Psikogeriatri

  1. PENDAHULUAN

Psikogeriatri atau psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang memperhatikan diagnosis dan terapi gangguan fisik dan psikologik/psikiatrik pada lanjut usia. Saat ini disiplin ini sudah berkembang menjadi suatu cabang psikiater, analog dengan psikiater anak (Brochulehivist, Ailen, 1987). Diagnosis dan terapi gangguan mental pada lanjut usia memerlukan pengetahuan khusus, karena kemungkinan perbedaan dalam manifestasi klinis, patogenesis dan patofisiologi gangguan mental antara patogenesis dewasa muda dan lanjut usia. (Weinberg, 1995; Kolb – Brodie, 1982). Faktor penyakit yang terdapat pada pasien lanjut usia juga perlu dipertimbangkan, antara lain sering adanya penyakit yang diderita serta kecacatan medis kronis penyerta, pemakaian obat-obatan (polifarmasi) dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan kognitif. (Weinberg, 1995, Gunadi, 1984).

Sensus tahun 1971 menunjukan bahwa 2,5% penduduk Indonesia berumur 65 tahun keatas, yaitu sama dengan 2,98 juta jiwa. Di Indonesia masalah geriatri belum sebesar negara berkembang tetapi dengan bertambahnya umur rata-rata maupun harapan hidup pada waktu lahir, karena berkurang angka kematian kasar maka presentase golongan tua bertambah banyak. Dengan demikian bertambah pula masalah yang menyertainya.

Sehubungan dengan meningkatnya populasi lanjut usia yang kian lama kian meningkat jumlahnya sehingga perlu mulai dipertimbangkan adanya pelayanan psikogeriatri di rumah sakit yang besar. Bangsal akut, kronis dan hospital, merupakan tiga pelayanan yang mungkin harus sudah mulai dipikirkan (brocklehivist, Allen, 1987). Sehingga masalah lanjut usia bisa teratasi dengan baik dan berstruktur pada masa yang akan datang. Dengan demikian pelayanan untuk lanjut usia dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin.

Pendekatan Pelayanan Kesehatan pada Lanjut Usia

Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada lansia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologik, spiritual dan sosial. Pendekatan tidak boleh hanya satu aspek saja sehingga tidak menunjang pelayanan, harus komprehensif. Pelayanan dalam bidang kesehatan jiwa (Mental Health).

Pendekatan eklektik holistik, pendekatan yang tidak dituju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial dan lingkungan yang menyertai. Pendekatan holistik: pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan secara utuh.

  1. MACAM-MACAM PENDEKATAN
Biologis : Pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menitikberatkan perhatian pada perubahan biologis yang terjadi pada lansia. Perubahan berupa anatomis dan fisiologis serta perkembangan kondisi patologis/bersifat multipel dan kelainan fungsi pada lansia.
Psikologis : Pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menekankan pada pemeliharaan dan pengembangan fungsi-fungsi kognitif, afektif dan konatif kepribadian secara optimal.
Sosial budaya : Pendekatan menitik beratkan pada perhatian pada masalah sosial budaya yang mempengaruhi lansia.
  1. Pendekatan Psikologis

Fungsi kognitif adalah kemapuan seseorang menerima, mengolah, menyimpan, dan menggunakan kembali semua masukkan sensorik secara baik. Antaralain: atensi disertai persepsi dan minat, bahasa, dan fungsi eksekutif. Fungsi kognitif berkaitan dengan daya intelektual. Sedangkan memori merupakan bagian lain dari fungsi kognitif.

  1. Fungsi Kognitif
  • Kemampuan Belajar (Learning)

      Lanjut usia yang sehat dalam arti tidak mengalami demensia atau gangguan Alzheimer masih memiliki kemampuan belajar yang baik. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup bahwa manusia memiliki kemampuan untuk belajar dari lahir sampai akhir hayat sehingga mereka tetap diberikan kesempatan untuk hal tersebut. Implikasi praktis adalah bersifat promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif yang sesuai dengan kondisi lansia.

  • Kemampuan Pemahaman (Compherension)

      Pada lansia, kemampuan memahami/menangkap pengertian dipengaruhi oleh fungsi pendengaran, sehingga dalam pelayanan perlu kontak mata, sehingga jika ada kelainan fungsi pendengaran, mereka dapat membaca dari gerak bibir. Selain itu perlu sikap hangat dalam komunikasi sehingga menimbulkan rasa aman, tenang, diterima dan dihormati.

  • Pemecahan Masalah (Problem Solving)

      Masalah yang dulu mudah terpecahkan menjadi sulit karena penurunan fungsi indera pada lansia, selain itu juga bisa disebabkan penurunan daya ingat pemahaman. Sehingga perlu perhatian dari ratio petugas kesehatan dan pasien lansia.

  • Motivasi

      Sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang diinginkan dituntut oleh lingkungan dapat berasal dari kognitif/afektif. Kognitif lebih menekankan pada kebutuhan akan informasi, sedangkan afektif penekanan pada perasaan.

  • Pengambilan Keputusan

      Pada lansia terjadi perlambatan keputusan sehingga kadang-kadang mereka tidak diikutkan sehingga menimbulkan kekecewaan dan memperburuk kondisi sehingga kadang kala kita perlu mengikutsertakan mereka.

  • Kebijaksanaan

      Ialah aspek kepribadian yang merupakan kombinasi dari aspek kognitif, afektif, konotatif. Kebijaksanaan menggambarkan sikap dan sifat individu yang mampu mempertimbangkan baik dan buruk serta untung rugi sehingga dapat menjadi adil. Perlu pelayanan kebijaksanaan sehingga kebijaksanaan lansia tetap terpelihara.

  1. Fungsi Afektif

Emosi atau perasaan merupakan fenomena kejiwaan yang dihayati secara subjektif sebagai suatu yang menimbulkan kesenangan dan kesedihan.

Afektif dapat dibedakan :

  • Biologis: –  Panca indera (panas, dingin, pahit)

                       –  Perasaan vital (lapar, haus, kenyang)

                       –  Perasaan hialwiah (sayang, cinta, takut)

  • Psikologis: perasaan diri, perasaan sosial, perasaan etis, estetis, religius.

Pada lansia umumnya afeknya tetap baru dan jika ada kelainan afeksi biologis menyebabkan peturunan fungsi organ tubuh. Penurunan afektif pada lansia sangat tua disertai regresi.

Penurunan fungsi afektif :

  • Lansia emosi lebih waspada ada masalah mental emosional/hal-hal patologis.
  • Orang yang sangat tua dengan penurunan fungsi mental drastis perlu upaya terapi pelayanan yang sesuai.
  1. Fungsi Konotatif (Psikomotor)

Untuk pelayanan konotatif perlu dibantu lansia untuk memilih hal yang penting agar mereka tidak ragu dalam berbagai keinginan dan yang dapat menimbulkan resiko bagi usia lanjut.

       Dalam pelayanan usia lanjut, perhatian fungsi psikologik di atas agar pelayanan dapat membantu mempertahankan / memperbaiki kondisi fisik, psikologis dan sosial.

  1. Pendekatan Sosial Budaya

       “Disengagement theory of aging” bahwa ada proses pelepasan ikatan atau penarikan diri secara perlahan-lahan tapi pasti dan teratur daripada individu-individu atau masyarakat satu sama lain secara alamiah dan tidak terhindarkan. Hal ini akan terjadi dan berlangsung sampai mati.

       “Continuity theory” asumsi bahwa “identity” adalah fungsi dari pada hubungan dan interaksi dengan orang lain.

       Seseorang akan lebih sukses memelihara interaksi dengan masyarakat setelah masa pensiunnya, melibatkan diri dengan wajar dalam masalah masyarakat, keluarga dan hubungan perorangan. Mereka tetap memelihara identitas kekuatan egonya.

       “Activity theory” à bahwa orang yang masa mudanya sangat aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah ia menua. Sense of integrity dibanding semasa muda dan akan terpelihara sampai tua.

       “Erikson” à Fase perkembangan manusia sejak bayi sampai tua tiap fase ada krisis untuk memilih mau kemana ia berkembang. Fase terakhir disebut bahwa ada pilihan antara “sense of integrity” dan “sense of despair” karena adanya rasa takut akan kematian.

Saran-saran yang dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada lansia

  1. Keinginan yang sifatnya kegiatan kognitif sebaiknya tetap diadakan sepanjang yang bersangkutan masih bersedia.
  2. Untuk membantu daya ingat, sebaiknya di tempat strategis dalam pelayanan ditulis hari, tanggal, huruf besar dan jelas.
  3. Tempat tertentu diberikan tanda khusu
  4. Tempat tidur kuat, adanya alat-alat bantuan berjalan.
  5. Kamar mandi yang tidak licin dan bak yang tidak dalam.

Pemeriksaan dan Diagnosa Psikogeriatri

  1. Pemeriksaan psikiatri pada pasien lansia
  2. Pemeriksaan laboratorium
  3. Riwayat Psikiatri
  4. Pemeriksaan status mental atau Mental Status Examination
  5. Aktivitas kehidupan sehari – hari / Indeks Katz
  6. Aktivitas Sehari – hari / ADL
  7. Indeks ADL Barthel
  8. Indeks Barthel yang dimodifikasi

 Untuk pemeriksaan psikogeriatri telah dibahas dalam Bab IV Pemeriksaan Gerontologi Dalam Aspek Dan Evaluasi Klinik.

  1. Mood-Afek-Emosi (alam perasaan)

             Pemeriksa harus memperhatikan alam perasaan pasien secara cermat. Perasaan seperti kesepian, tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya adalah gejala depresi yang merupakan salah satu resiko bunuh diri yang cukup tinggi.

             Gangguan emosi, afek dan mood berbeda-beda, namun ketiga-tiganya menunjukkan alam perasaan pasien yang dapat membantu pemeriksa menegakkan diagnosa dan merencanakan terapi yang akan diberikan.

  1. Gangguan persepsi

             Persepsi merupakan suatu proses memindahkan stimulasi fisik menjadi informasi psikologis. Gangguan persepsi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu, halusinasi dan ilusi. Halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu, dan tidak ada stimulus eksternal yang nyata. Sedangkan ilusi adalah mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimuli eksternal yang nyata. Baik halusinasi maupun ilusi merupakan fenomena yang disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus mencatat apakah pasien mengalami kebingungan terhadap waktu dan tempat selama episode halusinasi. Adanya kebingungan menyatakan suatu kondisi organik.

  1. Gangguan berbahasa

             Kategori ini pada pemeriksaan status mental geriatri adalah mencakup afasia, yang merupakan gangguan pengeluaran bahasa yang berhubungan dengan lesi organik otak. Afasia dapat dibagi menjadi: afasia broca (tidak fasih), afasia wernicke (afasia fasih), dan afasia global (kombinasi fasih dan tidak fasih).

  1. Proses berpikir

             Pikiran merupakan aliran gagasan, simbol, dan asosiasi yang diarahkan oleh tujuan, yang bermula dari suatu masalah dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi pada kenyataan. Pikiran dapat mengalami gangguan baik dari bentuknya, isinya, maupun prosesnya. Yang termasuk dalam gangguan bentuk pikiran adalah neologisme, word salad, sirkumstansialitas, tangensialitas, inkoherensi, dan lain-lain. Yang termasuk dalam gangguan isi pikiran adalah poverty of ideas, overload of ideas, waham, obsesi, kompulsi, fobia, dan lain-lain. Yang termasuk dalam gangguan proses berpikir adalah autistic, magical thinking, dan lain-lain.

  1. Sensorik dan kognisi

             Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indera tertentu, sedangkan kognisi mempermasalahkan informasi dan intelektual.

  1. Fungsi visuospasial

             Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan bertambahnya usia. Cara penilaiannya adalah dengan cara meminta pasien untuk mencontoh gambar atau menggambar. Pemeriksaan neuropsikologis harus dilakukan bila didapatkan fungsi visouspasial sangat terganggu.

  1. Kesadaran

             Kesadaran merupakan indikator yang peka terhadap disfungsi otak. Namun menurut ilmu penyakit jiwa, gangguan kesadaran dapat bermacam-macam jenis, seperti: disorientasi, stupor, delirium, koma, somnolen, dll.

  1. Orientasi

             Gangguan orientasi terhadap waktu, orang, dan tempat, sering ditemukan pada gangguan kognisi, gangguan kecemasan, gangguan kepribadian, terutama selama periode stres fisik atau lingkungan yang tidak mendukung.

  1. Memori

             Daya ingat (memori) dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek, dan segera. Daya ingat jangka pendek adalah yang pertama kali memburuk pada gangguan kognitif. Bila pasien memiliki defisit daya ingat, seperti amnesia, tes yang cermat harus dilakukan apakah merupakan amnesia retrograd atau anterograd.

  1. Membaca dan menulis

             Penting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca dan menulis untuk menentukan apakah penderita mempunyai defisit bicara khusus.

  1. Judgement

             Pertimbangan (judgement) adalah kapasitas untuk bertindak sesuai dengan berbagai situasi. Untuk memeriksanya, pasien dihadapkan pada berbagai jumlah kasus yang mudah, tapi memerlukan suatu solusi. Penilaian dilakukan berdasarkan cara pasien mengambil keputusan untuk menentukan solusi.

       Tes tentang fungsi kognitif sekarang yang paling banyak digunakan adalah Mini Mental State Examination (MMSE), yang menilai tentang orientasi, atensi, berhitung, daya ingat segera dan jangka pendek, bahasa dan kemampuan untuk mengikuti perintah sederhana.

       MMSE digunakan untuk mendeteksi gangguan sederhana, mengikuti perjalanan penyakit, dan memonitor respon pasien terhadap terapi. Tes ini tidak digunakan untuk menegakkan diagnosa. Usia dan tingkat pendidikan adalah mempengaruhi kinerja kognitif yang diukur oleh MMSE.

WAIS – R (Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised)

– Tes fungsi intelektual

– Pemberian score verbal

– Tes bender gestalt dan halstad- reitan test

– Peka terhadap proses ketuaan normal

– Pencakupan informasi kognitif

Geriatrik depresion test

       Instrumen penyaring untuk mengeluarkan keluhan somatis dari daftar untuk menegakkan diagnosa dalam psikogeriatri, digunakan diagnosa multiaksial yang terdiri dari 5 aksis:

Aksis I     = Gangguan klinis (psikiatris)

Aksis II   = Gangguan kepribadian dan retardasi mental

Aksis III = Kondisi medik umum (biologis)

Aksis IV = Masalah psikososial dan lingkungan

Aksis V   = GAP score

III. MASALAH PSIKOGERIATRI

Masalah psikogeriatri yang sering dihadapi lanjut usia adalah depresi, demensia, gangguan tidur, skizofren, gangguan delusional, gangguanecemas, gangguan somatoform, gangguan pengggunaan alkohol dan zat lain, Palliative and Long Term Treatment.

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang semua masalah psikososial yang dihadapi lansia, kecuali depresi, demensia, dan gangguan tidur. Untuk depresi, demensia dan gangguan tidur akan dibahas tersendiri dalam bab selanjutnya.

Skizofrenia

       Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir / dewasa muda dan menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia lambat dibanding pria. Perbedaan onset lambat dengan awal adalah adanya skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat.

  • Sekurang-kurangnya satu gejala berikut :
    1. Thought echo, insertion, broadcasting.
    2. Delution of control, influence, passivity, perseption
    3. Halusinasi auditorik
    4. Waham yang menetap
  • Paling sedikit 2 gejala berikut :
  1. Halusinasi panca indera yang menetap
  2. Arus pikir yang terputus
  3. Perilaku katatonik
  4. Gejala negatif

Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih.

 Terapi dapat diberikan obat anti psikotik seperti haloperidol, chlorpromazine, dengan pemberian dosis yang lebih kecil. Obat-obat atipical lainnya seperti olanzapine, clozapine, quetiapine

Gangguan Delusional

        Onset usia pada gangguan delusi adalah 40–55 tahun, tetapi dapat terjadi kapan saja. Pada gangguan delusi terdapat waham yang tersering yaitu: waham kejar dan waham somatik.

Pencetus terjadinya gangguan delusi adalah :

  • Kematian pasangan
  • Isolasi sosial
  • Finansial yang tidak baik
  • Penyakit medis
  • Kecacatan
  • Gangguan pengelihatan / pendengaran

       Pada gangguan delusional terdapat jenis lain yang onset lambat yang dikenal sebagai parafrenia yang timbul selama beberapa tahun dan tidak disertai demensia. Terapi yang dapat diberikan yaitu: psikoterapi yang dikombinasi dengan farmakoterapi.

Gangguan Cemas

       Gangguan cemas adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif konvulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik pada lanjut usia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis. Kecemasan yang tersering pada lanjut usia adalah tentang kematiannya. Orang mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan kecemasan, bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas (“Erik Erikson”). Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam perkembangan kecemasan setelah suatu stressor yang berat.

       Gangguan stres lebih sering pada lanjut usia terutama jenis stres pasca traumatik karena pada lanjut usia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. Terapi dapat disesuaikan secara individu tergantung beratnya dan dapat diberikan obat anti anxietas seperti: hydroxyzine, buspirone.

Gangguan Somatoform

       Gangguan somatoform ditandai oleh gejala yang sering ditemukan apada pasien > 60 tahun. Gangguan biasanya kronis dan prognosis adalah berhati-hati. Untuk mententramkan pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik ulang sehingga ia yakin bahwa mereka tidak memiliki penyakit yang mematikan.Terapi pada gangguan ini adalah dengan pendekatan psikologis dan farmakologis.

Gangguan penggunaan Alkohol dan Zat lain

       Riwayat minum / ketergantungan alkohol biasanya memberikan riwayat minum berlebihan yang dimulai pada masa remaja / dewasa. Mereka biasanya memiliki penyakit hati. Sejumlah besar lanjut usia dengan riwayat penggunaan alkohol terdapat penyakit demensia yang kronis seperti ensefalopati wernicke dan sindroma korsakoff.

       Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi, higienis pribadi yang buruk, malnutrisi dan efek pemaparan. Zat yang dijual bebas seperti kafein dan nikotin sering disalah gunakan. Di sini harus diperhatikan adanya gangguan gastrointestiral kronis pada lansia pengguna alkohol maupun tidak obat-obat sehingga tidak terjadi suatu penyakit medik.

  1. TERAPI FARMAKOLOGIS DAN PSIKOTERAPI PADA LANJUT USIA

      Penanganan penyakit pada geriatri harus mencakup segala aspek yaitu Aspek Biologis, Psikologis, dan Sosiologis. Disini kita akan membahas tentang terapi dari segi Psikofarmakologis dan psikologis pada lansia.

Pemberian obat lansia tidak sama dengan dewasa muda.

Psikofarmakologis dibagi 5 golongan besar :

  1. Anti Psikosis / Neuroleptika
  2. Anti Anxietas / Anxiolitika
  3. Active Modulators / Mood Stabilizer
  4. Lain-lain

1 .   Antipsikosis

       Penggunaan obat psikotropik pada lansia berbeda dengan dewasa, dimana pemberian obat dengan dosis yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan efek samping yang ditimbulkan lebih besar pada lanjut usia terutama gangguan extra piramidal (disartia, jalan kaku, diskinesia, muka topeng, tremor kasar, ataxia, dll). Untuk itu dapat diberikan trihexiphenidil 2 mg atau sulfas atropin 0,5 mg 3×1 hr untuk mengurangi gejala tersebut.

       Dengan pertimbangan faktor resiko sehingga diberikan pada lanjut usia dari dosis kecil dan perlahan.

Obat psikosis dibagi 2 macam yaitu :

a).    Tipical (generasi I) à untuk gejala positif (halusinasi, waham)

  • Reserpin
  • Phenotiazin (CPZ, thioridazine, perfenazine, trifluoperatine, fluphenazine)
  • Butirofenon (haloperidol)
  • Primozide
  • Sulpiride

               Keuntungan obat ini adalah baik untuk gejala positif, murah, e.s sedatif kurang.

b).    Atipical (generasi II) à untuk gejala positif maupun negatif (afek tumpul,                              abulia)

  • Clozapine (E.S : agranulositosis, hipnotik, ggn interval jantung)
  • Risperidon (E.S : Prolaktin naik)
  • Olanzapine (E.S : berat badan naik, sedatif terkuat)
  • Quetiapin (E.S : sedatif)
  1. Anti Anxietas/ Anxiolitika

       Obat Anti Anxietas sering menyebabkan efek ketergantungan sehingga pemakai harus dikontrol pemberian yang singkat, kalaupun penggunaan lama harus dijaga dengan dosis kecil. Golongan Benzodiazepin yang sering digunakan yaitu: “Lorazepam” & “Alprazolam”. Selain itu juga ada obat yang tidak menimbulkan ketergantungan yaitu golongan “Buspiron”.

  1. Antidepresan

Prinsip pada pasien depresi adalah :

  • Dosis awal yang rendah kemudian dinaikkan perlahan agar dapat diabsorpsi baik.
  • Penderita dengan kelainan fisik dapat diberikan sampai kelainannya sembuh dan diturunkan perlahan.
  • Dosis dapat diberi berupa dosis tunggal.

Beberapa golongan obat Antidepresan

a).     Tricylic Tetracyclis (Amitriptiline, Imipramine, Dezepine, Cloflamine, Manserine)

         à E.S : Hipotensi, sedatif, mulut kering, tremon, konstipasi.

b).     SSRI (serotonine, Selective Reuptake Inhibitor)

         à Fluoxetine, Sertralin, Paroxetin, Fluoxamine, Cetalopnam.

c).     MAOI (Monoamine Oxigenase Inhibitors)

         à Penghambatan serotonin yang terbentuk

d).     SNRI (Serotonin Noradrenorgik Reuptake Inhibitors)

e).     NaSSA (Noradrenergik Spesifik Serotonin Antidepresan)

         à bekerja pada serotonin I memblok serotonin II dan III.

f).     RIMA (Reversible Inhibitor of Monoamine Oxidase Antidepresan)

Pada psikoterapi dilakukan untuk membantu lanjut usia untuk menghadapi masalah masalah sosial yang dihadapi sehingga mempunyai manfaat yaitu:

  1. Meningkatan hubungan interpersonal
  2. Meningkatan harga diri / keyakinan diri
  3. Meningkatan kemampuan / Menurunkan ketidakberdayaan
  4. Meningkatan kualitas hidup

Terapi jenis ini dapat dalam beberapa jenis :

  1. Transferensi

                Sebagian besar sangat tergantung pada dokternya sehingga kita harus memberikan rasa kenyamanan dan kepercayaan sehingga mereka bisa lebih tenang.

  1. Terapi Kelompok

       Disini pada lansia diberikan suatu kesempatan bagi dukungan yang saling mendukung dan menguntungkan dan suatu bantuan dalam menolong pasien menghadapi stress dalam beradaptasi dengan penurunan kekuatan atau kehilangan sehingga mereka dapat tetap aktif, terstimulasi.

  1. Terapi Keluarga

                Melibatkan keluarga dalam terapi sehingga masalah yang ada dapat didistribusi satu sama lain didalam perawatan lagi pasien dan pasien dapat merasa keluarga masih ada perhatian untuk dirinya.

  1. Terapi Singkat

                Pendekatan jangka pendek, seperti terapi kognitif, membantu lansia dengan distorsi pikiran, terutama praduga yang ditimbulkan diri sendiri mengenai proses… Pasien dapat belajar menggunakan mekanisme perhatian adaptif dan untuk berusaha melawan penghindaran fobik dan hal lain.

  1. V. KESIMPULAN

       Sudah saatnya kita mengupayakan pelayanan geriatri diseluruh pelayanan kesehatan di Indonesia, karena semakin meningkat jumlah penduduk lanjut usia. Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai geriatri dan psikogeriatri dimana pada pelayanan pada lanjut usia harus merupakan pelayanan bersifat holistik sehingga pelayanan pencegahan dan diagnosa diarahkan pada pendekatan menyeluruh dimana mencakup pendekatan yang tidak cuma ditujukan pada pasien saja tetapi juga ditujukan pada aspek psikologis, spiritual, lingkungan yang menyertai karena pada lanjut usia terjadi multifaktor yang menyebabkan mereka bisa sakit.

       Selain itu perlu pemeriksaan dasar tambahan untuk mendiagnosa seperti pemeriksaan ganguan mental, kognitif, depresi, dll sehingga semua dapat mendukung diagnosa yang sebenarnya sehingga semua masalah dapat teratasi dengan baik dan benar

DAFTAR  PUSTAKA

Ahronheim, JC. (2000). Special problems in geriatrics patient. Cecil’s textbook of medicine. In: Goldman L, Bennett SC (editors). WB Saundes Company.

Asril Bahar. (2005). Peranan sefalosporin generasi keempat pada infeksi geriatri. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (1995). Farmakologi dan terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (1996). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Erton AN, Overstall PW. (1979). Principles of drug therapy. Guidelines in geriatrics medicine. Vol 1. University Rock Press.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2005). Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Sebagai panduan penatalaksanaan diabetes melitus bagi dokter maupun edukator. Editor: DR. Dr. Sidartawan Soegondo dkk. Cetakan ke-5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hazzard, WR et al. (1990). Principles of geriatric and gerontology. Second edition. New York: McGraw-Hill.

Katzung BG. (1989). Special aspects of geriatrics. Pharmacology and clinical pharmacology. 4th edition. Prentice-Hall Int Inc.

Lonergan, ET. (1996). A lange clinical manual geriatrics. San Fransisco: Prentice-Hall International Inc.

Martono, HH et al. (2004). Buku ajar geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). In: R. Boedhi-Darmojo, H.Hadi Martono (ed). Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ofterhaus L. (1997). Obat untuk kaum lansia (terjemahan). Edisi 2. World Health Organization. Bandung: Penerbit ITB.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk praktis pengelolaan DM..

Suherman SK, et al. (1983). Simposium obat pada usia lanjut. Jakarta: Ikatan Ahli Farmakologi Indonesia.

Wilmana. (1979). Problem geriatri dalam terapi obat. Acta Medica Indonesiana X.

www.biopsychiatry.com/pharmacogenetics.htm

www.geneticalliance.rg/ws_display.asp?filter=resources_glossary_pharma-cogenetics

www.merck.com/mrkshared/mm_geriatrics/sec1/ch6.jsp

www.phpc.cam.ac.uk/epg/IPP.html