgam bangunan yang datang sesudahnya. Peleburan ini terjadi dalam derajat bahwa bentuk dan fiturnya telah diubah sehingga sulit dikenali lagi ataupun telah diganti secara keseluruhan. Sebab utama keadaan ini adalah dampak pengglobalan dan pembudayaan Hindu-Budha (antara abad kedua hingga kelima), dan ekspansi kultural Islam (setelah abad kedua belas), ditambah pertumbuhan politik berbasis negara yang sangat tersentralisasi yang mampu memobilisasi mayoritas populasi mereka hingga termasuk masyarakat yang berada di kejauhan, membentangkan kekuasaan politik mereka dan pengaruh kultural ke semua sektor kehidupan sosial dan mempengaruhi semua sisi kehidupan. Dengan kata lain, tipe rumah tradisional Indonesia di bagian kepulauan Indonesia ini adalah hasil dari proses-proses transformasi dimana tujuan ideal dan prinsip arsitektural asing berkombinasi dengan bentuk dan fitur yang merupakan warisan tradisi kultural domestik (Wuisman, 2007:39).

5.2. Bangunan Tradisional di Bali
Lumbung merupakan bagian dari arsitektur tradisional Bali. Secara fisik berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil-hasil pertanian khususnya padi. Selain itu, fungsi sosial lumbung menunjukkan status sosial dari masyarakat baik keadaan ekonomi maupun mata pencahariannya. Didalam perkembangannya, era keterbukaan sangat berpengaruh terhadap pergeseran sistem mata pencaharian pokok dari sektor pertanian dari sektor industri, perdagangan, dan lain-lainnya. Sehingga sangat berpengaruh terhadap fungsi utamanya. Hal ini juga didukung oleh pertumbuhan penduduk, dan dialihfungsikannya tempat-tempat yang dulunya didirikan lumbung menjadi fungsi bangunan komersial.
Ketika lumbung sudah tidak bisa berfungsi secara optimal sesuai fungsi aslinya, akibat kemajuan-kemajuan pada sektor-sektor di luar pertanian dan adanya pola pikir masyarakat yang semakin cenderung lari ke sektor-sektor yang lain, maka masyarakat diharapkan berpikir secara arif terhadap keberadaan lumbung itu sendiri. Arif dalam hal ini adalah memandang bahwa lumbung merupakan warisan budaya yang tak ternilai dan patut dipertahankan serta dikembangkan menjadi sesuatu yang lebih berguna dan bermanfaat.
Lumbung merupakan salah satu unit bangunan pada rumah tinggal tradisional Bali. Letak atau posisi unit bangunan ini berdasarkan pedoman asta kosala-asta kosali-asta gumi adalah di daerah nista. Lumbung merupakan bangunan berbentuk panggung dengan denah empat persegi panjang, bertiang empat dengan atap pelana. Bagian atas lumbung berfungsi sebagai ruang penyimpan padi dan bagian bawah yang disebut bale berfungsi sebagai ruang istirahat keluarga sekaligus sebagai ruang untuk membuat perlengkapan upacara atau banten, menenun, dan lain sebagainya.

Gambar 5.1. Lumbung dan Sistem Konstruksinya
Sumber : Sulistyawati, 1998:20

Keberadaan lumbung sangat dipengaruhi oleh sistem mata pencaharian masyarakat tradisional Bali, yaitu sebagai petani yang memang sesuai dengan ciri geologi, geografi, astronomi dan iklim pulau Bali. Bila dikaitkan dengan kegiatan pertanian, keberadaan lumbung juga mencerminkan sistem budaya masyarakatnya, yaitu adanya kepercayaan/pemujaan terhadap Dewi Sri sebagai Dewi Kemakmuran dimana lumbung diyakini sebagai stananya, karena bagi masyarakat Bali, padi melambangkan Dewi Sri atau Dewi Kemakmuran dalam bentuk nyata (dewa nyekala).
Pergeseran sistem mata pencaharian pokok dari sektor pertanian ke sektor industri, perdagangan, dan lain-lain; berubahnya sistem penyimpanan dari tabungan bahan bangunan yang berupa hasil bumi, seperti : padi, palawija, ternak (natura) menjadi bentuk uang (perbankan), sangat berpengaruh terhadap fungsi pokok lumbung, yaitu dari tempat menyimpan padi ke berbagai jenis fungsi lainnya. Pertumbuhan penduduk yang cepat membutuhkan ruang privasi yang semakin meningkat, sedangkan luas pekarangan tidak bertambah telah memaksa masyarkaat untuk memanfaatkan zone peruntukan lumbung untuk didirikan bangunan tempat tinggal. Sedangkan di daerah urban/pariwisata tanah memiliki nilai ekonomi cukup tinggi, turut mendorong terjadinya alih fungsi ruang peruntukan lumbung menjadi tempat bangunan sewaan.
Pada arsitektur tradisional daerah-daerah di Indonesia sebuah kesamaan umum dapat kita temui dari aneka ragam wujud yang mereka tampilkan. Kita dapati bahwa lumbung dan rumah tinggal adalah dua bangunan yang terpisah satu sama lain, biasanya perletakannya berhadap-hadapan, berurutan (muka-belakang) atau berjejeran satu sama lain. Terlepas dari adanya dua bangunan yang terpisah itu, yang menarik adalah bahwa kedua bangunan tadi tidak banyak berbeda dalam penampilan bentuk umumnya (perkecualian untuk itu terdapat di Bali dan Lombok). Mulai dari Sumatra hingga Sumbawa misalnya, bentuk yang dipakai untuk hunian adalah juga bentuk yang dipakai untuk lumbungnya (Prijotomo, 2008:35).
Lumbung tidak peduli apa pun juga namanya dalam arsitektur klasik adalah tempat penampungan padi. Bagi masyarakat tradisional, padi merupakan salah satu penyebab utama kelangsungan hidup mereka (bahan makanan pokok), padi ini tidak bisa diperlakukan dengan seenaknya dalam menggarap berhubung adanya berbagai tahap pekerjaan yang perlu dilakukan dalam menanam. Kedudukan sebagai bahan pokok serta ciri padi yang menuntut perawatan yang seksama itulah yang membuat padi ini oleh masyarakat Jawa misalnya, disebut sebagai Dewi Sri, sebagai pemberi kehidupan. Memang padi tak ubahnya dengan hidup itu sendiri, dimana hanyalah dengan berupaya sekuat serta seksama, hidup akan menjadi berarti bagi manusianya; itulah hikmah dan perlambang padi yang menjadikan orang Jawa mendewikan tanaman padi. Hikmah itu pula yang membawa masyarakat tradisional untuk membuat lumbung dengan sosok yang mirip dengan hunian, meskipun dengan ukuran yang lebih kecil. Disini lumbung bukan hanya sekadar penampung padi, tetapi jauh lebih besar lagi peranan dan fungsinya.
Lumbung hanya didirikan setelah pasangan merupakan sebuah keluarga yang berhasil memanen padi, yang berhasil melintasi tantangan untuk menyelenggarakan kelangsungan hidup. Lumbung yang dalam bahasa tradisional Bima dan Dompu disebut sebagai pompa, dalam kehadirannya untuk pertama kali, bagi pasangan ini merupakan permakluman kepada lingkungan bahwa keluarga baru ini bisa mengatasi tantangan hidup dan sekaligus menjamin bahwa mereka akan tetap hidup di hari esok. Di samping itu, apabila dalam membuat hunian dasar ukuran yang dipakai adalah bagian tubuh si suami, maka untuk pompa ini, bagian-bagian ini tubuh sang istri yang dijadikan dasar ukurannya. Dua bangunan dengan bentuk mirip, masing-masing dengan dasar ukuran yang berbeda, kini telah bersama-sama telah membentuk satu ketunggalan yang berupa rumah. Bukankah ini mencerminkan pula keberadaan (eksistensi) sebuah keluarga yang terdiri dari dua pribadi suami dan istri yang tidak lagi terpisahkan satu sama lain, tidak pula merupakan sekadar hidup bersama dari laki-laki dan perempuan.
Tipe rumah tradisional dalam kelompok permukiman masyarakat Bali pada umumnya merupakan sekelompok bangunan yang secara fungsional berbeda yang diatur dengan cara yang khusus dalam kelompok (kuren) yang dilingkupi oleh pagar dinding, sama dengan rumah tradisional tipe kumpulan bangunan dari masyarakat Jawa. Ada tujuh elemen dasar : (1) pintu masuk; (2) ruang tidur berupa beranda terbuka; (3) lumbung atau tempat penyimpanan padi; (4) bangunan dapur; (5) kamar mandi; (6) ruang kerja; (7) sebuah tempat pemujaan keluarga (Wuisman, 2007:40).

5.3. Bangunan Tradisional di Nusa Tenggara Barat
Bagian Timur dan Selatan Pulau Lombok didiami oleh masyarakat Sasak. Berbeda dengan tradisi Hindu-Budha masyarakat Bali yang mendiami bagian Barat pulau, kultur masyarakat Sasak adalah sinkretis antara keimanan Islam dan kepercayaan serta praktik animistis. Arsitektur rumah tradisional dan bangunan lainnya mewakili percampuran antara tradisional Bali dan langgam tipikal bangunan Indonesia Timur.
Rumah tradisional Sasak (uma mbatangu) biasanya dibagi menjadi dua bagian, yaitu lantai yang berbeda ketinggian dan diperuntukkan bagi fungsi yang berbeda. Bagian lantai yang lebih tinggi berbentuk persegi dan biasanya dipakai sebagai tempat tidur untuk perempuan. Lantai di bagian ini kurang lebih satu setengah meter lebih tinggi daripada lantai bagian yang rendah. Bagian rendah terletak di depan bagian yang lebih tinggi ini. Bagian rendah ini sebenarnya adalah ruang terbuka tempat tamu atau pengunjung diterima pada siang hari dan para anggota keluarga laki-laki tidur ketika sore dan malam.
Dua bagian rumah tradisional Sasak ini dinaungi sebuah struktur atap tunggal yang didukung struktur atap yang relatif rendah. Di bagian yang berlantai lebih tinggi, ruang antara tiang yang mendukung struktur atap disekat dengan tikar anyaman bambu yang indah. Karena perbedaan ketinggian lantai, di bagian yang lebih tinggi, ujung atap hampir menyentuh tanah. Apabila dipandang dari luar, struktur atap rumah tradisional Sasak ini kelihatan sama dengan rumah tradisional tipe Joglo yang dibangun masyarakat Jawa. Bagian tengah struktur atap berpuncak kuadrilateral yang menjulang tinggi (toko), di bagian rusuk yang agak pendek dan menumpu pada blandar pendukung di puncak keempat tiang utama adalah pusat rumah. Di dasar puncak ini, pada keempat sisinya, struktur atapnya diperpanjang ke luar ke empat jurusan dengan kemiringan yang lebih landai yang memanjang melebihi garis tepi dinding tepi rumah.

Gambar 5.2. Perumahan Tradisional Suku Sasak di Lombok
Sumber : www.images.google.co.id, 2008, didownload pada hari Kamis tanggal 5 Maret 2008 pukul 07.00 WITA

Gudang padi atau lumbung Sasak berbeda dengan yang ada di Bali terutama pada konstruksi diatas struktur tiang dan blandar yang ditinggikan. Tempat yang dipakai untuk penyimpanan padi biasanya merupakan struktur atap kupluk yang ditutupi dengan rumput alang-alang (imperata cylindrica) dan diletakkan diatas struktur tiang dan blandar pendukung. Ini berarti dinding adalah bagian yang menyatu dengan atap yang ditegakkan secara vertikal tepat pada struktur tiang dan blandar pendukung. Bentuk dan penampilan tempat penyimpanan padi ini sangat serupa dengan beberapa jenis rumah tradisional yang ditemukan di bagian lain daerah Nusa Tenggara lebih ke Timur.

Gambar 5.3. Lumbung Tradisional Suku Sasak di Lombok
Sumber : www.images.google.co.id, 2008, didownload pada hari Kamis tanggal 5 Maret 2008 pukul 07.01 WITA

5.4. Bangunan Tradisional di Nusa Tenggara Timur
Arsitektur tradisional di Pulau Sumba dapat dijumpai di kampung-kampung adat yang tersebar di seluruh pulau. Arsitektur tersebut tampil dalam bentuk bangunan, batu kubur, monumen, maupun lingkungan. Kekuatan tradisi dan budaya, terutama di kampung adat, menciptakan bentuk arsitektur yang unik dan khas sekaligus melestarikannya. Tradisi berkuda masyarakat Sumba misalnya, merupakan salah satu penyebab terciptanya bentuk panggung pada rumah tradisional. Ketinggian panggung rumah umumnya disesuaikan dengan tinggi punggung kuda (setinggi pundak orang dewasa). Penyebab lain bentuk khas tersebut adalah proses kompromi terhadap lingkungan dan ketersediaan bahan disekitarnya. Panggung rumah dan sistem ikat menjadikan bangunan rumah adat Sumba sebagai bangunan tropis yang tahan gempa.
Kampung adat Sumba memiliki pola kampung yang unik. Keterbatasan pola susunan terhadap keamanan dan persatuan, bahan dan teknologi, mobilitas, serta struktur sosial yang kaku mempengaruhi luasan kampung adat. Tradisi dan budaya sangat mempengaruhi suasana kampung yang diekspresikan secara religius simbolik. Simbol tersebut digunakan untuk mengkomunikasikan makna dan susunan yang mencerminkan hubungan antar penghuni rumah adat, serta hubungan masyarakat dengan leluhurnya.
Rumah adat Sumba merupakan rumah di dalam kampung adat yang menjadi tempat berkumpulnya satu keturunan keluarga. Bentuk rumah yang unik, didominasi oleh menara atap. Bentuk atap tersebut merupakan lambang perahu yang membawa nenek moyang orang Sumba tiba di Pulau Sumba.

Gambar 5.4. Rumah Tradisional (Uma) Sumba di NTT
Sumber : www.images.google.co.id, 2008, didownload pada hari Kamis tanggal 5 Maret 2008 pukul 07.04 WITA

Rumah tradisional masyarakat Manggarai, termasuk di Kampung Ruteng dan Kampung Todo terdiri atas beberapa jenis yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan serta budaya dan kepercayaan masyarakatnya. Akan tetapi meskipun secara tipologi bentuk dan fungsinya berbeda namun secara umum sebutannya sama, yakni Mbaru (=rumah). Sebutan Mbaru ini selalu diikuti dengan nama rumah berdasarkan fungsi atau kegunaannya, seperti : Mbaru Niang Mese (rumah adat), Mbaru Niang Koe (rumah tinggal biasa), Mbaru Tekur (rumah tempat istirahat). Mbaru Niang Mese juga disebut Mbaru Gendang (rumah gendang).
Secara horisontal pola ruang pada arsitektur rumah tradisional di kedua kampung ini berintikan pada ruang tengah yang mengitari Sembilan tiang utama Siri Mese (Siri Bongkok dan Siri Leles). Pada bagian tengah ini terdapat ruang bersama (Lutur) dan bagian samping disekitarnya difungsikan sebagai tempat tidur keluarga yang dibagi dalam sekat-sekat lembaran kayu dengan tinggi + 3 meter yang terdiri atas 4 (empat) buah kamar.
Susunan ruang dari bawah ke atas adalah sebagai berikut :
1. Lutur = ruang sebagai tempat manusia.
2. Lobo Mese = ruang sebagai tempat menyimpan makanan.
3. Lempa rae = ruang sebagai tempat menyimpan benih, seperti benih jagung dan benih padi.
4. Sekan kode = ruang sebagai tempat menyimpan jimat/alat perang.
Roang Koe = sebagai ruang hampa/kosong, disakralkan sebagai ruang milik Tuhan.

Gambar 5.5. Rumah Tradisional Mbaru di NTT
Sumber : Laporan Survei Lapangan Balai PTPT Denpasar, 2009

5.5. Rumah Sederhana Sehat Tahan Gempa
5.5.1. Rumah Sederhana Sehat
Rumah sederhana sehat adalah rumah yang dibangun dengan menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana, tetapi masih memenuhi standar kebutuhan minimal dari aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Selain itu, juga dipertimbangkan dan dimanfaatkan potensi lokal meliputi potensi fisik, seperti bahan bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial budaya seperti arsitektur lokal dan cara hidup (Sabaruddin, 2008:13).
Sasaran penyediaan rumah sederhana sehat adalah kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah. Dalam pelaksanaannya pemenuhan penyediaan rumah sederhana sehat masih menghadapi kendala, berupa rendahnya tingkat kemampuan masyarakat, mengingat harga rumah sederhana sehat masih belum memenuhi keterjangkauan secara menyeluruh. Untuk itu perlu disediakan desain rumah yang pertumbuhannya diarahkan menjadi rumah sederhana sehat.
Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktifitas dasar manusia di dalam rumah. Aktifitas seseorang tersebut meliputi : aktifitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci, dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2,80 m.
Rumah sederhana sehat memungkinkan penghuni untuk dapat hidup sehat dan menjalankan kegiatan hidup sehari-hari secara layak. Kebutuhan minimum ruang pada rumah sederhana sehat perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain :

1. Kebutuhan luas per jiwa,
2. Kebutuhan luas per kepala keluarga (KK),
3. Kebutuhan luas bangunan per kepala keluarga (KK),
4. Kebutuhan luas lahan per unit bangunan.
Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan dan kenyamanan dipengaruhi oleh tiga aspek, yaitu : pencahayaan, penghawaan, suhu udara, dan kelembapan dalam ruang. Aspek-aspek tersebut merupakan dasar atau kaidah perencanaan rumah sehat dan nyaman.
Pada dasarnya, bagian-bagian struktur pokok untuk bangunan rumah tinggal sederhana adalah pondasi, dinding (dan kerangka bangunan), atap, serta lantai. Sementara bagian-bagian lain, seperti : langit-langit, plafon, talang, dll merupakan estetika struktur bangunan saja.

5.5.2. Rumah Tahan Gempa
Gempa bumi merupakan fenomena alam yang sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Ini disebabkan sering kali diberitakan adanya suatu wilayah dilanda gempa bumi, baik yang ringan maupun yang sangat dahsyat, menelan banyak korban jiwa dan harta, serta meruntuhkan bangunan-bangunan dan fasilitas umum lainnya.
Gempa bumi adalah getaran di tanah yang disebabkan oleh gerakan permukaan bumi. Gerakan ini dapat menyebabkan kerusakan pada gedung, jembatan, jalan, perumahan, sampai dengan permukaan tanah, bahkan mengakibatkan hilangnya banyak nyawa manusia. Gempa bumi disebabkan oleh adanya pelepasan energi regangan elastis batuan pada litosfer. Semakin besar energi yang dilepaskan, semakin kuat gempa yang terjadi. Terdapat dua teori yang menyatakan proses terjadinya atau asal mula gempa, yaitu pergeseran lempeng (patahan) dan teori kekenyalan elastis. Gerak tiba-tiba sepanjang lempeng merupakan penyebab yang sering terjadi.
Berdasarkan sejarah kekuatan sumber gempa, aktifitas gempa bumi di Indonesia bisa dibagi dalam enam daerah aktifitas antara lain sebagai berikut (Sabaruddin, 2008:12) :
1. Daerah sangat aktif. Magnitude lebih dari 8 terjadi di daerah Halmahera dan pantai Utara Papua.
2. Daerah aktif. Magnitude 8 mungkin terjadi dan magnitude 7 sering terjadi di lepas pantai.
3. Daerah lipatan dengan atau tanpa retakan. Magnitude kurang dari 7 bisa terjadi di Sumatera, Kepulauan Sunda, dan Sulawesi Tengah.
4. Daerah lipatan dengan atau tanpa retakan. Magnitude kurang dari 7 mungkin terjadi di pantai Barat Sumatera, Jawa bagian Utara, dan Kalimantan Timur.
5. Daerah gempa kecil. Magnitude kurang dari 5 jarang terjadi di daerah pantai Timur Sumatera dan Kalimantan Tengah.
6. Daerah stabil, tidak ada catatan sejarah gempa, yaitu daerah pantai Selatan Papua dan Kalimantan Barat.
Gambar dibawah ini menunjukkan peta daerah rawan gempa di Indonesia. Zone 1 merupakan daerah aman gempa, sedangkan zone 6 adalah daerah paling rawan gempa.

Gambar 5.6. Peta Daerah Rawan Gempa di Indonesia
Sumber : Sabaruddin, 2008:12

Sebagian besar pulau-pulau di Indonesia dilalui oleh salah satu patahan atau lempeng dunia termasuk Pulau Bali dan Nusa Tenggara (Barat dan Timur) yang menjadi lokasi masing-masing model simulasi dalam pekerjaan ini. Hal ini sangat memungkinkan terjadinya gempa bumi dan tsunami. Konsep hunian tahan gempa adalah bangunan yang dapat bertahan dari keruntuhan akibat getaran gempa, serta memiliki fleksibilitas untuk meredam getaran. Prinsip pada dasarnya adalah kekakuan struktur dan fleksibilitas peredaman.
Prinsip kekakuan struktur rumah menjadikan struktur lebih rigid terhadap guncangan. Terbukti struktur kaku yang homogen dapat meredam getaran gempa dengan baik. Hal ini harus diperhatikan dengan seksama agar struktur yang dibuat pada saat pembangunan dapat lebih kuat dan lebih kaku. Kekakuan struktur dapat menghindarkan kemungkinan bangunan runtuh akibat gempa.
Prinsip fleksibilitas yang mengedepankan adanya kemungkinan struktur bangunan dapat bergerak dalam skala kecil, misalnya dengan menggunakan prinsip hubungan roll pada tumpuan-tumpuan beban. Yang dimaksud hubungan tumpuan roll adalah jenis hubungan pembebanan yang dapat bergerak dalam skala kecil untuk meredam getaran.
Prinsip penggunaan material yang ringan dan kenyal/buoyance yaitu menggunakan bahan-bahan material ringan yang tidak lebih membahayakan jika runtuh dan lebih ringan sehingga tidak sangat membebani struktur yang ada. Contohnya struktur kayu dapat menerima perpindahan hubungan antar kayu dalam skala gempa sedang.
Prinsip massa yang terpisah-pisah yaitu memecah bangunan dalam beberapa bagian menjadi struktur yang lebih kecil sehingga struktur ini tidak terlalu besar dan terlalu panjang karena jika terkena gempa harus meredam getaran yang lebih besar.

6.1. Landasan Teori
Gempa merupakan peristiwa pelepasan energi dari dalam bumi dimana energi yang dilepaskan merambah ke segala arah secara acak melalui batuan-batuan bumi dalam bentuk gelombang. Akibat adanya aktivitas pelepasan energi tersebut menyebabkan terjadinya gelombang getaran yang kuat pada permukaan bumi. Hal tersebut dapat menimbulkan efek beban lateral dan vertikal pada suatu struktur bangunan. Besarnya energi gempa yang diterima suatu struktur bangunan sangat dipengaruhi oleh jarak bangunan terhadap pusat gempa (hypocentrum) dan besaranya gempa yang terjadi pada lokasi pusat gempa.
Secara umum terdapat beberapa prinsip perencanaan untuk membuat suatu bangunan yang memiliki ketahanan terhadap beban lateral (beban angin maupun beban gempa). Beberapa prinsip tersebut antara lain:
1. Penggunaan material konstruksi bangunan yang lebih ringan, hal tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan berat global struktur yang lebih ringan dimana semakin berat struktur tersebut, maka pengaruh gaya gempa yang terjadi akan semakin besar pula ( F : m x a, a = percepatan gempa).
2. Perencanaan elemen struktur dengan tingkat daktilitas yang tinggi. Tingkat daktilitas yang tinggi pada suatu elemen struktur akan meningkatkan kemampuan struktur untuk berdeformasi inelastis (deformasi bolak-balik) sebagai dampak akibat terjadinya beban gempa.
3. Penggunaan peredam getaran khusus untuk mereduksi getaran gempa yang menjalar ke sistem struktur. Penggunaan peredam khusus itu sendiri secara umum dapat berupa isolator atau base isolator yang digunakan pada dasar bangunan/gedung. Ketika terjadi beban gempa, getaran yang terjadi pada permukaan tanah akan mengalami peredaman oleh isolator sebelum merambat ke sistem struktur di atasnya. Dengan peredaman tersebut, diharapkan efek getaran yang terjadi pada bangunan dapat direduksi.
Pada konstruksi bangunan tradisional, komponen struktur sebagian besar dibuat dari material kayu/bambu. Secara umum bangunan tradisional yang terdapat di daerah Siam dan Pasifik barat cenderung berkonstruksi dan berbahan ringan atau dikenal lightweight construction, (Jumsai, 1988). Penggunaan kayu sebagai komponen struktur tentunya memiliki konsekuensi tersendiri ketika terjadi beban gempa. Reaksi bangunan kayu terhadap beban gempa yang terjadi dapat berupa (Wangsadinata, 1975):
1. Fleksibilitas struktur, yaitu kekakuan struktur secara umum maupun elemen sambungannya yang membentuk keliatan/kenyal (berdeformasi dengan mudah) struktur.
2. Redaman dan stabilitas, yaitu penyerapan getaran untuk melawan inersia yang terjadi.
3. Elastisitas, merupakan reaksi struktur untuk mengalami deformasi inelastis (bolak-balik) tanpa mengalami keruntuhan.
4. Duktilitas, yaitu kehiperstatisan elemen struktur sehingga mampu membentuk sendi plastis.
Bangunan tradisional di beberapa wilayah Indonesia secara umum memiliki karakteristik struktur yang relatif sama. Suatu bangunan tradisional pada umumnya terdiri atas komponen struktur bawah yang meliputi hubungan antara pondasi (umpak) yang dapat terbuat dari batu atau material sejenisnya dengan kolom penyangga struktur atas yang terbuat dari kayu, komponen struktur rangka ruang yang meliputi kolom dan balok struktur yang terbuat dari kayu serta ikatan atau sambungan antara kolom dan balok struktur itu sendiri. Komponen struktur terakhir yaitu komponen struktur atas yang meliputi sistem rangka atap yang terbuat dari kayu ataupun bambu.
Ketiga komponen bangunan tradisional tersebut memiliki perilaku yang berbeda ketika menerima beban lateral berupa beban gempa. Ketika terjadi getaran tanah akibat percepatan gempa, komponen struktur bawah berperilaku sebagai sendi dimana perilaku sendi mengijinkan terjadinya rotasi pada komponen strukturnya sehingga memberikan efek peredaman getaran. Beban gempa yang tidak mengalami peredaman akan didistribusikan ke komponen struktur rangka kolom dan balok struktur. Pada komponen struktur ini, hubungan antara balok dan kolom struktur pada umumnya dibuat berperilaku jepit terbatas. Perilaku ini akan memberikan efek kekakuan yang lebih pada struktur rangka sehingga struktur rangka bisa mempertahankan bentuknya ketika terjadi deformasi akibat pengaruh beban gempa. Berbeda dengan komponen struktur bawah, sebagai komponen struktur yang direncanakan berperilaku jepit (terbatas), struktur rangka ruang bangunan tradisional akan mengalami pembebanan yang lebih besar (gaya-gaya dalam lebih besar) sehingga berpotensi mengalami deformasi yang lebih besar. Komponen struktur atas bangunan pada umumnya dibuat dengan meletakan bambu/kayu pada balok struktur rangka ruang. Hal tersebut menimbulkan perilaku sendi pada tumpuan kayu/bambu. Perilaku sendi antara komponen struktur atas dengan komponen struktur rangka ruang akan memberikan efek peredaman terhadap distribusi gaya-gaya dalam yang terjadi pada komponen struktur rangka ke komponen struktur atas.
Bangunan tradisional Indonesia umumnya membuat komponen struktur atas yang terkesan berat dengan menggunakan material penutup atap berupa ijuk, ilalang maupun material lainnya. Hal tersebut bertolak belakang dengan prinsip struktur dimana untuk mereduksi pengaruh beban gempa, perlu dibuat kontruksi bangunan yang ringan (lightweight). Akan tetapi kombinasi berat atap perilaku sendi yang dibuat pada tumpuan struktur atas akan memberikan efek pendulum untuk balancing system ketika terjadi beban gempa. Konstruksi atap yang dibuat berat juga memberikan tingkat kestabilan yang lebih dalam menerima beban lateral lainnya seperti beban angin.

6.2. Alur Pikir Analisis
Berdasarkan tujuan analisis yaitu mengetahui perilaku struktur bangunan tradisional terhadap beban gempa maka dilakukan analisis dengan menggunakan software SAP 2000 v11.0.0. Analisis dengan menggunakan software SAP 2000 dilakukan dengan memodel sistem struktur yang ada pada software dengan sebelumnya melakukan input data-data material maupun data karakteristik struktur lainnya yang dianggap perlu. Proses analisis dengan menggunakan software SAP 2000 v11.0.0 dapat dijelaskan melalui diagram berikut:

Secara umum diagram tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Proses memulai analisis dilakukan dengan pengumpulan data-data karakteristik struktur yang akan dianalisis. Data tersebut antara lain:
a. Jenis kayu/bambu yang digunakan
Penentuan jenis kayu/bambu yang digunakan diperlukan untuk mengetahui berat jenis kayu tersebut yang berpengaruh terhadap perilaku beban yang bekerja terutama beban akibat berat sendiri struktur. Penentuan jenis kayu juga dimaksudkan untuk mengetahui kelas kuat dan kelas awet kayu. Kelas kuat kayu diperlukan dalam hal kontrol hasil analisis dimana gaya-gaya dalam hasil analisis SAP 2000 v11.0.0 akan dibandingkan dengan data kapasitas kekuatan kayu. Data kapasitas kekuatan kayu diperoleh melalui uji laboratorium atau dengan mengambil data dari Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI) tahun 1961.
b. Modulus Elastisitas kayu tersebut
Modulus elastisitas kayu/bambu sangat terkait dengan perilaku kayu/bambu tersebut dalam menerima beban. Data Modulus elastisitas kayu/bambu yang digunakan diperoleh melalui uji laboratorium atau dengan mengambil sumber data lainnya yang dianggap valid.

c. Dimensi elemen struktur yang digunakan
Penentuan dimensi struktur yang digunakan sangat diperlukan dalam proses analisis SAP 2000 v11.0.0. Hal tersebut terkait dengan Modulus Inersia elemen struktur yang berpengaruh terhadap kekuatan struktur.
d. Perilaku joint (hubungan/sambungan)
Analisis struktur rangka kayu secara umum memiliki karakteristik analisis yang lebih spesifik pada SAP 2000. Spesifikasi analisis diperlukan dalam pendefinisian kekakuan joint (hubungan) anatara balok dan kolom. Berdasarkan referensi pustaka yang didapat, hubungan antara balok dan kolom komponen struktur rangka ruang pada bangunan tradisional secara umum berperilaku jepit terbatas. Pada software SAP 2000 v11.0.0, secara default akan disediakan 3 model joint, yaitu:
• Joint I yaitu model join rol. Model join ini memiliki kekakuan yang tidak terbatas hanya pada arah vertikal saja. Sementara arah horisontal dan kekakuan rotasi dianggap nol. Kondisi tersebut menyebabkan eleman struktur dimungkinkan mengalami translasi secara tidak terbatas dan rotasi/perputaran sudut.
• Joint tipe II yaitu model join sendi. Model sendi mendefinisikan kekakuan yang tak terbatas join tersebut dalam arah vertikal dan horisontal. Sedangkan kekakuan rotasi join tersebut dianggap nol, sehingga masih memungkinkan struktur tersebut mengalami perputaran sudut, akan tetapi tidak mengalami translasi.
• Joint tipe III yaitu model join jepit. Model jepit mendefinisikan joint tersebut memiliki kekakuan yang tak terbatas ke segala arah, baik vertikal, horisontal maupun rotasi.
Terkait dengan perilaku sambungan kayu pada bangunan tradisional, maka ketiga model join tersebut tidak termasuk. Hal tersebut disebabkan karena perilaku sambungan bangunan tradisional adalah jepit terbatas. Perilaku jepit terbatas secara umum memiliki karakteristik yang sama dengan join sendi (tipe II), akan tetapi memilki kekakuan untuk rotasi yang terbatas. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh berbagai variabel diantaranya jenis kayu yang digunakan dan bentuk sambungannya. Untuk itu pada proses analisis SAP 2000 diperlukan pendefinisian khusus terhadap join model struktur melalui feature Link Element guna mendefinisikan kekakuan join ke masing-masing arah. Data kekakuan yang dimasukan ke Link Properties SAP 2000 tersebut dapat diperoleh melalui pengujian laboratorium guna mendapatkan hasil yang baik.
2. Setelah proses persiapan data, tahap selanjutnya adalah pemodelan portal struktur bangunan tradisional secara 3 dimensi pada SAP 2000. Pemodelan 3 dimensi perlu dilakukan untuk mendapatkan perilaku pembebanan yang riil pada proses analisis. Pada tahapan ini juga dilakukan penentuan dimensi elemen struktur yang digunakan (balok, kolom dan rangka atap).
3. Tahap selanjutnya yang dilaksanakan adalah pendefinisian perilaku struktur dan pembebanan yang bekerja. Pendefinisian perilaku struktur tersebut meliputi pemasukan data kekakuan join yang diperoleh melalui uji skala penuh (skala 1:1) terhadap sampel join bangunan tradisional di laboratorium. Pada tahap ini juga dilakukan pendefinisian terhadap beban yang bekerja. Beban yang terjadi pada proses analisis ini antara lain:
• Berat sendiri struktur yang didefinisikan secara automatic oleh SAP 2000 dengan mendefinisikan/menaktifkan feature self wight multiplier.
• Beban hidup struktur. Pendefinisian beban hidup struktur diperlukan untuk model struktur yang bertingkat dengan mengambil asumsi pembebanan berdasarkan ketentuan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) tahun 1983.
• Beban gempa. Beban gempa yang digunakan adalah beban gempa dinamis respon spektrum berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-2002 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung. Masing-masing model struktur akan dianalisis sesuai dengan beban gempa yang terjadi di wilayahnya masing-masing. Berdasarkan SNI 03-1726-2002, Indonesia di bagi menjadi 6 wilayah kegempaan. Tiap wilayah kegempaan memiliki percepatan puncak batuan dasar (g) dan spektrum respon gempa rencana (C) yang berbeda.
4. Setelah seluruh data yang diperoleh telah dimasukkan, maka proses selanjutnya yang dilakukan adalah analisis 3 dimensi masing-masing model struktur. Setelah proses running selesai, diperoleh reaksi struktur terhadap beban yang terjadi. Reaksi yang terjadi dapat dilihat melalui gaya-gaya dalam yang terjadi, deformasi struktur yang terjadi, periode struktur, driff ratio join dan lain sebagainya.
Tahap terakhir yang dilakukan adalah proses kontrol antara kapasitas komponen struktur dengan reaksi yang terjadi pada masing-masing model struktur. Proses kontrol ini dilakukan untuk mengetahui apakah struktur tersebut mengalami kegagalan (keruntuhan) apa tidak. Konstruksi tersebut dikatakan runtuh apabila reaksi struktur akibat beban yang terjadi melebihi kapasitas struktur yang ada yang diperoleh melalui uji laboratorium tersebut.

6.3. Kebutuhan Data untuk Mendukung Analisis Struktur
Dalam proses analisis struktur konstruksi bangunan tradisional, diperlukan beberapa data teknis yang digunakan sebagai input data pada software SAP 2000 (version 11.0.0). Data tersebut digunakan untuk mendefinisikan perilaku mechanical properties material struktur tersebut. Data tersebut antara lain:
1. Data mekanika kayu.
Identifikasi terhadap jenis kayu yang digunakan dimaksudkan untuk memperoleh beberapa parameter meliputi :
a. Berat jenis kayu. Identifikasi berat jenis kayu diperlukan dalam mendefinisikan berat sendiri struktur yang berpengaruh terhadap beban yang bekerja pada sistem struktur tersebut.
b. Kekuatan kayu. Identifikasi kekuatan kayu meliputi kuat tarik, kuat tekan dan kapasitas geser penampang kayu, dimana parameter tersebut digunakan untuk comparison parameter terhadap reaksi gaya yang terjadi setelah proses analisis pada software SAP 2000.
c. Modulus of Elastisitas (MoE) kayu. Data modulus elastisitas kayu sangat diperlukan dalam pendefinisian kekakuan kayu pada analisis SAP 2000.
2. Data geometris struktur.
Data geometris struktur sangat diperlukan dalam proses pemodelan struktur pada SAP 2000. Data geometris struktur diperlukan guna mendefinisikan inersia komponen struktur yang dianalisis, dimana inersia yang tersebut berpengaruh terhadap perilaku kekakuan elemen struktur. Data geometris yang dimaksud antara lain:
a. Bentang struktur bangunan yang akan dianalisis.
b. Dimensi penampang kayu/bambu yang akan dianalisis.
3. Data perilaku struktur lainnya.
Data perilaku struktur lainnya yang dimaksud adalah data perilaku sambungan balok dan kolom struktur bangunan yang dianalisis. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendefinisikan perilaku kekakuan sambungan balok dan kolom struktur pada pemodelan struktur SAP 2000. Data perilaku sambungan balok-kolom tersebut meliputi:
a. Data kekakuan translasi (horisontal) directional 1 dan 2.
b. Data kekakuan vertikal directional 3.
c. Data kekakuan rotasi arah 1, 2 dan 3.

7.1. Tenaga Ahli, Asisten, dan Tenaga Penunjang beserta Tanggung Jawabnya
7.1.1. Tenaga Ahli
Tenaga ahli yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut :
1. Ketua Tim/Ahli Struktur Bangunan
Ketua Tim/Ahli Struktur dan Kehandalan bertugas memimpin dan mengorganisasikan seluruh pelaksanaan kegiatan.
Ketua Tim merupakan Sarjana (S1) Teknik Sipil dengan pengalaman kerja selama 24 (dua puluh empat) tahun di bidangnya. Adapun tugas dan tanggung jawabnya, meliputi:
a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja dan alokasi kegiatan kepada masing-masing tenaga ahli.
b. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan Penyedia Jasa sesuai lingkup pekerjaan.
c. Bertanggung jawab atas tercapainya tujuan dan sasaran dari kegiatan tersebut.
Perkiraan penugasan Ketua Tim selama 2,00 (dua) bulan.
2. Ahli Bangunan Tradisional
Ahli Bangunan Tradisional merupakan Sarjana (S1) Teknik Arsitektur dengan pengalaman kerja selama 9 (sembilan) tahun di bidangnya. Adapun tugas dan tanggung jawabnya, meliputi:
a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja dan alokasi kegiatan kepada masing-masing asisten desain grafis, asisten analis simulasi, operator komputer, dan sekretaris/administrasi.
b. Bertanggung jawab terhadap kegiatan inventarisasi materi dan penyusunan hasil simulasi kehandalan struktur bangunan.
c. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan-permasalahan teknis yang ada.
d. Ikut serta dalam diskusi yang dilakukan oleh Tim dengan anggota pengguna jasa.
e. Bekerja sama dan selalu melakukan koordinasi dengan ketua tim dan personil lainnya.
Perkiraan penugasan Ahli Bangunan Tradisional selama 1,00 (satu) bulan.

7.1.2. Tenaga Asisten Tenaga Ahli
Tenaga asisten tenaga ahli yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut :
1. Asisten Desain Grafis merupakan Sarjana (S1) Teknik Sipil yang memiliki sertifikat Diploma (D1) Desain Grafis dengan pengalaman kerja selama 4 (empat) tahun di bidangnya. Adapun tugas dan tanggung jawabnya, meliputi:
a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja dan alokasi kegiatan kepada ketua tim dan personil lainnya.
b. Bertanggung jawab terhadap penyusunan hasil simulasi uji kehandalan struktur bangunan tradisional dalam gambar 3 (tiga) dimensional.
c. Ikut serta dalam diskusi yang dilakukan oleh Tim dengan anggota pengguna jasa.
d. Bekerja sama dan selalu melakukan koordinasi dengan ketua tim dan personil lainnya.
Perkiraan penugasan Asisten Desain Grafis selama 1,00 (satu) bulan.
2. Asisten Analis Simulasi merupakan Sarjana (S1) Teknik Sipil dengan pengalaman kerja selama 2 (dua) tahun di bidangnya. Adapun tugas dan tanggung jawabnya, meliputi:
a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja dan alokasi kegiatan kepada Ketua Tim dan personil lainnya.
b. Bertanggung jawab terhadap analisis data struktur dan penyusunan hasil simulasi struktur.
c. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan-permasalahan teknis yang ada.
d. Ikut serta dalam diskusi yang dilakukan oleh tim dengan anggota pengguna jasa.
e. Bekerja sama dan selalu melakukan koordinasi dengan ketua tim dan personil lainnya.
Perkiraan penugasan Asisten Analis Simulasi selama 1,00 (satu) bulan.

7.1.3. Tenaga Penunjang :
Tenaga penunjang yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut :
1. Sekretaris/Administrasi merupakan Sarjana (S1) Ekonomi Akuntansi dan Program Akuntansi dengan pengalaman kerja selama 4 (empat) tahun di bidangnya. Adapun tugas dan tanggung jawabnya, meliputi:
a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja dan alokasi kegiatan kepada atasan langsung.
b. Bertanggung jawab terhadap administrasi pekerjaan.
c. Bekerja sama dan selalu melakukan koordinasi dengan ketua tim dan personil lainnya.
Perkiraan penugasan Sekretaris/Administrasi selama 2,00 (dua) bulan.
2. Operator Komputer merupakan lulusan SMU dengan pengalaman kerja selama 4 (empat) tahun di bidangnya. Adapun tugas dan tanggung jawabnya, meliputi:
a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja dan alokasi kegiatan kepada atasan langsung.
b. Bertanggung jawab terhadap administrasi pekerjaan dan pengetikan.
c. Bekerja sama dan selalu melakukan koordinasi dengan Ketua Tim dan personil lainnya.
Perkiraan penugasan Operator Komputer selama 1,00 (satu) bulan.
Kualitas pekerjaan ditentukan oleh kualitas tenaga-tenaga ahli yang menanganinya. Untuk menghasilkan produk yang baik, maka dilibatkan tenaga-tenaga ahli yang sesuai dengan bidang keahliannya serta berpengalaman yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7.1. Tenaga Ahli dan Tenaga Penunjang yang Terlibat dalam Pekerjaan
Sumber : Data Konsultan, April 2009

No. Nama Posisi Bulan Kerja
1. Ir. I Nengah Sadiantara Ketua Tim 2,00
2.
Komang Herry Prihanto, S.T. Ahli Bangunan Tradisional 1,00
3. I Nyoman Jagat Maya, S.T. Asisten Desain Grafis 1,00
4. I Gusti Ngurah Bagus Purnama Japa, S.T. Asisten Analis Simulasi 1,00
5. Ni Made Galih Masari, S.E., Ak. Sekretaris 2,00
6. I Ketut Asi Berana Operator Komputer 1,00

7.2. Struktur Organisasi
Struktur organisasi akan berfungsi untuk mengidentifikasi hierarki jabatan yang berhubungan erat dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing personil.
Diagram 7.1. Struktur Organisasi Pekerjaan
Sumber : Analisis Konsultan, April 2009

Tabel berikut merupakan jadwal penugasan personil pada pekerjaan ini, dimana jadwal ini nantinya berfungsi dalam mendiskripsikan waktu penugasan tiap-tiap personil.

Tabel 7.2. Jadwal Penugasan Personil
Sumber : Analisis Konsultan, April 2009

No Uraian Pekerjaan Volume
(O/B orang-bln) Waktu Pelaksanaan
April Mei Juni
M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12
1.
Tenaga Ahli Profesional
a. Ketua Tim (Ahli Teknik Sipil) 1,00 x 2,00

b. Ahli Bangunan Tradisional (Ahli Teknik Arsitektur) 1,00 x 1,00
2. Tenaga Asisten Tenaga Ahli
a. Asisten Desain Grafis 1,00 x 1,00
b. Asisten Analis Simulasi 1,00 x 1,00
3. Tenaga Penunjang
a. Sekretaris 1,00 x 2,00
b. Operator Komputer 1,00 x 1,00

7.3. Jadwal Pelaksanaan
Jadwal pelaksanaan sebagai acuan rencana kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.3. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
No Uraian Pekerjaan Waktu Pelaksanaan
April Mei Juni
M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M
11 M
12
1.

Tahap Persiapan dan Inventarisasi Materi
a. Persiapan Administrasi Pekerjaan
b. Koordinasi dengan Tim Teknis Instansi Terkait
c. Inventarisasi Materi
d. Pembuatan dan Penyusunan Program Kerja
e. Persiapan Orientasi Lapangan untuk Penetapan Personil

2.

Tahap Penyusunan 4 (Empat) Model Simulasi Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional
a. Rencana dan Penggambaran Model Struktur
b. Penentuan Beban yang Bekerja pada Model Rencana
c. Penentuan Dimensi Penampang Model Rencana
d. Penggambaran Gaya Dalam
e. Penentuan Analisis Mekanika Teknik

3.

Tahap Uji Coba Simulasi Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional
a. Analisis Kekakuan Struktur Bangunan
b. Analisis Fleksibilitas Struktur Bangunan
c. Analisis Penggunaan Material yang Ringan dan “Kenyal”
d. Analisis Massa Struktur yang Terpisah

4.

Tahap Penyusunan Hasil Simulasi Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional
a. Hasil Simulasi Kekakuan Struktur ke-4 Model
b. Hasil Simulasi Fleksibilitas Struktur ke-4 Model
c. Hasil Simulasi Penggunaan Material Struktur ke-4 Model
d. Hasil Simulasi Massa Struktur yang Terpisah ke-4 Model

5. Tahap Pelaporan
a. Laporan Pendahuluan (Inception Report)
b. Laporan Antara (Interim Report)
c. Laporan Akhir (Final Report)
Sumber : Analisis Konsultan, Maret 2009

7.4. Pelaporan
Laporan yang disusun dan menjadi keluaran dari pekerjaan ini adalah :
1. Laporan Pendahuluan (Inception Report)
Isi laporan pendahuluan adalah :
a. Pendahuluan.
b. Pendekatan dan metodologi.
c. Teknik pengumpulan data.
d. Organisasi pengguna jasa.
e. Identifikasi obyek substansi pekerjaan.
f. Analisis perilaku dinamis struktur bangunan tradisional.
g. Pelaksanaan pekerjaan.
Laporan ini disusun dan disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah SPMK sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar + rekaman CD.

2. Laporan Antara (Interim Report)
Isi laporan antara adalah :
a. Hasil inventarisasi materi.
b. Hasil penyusunan 4 (empat) model simulasi.
c. Hasil uji coba simulasi.
Laporan ini disusun dan disampaikan paling lambat 40 (empat puluh) hari setelah SPMK sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar + rekaman CD.
3. Laporan Akhir (Final Report)
Isi laporan final adalah :
a. Hasil inventarisasi materi.
b. Hasil penyusunan 4 (empat) model simulasi.
c. Hasil uji coba simulasi.
d. Hasil simulasi model.
Laporan ini disusun dan disampaikan pada akhir kegiatan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar + rekaman CD.

7.5. Rencana Kerja Selanjutnya
Rencana kerja selanjutnya dari Pekerjaan Penyusunan Model Simulasi Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut :
1. Hasil inventarisasi materi yang teridentifikasi dengan lebih baik.
2. Hasil identifikasi 4 (empat) model simulasi beserta gambar denah, tampak, dan potongan.
3. Hasil uji coba simulasi secara sederhana.
4. Penyusunan draft laporan akhir berupa laporan antara.

Beding, BM & Beding SIL; 2002; Ringkiknya Sandel Harumnya Cendana; Pemda Kabupaten Sumba Timur NTT.
Budihardjo, Eko; 1995; Achitecture Conservation in Bali; Gadjah Mada University Press Yogyakarta.
Forth, Gregory, dalam Tjahjono, Gunawan; 2001; Uma Mbatangu of Sumba, Indonesian Heritage :Architecture; Singapore : Archipelago Press.
Frick, Heinz, 2004; Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu; Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Frick, Heinz; 1998; Terjemahan Bambang Suskiyatno; Dasar-Dasar Eko Arsitektur; Kanisius, Yogyakarta.
Goldschmidt, Gabriela; 2002; Expert Knowledge in Design of Supports Education; http://research.it.uts.edu.av/creative/design/papers/
Groat, Linda and Wang, David; 2002; Architectural Research Methods. John Wiley & Sons, Inc.; USA.
ILT Learning, 2008; 101 Tip & Trik SAP 2000; Cetakan Pertama, Elex Media Computindo, Jakarta.
Loeckx, Andre & Vermeulen, Paul; September 1986; Note on The Methodology of Urban Analysis; Katholieke Universiteit; Leuven.
Machdijar, Lili Kusumawati; 2007; Bahan Bangunan dan Konstruksi Rumah Tradisional Sumba; Cetakan Pertama, Graha Ilmu dan FTI Universitas Trisakti, Jakarta.
Nas, Peter J.M.; 2007; Masa Lalu dalam Masa Kini Arsitektur di Indonesia; Cetakan Pertama, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Pramono, Handi; 2007; Desain Konstruksi dengan SAP 2000 Versi 9; Cetakan Pertama, Andi, Yogyakarta.
Prijotomo, Josef, 2008; Pasang Surut Arsitektur Indonesia; Cetakan Kedua, Wastu Lanas Grafika, Surabaya.
Rapoport, Amos; 1969; House Form and Culture; University of Winconsin, Milwaukee.
¬¬¬_____________; 1978; General Principles About The Way Built Environment Exist; MIT Cambridge; Massachusetts.
______________; 1977; Human Aspects of Urban Form: Towards a Man-Environment Approach to Urban Form and Design; University of Winconsin, Milwaukee.
______________; 1983; Development, Culture Change, and Supportive Design; University of Winconsin, Milwaukee.
______________; 1998; Using Culture In Housing Design; Housing and Society, 25(1-2).
______________; 2000; Science, Explanatory Theory and Environment-Behavior Studies; In S.Wapner, et al. (Eds.), Theoretical perspectives in environment-behavior research: Underlying assumptions, research problems and methodologies; New York: Kluwer Academic/Plenum.
______________; 2001; Theory, Culture, and Housing; Housing, Theory and Society, 17.
Sabaruddin, Arief; 2008; Membangun Rumah Sederhana Sehat Tahan Gempa; Cetakan Pertama, Penebar Swadaya, Depok.
Sofian, Imron; 2007; Konstruksi Bangunan Rumah Adat Sumba Barat; Cetakan Pertama, Graha Ilmu dan FTI Universitas Trisakti, Jakarta.
Sugiyono; 2008; Metode Penelitian Administrasi; Cetakan ke-16, CV. Alfabeta, Bandung.
Sulistyawati, Made; 1998; Jineng: Lumbung Tradisional Bali dan Perkembangannya; Cetakan Pertama, Offset BP Denpasar.
Suroto, Myrtha; 2003; Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia; Jakarta : Ghalia Indonesia.
Hadi, Sutrisno; 1986; Metodologi Research; Cetakan 1 dan 2, Yogyakarta, UGM Press.