Konsep Ilmu dalam Islam*
Adnin Armas, M.A.
Direktur Eksekutif INSISTS
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani kuno, έπιστεήε yang bermakna
pengetahuan dan λογος yang artinya kata, logika, akal, diskursus, teori. Epistemologi
bermakna diskursus ataupun teori mengenai ilmu. Dengan perkataan lain, materi
pembahasan dalam epistemologi adalah ilmu. Dalam epistemologi, akan dibahas
misalnya, mengenai proses/cara mendapat ilmu, sumbersumber
ilmu dan klasifikasi
ilmu, teori tentang kebenaran, dan halhal
lain yang terkait dengan filsafat ilmu.
Teori ilmu yang berkembang pada abad modern menunjukkan telah terjadi
perceraian antara ilmu dan agama. Akibatnya, berbagai aliran pemikiran/ideologi muncul
yang menentang agama Kristen dan Yahudi yang dominant di Barat. Ajaran agama
semakin terpinggirkan dan tidak bisa lagi dikaitkan dengan ilmu pengetahuan
sebagaimana yang terjadi pada zaman pertengahan Barat. Makalah ringkas ini akan
memaparkan konsep ilmu dalam Islam dan mengaitkannya dengan persoalanpersoalan
krisis epistemologis sehingga diperlukan solusisolusi
untuk mengatasi persoalanpersoalan
tersebut.
Islam dan Konsep Ilmu
Islam sangat menghargai sekali ilmu. Allah berfirman dalam banyak ayat alQur’an
supaya kaum Muslimin memiliki ilmu pengetahuan. AlQur’an,
alHadits
dan
para sahabat menyatakan supaya mendalami ilmu pengetahuan. Allah berfirman yang
artinya : “Katakanlah “Apakah sama, orangorang
yang mengetahui dengan orang yang
tidak mengetahui?” Hanya orangorang
yang berakal sajalah yang bisa mengambil
pelajaran.” 1 Allah juga berfirman yang artinya : « Allah mengangkat orangorang
yang
beriman daripada kamu dan orangorang
yang diberi ilmu dengan beberapa derajat. » 2
* Makalah ini disampaikan dalam Serial Seminar INSISTS yang diadakan di Gedung Gema Insani, Depok,
pada tanggal 29 September 2007/17 Ramadhan 1428.
1 QS. AlZumar:
9.
2 QS. AlMujadalah,
11. Lihat juga ayatayat
lain seperti alNisa
83, 113 ; Toha 114 ; alKahfi
6566
; Ali
Imran 18 ; alRa‘
d 19 ; alSyura
52 ; Yunus 68 ; alMaidah
4.
Selain alQur’an,
Rasulullah saw juga memerintahkan kaum Muslimin untuk
menuntut ilmu. Rasulullah saw juga menyatakan orang yang mempelajari ilmu, maka
kedudukannya sama seperti seorang yang sedang berjihad di medan perjuangan.
Rasulullah saw bersabda:
من جاء مسجدى هذا لم ياته إلا لخير يتعلّمه أو يعلّمه فهو بمنزلة المجاهد في سبيل الله و من جاء لغير ذالك فهو
بمنزلة الرّجل ينظر إلى متاع غيره
“Barangsiapa yang mendatangi masjidku ini, yang dia tidak mendatanginya
kecuali untuk kebaikan yang akan dipelajarinya atau diajarkannya, maka kedudukannya
sama dengan mujahid di jalan Allah. Dan siapa yang datang untuk maksud selain itu,
maka kedudukannya sama dengan seseorang yang melihat barang perhiasan orang lain.”
(HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah). Isnadnya hasan, dan disahihkan oleh Ibnu Hibban. 3
Rasulullah saw juga bersabda:
من خرج فى طلب العل م فهو فى سبيل الله حتّى يرجع
“Barangsiapa yang pergi menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah sampai
dia kembali.” (HR. Timidzi). 4
Rasulullah saw juga bersabda:
من سلك طريقا يطلب فيه علما سلك الله به طريقا من طرق الجنّة , وإنّ الملائكة لتضعَ أجنحته ا رضا لطلب العلم , وإنّ
العالم ليستغفر له من في السموات و من في الأرض والحيتانُ في جوف الماء وإنّ فضل العالم على العابد كفضل
القمر ليلة البدر على سائر الكواكب وإن العلماء ورثه الأنبياء وإن الأنبياء لم يوَرّثوْا دينارًا ولا درهما وَرَّثُوا العلم ,
فمن أخذه أخذ بحظّ وافر . 5
Barangsiapa melalui satu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan
memasukkannya ke salah satu jalan di antara jalanjaan
surga, dan sesungguhnya
malaikat benarbenar
merendahkan sayapsayapnya
karena ridha terhadap penuntut ilmu,
dan sesungguhnya seorang alim benarbenar
akan dimintakan ampun oleh makhluk yang
ada di langit dan di bumi, bahkan ikanikan
di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan
3 Dikutip dari buku Syaikh Abdul Qadir Abdul Aziz, Keutamaan Ilmu dan Ahli Ilmu, Pen. Abu ‘Abida alQudsy
(Solo : Pustaka alAlaq,
2005), 59, selanjutnya disingkat Keutamaan Ilmu.
4 Ibid.
5 Ibn Qayyim alJawzi,
‘Awn alMa‘
bud, sharh Sunan Abid Daud, Ed. ‘Isam alDin
alSababati
(Kairo: Dar
alHadist,
2001), jil. 6, hal. 473.
seorang alim atas seorang abid (ahli ibadah) adalah seperti keutamaan bulan purnama atas
seluruh bintangbintang
yang ada. Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi,
dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan Dinar ataupun dirham, mereka hanya
mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya, maka hendaklah dia mengambil
bagian yang banyak.” (Hr. Abu Daud).
Selain alQur’an
dan alHadist,
para sahabat juga menyatakan bahwa sangat
penting bagi kaum Muslimin memiliki ilmu pengetahuan.
Ali bin Abi Talib ra., misalnya berkata :
العلم خير من المال لأن المال تحرسه والعلم يحرسك والمال تَفنِِِِيهُ النفقة والعلم يزكوا على الانفاق والعلم
حاكم والمال محكوم عليه مات خُزّانُ المال وهم أحياء والعلماء باقون مابقي الدّهر أعيانهم مفقودة و آثارهم في القلوب
موجودةٌ
“Ilmu lebih baik daripada harta, oleh karena harta itu kamu yang menjaganya,
sedangkan ilmu itu adalah yang menjagamu. Harta akan lenyap jika dibelanjakan,
sementara ilmu akan berkembang jika diinfakkan (diajarkan). Ilmu adalah penguasa,
sedang harta adalah yang dikuasai. Telah mati para penyimpan harta padahal mereka
masih hidup, sementara ulama tetap hidup sepanjang masa. Jasajasa
mereka hilang tapi
pengaruh mereka tetap ada/membekas di dalam hati.” 6
Mu’az bin Jabal ra. mengatakan:
عليكم ب العلم فإنّ طلبه لله عبادة ومعرفته خشية والبحث عنه جهاد وتعليمه لمن لا يعلمه صدقة ومذاكرته
تسبيح بهِ يُعرف اللهُ و يُعبد وبه يهتدون بهم و ينتهون إلى رأْيهم
“Tuntutlah ilmu, sebab menuntutnya untuk mencari keridhaan Allah adalah
ibadah, mengetahuinya adalah khasyah, mengkajinya adalah jihad, mengajarkannya
kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah dan mendiskusikannya adalah
tasbih. Dengan ilmu, Allah diketahui dan disembah, dan dengan ilmu pula Alah
diagungkan dan ditauhidkan. Allah mengangkat (kedudukan) suatu kaum dengan ilmu,
dan menjadikan mereka sebagai pemimpin dan Imam bagi manusia, manusia mendapat
petunjuk melalui perantaraan mereka dan akan merujuk kepada pendapat mereka.” 7
6 Syaikh Abdul Qadir Abdul Aziz, Keutamaan Ilmu, 77.
7 Ibid., 78.
Abu alAswad
alDuali,
murid Ali bin Abi Talib mengatakan:
الملوك حكّام على النّاس والعلماء حكّام على الملوك
“Para raja adalah penguasapenguasa
(yang memerintah) manusia, sedangkan
para ulama adalah penguasapenguasa
(yang memerintah) para raja.” 8
Selain pentingnya ilmu, para ulama kita juga memadukan ilmu dengan amal, fikir
dan zikir, akal dan hati. Kondisi tersebut tampak jelas dalam contoh kehidupan para
ulama kita, seperti Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Bukhari. AlHakam
bin Hisyam
alTsaqafi
mengatakan: “Orang menceritakan kepadaku di negeri Syam, suatu cerita
tentang Abu Hanifah, bahwa beliau adalah seorang manusia pemegang amanah yang
terbesar. Sultan mau mengangkatnya menjadi pemegang kunci gudang kekayaan Negara
atau memukulnya kalau menolak. Maka Abu Hanifah memilih siksaan daripada siksaan
Allah Ta’ala.” 9 AlRabi
mengatakan: “Imam Syafi‘i menghkatamkan alQur’an
misalnya,
dalam bulan Ramadhan, enam puluh kali. Semuanya itu dalam shalat. 10
Imam Bukhari menyatakan: ما كتبت فى كتاب الصحيح حديثاً إلا اغتسلت قبل ذالك و صلّيت
ر كعتين (Aku tidak menulis hadist dalam kitab Sahih kecuali aku telah mandi sebelum itu
dan telah shalat dua rakaat). 11
Bukan saja dalam ilmuilmu
agama, ulama kita yang berwibawa telah
mewariskan kita berbagai karya yang sehingga kini masih selalu kita rasakan manfaatnya.
Dalam bidang ilmu pengetahuan umum pun, para pemikir Muslim terdahulu sangat
berperan. AlKhawarizmi,
Bapak matematika, misalnya, dengan gagasan aljabarnya telah
sangat mempengaruhi perkembangan ilmu matematika. Tanpa pemikiran alKhawarizmi,
tanpa sumbangan angkaangka
Arab, maka sistem penulisan dalam matematika
merupakan sebuah kesulitan. Sebelum memakai angkaangka
Arab, dunia Barat
bersandar kepada sistem angka Romawi. Bilangan 3838, misalnya, jika ditulis dengan
sistem desimal atau angka Arab, hanya membutuhkan empat angka. Namun, jika ditulis
dengan angka Romawi, maka dibutuhkan tiga belas angka, yaitu MMMDCCCXLVIII.
8 Ibid.
9 AlGhazali,
Ihya ‘Ulum alDin,
Pen. Ismail Yakub (Jakarta; C.V. Faizan, 1989), cet. ke11,
hal. 120.
10 Ibid., 108.
11 Ibn Hajar al‘
Asqalani, Fath alBari
bi Sharh Sahih alBukhari
(Kairo: Maktabah Misr, tt), mukaddimah,
hal. 4.
Demikian juga ketika dalam bentuk perkalian. 34 kali 35 akan lebih mudah
mengalikannya jika dibanding dengan XXXIV dan XXXV. 12
Terbayang oleh kita betapa rumit, dan berteletelenya
sistem penulisan angka
Romawi. Dengan penggunaan angkaangka
Romawi, maka akan banyak memakan waktu
dan tenaga untuk mengoperasikan sistem hitungan. Seandainya dunia Barat masih
berkutat dengan menggunakan angka Romawi, tentunya mereka masih mundur.
Sebabnya, angka Romawi tidak memiliki kesederhanaan. Namun, disebabkan sumbangan
angkaangka
Arab, disebabkan sumbangan pemikiran alKhawarizmi,
maka pengerjaan
hitungan yang rumit pun menjadi lebih sederhana dan mudah. Menarik untuk dicermati,
alKhawarizmi
menulis karyanya dalam bidang matematika karena didorong oleh
motivasi agama untuk menyelesaikan persoalan hukum warisan dan hukum jualbeli.
13
Selain itu, masih banyak lagi pemikir Muslim yang sangat berperan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan. Salah seorang diantaranya adalah Ibn Sina. Ketika
baru berusia 21 tahun, beliau telah menulis alHasil
wa alMahsul
yang terdiri dari 20
jilid. Selain itu, beliau juga telah menulis alShifa
(Penyembuhan), 18 jilid; alQanun
fi
alTibb
(KaidahKaidah
dalam Kedokteran), 14 jilid; AlInsaf
(Pertimbangan), 20 jilid;
alNajat
(Penyelamatan), 3 jilid; dan Lisan al’
Arab (Bahasa Arab), 10 jilid. 14
Karyanya alQanun
fi alTibb
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di
Toledo Spanyol pada abad ke12.
Buku alQanun
fi alTibb
dijadikan buku teks rujukan
utama di universitasuniversitas
Eropa sampai abad ke17.
15 Disebabkan kehebatan Ibn
Sina dalam bidang kedokteran, maka para sarjana Kristen mengakui dan kagum dengan
Ibn Sina. Seorang pendeta Kristen, G.C. Anawati, menyatakan: “Sebelum meninggal, ia
(Ibnu Sina) telah mengarang sejumlah kurang lebih 276 karya. Ini meliputi berbagai
subjek ilmu pengetahuan seperti filsafat, kedokteran, geometri, astronomi, musik, syair,
teologi, politik, matematika, fisika, kimia, sastra, kosmologi dan sebagainya.”
Disebabkan kehebatan kaum Muslimin dalam bidang ilmu pengetahuan, maka
sebenarnya pada zaman kegemilangan kaum Muslimin, orangorang
Barat meniru
12 Budi Yuwono, Ilmuwan Islam Pelopor Sains Modern (Jakarta: Pustaka Qalami, 2005), hal. 161.
13 Ibid., hal. 166.
14 William E. Gohlman, The Life of Ibn Sina: A Critical Edition and Annotated Translation (New York:
State University of New York Press), 1974, hal. 47.
15 W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam Atas Eropa Abad Pertengahan
(Jakarta: Gramedia, 1997), cet. ke2,
hal. 56.
kemajuan yang telah diraih oleh orangorang
Islam. Jadi, kegemilangan Barat saat ini
tidak terlepas daripada sumbangan pemikiran kaum Muslimin pada saat itu. Hal ini telah
diakui oleh para sarjana Barat.
Selain itu, para ulama kita dahulu menguasai beragam ilmu. Fakhruddin alRazi
(11491210),
misalnya, menguasai alQur’an,
alHadith,
tafsir, fiqh, usul fiqh, sastra arab,
perbandingan agama, logika, matematika, fisika, dan kedokteran. Bukan hanya alQur’an
dan alHadits
yang dihafal, bahkan beberapa buku yang sangat penting dalam bidang usul
fikih seperti alShamil
fi Usul alDin,
karya Imam alHaramain
alJuwayni,
alMu‘
tamad
karya Abu alHusain
alBasri
dan alMustasfa
karya alGhazali,
telah dihafal oleh
Fakhruddin alRazi.
16
Dewesternisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer
Salah satu tantangan pemikiran Islam kontemporer yang dihadapi kaum Muslimin
saat ini adalah problem ilmu. Sebabnya, peradaban Barat yang mendominasi peradaban
dunia saat ini telah menjadikan ilmu sebagai problematis. Selain telah salahmemahami
makna ilmu, peradaban tersebut telah menghilangkan maksud dan tujuan ilmu. Sekalipun
peradaban Barat modern telah menghasilkan ilmu yang bermanfaat, namun, tidak dapat
dinafikan bahwa peradaban tersebut juga telah menghasilkan ilmu yang telah merusak
khususnya kehidupan spiritual manusia. Epistemologi Barat bersumber kepada akal dan
pancaindera.
Konsekwensinya, berbagai aliran pemikiran sekular seperti rasionalisme,
empirisme, skeptisisme, relatifisme, ateisme, agnotisme, humanisme, sekularisme,
eksistensialisme, materialisme, sosialisme, kapitalisme, liberalisme mewarnai peradaban
Barat modern dan kontemporer. Westernisasi ilmu telah menceraikan hubungan harmonis
antara manusia dan Tuhan, sekaligus telah melenyapkan Wahyu sebagai sumber ilmu.
Dalam pandangan Syed Muhammad Naquib alAttas,
Westernisasi ilmu adalah
hasil dari kebingungan dan skeptisisme. Westernisasi ilmu telah mengangkat keraguan
dan dugaan ke tahap metodologi ‘ilmiah,’ menjadikan keraguan sebagai alat epistemologi
yang sah dalam keilmuan, menolak Wahyu dan kepercayaan agama dalam ruang lingkup
keilmuan dan menjadikan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang
16 Adnin Armas, “Fakhruddin alRazi:
Ulama Yang Dokter & filosof Yang Mufassir,” ISLAMIA, AprilJuni
2005, 10613.
memusatkan manusia sebagai makhluk rasional sebagai basis keilmuan. Akibatnya, ilmu
pengetahuan dan nilainilai
etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus
menerus berubah. 17 Syed Muhammad Naquib alAttas
menyimpulkan ilmu pengetahuan
modern yang dibangun di atas visi intelektual dan psikologis budaya dan peradaban Barat
dijiwai oleh 5 faktor: 18 (1) akal diandalkan untuk membimbing kehidupan manusia; (2)
bersikap dualistik terhadap realitas dan kebenaran; (3) menegaskan aspek eksistensi yang
memproyeksikan pandangan hidup sekular; 19 (4) membela doktrin humanisme; (5)
menjadikan drama dan tragedi sebagai unsurunsur
yang dominant dalam fitrah dan
eksistensi kemanusiaan. 20
Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer
Ilmu pengetahuan modern yang saat ini dihasilkan oleh peradaban Barat tidak
sertamerta
harus diterapkan di dunia Muslim. Sebabnya, ilmu bukan bebasnilai
(valuefree),
tetapi sarat nilai (value laden). 21 Ilmu bisa dijadikan alat yang sangat halus dan
tajam bagi menyebarluaskan cara dan pandangan hidup sesuatu kebudayaan. 22
Syed Muhammad Naquib alAttas
menyadari terdapatnya persamaan antara Islam
dengan filsafat dan sains modern menyangkut sumber dan metode ilmu, kesatuan cara
mengetahui secara nalar dan empiris, kombinasi realisme, idealisme dan pragmatisme
sebagai fondasi kognitif bagi filsafat sains; proses dan filsafat sains. Bagaimanapun, ia
menegaskan terdapat juga sejumlah perbedaan mendasar dalam pandangan hidup
(divergent worldviews) mengenai Realitas akhir. Baginya, dalam Islam, Wahyu
merupakan sumber ilmu tentang realitas dan kebenaran akhir berkenaan dengan makhluk
17 Lihat definisi Syed Muhammad Naquib alAttas
mengenai ‘peradaban Barat’ dalam karyanya Islam and
Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, edisi kedua, 1993), hal. 13335,
selanjutnya diringkas Islam and
Secularism.
18 Ibid., hal. 137.
19 Lihat kritikan S. M. N. alAttas
terhadap sekularisasi dalam karyanya Islam and Secularism, hal. 3843.
20 S. M. N. alAttas,
Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements
of the Worldview of Islam (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), hal. 88; 99108,
selanjutnya disingkat
Prolegomena.
21 Syed Muhammad Naquib alAttas,
Islam and Secularism, hal. 134.
22 Syed Muhammad Naquib alAttas,
Risalah Untuk Kaum Muslimin (Kuala Lumpur: ISTAC, 2001), hal.
49. Sekalipun Risalah diterbitkan pada tahun 2001, namun sebenarnya naskah tersebut sudah ada sejak
tahun 1973. Gagasan yang ada di dalam naskah tersebut dikembangkan menjadi beberapa karya monograf.
ciptaan dan Pencipta. 23 Wahyu merupakan dasar kepada kerangka metafisis untuk
mengupas filsafat sains sebagai sebuah sistem yang menggambarkan realitas dan
kebenaran dari sudat pandang rasionalisme dan empirisesme. 24 Tanpa Wahyu, ilmu sains
dianggap satusatunya
pengetahuan yang otentik (science is the sole authentic
knowledge). 25 Tanpa Wahyu, ilmu pengetahuan ini hanya terkait dengan fenomena.
Akibatnya, kesimpulan kepada fenomena akan selalu berubah sesuai dengan
perkembangan zaman. Tanpa Wahyu, realitas yang dipahami hanya terbatas kepada alam
nyata ini yang dianggap satusatunya
realitas. 26 Islam adalah agama sekaligus
peradaban. 27 Islam adalah agama yang mengatasi dan melintasi waktu karena sistem nilai
yang dikandungnya adalah mutlak. Kebenaran nilai Islam bukan hanya untuk masa
dahulu, namun juga sekarang dan akan datang. Nilainilai
yang ada dalam Islam adalah
sepanjang masa. Jadi, Islam memiliki pandanganhidup
mutlaknya sendiri, merangkumi
persoalan ketuhanan, kenabian, kebenaran, alam semesta dll. Islam memiliki penafsiran
ontologis, kosmologis dan psikologis tersendiri terhadap hakikat. Islam menolak ide
dekonsekrasi nilai karena merelatifkan semua sistem akhlak. 28
Mendiagnosa virus yang terkandung dalam Westernisasi ilmu, Syed Muhammad
Naquib alAttas
mengobatinya dengan Islamisasi ilmu. 29 Alasannya, tantangan terbesar
yang dihadapi kaum Muslimin adalah ilmu pengetahuan modern yang tidak netral dan
telah diinfus ke dalam pradugapraduga
agama, budaya dan filosofis, yang sebenarnya
23 Sumber dan Metode Ilmu pengetahuan menurut Naquib alAttas
adalah (I) Pancaindera
yang meliputi 5
indera eksternal seperti sentuh, bau, rasa, lihat, dan dengar, serta 5 indera internal seperti represntasi,
estimasi, retensi (retention), mengimbas kembali (recollection) dan khayalan. (II) Khabar yang benar
didasarkan kepada otoritas (naql): yaitu otoritas absolut yaitu otoritas ketuhanan (alQur’an)
dan otoritas
kenabian (rasul) dan otoritas relatif, yaitu konsensus para ulama (tawatur) dan khabar dari orangorang
yang terpecaya secara umum dan (III) Akal yang sehat dan intuisi. Lihat skema struktur epistemologi
Naquib alAttas
dalam Adi Setia, “Philosophy of Science of Syed Muhammad Naquib alAttas,”
Islam &
Science 1 (2003), No. 2., hal. 189.
24 Syed Muhammad Naquib alAttas,
Islam and the Philosophy of Science (Kuala Lumpur: ISTAC, 1989),
hal. 9.
25 Ibid., hal. 4.
26 Ibid., hal. 5.
27 Wan Mohd Nor Wan Daud , The Educational Philosophy, hal. 298.
28 Syed Muhammad Naquib alAttas,
Islam and Secularism, hal. 3032.
29 Syed Muhammad Naquib alAttas
telah membahas isuisu
Islamisasi dan Westernisasi pada akhir tahun
60an
dan awal tahun 70an.
Lihat Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of
Syed Muhammad Naquib alAttas
An
Exposition of the Original Concept of Islamization (Kuala Lumpur:
ISTAC, 1998), hal. 237, selanjutnya diringkas The Educational Philosophy.
berasal dari refleksi kesadaran dan pengalaman manusia Barat. Jadi, ilmu pengetahuan
modern harus diislamkan. 30
Mengislamkan ilmu bukanlah pekerjaan mudah seperti labelisasi. Selain itu, tidak
semua dari Barat berarti ditolak. Sebabnya, terdapat sejumlah persamaan antara Islam
dan filsafat dan sains Barat. Oleh sebab itu, seseorang yang mengislamkan ilmu, ia perlu
memenuhi prasyarat,
yaitu ia harus mampu mengidentifikasi pandanganhidup
Islam
(the Islamic worldview) sekaligus mampu memahami budaya dan peradaban Barat. 31
Pandanganhidup
dalam Islam adalah visi mengenai realitas dan kebenaran (the vision of
reality and truth). Realitas dan kebenaran dalam Islam bukanlah sematamata
fikiran
tentang alam fisik dan keterlibatan manusia dalam sejarah, sosial, politik dan budaya
sebagaimana yang ada di dalam konsep Barat sekular mengenai dunia, yang dibatasi
kepada dunia yang dapat dilihat. Realitas dan kebenaran dimaknai berdasarkan kajian
kepada metafisika terhadap dunia yang nampak dan tidak nampak. Jadi, pandanganhidup
Islam mencakup dunia dan akhirat, yang mana aspek dunia harus dihubungkan dengan
cara yang sangat mendalam kepada aspek akhirat, dan aspek akhirat memiliki signifikansi
yang terakhir dan final. Pandangan–hidup Islam tidak berdasarkan kepada metode
dikotomis seperti obyektif dan subyektif, historis dan normatif. Namun, realitas dan
kebenaran dipahami dengan metode yang menyatukan (tawhid). Pandanganhidup
Islam
bersumber kepada wahyu yang didukung oleh akal dan intuisi. Substansi agama seperti:
nama, keimanan dan pengamalannya, ibadahnya, doktrinya serta sistem teologinya telah
ada dalam wahyu dan dijelaskan oleh Nabi. Islam telah lengkap, sempurna dan otentik.
Tidak memerlukan progresifitas, perkembangan dan perubahan dalam halhal
yang sudah
sangat jelas (alma’lum
min aldin
bi aldarurah).
Pandanganhidup
Islam terdiri dari
berbagai konsep yang saling terkait seperti konsep Tuhan, wahyu, pencipatan, psikologi
manusia, ilmu, agama, kebebasan, nilai dan kebaikan serta kebahagiaan. Konsepkonsep
tersebut yang menentukan bentuk perubahan, perkembangan dan kemajuan. Pandanganhidup
Islam dibangun atas konsep Tuhan yang unik, yang tidak ada pada tradisi filsafat,
budaya, peradaban dan agama lain. 32
30 Ibid., hal. 291.
31 Ibid., hal. 31314.
32 Lihat uraian komprehensif Syed Muhammad Naquib alAttas
mengenai pandanganhidup
Islam dalam
Prolegomena, hal. 139.
Setelah mengetahui secara mendalam mengenai pandanganhidup
Islam dan
Barat, maka proses Islamisasi baru bisa dilakukan. Sebabnya, Islamisasi ilmu
pengetahuan saat ini (the Islamization of presentday
knowledge), melibatkan dua proses
yang saling terkait:
i) mengisoliir unsurunsur
dan konsepkonsep
kunci yang membentuk budaya dan
peradaban Barat (5 unsur yang telah disebutkan sebelumnya), dari setiap bidang ilmu
pengetahuan modern saat ini, khususnya dalam ilmu pengetahuan humaniora.
Bagaimanapun, ilmuilmu
alam, fisika dan aplikasi harus diislamkan juga khususnya
dalam penafsiranpenafsiran
akan faktafakta
dan dalam formulasi teoriteori.
33
Menurut Syed Muhammad Naquib alAttas,
jika tidak sesuai dengan pandanganhidup
Islam, maka fakta menjadi tidak benar. 34 Selain itu, ilmuilmu
modern harus
diperiksa dengan teliti. Ini mencakup metode, konsep, praduga, simbol, dari ilmu
modern; beserta aspekaspek
empiris dan rasional, dan yang berdampak kepada nilai dan
etika; penafsiran historisitas ilmu tersebut, bangunan teori ilmunya, praduganya berkaitan
dengan dunia, dan rasionalitas prosesproses
ilmiah, teori ilmu tersebut tentang alam
semesta, klasifikasinya, batasannya, hubung kaitnya dengan ilmuilmu
lainnya serta
hubungannya dengan sosial harus diperiksa dengan teliti. 35
ii) memasukkan unsurunsur
Islam beserta konsepkonsep
kunci dalam setiap
bidang dari ilmu pengetahuan saat ini yang relevant. 36
Jika kedua proses tersebut selesai dilakukan, maka Islamisasi akan membebaskan
manusia dari magik, mitologi, animisme, tradisi budaya nasional yang bertentangan
dengan Islam, dan kemudian dari kontrol sekular kepada akal dan bahasanya. 37 Islamisasi
akan membebaskan akal manusia dari keraguan (shakk), dugaan (zann) dan argumentasi
kosong (mira’) menuju keyakinan akan kebenaran mengenai realitas spiritual, intelligible
dan materi. 38 Islamisasi akan mengeluarkan penafsiranpenafsiran
ilmu pengetahuan
33 Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy, hal. 313.
34 Ibid., hal. 313.
35 Syed Muhammad Naquib alAttas,
Prolegomena, hal. 114.
36 Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy, hal. 313.
37 AlAttas
menyatakan: “Islamization is the liberation of man first from magical, mythological, animistic,
nationalcultural
tradition opposed to Islam, and then from secular control over his reason and his
language.” Lihat Syed Muhammad Naquib alAttas,
Islam and Secularism, hal. 44.
38 Wan Mohd Nor Wan Daud , The Educational Philosophy, hal. 312.
kontemporer dari ideologi, makna dan ungkapan sekular. 39 Sebagai kesimpulan, untuk
menjawab tantangan hegemoni westernisasi ilmu yang sedang melanda peradaban dunia
saat ini, kaum Muslimin memerlukan sebuah “revolusi epistemologis” dan itu dapat
dilakukan melalui Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer.
39 Syed Muhammad Naquib alAttas,
The Concept of Education in Islam, hal. 43.