PERENCANAAN BANTALAN PADA RODA GIGI KENDARAAN RODA DUA SUZUKI SHOGUN R

Tugas Rancangan Elemen Mesin

PERENCANAAN BANTALAN PADA RODA GIGI KENDARAAN RODA DUA SUZUKI SHOGUN R
DAYA : 9,8 HP
PUTARAN : 9000 RPM

D
I
S
U
S
U
N

OLEH

SAID JUNAIDI
0451610082

JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2008
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak baliknya dapat berlangsung secara halus,aman dan panjang umur. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros seta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh system akan menurun atau tak dapat bekerja secara semestinya.
Bantalan dapat dikelompokan dalam dua jenis yaitu
a. Bantalan luncur, dimana pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan lapisan pelumas.
b. Bantalan gelinding, pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan elemen gelinding.
Kedua jenis bantalan juga dapat dibagi lagi berdasarkan arah beban yang diterimanya, yaitu
a. Bantalan radial, arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu poros.
b. Bantalan aksial, arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah sejajar poros.
Poros dalam dalam gear box adalah poros transmisi yang artinya poros ini juga ikut berputar, oleh karena itu gaya ataupun beban yang ditumpu oleh bantalan pada poros ini dan elemen lain yang melekat padanya seperti roda gigi adalah beban radial yang artinya arah gayanya adalah tegak lurus sumbu poros.
Berdasarkan beban yang diterima poros, maka bantalan yang dipilih untuk poros dalam gear box adalah bantalan gelinding radial, karena bantalan gelinding mempunyai keuntungan gesekan gelinding yang sangat kecil dibandingkan dengan bantalan luncur.

1.2 Perbandingan antara bantalan luncur dengan bantalan gelinding.
Bantalan luncur mampu menumpu poros yang berputar tinggi dengan beban besar. Bantalan ini sederhana konstruksinya dan dapat dengan mudah di buat serat di pasang. Oleh karena gasekannya yang besar pada waktu berjalan, bantalan luncur memerlukan momen awal yang besar. Pelumasan pada bantalan ini tidak begitu sederhana. Dimana panas ynag timbul dari gesekan yang besar, terutama pada beban yang besar yang memerlukan pendinginan khusus. Sekalipun demikian karena adanya lapisan pelumas bantalan ini dapat meredam tumbukan dan getaran sehingga hampir tidak bersuara. Adapun tingkat ketelitian yang di perlukan tidak setinggi bantalan gelinding sehingga dapat lebih murah.
Bantalan gelinding pada umumnya lebih cocok untuk beban kecil dari pada bantalan luncur yang tergantung pada bentuk elemen gelindingnya. Putaran pada bantalan ini di batasi oleh gaya sentrifugal yang timbul pada elemen gelinding tersebut. Karena konstruksinya yang sukar dan ketelitian yang tinggi maka bantalan gelinding hanya dapat di buat di pabrik-pabrik tertentu saja. Dan harga pada umumnya lebih mahal dari bantalan luncur. Untuk menekan biaya pembuatan serta memudahkan pemakaian, bantalan gelinding di produksi menurut standar dalam berbagai ukuran bentuk. Keunggulan dari bantalan ini adalah karena gesekannya yang sangat rendah. Proses pelumasannya pun sangat sederhana cukup dengan gmuk bahkan pada macam yang memakai sil sendiri tidak perlu pelumasan lagi. Meskipun ketelitiannya sangat tinggi namun karena adanya gerakan elemen gelinding dan sangkar pada putaran yang tinggi bantalan ini agak gaduh di bandingkan dengan bantalan luncur.

1.3 hal-hal penting dalam perencanaan bantalan radial
Jika beban bantalan dan [poros di berikan, pertama perlu diperiksa apakah beban perlu dikoreksi. Selanjutnya tentukan beban rencana dan pilihlah bahan bantalan. Kemudian tekanan bantalan yang diizinkan dan harga pv yang di diizinkan di turunkan secara empiris.
Tentukan panjang bantalan l sedemikian hingga tidak terjadi pemanasan yang berlebihan. Setelah itu periksalah bahn bantalan dan tentukan diameter poros sedemikian rupa hingga tahan terhadap lenturan. Periksalah tekanan bantalan dan (l/d).
Bila diameter poros sudah di berikan terlabih dahulu , mulailah dengan kekuatan bantalan. Dalam semua hal pemeriksaan tekanan bantalan, harga pv dan (l/d) adalah penting.
Jika pemilihan bahan pelumas, cara pelumasan dan pendinginan terus menerus akan dilakukan atas dasar jangka waktu kerja, kondisi pelayanan, dan lingkungannya perlu di tentukan jumlah aliran minyak persatuan waktu.
• Kekuatan bantalan
Misalkan beban yang terbagi rata dan bekerja pada bantalan dari sebelah bawah. Panjang bantalan dinyatakan denagn l(mm), beban persatuan panjang denagn w(kg/mm),dan beban bantalan dengan W(kg), serat reaksi tumpuan di hitung. Maka W= w.l.
Besarnya momen lentur maksimum yang di timbulakan oleh gaya-gaya di atas adalah M=wl2/2 = W l/2

Gambar bantalan radial ujung dan radial tengah
• Pemilihan l/d
Untuk bantalan perbandinagan antara panjang dan diameternya adalah sangat penting, sehingga dalam perencanaan perlu di perhatikan hal-hal seperti berikut:
1. semakin kecil l/d , semakin rendah kemampuannya untuk menahan beban.
2. semakin besar l/d, semakin besar pula panas yang timbul karena gesekan.
3. dengan memperbesar l/d kebocoran pelumas pada ujung bantalan dapat di perkecil.
4. harga l/d yang terlalu besar akan menyebabkan tekanan yang tidak merata. Jika lebih baik di pakai harga menengah. Jika kelonggoran antara bantalan dan poros akan di perkecil atau jika sumbu poros agak miring terhadap sumbu bantalan maka l/d harus di kurangi.
5. jika pelumaskurang dapat di ratakan denagn baik ke seluruh permukaan bantalan, harga l/d harus di kurangi.
6. untuk menentukan l/d dalam merencanakan, perlu di perhatikan berapa besar ruangan yang tersedia untuk bantalan tersebut di dalam mesin.
7. harga l/d tergantung pada kekerasan bahan bantalan. Bahan lunak memerlukan l/d yang besar.
• Tekanan bantalan
Bantalan dapat berbentuk selinder, bola atau kerucut. Yang paling banyak adalah yang berbentuk selinder. Yang di maksud dengan tekanan bantalan adalah beban radial di bagi luas proyeksi bantalan,yang besarnya sama dengan beban rata –rata yang di terima oleh permukaan bantalan. Jika dinyatakan dengan p (kg/mm2), beban rata-rata ini adalah p=W/ld
L (mm) adalah panjang bantalan, d(mm) adalah diameter poros. Bila l dan d dinyatakan dalam cm,satuan p adalah kg/cm2. untuk bantalan dengan lubang minyak atau alur minyak, harga l.d harus di kurangi luas lubnag atau alur tersebut untuk menghitung p.
Sifat-sifat bahan bantalan luncur
Sumber: Sumber: Sularso, K. Suga, 1987.

Tekanan maksimum yang diizinkan, dll., dari bantalan radial
Catatan: x = pelumas tetes atau cincin; + = pelumas percik;  = pelumas pompa

1.4 Cara Kerja
Kendaraan jenis Suzuki shogun R ini mempunyai 4 variasi putaran atau variasi kecepatan dan mempunyai tiga poros yaitu poros output dan poros transisi yang keduanya berada dalam gear box dan satu lagi poros input utama yang merupakan tempat melekatnya kopling dan connecting road piston. Putaran poros transisi merupakan reduksi putaran dari poros utama melalui roda gigi 9 dan 10, dan ini merupakan tahap reduksi awal. Perubahan variasi kecepatan sesuai dengan yang diinginkan dapat dilakukan melalui shift drum (pendorong gigi yang satu ke gigi yang lainnya). Shift drum inilah yang menggerakkan tuas pengatur yang langsung dihubungkan dengan roda gigi yang dilengkapi dengan tuas penekan.
Pada gambar sket terlihat posisi pada variasi kecepatan pertama (tingkatan rendah), adapun cara kerja pada variasi kecepatannya adalah sebagai berikut:
Tingkatan pertama : Bila tuas penekan ditekan ke depan, shift drum akan mendorong roda gigi 4 kekiri (dari sket) sehingga akan terjadi kaitan dengan roda gigi 2 maka akan berlangsung putaran antara roda gigi 1 dan roda gigi 2.
Tingkatan kedua : Bila tuas penekan lagi kedepan, maka shif drum akan mendorong roda gigi 4 kekanan (dari sket) yaitu pada posisi semula, dan mendorong gigi 5 kekiri (dari sket) sehingga terkait dengan roda gigi 3 dengan demikian roda gigi 3 menggerakkan roda gigi 4.
Tingkatan ketiga : Bila tuas penekan ditekan lagi kedepan, maka shift drum akan mendorong roda gigi 5 kekanan (dari sket) pada posisi semula dan juga mendorong roda gigi 4 kekanan (dari sket) sehingga terjabdi kaitan dengan roda gigi 6, maka roda gigi 5 menggerakkan roda gigi 6.
Tingkatan keempat : Bila tuas penekan ditekan lagi kedepan maka akan terkait roda gigi 7 dengan roda gigi 8 melalui shift drum, ini akibat dorongan roda gigi 5 dan 6 yang bergerak kekanan (dari sket).

BAB II
PERENCANAAN POROS DAN SPLINE

Poros adalah salah satu elemen mesin yang berfungsi untuk meneruskan daya dan putaran secara bersamaan. Poros yang berfungsi dalam transmisi ini dapat diklasifikasikan menurut pembebanannya adalah sebagai berikut:
1. Poros transmisi, poros yang mengalami beban puntir murni atau puntir dan lentur.
2. Spindel, poros transmisi yang relatif pendek dan beban utamanya berupa puntiran.
3. Gandar, poros yang hanya menerima beban lentur saja, dipakai antara roda-roda kereta barang, dimana tidak mendapat beban puntir.

2.1 Perhitungan Daya Dan Putaran Pada Masing-Masing Poros
Penerusan daya melalui poros dan roda gigi tidak selalu menghasilkan nilai yang tetap karena terjadi penghilangan daya sewaktu terjadinya kontak antara pasangan roda gigi, yang mana energi mekanik yang dimiliki oleh roda gigi penggerak berubah menjadi panas karena tumbukan dengan roda gigi yang digerakkan pada saat tenjadi kontak dan energi panas ini tidak dibutuhkan dalam system transmisi putaran. Oleh karena itu dalam perencanaan poros ini digunakan suatu faktor yang menunjukkan jumlah daya yang dapat diteruskan dalam transmisi putaran yaitu efisiensi transmisi (η). Harga dari efisiensi ini adalah lebih kecil dari satu (η < 1) atau tidak pernah mencapai nilai 100%. Dalam perencanaan poros kendaraan Suzuki shogun R yang berdaya 9,8 Hp dan berputaran 9000 rpm ini, efisiensi penerusan daya direncanakan sebesar 0,98 atau 98%. Dengan diketahuinya efisiensi transmisi ini maka daya tiap poros dapat dihitung yaitu sebagai berikut: • Daya poros I (penggerak utama) = 9,8 Hp x 0.735 kW = 7,203 kW • Daya poros II (poros transisi) = 7,203 kW x 0,98 = 7,059 kW • Daya poros III (poros output) = 7,059 kW x 0,98 = 6,918 kW Putaran yang ditransmisikan melalui roda gigi dari satu poros keporos lainnya mengalami perubahan dari segi jumlah putarannya, hal ini dikarenakan perbandingan transmisi tidak selalu sama dengan satu (i ≠ 1), sehingga putarannya bisa lebih kecil (i > 1)
ataupun lebih besar (i < 1) dari semula. Hubungan antara jumlah putaran dengan i adalah sebagai berikut: Dengan mempergunakan persamaan di atas dan diketahuinya perbandingan transmisi tiap pasangan roda gigi, maka putaran tiap poros dapat kita hitung. Perbandingan transmisi tiap pasangan roda gigi dalam gear box kenderaan Suzuki tipe shogun R dapat di lihat dalam Tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 Perbandingan transmisi tiap tahapan Tahapan Perbandingan transmisi Reduksi awal 3,8 Kecepatan pertama/rendah 3 Kecepatan kedua 1,875 Kecepatan ketiga 1,368 Kecepatan keempat/top 1,052 Sumber: Distributor Suzuki, Peunayong Berdasarkan data tersebut, maka kita dapat menentukan putaran tiap-tiap poros yaitu: 1. Putaran poros kedua, yang merupakan reduksi awal dari poros penggerak utama yang mempunyai putaran sebesar 9000 rpm. rpm 2. Putaran poros output, untuk poros ini tingkatan putaran yang dialaminya tergantung dari tingkatan kecepatan, maka untuk tingkatan kecepatan: a. Pertama rpm b. Kedua rpm c. Ketiga rpm d. Top rpm Demikianlah perhitungan daya dan putaran tiap-tiap poros yang mana data ini akan dipergunakan dalam tahapan perhitungan berikutnya. 2.2 Perhitungan Poros Penggerak Utama/Input Dan Pasak Poros penggerak utama yang berputar akibat gerakan bolak-balik piston dihubungkan dengan kopling yang bergigi pada diameter terluarnya. Poros ini berputar dengan daya 7,203 kW dan putarannya sebesar 9000 rpm, beban utama poros ini berupa beban puntir, pada ujung poros ini terdapat sebuah kopling yang memberikan beban lentur terhadap poros, namun beban lentur ini dapat diabaikan karena terlalu kecil dibandingkan beban puntir, walaupun demikian demi keamanan dalam pemakaian pengaruh beban lentur ini dimasukkan dalam faktor Cb yang harganya antara 1,2 –2,3. Variasi daya akan dialami oleh poros ini, daya yang besar diperlukan pada saat mendaki dan perubahan tingkatan kecepatan, namun daya normal diperlukan setelah perubahan kecepatan dan pada jalan datar, oleh karena itu daya yang digunakan untuk perhitungan ini adalah daya rata-rata dengan faktor koreksinya (fc) adalah 1,3 (Tabel 2.2) sehingga daya rencana dari poros adalah: kW Tabel 2.2 Faktor-faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan,fc Daya yang akan ditransmisikan fc Daya rata-rata yang diperlukan Daya maksimum yang diperlukan Daya normal 1,2 – 2,0 0,8 – 1,2 1,0 – 1,5 Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin,1987, hal 7 Momen puntir (T) yang dialami oleh poros dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Dalam perencanaan ini bahan yang dipilih untuk poros adalah batang baja yang ditarik dingin dengan lambangnya S35C-D (Tabel 2.3) yang tegangan tariknya (σB) sebesar 53 kg/mm2 dan faktor keamanan (Sf1) bahan berlambang S-C adalah 6,0. Pemilihan material ini sebagai bahan poros dikarenakan batang baja ini telah ditarik dingin sehingga permukaan poros yang beralur pasak menjadi lebih keras dan kekuatannya bertambah besar. Di samping beralur pasak poros ini juga dibuat bertangga dengan diameter lebih besar pada tempat dipasangnya bantalan, hal ini bertujuan untuk menyesuaikannya dengan diameter dalam dari bantalan. Tabel 2.3 Baja karbon untuk kontruksi mesin dan baja batang yang ditarik dingin untuk poros Standar dan macam Lambang Perlakuan panas Kekuatan tarik(kg/mm2) Keterangan Baja karbon konstruksi mesin (JIS G 4501) S30C S35C S40C S45C S50C S55C Penormalan “ “ “ “ “ 48 52 55 58 62 66 Batang baja yang difinis dingin S35C-D S45C-D S55C-D – – – 53 60 72 Ditarik dingin, digerinda, dibubut, atau gabungan antara hal-hal tersebut Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin,1987, hal 3 Pengaruh-pengaruh ini dimasukkan dalam perhitungan yang dinyatakan dengan Sf2 yang harganya 1,3 sampai 3,0. Pada perencanaan ini faktor Sf2 diambil sebesar 2,5, dari data-data diatas dapat ditentukan tegangan geser yang diizinkan (τa ) untuk poros yaitu: kg/mm2 Pembebanan yang akan dialami oleh poros dikenakan dengan sedikit kejutan pada waktu star dan pada waktu pemindahan tingkatan kecepatan, oleh karena itu faktor momen puntir Kt diambil sebesar 1,5 (Tabel 2.4), sementara itu faktor beban lentur Cb diambil sebesar 1,5. Semua faktor ini akan digunakan dalam perhitungan diameter poros dengan memakai persamaan berikut: Tabel 2.4 Faktor Momen Puntir Cara pembebanan Kt Beban dikenakan secara halus Terjadi sedikit kejutan Beban dikenakan dengan kejutan dan tumbukan besar 1,0 1,0 – 1,5 1,5 – 3,0 Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin,1987, hal 8 Diameter poros harus dipilih dari Tabel 2.5, berdasarkan tabel tersebut diameter 15 mm hanya digunakan pada tempat bantalan dipasang, oleh karena itu diameter poros dipilih sebesar 16 mm. Tabel 2.5 Diameter Poros 4 4,5 5 *5,6 6 *6,3 7 *7,1 8 9 10 11 *11,2 12 *12,5 14 (15) 16 (17) 18 19 20 22 *22,4 24 25 28 30 *31,5 32 35 35,5 38 40 42 45 48 50 55 56 60 63 65 70 71 75 80 85 90 95 100 (105) 110 *112 120 125 130 140 150 160 170 180 190 200 220 *224 240 250 260 280 300 *315 320 340 355 360 380 400 420 440 450 460 480 500 530 560 600 630 Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin,1987, hal 9 Keterangan : 1. Tanda* menyatakan bahwa bilangan yang bersangkutan dipilih dari bilangan standar 2. Bilangan didalam kurung hanya dipakai untuk bagian dimana akan dipasang bantalan gelinding Menurut Sularso (Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin, 1987), Berdasarkan diameter poros dapat ditentukan alur pasak pada poros dengan melihat tabel ukuran pasak yang telah distandarkan dan juga dapat ditentukan diameter poros tempat dipasangnya bantalan. Alur pasak 5 x 3 x filet 0,25 (Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin, 1987, hal 10) Diameter dalam bantalan adalah = 17 mm jari-jari filet = (17 – 16)/2 = 0,5 mm Kosentrasi tegangan pada poros bertangga adalah 0,5/16 = 0,03; 17/16 = 1,06, β = 1,4 Kosentrasi tegangan pada alur pasak 0,25/16 = 0,015, α =2,8 α > β
Tegangan geser yang terjadi pada poros adalah :

kg/mm2

Pemeriksaan keamanan poros yang telah dihitung dapat dilakukan dengan membandingkan tegangan geser yang diizinkan yang dikoreksi dengan tegangan geser yang dihitung atas dasar poros tanpa alur pasak, faktor lenturan Cb dan Kt.
Sebuah poros aman digunakan apabila tegangan geser yang diizinkan yang dikoreksi lebih besar dari tegangan geser yang dihitung atas dasar poros tanpa alur pasak, faktor Cb dan Kt.

Berdasarkan perbandingan diatas maka poros yang telah dihitung adalah aman dan layak untuk digunakan.
Penerusan daya dari poros utama keporos transisi dilakukan oleh kopling yang bergigi pada diameter luarnya, penerusan daya tidak akan terjadi apabila tidak ada pengikat antara poros dan kopling, maka digunakanlah pasak untuk melakukan fungsi tersebut. Data-data untuk menghitung pasak dapat diperoleh dari perhitungan poros, data tersebut adalah ds dan T, maka gaya tangensial F pada permukaan poros adalah:

kg

Berdasarkan tabel alur pasak standar, maka dimensi dari pasak adalah:
Penampang pasak 5 x 5
Kedalaman alur pasak pada poros t1 = 3,0 mm
Kedalaman alur pasak pada naf t2 = 2,3 mm

Bahan pasak yang dipilih adalah batang baja S45C-D dengan tegangan tariknya σB adalah 60 kg/m2 dengan faktor keamanan Sfk1 adalah 6 dan Sfk2 dipilih sebesar 2 karena beban dikenakan dengan sedikit kejutan. Untuk menghindari kerusakan permukaan samping pasak, maka perlu dihitung tegangan geser yang dizinkan τka dengan menggunakan persamaan berikut:
kg/mm2
Gaya yang bekerja pada sisi samping pasak akan menimbulkan tekanan terhadap pasak yang besarnya adalah :
Namun tekanan permukaan ini mempunyai batas tertentu yang dinamakan dengan tekanan permukaan yang dizinkan pa yang harganya adalah 8 kg/mm2 untuk poros diameter kecil dan 10 kg/mm2 untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga diatas untuk poros berputaran tinggi. Untuk poros yang direncanakan ini harus dipilih sebesar 4 kg/mm2 karena poros berdiameter kecil dan berputaran tinggi. Panjang pasak yang diperlukan dapat dihitung dari tegangan geser yang diizinkan yaitu:

Panjang pasak juga dapat ditentukan dari tekanan permukaan yang diizinkan

Dari kedua panjang yang didapat dari perhitungan, maka yang diambil adalah yang lebih besar yaitu 11,08 mm, namun panjang dari pasak telah distandarkan dalam tabel ukuran pasak, dari tabel tersebut kita bisa memilih nilai yang mendekati dengan nilai yang didapat dari perhitungan yaitu 14 mm. Untuk mengetahui keamanan dari perhitungan pasak ini maka beberapa syarat keamanan harus dipenuhi oleh pasak ini, syarat tersebut adalah:
0,25 < b/ds < 0,35
0,75 < lk/ds < 1,5
0,25 < 0,3125 < 0,35
0,75< 0,875 < 1,5

Berdasarkan syarat diatas, maka pasak yang telah dihitung adalah aman dan baik untuk digunakan.

2.3 Perhitungan Poros Kedua Dan Spline
Poros penggerak utama yang berputar akibat gerakan bolak-balik piston memindahkan daya sebesar 7,059 kW dan 2354 rpm keporos kedua melalui roda gigi. Poros kedua dibebani dengan beban puntir sebagai beban utamanya dan beban lentur akibat pemasangan roda gigi, namun beban lentur ini sangat kecil dibandingkan dengan beban utamanya, sehingga pengaruh beban lentur ini hanya dimasukkan dalam faktor Cb yang harganya dipilih sebesar 2.
Variasi daya juga dialami oleh poros ini, daya yang besar diperlukan pada saat perubahan tingkatan kecepatan dan pada saat tanjakan, namun daya normal diperlukan setelah perubahan kecepatan, dan pada jalan yang datar, oleh karena itu daya yang digunakan untuk perhitungan ini adalah daya rata-rata dengan faktor koreksinya (fc) adalah 1,3 (Tabel 2.2) sehingga daya rencana dari poros adalah:

Momen puntir (T) yang dialami oleh poros ini adalah:

Dalam perencanaan ini bahan yang dipilih untuk poros kedua adalah batang baja yang ditarik dingin dengan lambangnya S45C-D (Tabel 2.3) yang tegangan tariknya (σB) sebesar 60 kg/mm2 dan faktor keamanan (Sf1) adalah 6,0. Poros ini juga dibuat bertangga seperti poros utama.
Pengaruh ini dimasukkan dalam perhitungan yang dinyatakan dengan Sf2, pada perencanaan ini faktor Sf2 diambil sebesar 1,5, dari data-data diatas dapat ditentukan tegangan geser yang diizinkan (τa ) untuk poros yaitu:

kg/mm2

Pembebanan yang akan dialami oleh poros ini sama dengan poros utama, karena poros ini langsung berhubungan dengan poros utama, oleh karena itu faktor momen puntir Kt diambil sebesar 1,5 (Tabel 2.4), sementara itu faktor beban lentur Cb diambil sebesar 2. Semua faktor ini akan digunakan dalam perhitungan diameter poros dengan memakai persamaan berikut:

Diameter poros harus dipilih dari Tabel 2.5, dari tabel tersebut didapatkan bahwa diameter 21 mm tidak terdapat dalam tabel, oleh karena itu diameter poros dipilih sebesar 22 mm. Untuk menghitung pengaruh kosentrasi tegangan pada poros bertangga, maka harus ditentukan dahulu diameter poros tempat dipasangnya bantalan.
Diameter dalam bantalan adalah = 25 mm
jari-jari filet = (25 – 22)/2 = 1,5 mm

Kosentrasi tegangan pada poros bertangga adalah
1,5 / 22 = 0,068; 25/22 = 1,136, β = 1,2
Momen puntir yang bekerja pada poros, mengakibatkan terjadinya tegangan geser pada poros sebesar:
kg/mm2
Sebuah poros aman digunakan apabila tegangan geser yang diizinkan yang dikoreksi lebih besar dari tegangan geser yang dihitung atas dasar poros tanpa alur pasak, faktor Cb dan Kt.

Berdasarkan perhitungan diatas maka poros yang telah dihitung adalah aman dan layak untuk digunakan.
Roda gigi yang dipasang pada poros ini direncanakan dapat bergeser untuk melakukan fungsi transmisinya, oleh karena itu elemen mesin yang cocok untuk mengikat poros dengan roda gigi dan dapat digeser pada saat tertentu adalah spline. Dalam perencanaan ini spline yang mengikat poros dan roda gigi direncanakan berjumlah 6 buah. Menurut Alex-Valance (Design of Machine Member, 1951, hal 174),untuk spline berjumlah 6 buah dan pergeseran roda gigi berlangsung ketika poros sedang bekerja, maka hubungan antara diameter poros dengan diameter spline adalah: ds = 0,80 x D ( Tabel 2.6 ).
Untuk poros ini ukuran spline yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Diameter spline (D) = ds / 0,80 = 22 / 0,80 = 27,5 mm
Lebar spline (w) = 0,25 x D = 0,25 x 27,5 = 6,875 mm
Tinggi spline (l) = 0,10 x D = 0,10 x 27,5 = 2,75 mm
Bahan yang digunakan untuk spline adalah sama dengan bahan poros, karena spline menyatu dengan poros.

2.4 Perhitungan Poros Ouput Dan Spline
Poros output yang merupakan poros terakhir dari sistem transmisi daya, bekerja dengan daya 6,918 kW dan putaran yang bekerja pada poros ini bervariasi tergantung dari tingkatan kecepatan. Dalam perencanaan poros ini, putaran yang dipakai untuk melakukan perhitungan poros adalah putaran terkecil (785 rpm), karena putaran berbanding terbalik dengan momen puntir ( T = 1 / n ), sehingga torsi terbesar terjadi pada putaran terkecil. Variasi daya yang dialami oleh poros ini sama dengan yang dialami oleh poros kedua, oleh karena itu daya yang digunakan untuk perhitungan ini adalah daya rata-rata dengan faktor koreksinya (fc) adalah 1,3 (Tabel 2.2) sehingga daya rencana dari poros adalah:

Momen puntir (T) yang dialami oleh poros ini adalah:

Dalam perencanaan ini bahan yang dipilih untuk poros output adalah batang baja yang ditarik dingin dengan lambangnya S45C-D (Tabel 2.3) yang tegangan tariknya (σB) sebesar 60 kg/mm2 dan faktor keamanan (Sf1) adalah 6,0.

Pada perencanaan ini faktor Sf2 diambil sebesar 1,5, dari data-data diatas dapat ditentukan tegangan geser yang diizinkan (τa ) untuk poros yaitu:
kg/mm2

Pembebanan yang akan dialami oleh poros dikenakan dengan sedikit kejutan pada waktu pemindahan tingkatan kecepatan, oleh karena itu faktor momen puntir Kt diambil sebesar 1,5 (Tabel 2.4), sementara itu faktor beban lentur Cb diambil sebesar 2, karena poros dibuat bertangga. Semua faktor ini akan digunakan dalam perhitungan diameter poros dengan memakai persamaan berikut:

Diameter poros 29,5 mm tidak terdapat dalam tabel, oleh karena itu diameter poros dipilih sebesar 30 mm. Untuk menghitung pengaruh kosentrasi tegangan pada poros bertangga, maka harus ditentukan dahulu diameter poros tempat dipasangnya bantalan
Diameter dalam bantalan adalah = 35 mm
jari-jari filet = (35 – 30)/2 = 2,5 mm
Kosentrasi tegangan pada poros bertangga adalah
2,5/30 = 0,083; 35/30 = 1,167, β = 1,4
Momen puntir yang bekerja pada poros, mengakibatkan terjadinya tegangan geser pada poros sebesar:
kg/mm2
Sebuah poros aman digunakan apabila tegangan geser yang diizinkan yang dikoreksi lebih besar dari tegangan geser yang dihitung atas dasar poros tanpa alur pasak, faktor Cb dan Kt.

Berdasarkan perhitungan diatas maka poros yang telah dihitung adalah aman dan layak untuk digunakan.
Dalam perencanaan ini spline yang mengikat poros output dan roda gigi direncanakan berjumlah 6 buah. Maka ukuran dari spline adalah sebagai berikut:
Diameter poros (ds) = 0,80 x D
Diameter spline (D) = ds / 0,80 = 30 / 0.80 = 37,5 mm
Lebar spline (w) = 0,25 x D =0,25 x 37,5 = 9,375 mm
Tinggi spline (h) = 0,10 x D = 0,10 x 37,5 = 3,75 mm

Bahan untuk spline adalah sama dengan bahan poros yaitu S45C-D.
BAB III
PERENCANAAN RODA GIGI

3.1 Perhitungan Pasangan Roda Gigi Pada Tahapan Reduksi Awal
Pasangan roda gigi tahapan reduksi awal, terdiri dari pinyon yang melekat pada poros utama dan roda gigi besar yang melekat pada poros transisi. Jarak antara sumbu poros utama dan sumbu poros transisi direncanakan sebesar 80 mm. Daya dan putaran poros utama ditransmisikan keporos transisi melalui pasangan roda gigi dengan perbandingan transmisinya 3,8. Daya rencana dari poros utama adalah 9,504 kW dan putarannya adalah 9000 rpm, data ini didapatkan pada Bab I Perencanaan Poros.
Untuk mentransmisikan daya tersebut melalui pasangan roda gigi maka perlu direncanakan sebuah pasangan roda gigi dengan diameter, ketebalan dan bagian bagian lain dari roda gigi yang sesuai dengan daya dan putaran tersebut.
Diameter sementara dari pasangan roda gigi dapat ditentukan dengan mempergunakan persamaan berikut:

Berdasarkan diagram pemilihan modul, maka modul yang dipilih adalah 2,5.
Jumlah gigi (z) dari setiap roda gigi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

Gambar 3.1 Diagram Pemilihan Modul Roda Gigi Lurus
Dari perhitungan diatas ada empat kemungkinan susunan jumlah gigi dari pasangan roda gigi yaitu: 13 : 50 , 13 : 51, 14 : 50, 14 : 51; dari keempat kemungkinan tersebut maka perbandingan 13 : 50 lebih mendekati dengan perbandingan transmisi yaitu 3,84; oleh karena itu jumlah gigi dari pasangan roda gigi ditetapkan sebagai berikut:
z1 = 13 dan z2 = 50, kemudian diameter sebenarnya dari pasangan roda gigi dapat ditentukan sebagai berikut:

Pada pasangan roda gigi, di antara lingkaran kepala dan lingkaran kaki biasanya terdapat celah yang sering disebut dengan kelonggaran puncak (ck) yang besarnya adalah 0,25 x m atau lebih, namun dalam perencaaan ini ck diambil 0,25m, maka harga ck = o,25 x 2,5 = 0,625 mm.
Ukuran-ukuran lain dari roda gigi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

a. Diameter kepala ( dk)
dk1 = (z1+ 2)m = (13 + 2) x 2,5 mm = 37,5 mm
dk2 = (z2+ 2)m = (50 + 2) x 2,5 mm = 125 mm
b. Diameter kaki ( df )
df1 = ( z1 – 2 )m – 2 x ck = ( 13 –2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 26,25 mm
df2 = ( z2 – 2 )m – 2 x ck = ( 50 – 2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 118,75 mm
c. Tingggi gigi ( H )
H = 2 x m + ck = 2x 2,5 + 0,625 = 5,625 mm
d. Factor bentuk gigi
Factor bentuk gigi ini dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini

Tabel 3.1 Faktor Bentuk Gigi
Jumlah gigi Y Jumlah Gigi Y Jumlah Gigi Y
10
11
12
13
14
15
16
17
18
0,201
0,226
0,245
0,261
0,276
0,289
0,295
0,302
0,308
19
20
21
23
25
27
30
34
38
0,314
0,320
0,327
0,333
0,339
0,349
0,358
0,371
0,383
43
50
60
75
100
150
300
batang gigi 0,396
0,408
0,421
0,434
0,446
0,459
0,471

0,484
Sumber: Dialer Suzuki
Keterangan: Y1 = 0,261
Y2 = 0,408

e. Kecepatan keliling roda gigi ( v)
kecepatan keliling roda gigi dihitung berdasarkan diameter jarak bagi dari roda gigi dengan persamaannya sebagai berikut:

f. Factor koreksi terhadap kecepatan ( fc )
Semakin tinggi kecepatannya, semakin besar pula variasi beban atau tumbukan yang terjadi, oleh karena itu perlu dilakukan koreksi terhadap gaya yang terjadi pada roda gigi. Factor koreksi dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 3.2 Faktor Dinamis
Kecepatan rendah

Kecepatan sedang

Kecepatan tinggi

Berdasarkan tabel diatas maka untuk roda gigi reduksi ini, factor koreksinya dapat digunakan persamaan:

g. gaya tangensial roda gigi
Roda gigi yang berputar dengan kecepatan tertentu akan menghasilkan gaya tangensial sebesar: Ft = 102P / v = (102 x 9,504) / 15,30 = 63,36 kg
h. Bahan roda gigi
Bahan roda gigi dapat kita pilih berdasarkan tabel 3.3. Berdasarkan tabel tersebut bahan untuk:
Pinyon ; S 45 C σB = 58 kg / mm2 HB = 200 σa = 30 kg / mm2
Roda gigi ; FC 30 σB = 30 kg / mm2 HB = 200 σa = 13 kg / mm2
Berdasarkan pemilihan bahan untuk pasangan roda gigi reduksi ini maka
a. Beban lentur yang diizinkan adalah (F’b)
F’ b1 = 30 x 2,5 x 0,261 x 0,282 = 5,5 kg
F’b2 = 13 x 2,5 x 0,408 x 0,282 = 3,73 kg
b. Beban permukaan yang dizinkan (F’H )
F’ H = 0,079 x 32,5 x (2 x 50)/ 63 = 4,075 kg
Tabel 3.3 Tegangan Lentur Yang Diizinkan Pada Bahan Roda Gigi

Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin 1987

i. Lebar roda gigi (b)
Lebar roda gigi biasanya ditetapkan antara (6 – 10 )m, roda gigi dengan sisi sangat lebar cenderung mengalami deformasi, khususnya jika bekerja sebagai pinyon. Oleh karena itu lebar roda gigi dihitung berdasarkan beban minimum yang diizinkan dengan menggunakan persamaan berikut:
b =Ft / F’tm
= 63,36 kg / 3,73 kg = 16,99 mm, dibulatkan menjadi 17 mm.
Pemeriksaan perhitungan roda gigi dapat dilakukan dengan membandingkan beberapa dimensi dari roda gigi yaitu:
b / m = 17 / 2,5 = 6,8 kontruksi aman
d / b = 32,5 / 17 =1,9 kontruksi aman
Syarat keamanan untuk pemeriksaan ini adalah d / b harus lebih besar dari 1,5; berarti syarat kedua ini juga telah terpenuhi, dengan demikian roda gigi reduksi ini adalah aman untuk digunakan.

3.2 Perhitungan pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan pertama
Pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan pertama/rendah ini terdiri dari pinion yang terletak pada poros transisi dan roda gigi yang terletak pada poros output. Jarak antara poros transisi dan poros output direncanakan sebesar 60 mm. Penerusan daya dan putaran dari poros transisi sebesar 9,13 kW / 2354 rpm ke poros output dilakukan oleh pasangan roda gigi ini yang bersifat reduksi dengan perbandingan transmisinya sebesar 3.
Penerusan daya dan putaran akan berlangsung dengan baik apabila ukuran dari roda gigi yang direncanakan mampu untuk meneruskan daya dan putaran yang direncanakan. Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan dimensi dari roda gigi , pemilihan bahan roda gigi dan pemeriksaan keamanan pemakaian roda gigi.
a. Diameter jarak bagi sementara pinion dan roda gigi (d0’)

b. Jumlah gigi dari pinion dan roda gigi (z)
Berdasarkan daya pada poros ini maka modul untuk roda gigi ini dapat diperoleh diagram pmilihan modul. Dari diagram tersebut modul untu roda gigi ini dipilih sebesar 2,5 mm. Dengan demikian jumlah gigi dari pinion dan roda gigi dapat ditentukan yaitu:

c. Diameter jarak bagi sebenarnya ( d0 )

d. Diameter kepala ( dk)
dk1 = (z1+ 2)m = (12 + 2) x 2,5 mm = 35 mm
dk2 = (z2+ 2)m = (36 + 2) x 2,5 mm = 95 mm

e. Diameter kaki ( df )
ck = o,25 x 2,5 = 0,625 mm.
df1 = ( z1 – 2 )m – 2 x ck = ( 12 –2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 26,25 mm
df2 = ( z2 – 2 )m – 2 x ck = ( 36 – 2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 118,75 mm

f. Tingggi gigi ( H )
H = 2 x m + ck = 2x 2,5 + 0,625 = 5,625 mm

g. Factor bentuk gigi (Y)
Y1 = 0,245
Y2 = 0,37 + (0,383 – 0,371) 2/4 = 0,377

h. Kecepatan keliling roda gigi ( v)

i. Factor koreksi terhadap kecepatan ( fc )

j. Gaya tangensial roda gigi
Ft = 102P / v = (102 x 9,315) / 3,69 = 257,5 kg

k. Bahan roda gigi
Bahan roda gigi dapat kita pilih berdasarkan tabel 3.3. Berdasarkan tabel tersebut bahan untuk:

Pinyon ; SNC 22 σB = 100 kg / mm2 HB = 600 σa = 55 kg / mm2
Roda gigi ; SNC 21 σB = 80 kg / mm2 HB = 600 σa = 40 kg / mm2
Berdasarkan pemilihan bahan untuk pasangan roda gigi reduksi ini maka
a. Beban lentur yang diizinkan adalah (F’b)
F’ b1 = 55 x 2,5 x 0,245 x 0,488 = 15,092 kg
F’b2 = 40 x 2,5 x 0,377 x 0,488 = 16,89 kg
b. Beban permukaan yang dizinkan (F’H )
F’ H = 0,569 x 30 x 2 x 36/ 48 = 25,605 kg

l. Lebar roda gigi (b)
b =Ft / F’tm
= 257,5 kg / 15,092 kg = 17,06 mm, dibulatkan menjadi 17 mm.

m. Pemeriksaan keamanan
b / m = 17 / 2,5 = 6,8 kontruksi aman
d / b = 30 / 17 = 1,76 kontruksi aman
Dengan demikian roda gigi reduksi ini adalah aman untuk digunakan.

3.3 Perhitungan pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan kedua
Pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan kedua ini terdiri dari pinion yang terletak pada poros transisi dan roda gigi yang terletak pada poros output. Jarak antara poros transisi dan poros output direncanakan sebesar 60 mm. Penerusan daya dan putaran dari poros transisi sebesar 9,13 kW / 2354 rpm ke poros output dilakukan oleh pasangan roda gigi ini yang bersifat reduksi dengan perbandingan transmisinya sebesar 1,875.
Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan dimensi dari roda gigi, pemilihan bahan roda gigi dan pemeriksaan keamanan pemakaian roda gigi untuk pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan kedua.

a. Diameter jarak bagi sementara pinion dan roda gigi (d0)

b. Jumlah gigi dari pinion dan roda gigi (z)
m = 2,5

Dari perhitungan diatas ada empat kemungkinan susunan jumlah gigi dari pasangan roda gigi yaitu: 17 : 31 , 17 : 30, 16 : 31, 16 : 30; dari keempat kemungkinan tersebut maka perbandingan 17 : 31 lebih mendekati dengan perbandingan transmisi yaitu 1,875; oleh karena itu jumlah gigi dari pasangan roda gigi ditetapkan sebagai berikut: z1 = 17 dan z2 = 31

c. Diameter jarak bagi sebenarnya

d. Diameter kepala
dk1 = (z1+ 2)m = (17 + 2) x 2,5 mm = 47.5 mm
dk2 = (z2+ 2)m = (31 + 2) x 2,5 mm = 82,5 mm
e. Diameter kaki ( df )
ck = o,25 x 2,5 = 0,625 mm.
df1 = ( z1 – 2 )m – 2 x ck = ( 17 –2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 36,25 mm
df2 = ( z2 – 2 )m – 2 x ck = ( 31 – 2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 71,25 mm

f. Tingggi gigi ( H )
H = 2 x m + ck = 2x 2,5 + 0,625 = 5,625 mm

g. Factor bentuk gigi (Y)
Y1 = 0,302
Y2 = 0,358 + (0,371 – 0,358) 1/4 = 0,361

h. Kecepatan keliling roda gigi ( v)

i. Factor koreksi terhadap kecepatan ( fc )

j. Gaya tangensial roda gigi
Ft = 102P / v = (102 x 9,315) / 5,24 = 181,3 kg

k. Bahan roda gigi
Bahan roda gigi dapat kita pilih berdasarkan tabel 3.3.
Pinyon ; SNC 22 σB = 100 kg / mm2 HB = 600 σa = 40 kg / mm2
Roda gigi ; SNC 21 σB = 80 kg / mm2 HB = 600 σa = 35 kg / mm2
Berdasarkan pemilihan bahan untuk pasangan roda gigi reduksi ini maka
a. Beban lentur yang diizinkan adalah (F’b)
F’ b1 = 40 x 2,5 x 0,302 x 0,364 = 10,99 kg
F’b2 = 35 x 2,5 x 0,361 x 0,364 = 11,49 kg
b. Beban permukaan yang dizinkan (F’H )
F’ H = 0,569 x 42,5 x 2 x 31/ 48 = 31,24 kg

l. Lebar roda gigi (b)
b =Ft / F’tm
= 181,3 kg / 10,99 kg = 16,497 mm, dibulatkan menjadi 17 mm.

m. Pemeriksaan keamanan
b / m = 17 / 2,5 = 6,8 kontruksi aman
d / b = 42,5 / 17 =1,76 kontruksi aman
Dengan demikian roda gigi reduksi ini adalah aman untuk digunakan.

3.4 Perhitungan pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan ketiga
Pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan kedua ini terdiri dari pinion yang terletak pada poros transisi dan roda gigi yang terletak pada poros output. Jarak antara poros transisi dan poros output direncanakan sebesar 60 mm. Penerusan daya dan putaran dari poros transisi sebesar 9,13 kW / 2354 rpm ke poros output dilakukan oleh pasangan roda gigi ini yang bersifat reduksi dengan perbandingan transmisinya sebesar 1,368.
Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan dimensi dari roda gigi, pemilihan bahan roda gigi dan pemeriksaan keamanan pemakaian roda gigi untuk pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan ketiga.
a. Diameter jarak bagi sementara pinion dan roda gigi (d0)

b. Jumlah gigi dari pinion dan roda gigi (z)
m = 2,5

Dari perhitungan diatas ada empat kemungkinan susunan jumlah gigi dari pasangan roda gigi yaitu: 20 : 28 , 20 : 27, 21 : 28, 21 : 28; dari keempat kemungkinan tersebut maka perbandingan 20 : 28 lebih mendekati dengan perbandingan transmisi yaitu 1,875; oleh karena itu jumlah gigi dari pasangan roda gigi ditetapkan sebagai berikut: z1 = 20 dan z2 = 28
b. Diameter jarak bagi sebenarnya

c. Diameter kepala
dk1 = (z1+ 2)m = (20 + 2) x 2,5 mm = 55 mm
dk2 = (z2+ 2)m = (28 + 2) x 2,5 mm = 75 mm

d. Diameter kaki ( df )
ck = o,25 x 2,5 = 0,625 mm.
df1 = ( z1 – 2 )m – 2 x ck = ( 20 –2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 43,75 mm
df2 = ( z2 – 2 )m – 2 x ck = ( 28 – 2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 63,75 mm
f. Tingggi gigi ( H )
H = 2 x m + ck = 2x 2,5 + 0,625 = 5,625 mm

g. Factor bentuk gigi (Y)
Y1 = 0,320
Y2 = 0,349 + (0,358 – 0,349) 1/3 = 0,352
h. Kecepatan keliling roda gigi ( v)

i. Factor koreksi terhadap kecepatan ( fc )

j. Gaya tangensial roda gigi
Ft = 102P / v = (102 x 9,315) / 6,15 = 154,49 kg

k. Bahan roda gigi
Bahan roda gigi dapat kita pilih berdasarkan tabel 3.3.
Pinyon ; SNC 21 σB = 80 kg / mm2 HB = 600 σa = 35 kg / mm2
Roda gigi ; SNC 21 σB = 80 kg / mm2 HB = 600 σa = 35 kg / mm2
Berdasarkan pemilihan bahan untuk pasangan roda gigi reduksi ini maka
a.Beban lentur yang diizinkan adalah (F’b)
F’ b1 = 35 x 2,5 x 0,320 x 0,328 = 9,184 kg
F’b2 = 35 x 2,5 x 0,352 x 0,328= 10,10 kg
b.Beban permukaan yang dizinkan (F’H )
F’ H = 0,569 x 50 x 2 x 28/ 48 = 33,19 kg
l. Lebar roda gigi (b)
b =Ft / F’tm
= 154,49 kg / 9,184 kg = 16,8 mm, dibulatkan menjadi 17 mm.

m. Pemeriksaan keamanan
b / m = 17 / 2,5 = 6,8 kontruksi aman
d / b = 50 / 17 =1,76 kontruksi aman
Dengan demikian roda gigi reduksi ini adalah aman untuk digunakan.

3.5 Perhitungan pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan kempat
Pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan kedua ini terdiri dari pinion yang terletak pada poros transisi dan roda gigi yang terletak pada poros output. Jarak antara poros transisi dan poros output direncanakan sebesar 60 mm. Penerusan daya dan putaran dari poros transisi sebesar 9,13 kW / 2354 rpm ke poros output dilakukan oleh pasangan roda gigi ini yang bersifat reduksi dengan perbandingan transmisinya sebesar 1,052.
Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan dimensi dari roda gigi, pemilihan bahan roda gigi dan pemeriksaan keamanan pemakaian roda gigi untuk pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan ketiga.

a. Diameter jarak bagi sementara pinion dan roda gigi (d0)

b. Jumlah gigi dari pinion dan roda gigi (z)
m = 2,5

Dari perhitungan diatas ada empat kemungkinan susunan jumlah gigi dari pasangan roda gigi yaitu: 23 : 24 , 23 : 25, 24 : 24, 24 : 25; dari keempat kemungkinan tersebut maka perbandingan 23 : 25 lebih mendekati dengan perbandingan transmisi yaitu 1,052; oleh karena itu jumlah gigi dari pasangan roda gigi ditetapkan sebagai berikut: z1 = 23 dan z2 = 25
c. Diameter jarak bagi sebenarnya

d. Diameter kepala
dk1 = (z1+ 2)m = (23 + 2) x 2,5 mm = 62,5 mm
dk2 = (z2+ 2)m = (25 + 2) x 2,5 mm = 67,5 mm

e. Diameter kaki ( df )
ck = o,25 x 2,5 = 0,625 mm.
df1 = ( z1 – 2 )m – 2 x ck = ( 23 –2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 51,25 mm
df2 = ( z2 – 2 )m – 2 x ck = ( 25 – 2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 56,25 mm

f. Tingggi gigi ( H )
H = 2 x m + ck = 2x 2,5 + 0,625 = 5,625 mm
g. Faktor bentuk gigi (Y)
Y2 = 0,339 , Y2 = 0,339

h. Kecepatan keliling roda gigi ( v)

i. Factor koreksi terhadap kecepatan ( fc )

j. Gaya tangensial roda gigi
Ft = 102P / v = (102 x 9,315) / 7,67 = 123,88 kg

k. Bahan roda gigi
Bahan roda gigi dapat kita pilih berdasarkan tabel 3.3.
Pinyon ; SNC 21 σB = 80 kg / mm2 HB = 600 σa = 35 kg / mm2
Roda gigi ; SNC 21 σB = 80 kg / mm2 HB = 600 σa = 35 kg / mm2
Berdasarkan pemilihan bahan untuk pasangan roda gigi reduksi ini maka
a. Beban lentur yang diizinkan adalah (F’b)
F’ b1 = 35 x 2,5 x 0,333 x 0,281 = 8,18 kg
F’b2 = 35 x 2,5 x 0,339 x 0,281= 8,34 kg
b. Beban permukaan yang dizinkan (F’H )
F’ H = 0,569 x 57,5 x 2 x 25/ 48 = 34,1 kg

l. Lebar roda gigi (b)
b =Ft / F’tm
= 123,88 kg / 8,18 kg = 15,14 mm, dibulatkan menjadi 16 mm.

m. Pemeriksaan keamanan
b / m = 16 / 2,5 = 6,4 kontruksi aman
d / b = 57,5 / 16 = 3,59 kontruksi aman
Dengan demikian roda gigi reduksi ini adalah aman untuk digunakan.

BAB IV
PERENCANAAN BANTALAN

4.1 Pemilihan bantalan pada poros transisi
Pada poros transisi terdapat lima buah roda gigi, empat buah roda gigi berfungsi untuk perpindahan kecepatan sedangkan satu lagi untuk penerusan daya dari poros input ke poros transisi. Tiap –tiap roda gigi bekerja gaya radial secara bervariasi, mulai dari kecil sampai gaya yang besar, gaya besar bekerja pada kecepatan pertama dan gaya terkecil bekeja pada kecepatan keempat.
Akibat gaya yang bekerja pada roda gigi tersebut, maka bantalan sebagai penahan poros mengalami gaya reaksi yang tergantung dari tingkat kecepatan yang sedang bekerja. Variasi gaya terhadap waktu yang bekerja pada bantalan mejadi sebuah kesulitan dalam menganalisa gaya reaksi dari bantalan, oleh karena itu dalam menganalisa gaya reaksi bantalan, gaya yang digunakan adalah gaya rata-rata.
Berikut langkah – langkah menganalisa gaya reaksi bantalan:

a. Gaya reaksi bantalan pada tingkat kecepatan pertama

b. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan kedua

c. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan ketiga

d. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan keempat

Suatu beban yang besarnya sedemikian rupa hingga memberikan umur yang sama dengan umur yang diberikan oleh beban dan kondisi putaran sebenarnya disebut beban ekivalen dinamis (Pr). Beban ekivalen dinamis ini dapat dicari dengan persamaan: Pr = XVFr + YFa
X berharga 1 dan Y berharga 0 jika bantalan bola baris tunggal
V berharga 1 bila beban putar pada bagian dalam 1,2 jika beban putar pada bagian luar
Dalam perencanaan ini bantalan yang dipilih adalah bantalan bola baris tunggal, umur dari bantalan dinginkan 10000 jam dan beban aksial dianggap tidak ada karena terlalu kecil dibandingkan dengan beban radial. Pembebanan terhadap poros berlangsung dengan sedikit tumbukan dan getaran, sehingga beban harus dikalikan dengan factor beban fW. untuk kerja dengan tumbukan fw adalah 1,2-1,5, dalam perencanaan ini fw dipilih sebesar 1,2. Dengan demikian beban ekivalen dinamis tiap-tiap kecepatan dapat dihitung sebagai berikut:

 Bantalan 1
Pr1 = Fr1 x fw x X x V = 53,04 x 1,2 x 1x 1 = 63,65 kg
Pr2 = Fr2 x fw x X x V = 76,06 x 1,2 x 1x 1 = 91,27 kg
Pr3 = Fr3 x fw x X x V = 40,16 x 1,2 x 1x 1= 48,92 kg
Pr4 = Fr4 x fw x X x V = 78,30 x 1,2 x 1 x 1 = 93,96 kg

Gear box diperkirakan akan bekerja selama 8 jam dalam sehari, beban yang bekerja selam 8 jam tersebut tidaklah sama, sehingga perlu diperkirakan beban rata-rata yang bekerja selama itu. Berikut taksiran lamanya bekerja suatu beban:
Kecepatan pertama bekerja selama 1 jam
Kecepatan kedua bekerja selam 3,5 jam
Kecepatan ketiga bekerja selama 3 jam
Kecepatan keempat bekerja selama 0,5 jam
Maka perbandingan waktu masing-masing terhadap waktu total adalh sebagai berikut:
α1 = 1/ 8 = 0,125; α2 = 3,5 / 8 = 0,4375; α3 = 3/8 = 0,375; α4 = 0,5/8 =0,0625
Beban rata-rata dapat dihitung dengan persamaan berikut:

nm = (t1n1 + t2n2+………….+ tnnn)/(t1+ t2 +……+ tn)
karena nn = nm maka:

= 77,12 kg
Bantalan dapat dipilih dari tabel 4.1, dalam perencanaan ini bantalan yang dipilih adalah bantalan dengan nomor 6006 dengan C = 1030 kg. Umur dari bantalan yang dipilih dapat ditentukan adalah sebagai berikut:

 Bantalan 2
Pr1 = Fr1 x fw x X x V = 248,46 x 1,2 x 1x 1 = 208,152 kg
Pr2 = Fr2 x fw x X x V = 80,07 x 1,2 x 1 x 1 = 96,08 kg
Pr3 = Fr3 x fw x X x V = 95,75 x 1,2 x 1 x 1= 114,9 kg
Pr4 = Fr4 x fw x X x V = 17,19 x 1,2 x 1 x 1 = 20,63kg

= 162,74 kg
Dalam perencanaan ini bantalan yang dipilih adalah bantalan dengan nomor 6306 dengan C = 2090 kg. Umur dari bantalan yang dipilih dapat ditentukan adalah sebagai berikut:

4.2 Pemilihan bantalan pada poros output
Pada poros ouput terdapat empat buah roda gigi yang berfungsi untuk meneruskan daya dan putaran pada waktu pemindahan kecepatan. Tiap –tiap roda gigi bekerja gaya radial secara bervariasi, mulai dari kecil sampai gaya yang besar, gaya besar bekerja pada kecepatan pertama dan gaya terkecil bekeja pada kecepatan keempat.
Berikut langkah – langkah menganalisa gaya reaksi bantalan:

a. Gaya reaksi bantalan pada tingkat kecepatan pertama

b. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan kedua

c. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan ketiga

d. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan keempat

Dalam perencanaan ini bantalan yang dipilih adalah bantalan bola baris tunggal, umur dari bantalan dinginkan 10000 jam dan beban aksial dianggap tidak ada karena terlalu kecil dibandingkan dengan beban radial. Pembebanan terhadap poros berlangsung dengan sedikit tumbukan dan getaran, sehingga beban harus dikalikan dengan factor beban fW. untuk kerja dengan tumbukan fw adalah 1,2-1,5, dalam perencanaan ini fw dipilih sebesar 1,2. Dengan demikian beban ekivalen dinamis tiap-tiap kecepatan dapat dihitung sebagai berikut:

 Bantalan 1
Pr1 = Fr1 x fw x X x V = 28,90 x 1,2 x 1x 1 = 34,68 kg
Pr2 = Fr2 x fw x X x V = 116,34 x 1,2 x 1 x 1 = 139,61 kg
Pr3 = Fr3 x fw x X x V = 66,64 x 1,2 x 1 x 1= 79,97 kg
Pr4 = Fr4 x fw x X x V = 118,27 x 1,2 x 1 x 1 = 141,92 kg
Pada poros ini putaran tiap tiap kecepatan tidak sama oleh karena itu putaran rata-rata harus ditentukan terlebih dahulu seperti berikut:
nm = (t1n1 + t2n2+………….+ tnnn)/(t1+ t2 +……+ tn)
= {1(875)+3,5(1255)+3(1721)+0,5(2238)}/ 8
= {785+4392,5+5163+1119}/ 8
= 1432,44 rpm

Dalam perencanaan ini bantalan yang dipilih adalah bantalan dengan nomor 6007 dengan C = 1250 kg. Umur dari bantalan yang dipilih dapat ditentukan adalah sebagai berikut:

 Bantalan 2
Pr1 = Fr1 x fw x X x V = 245,05 x 1,2 x 1x 1 = 294,06 kg
Pr2 = Fr2 x fw x X x V = 76,63 x 1,2 x 1 x 1 = 91,96 kg
Pr1 = Fr1 x fw x X x V = 92,01 x 1,2 x 1 x 1= 110,412 kg
Pr1 = Fr1 x fw x X x V = 13,56 x 1,2 x 1 x 1 = 12,272kg

Dalam perencanaan ini bantalan yang dipilih adalah bantalan dengan nomor 6009 dengan C = 1640 kg. Umur dari bantalan yang dipilih dapat ditentukan adalah sebagai berikut:

BAB V
PELUMASAN

5.1 Pemilihan pelumasan pada roda gigi
Fungsi pelumasan adalah mencegah keausan dari benda yang bergerak dan juga memindahkan panas akibat gesekan roda gigi kedalam cairan .
Dalam menentukan jenis minyak pelumas yang akan digunakan maka terlebih dahulu haris dihitung panas yang ditimbulkan karena pergeseran roda gigi yang bersinggungan ketika sedang bekerja , Disini roda gigi yang paling besar kerjanya adalah roda gigi 3 , dan roda gigi 4 , juga roda gigi 5 dengan roda gigi 6 .

Jenis minyak pelumas .
Viscositas bahan pelumas untuk roda gigi dengan kondisi kerja diatas putaran 1500 rpm .
……………..……………… ( ref . I , hal. 256 )
Dalam perencanaan ini diambil vicositas = 39 ( ost )

Spesifik grafity bahan pelumas .
…… ( ref . III, hal. 931 )
= 0,9 – 0,000365 ( 55,9 – 15,5 )
= 0,885
Viscositas absolut bahan pelumas .
z = ………………….. ( ref. I. Hal. 118 )
z = 39 . 0,885
= 34,51
Jadi jenis minyak pelumas yang digunakan adalah S A E 30 .

Tabel 5.1 Viskositas Absolut Dari Minyak
S.No Type of oil Absolute viscosity incenil poises, at temperatur in o C
30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 90
1
2
3
4
5
6
7 SAE 10
SAE 20
SAE 30
SAE 40
SAE 50
SAE 60
SAE 70 50
69
130
210
300
450
1000 36
55
100
170
250
320
690 27
42
78
120
200
270
450 24,5
34
57
96
170
200
310 21
27
48
78
120
160
210 17
23
40
60
90
120
165 14
20
30
46
76
90
120 12
17
27
40
60
72
87 11
14
22
34
50
57
67 9
11
19
27
38
46
52 8
10
16
22
34
40
43 5,5
7,5
10
13
20
25
33

5.2 Pemilihan pelumasan pada bantalan
Pelumasan bantalan terutama dimaksud untuk mengurangi gesekan dan keausan antara gelinding dan sangkar, membawa keluar panas yang terjadi, mencegah korosi dan menghindari masuknya debu. Cara pelumasan ada dua macam, yaitu pelumasan gemuk dan pelumasan minyak.
Pelumasan gemuk lebih disukai karena penyekatnya lebih sederhana, dan semua gemuk yang bermutu baik dapat memberikan umur panjang. Cara umum untuk penggemukkan adalah dengan mengisi dalam bantalan dengan gemuk sebanyak mungkin; untuk ruangan yang cukup besar, jika harga d.n mendekati batas, 40 (%) dari seluruh ruangan yang ada dapat diisi; untuk harga d.n yang lebih kecil, sebanyak 60 (%); untuk harga d.n yang kurang dari 5000, pengisian gemuk agak berlebihan tidak menjadi keberatan.
Dalam perencanan ini pelumasan yang digunakan untuk bantalan adalah pelumasan gemuk, sesuai dengan penjelasan diatas maka untuk menentukan jumlah gemuk yang harus digunakan, harga d.n harus ditentukan terlebih dahulu. Berikut pemilihan pelumasan terhadap masing-masing bantalan:

a. Bantalan pada poros transisi
Harga d.n dari poros ini adalah:
d.n = 22 x 2354 = 51788
karena harga d.n terlalu kecil, maka pelumasan dilakukan dengan mengisi gemuk 60 (%) dari seluruh ruangan. Umur dari gemuk dapat ditentukan dengan menggunakan pedoman dibawah ini:

b. Bantalan pada poros output
Putaran pada poros ini adalah bervariasi dengan waktu, maka putaran yang digunakan adalah putaran rata-rata yang telah dihitung pada perencanaan bantalan yaitu 1432 rpm, maka harga d.n adalah
d.n = 30 x 14532 = 42960
karena harga d.n terlalu kecil, maka pelumasan dilakukan dengan mengisi gemuk 60 (%) dari seluruh ruangan. Umur dari gemuk dapat ditentukan dengan menggunakan pedoman dibawah ini:

BAB VI
KESIMPULAN

Dari persamaan bantalan pada roda gigi kendaraan roda dua suzuli shogun R dengan daya 9,8 Hp dan putaran 9000 rpm dapat diambil kesimpulan adalah:
Daya poros I (penggerak utama) = 9,8 Hp x 0.735 kW = 7,203 kW
Daya poros II (poros transisi) = 7,203 kW x 0,98 = 7,059 kW
Daya poros III (poros output) = 7,059 kW x 0,98 = 6,918 kW
• Untuk putaran tiap-tiap poros yaitu:
1. Putaran poros kedua, yang merupakan reduksi awal dari poros penggerak utama yang mempunyai putaran sebesar 9000 rpm.
rpm
2. Putaran poros output, untuk poros ini tingkatan putaran yang dialaminya tergantung dari tingkatan kecepatan, maka untuk tingkatan kecepatan:
1. Pertama rpm
2. Kedua rpm
3. Ketiga rpm
4. Top rpm
• Dalam perencanaan spline yang mengikat poros output dan roda gigi direncanakan berjumlah 6 buah. Maka ukuran dari spline adalah sebagai berikut:
Diameter poros (ds) = 0,80 x D
Diameter spline (D) = ds / 0,80 = 30 / 0.80 = 37,5 mm
Lebar spline (w) = 0,25 x D =0,25 x 37,5 = 9,375 mm
Tinggi spline (h) = 0,10 x D = 0,10 x 37,5 = 3,75 mm
• Bahan untuk spline adalah sama dengan bahan poros yaitu S45C-D.
• Ukuran bantalan 1
o Nomor bantalan = 6006 ZZ
o Kapasitas nominal yang di cari(C) = 1030 kg
o Diameter dalam (d) = 30 mm
o Diameter dalam (D) = 55 mm
o Lebar bantalan (B) = 13 mm
o Jari-jari bantalan = 1,5 mm
• Ukuran batalan 2
o Nomor bantalan = 6306 ZZ
o Kapasitas nominal yang di cari(C) = 2090 kg
o Diameter dalam (d) = 30 mm
o Diameter dalam (D) = 72 mm
o Lebar bantalan (B) = 19 mm
o Jari-jari bantalan = 2 mm

Kendaraan roda dua suzuki shogun yang berdaya maksimum 9,8 Hp / 9000 rpm mempunyai 4 (empat) tingkatan kecepatan. Tingkatan kecepatan dari kendaraan ini diatur dalam suatu kotak yang sering disebut dengan gear box. Gear box ini berisi pasangan roda gigi yang berfungsi untuk pemindahan tingkatan kecepatan. Dalam gear box ini terdapat 4 (empat) pasang roda gigi, jika terjadi pemindahan tingkatan kecepatan maka salah satu pasangan roda gigi akan saling terkait sementara yang lain akan terpisah.
Penerusan daya dan putaran dalam gear box ini dilakukan oleh roda gigi dan pinion yang bersifat reduksi. Pengurangan putaran dilakukan agar piston dalam silinder tidak menerima beban kejut yang menyebabkan kerusakan terlalu cepat. Roda gigi dan pinion yang digunakan untuk transmisi daya dan putaran dalam gear box adalah roda gigi lurus dengan sudut tekan 20o
Pembebanan terhadap pasangan roda gigi dalam gear box dilakukan secara perlahan-lahan dan dengan sedikit kejutan serta tumbukan. Penerusan daya melalui pasangan roda gigi menghasilkan gaya radial antara roda gigi yang besarnya tergantung dari daya dan putaran roda gigi. Gaya yang bekerja pada roda gigi ini di tahan oleh elemen mesin lain yaitu bantalan yang berguna menetapkan poros pada tempatnya. Dalam perencanaan ini bantalan yang dipilih adalah bantalan gelinding radial, pemilihan bantalan ini dikarenakan bantalan gelinding radial mampu menahan beban radial yang besar dan sedikit beban aksial dan bantalan ini juga mempunyai gesekan yang sangat kecil dengan elemen gelinding.
Pelumasan yang digunakan adalah pelumasan minyak untuk roda gigi dan pelumasan gemuk untuk bantalan. Gemuk dari bantalan harus digantikan setiap 386,19 jam untuk bantalan pada poros transisi dan setiap 465,55 jam untuk bantalan pada poros ouput.

D A F T A R P U S T A K A

Kamal Kumar, M.E, 1976. Machine Design, Data Book, Delhi.

Lahey dan Debruijn, 1986. Ilmu Menggambar Bangunan Mesin, PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

MF. Spotts, 1978. Design of Machine Elemen, Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey.

Sularso dan Kyokatsu, 1987. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Vallence, Alex dan venton Levy Doughtie, 1951. Design of Machine Members, Mc. Graw Hill Book Company Inc, New York..

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perbandingan antara bantalan luncur dengan bantalan gelinding 2
1.3 Hal-hal penting dalam perencanaan bantalan radial 2
1.4 Cara kerja 6

BAB II PERENCANAAN POROS DAN SPILEN 7
2.1 Perhitungan daya dan putaran pada masing-masing poros 7
2.2 Perhitungan poros penggerak utama /input dan pasak 9
2.3 Perhitungan poros kedua dan spilen 14
2.4 Perhitungan poros output dan spilen 17

BAB III PERENCANAAN RODA GIGI 19
3.1 Perhitungan pasangan roda gigi pada tahapan reduksi awal 19
3.2 Perhitungan pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan pertama 24
3.3 Perhitungan pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan kedua 26
3.4 Perhitungan pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan ketiga 29
3.5 Perhitungan pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan keempat 32

BAB IV PERENCANAAN BANTALAN 35

4.1 Pemilihan bantalan pada poros transmis 35
a. Gaya reaksi bantalan pada tingkat kecepatan pertama 35
b. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan kedua 36
c. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan katiga 37
d. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan keempat 38

4.2 Pemilihan bantalan pada poros output 41
a. Gaya reaksi bantalan pada tingkat kecepatan pertama 41
b. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan kedua 42
c. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan ketiga 43
d. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan keempat 44

BAB V PELUMASAN 47
5.1 Pemilihan pelumasan pada roda gigi 47
5.2 Pemilihan pelumasan pada bantalan 48

BAB VI KESIMPULAN 50

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

• Tabel 2.1 perbandingan transmisi tiap tahapan………………………….. 8

• Tabel 2.2 faktor koreksi daya yang akan di transmisikan,fc………… 9

• Tabel 2.3 baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang
yang ditarik dinding untuk poros………………………………. 10

• Tabel 2.4 faktor momen puntir……………………………………………….. 11

• Tabel 2.5 diameter poros………………………………………………………… 11

• Tabel 3.1 faktor bentuk gigi…………………………………………………….. 21

• Tabel 3.2 faktor dinamis…………………………………………………………. 22

• Tabel 3.3 tegangan lentur yang di izinkan pada bahan roda gigi….. 23

• Tabel 5.1 viskositas absolut dari minyak…………………………………… 48

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 bantalan radial ujung dan radial tangan………………………….. 3

Gambar 3.1 diagram pemilihan modul roda gigi lurus……………………….. 20

LAMPIRAN I

Susunan Bantalan dengan Komponen-komponennya

LAMPIRAN II

Bantalan Dalam Mesin

Bantalan Yang Dipasang Pada Poros