PENYAKIT TROPIK PENYAKIT ZIKA

TUGAS PENYAKIT TROPIK

PENYAKIT ZIKA

KELOMPOK 7
1. Marya Yenita Sitohang 25010113120022
2. Wahyuni C. Sinaga 25010113120048
3. Rofida Ulinnuha 25010113120077
4. Norma Dewi Suryani 25010113120106
5. Wiwin Rahma Dhiana 25010113120116
6. Diana Kusmi Tridiantari 25010113120181
7. Istiqomah 25010113120198

Kelas Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Zika (Zika) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Zika yang menyebar ke orang terutama melalui gigitan terinfeksi Aedes spesies nyamuk. Gejala yang paling umum dari Zika adalah demam, ruam, nyeri sendi, dan konjungtivitis (mata merah). Virus Zika pertama ditemukan pada seekor monyet resus di hutan Zika, Ugandapadatahun 1947. Virus Zika kemudian ditemukan kembali pada nyamuk spesies Aedes Africanus di hutan yang sama pada tahun 1948 dan pada manusia di Nigeria pada tahun 1954.Studi serologi dan isolasi strain ZIKV menunjukkan bahwa virus ini memiliki lebar distribusi geografis, termasuk timur dan barat Afrika, selatan dan selatan-timur Asia, dan Mikronesia. Sejak kasus manusia pertama Zika terdeteksi dan sejak itu, wabah Zika telah dilaporkan di Afrika tropis, Asia Tenggara, dan Kepulauan Pasifik. Wabah zika mungkin telah terjadi di banyak lokasi. Sebelum tahun 2007, setidaknya 14 kasus Zika telah didokumentasikan.
Pada tahun 2015, virus ini kembali merebak yang mana di Brazil telah dikonfirmasi 404 kasus. Jumlah itu meningkat dari waktu ke waktu. Kementerian Kesehatan Brasil menyebutkan terdapat 76 kematian pada bayi yang diduga disebabkan microcephaly, baik dalam kandungan maupun sesaat setelah dilahirkan. Microcephaly diduga terkait dengan virus Zika. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menilai penyakit yang terkaitdengan virus Zika di Amerika Latin pada akhir tahun 2015 hingga Januari 2016 telah menimbulkan keadaan darurat kesehatan bagi masyarakat. Oleh sebab itu, WHO mengumumkan Status Darurat Kesehatan Internasional.

1.2 Tujuan
a. Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan penyakit zika secara komprehensif.
b. Tujuan khusus penulisan makalah ini antara lain :
1. Untuk mengidentifikasi penyakit zika secara epidemiologi
2. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit zika
3. Untuk mengetahui patogenesis penyakit zika
4. Untuk mengetahui diagnosis penyakit zika
5. Untuk mengetahui pencegahan dan pengendalian penyakit zika

1.3 Manfaat
a. Bagi penulis: dapat mengetahui, menganalisis hasil tulisan dan dapat menambah wawasan tentang penyakit zika.
b. Bagi masyarakat: dapat menambah wawasan tentang bagaimana penularan penyakit zika sehingga dapat mengupayakan pencegahan terhadap penyakit tersebut.
c. Bagi pemerintah: dapat dijadikan sebagai bahan untuk penyuluhan serta pencegahan dan pengendalian penyakit zika
d. Bagi FKM: dapat dijadikan sebagai bahan referensi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. EPIDEMIOLOGI VIRUS ZIKA
Pada manusia, virus Zika tidak menimbulkan kesakitan yang berat serta sangat jarang menimbulkan kematian, oleh karena itu banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi. Tidak ada pengobatan khusus atau vaksin yang tersedia hingga saat ini. Sedangkan bentuk terbaik pencegahan dilakukan dengan perlindungan terhadap gigitan nyamuk. Penyakit ini pertama kali diketahui pada rhesus sentinel monyet yang ditempatkan di platform pohon di Hutan Zika Uganda pada tahun 1947, survey penduduk Uganda menemukan prevalensi kejadian sebesar 6,1%. tahun 1952 adaalah tahun dimana kasus Zika pada manusia pertama kali terdeteksi, dan sejak saat itu pula wabah Zika telah banyak dilaporkan di Afrika tropis, Asia Tenggara, dan Kepulauan Pasifik. Pada tahun 2007, wabah pertama virus Zika terjadi besar-besaran dimana sebanyak 185 kasus dikonfirmasi dan dilaporkan di Kepulauan Yap Negara Federasi Mikronesia (Federated States of Micronesia). Sebanyak 108 kasus dikonfirmasi dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) atau uji serologi dan dicurigai pula terdapat 72 kasus tambahan. Adapun mengenai pengenalan dan penularan di Pulau Yap sendiri masih belumjelas, kemungkinan pengenalan terjadi melalui nyamuk yang terinfeksi pada manusia viraemic dengan strain yang berhubungan dengan orang-orang yang tinggal di Asia Tenggara. Kasus ini merupakan pertama kalinya demam Zika telah dilaporkan di luar Afrika dan Asia. Sebelum tahun 2007, setidaknya 14 kasus Zika telah didokumentasikan, meskipun kasus lainnya kemungkinan besar akan terjadi dan tidak dilaporkan. Karena gejala Zika mirip dengan banyak penyakit lainnya, banyak kasus mungkin tidak terdeteksi dan dilaporkan.
Pada Mei 2015, Pan American Health Organization (PAHO) mengeluarkan peringatan mengenai konfirmasi infeksi virus Zika di Brazil. Di Brazil teramati terjadinya peningkatan infeksi virus Zika pada masyarakat dan terjadinya peningkatan bayi lahir dengan microcephaly. Beberapa lembaga penelitian disana menumukan bukti hubungan Virus Zika dan microcephaly. Namun, penyelidikan lebih lanjut diperlukan sebelum memahami hubungan antara microcephaly pada bayi dan virus Zika. Selanjutnya Zika juga dilaporkan muncul di wilayah Amerika Selatan dan menyebabkan penyebaran yang cepat di seluruh Amerika Selatan dan Tengah, hingga mencapai Meksiko pada November 2015.
CDC kemudian mengeluarkan peringatan perjalanan pada 15 Januari 2016 yang menghimbau wanita hamil untuk mempertimbangkan menunda perjalanan ke negara-negara berikut, yakni: Brazil, Kolombia, El Salvador, Guyana Prancis, Guatemala, Haiti, Honduras, Martinique, Meksiko, Panama, Paraguay, Suriname, Venezuela, dan Commonwealth of Puerto Rico. Akhirnya pada tanggal 1 Februari 2016, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi menyatakan virus Zika dalam keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi keprihatinan internasional (PHEIC). Adapun transmisi lokal telah dilaporkan di banyak negara dan wilayah lainnya, virus Zika kemungkinan akan terus menyebar ke daerah baru. Menurut laporan WHO, antara 1 Januari 2007 dan 17 Februari 2016, terdapat total 48 negara dan teritori melaporkan penularan virus Zika, termasuk negara dan wilayah yang memberikan bukti langsung dari transmisi lokal. Di antara 48 negara dan wilayah, Aruba dan Bonaire adalah wilayah terbaru dalam pelaporan transmisi ini.
Penyebab penyakit Zika (Zika disease) ataupun demam Zika (Zika fever) adalah virus Zika. Virus Zika termasuk dalam garis Flavivirus kelompok Arbovirus bagian dari virus RNA. Yang masih berasal dari keluarga yang sama dengan virus penyebab penyakit dengue/demam berdarah. Virus Zika disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes yang terinfeksi. Nyamuk ini menjadi terinfeksi setelah menggigit penderita yang telah memiliki virus tersebut. Nyamuk ini sangat aktif di siang hari dan hidup serta berkembang biak di dalam maupun luar ruangan yang dekatdengan manusia, terutama di area yang terdapat genangan air.

(Virus Zika) (Aedes aegypti, vektor virus Zika)

2.2. Manifestasi Klinis Zika
Pada pasien yang terinfeksi virus Zika 80% sering tanpa gejala dan berpotensi menjadi sumber penularan (Muso, et al. 2014). Masa inkubasi berkisar antara 3-12 hari. Tanda-tanda utamanya hampir sama dengan DBD, seperti demam dalam jangka waktu 2-7 hari, namun demam pada DBD cenderung lebih tinggi yaitu bisa > 400C sedangkan pada Zika bisa < 380C. Demam tersebut diikuti dengan timbulnya ruam makolobular, sakit kepala, arthralgia, nyeri otot dan sendi, konjungtivitis serta edema pada kaki dan tangan. Infeksi virus Zika tidak memberikan gejala mual dan muntah seperti pada DBD (Chang, et al. 2016). Munculnya ruam makolobular dialami oleh lebih dari 90 % pasien. Pada beberapa kasus juga dilaporkan terjadi gangguan saraf dan komplikasi autoimun. Pada kondisi tubuh yang baik penyakit ini dapat sembuh dalam 7-12 hari tanpa pengobatan medis. Penderita bahkan tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi Zika. Penderita jarang mengalami gejala klinis berat yang hingga butuh rawat inap atau bahkan kematian.
Pada beberapa hasil kajian menunjukkan kemungkinan adanya hubungan antara infeksi virus Zika dengan kejadian microcephaly pada janin. Microcephaly ditandai dengan lingkar kepala janin yang lebih kecil dari rata-rata lingkar kepala janin normal yang sesuai dengan umurnya. Kecilnya ukuran lingkar kepala ini terjadi akibat otak janin tidak berkembang sebagaimana seharusnya. Sehingga pertumbuhan dan perkembangan kepala serta bangunan didalamnya terhambat (Oliveira., et al. 2016). Hal ini juga menyebabkan gangguan intelektual dan cacat secara fisik. Data dari Departemen Kesehatan Brasil menunjukkan bahwa terdapat 4180 laporan kasus microcephaly yang berhubungan dengan virus Zika. (Chang, et al. 2016).
Persamaan serta perbedaan gejala dan tanda infeksi virus Zika dan DBD.
Zika DBD
a. Demam
b. Sakit kepala
c. Muncul bintik merah
d. Nyeri otot dan sendi
e. Tidak menunjukkan mual dan muntah
f. Konjungtivitis
g. Tidak menunjukkan penurunan trombosit, hanya penurunan leukosit
h. Sembuh sendiri (7-12 hari)
i. Komplikasi : microcephaly pada bayi a. Demam (cenderung lebih tinggi)
b. Sakit kepala
c. Timbul ruam kulit sampai perdarahan masif
d. Nyeri otot dan sendi
e. Mual dan muntah
f. Tidak menimbulkan konjungtivitis
g. Dapat menyebabkan kematian karena perdarahan hebat (hemorrhagic)
h. Komplikasi : Encephalitis, gagal ginjal akut, perdarahan hebat

2.3. PATOGENESIS VIRUS ZIKA
Virus Zika masuk ke sel manusia melalui arthropoda arbovirus, salah satunya adalah dengan melalui nyamuk. Jenis nyamuk yang dapat membawa virus Zika adalah nyamuk genus Aedes termasuk Aedes africanus, Aedes apicoargenteus, Aedes leuteocephalus, Aedes aegypti, Aedes vitattus dan Aedes Furcifer. Virus Zika termasuk dalam golongan genus flavivirus, sehingga patogenesis dari virus Zika hampir sama dengan virus dengue atau demam berdarah. Beberapa sumber menyatakan bahwa virus Zika dapat menular ke manusia melalui transfusi darah, transmisi perinatal dan transmisi seksual.
Patogenesis virus Zika berawal ketika nyamuk Aedes betina yang membawa virus Zika menggigit manusia, kemudian virus masuk ke tubuh manusia. Setelah masuk ke tubuh manusia, virus Zika akan menginfeksi sel dendritik pada daerah dimana nyamuk menyuntikkan virus Zika. Kemudian diikuti penyebaran ke kelanjar getah bening dan aliran darah. Seperti pada kelompok flavivirus lainnya, virus mengalami siklus replikasi dengan empat tahap, yaitu terjemahan RNA genomik menjadi protein virus, replikasi RNA virus, berkumpulnya partikel virus di retikulum endoplasma dan pelepasan virion. Replikasi virus Zika terjadi pada sitoplasma, akan tetapi antigen virus Zika telah ditemukan dalam inti sel yang terinfeksi.
Gejala dari infeksi virus Zika biasanya muncul 3-11 hari setelah gigitan nyamuk yang membawa virus, meskipun periode viremic masih belum dipastikan. Infeksi virus Zika dapat terkait dengan pengembangan kepala yang kecil dan kerusakan otak pada bayi baru lahir atau mikrosefali. Penelitian yang dilakukan di Brasil pada September 2015 juga menyebutkan bahwa ada hubungan antara infeksi virus Zika dengan kejadian mikrosefali dan bayi lahir cacat. Karena ada peningkatan kasus mikrosefali di daerah yang mengalami wabah Zika, dan adanya peningkatan munculnya gejala klinis pada ibu hamil selama awal kehamilan. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya RNA Zika pada sampel cairan ketuban dari dua ibu hamil yang janinnya didiagnosis mikrosefali. Waktu paling berbahaya diperkirakan selama trimester pertama kehamilan. Akan tetapi para ahli belum dapat memastikan bagaimana virus memasuki plasenta dan menyebabkan gangguan perkembangan otak pada janin.

2.4. DIAGNOSA VIRUS ZIKA
Gejala Zika mirip dengan demam berdarah dan chikungunya, penyakit menyebar melalui nyamuk yang sama yaitu aedes yang menularkan Zika.Untuk menghindai kesalahan diagnosis yaitu dengan tes darah untuk mencari Zika atau virus lainnya seperti demam berdarah dan chikungunya. Ketika gejala, infeksi virus Zika biasanya seperti sindrom influenza, sering keliru dengan infeksi arboviral lain seperti demam berdarah atau chikungunya. Diagnosis dikonfirmasi diberikan dengan RT – PCR, yang secara khusus mendeteksi virus selama viremia. Dalam ELISA tes serologi dapat memastikan adanya Zika IgM dan flaviviruses IgG, dimana spesifisitas ditentukan oleh seroneutralisation.
Beberapa metode dapat digunakan untuk diagnosis , seperti virus deteksi asam nukleat, solasi virusi dan uji serologis. Diagnosis dengan serologi sulit karena virus dapat crossreact dengan flaviviruses lainnya. Dengan demikian, deteksi asam nukleat virus tetap disukai. Selanjutnya pengujian diagnostik untuk virus zika dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Reverse reaksi berantai transcriptase – polymerase (RT – PCR) untuk RNA virus dalam serum dikumpulkan ≤7 hari setelah onset penyakit.
2. Serologi untuk IgM dan antibodi dalam serum dikumpulkan ≥4 hari setelah onset penyakit.
3. Plaque uji reduksi netralisasi (PRNT) untuk kenaikan ≥4 kali lipat antibodi penetral virus – spesifik paired sera.
4. Immunohistochemical (IHC) pewarnaan untuk antigen virus atau RT – PCR pada jaringan tetaperologi Cross- Reaksi dengan flaviviruses Lain.
5. Zika virus serologi (IgM) dapat menjadi positif karena antibodi terhadap flaviviruses terkait (misal : Dengue dan virus demam kuning).
6. Neralisasi tes antibodi dapat membedakan antara antibodi bereaksi silang di flavivirusinfections primer.
7. Sulit untuk membedakan menginfeksi virus pada orang yang sebelumnya terinfeksi atau divaksinasi terhadap flavivirus terkait penyedia.
8. Healthcare harus bekerja dengan negara bagian dan lokal departemen kesehatan untuk memastikan hasil tes diinterpretasikan dengan benar.
Berdasarkan gambaran klinis yang khas, diagnosis untuk infeksi virus Zika adalah luas. Selain dengue, pertimbangan lainnya termasuk leptospirosis, malaria, Rickettsia, kelompok A Streptococcus, rubella, campak, dan Parvovirus Enterovirus, Adenovirus, dan infeksi Alphavirus (misalnya , Chikungunya , Mayaro , Ross River , Barmah Forest , O’nyong – nyong , dan virus Sindbis). Diagnosis awal didasarkan pada gambaran klinis pasien, tempat dan tanggal perjalanan, dan kegiatan. Diagnosis laboratorium umumnya dilakukan dengan pengujian serum atau plasma untuk mendeteksi virus, asam nukleat virus, atau virus – spesifik immunoglobulin M, dan antibodi. Diagnosa serologi dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
1. Jenis sampel : serum (dikumpulkan pada tabung kering , 5 sampai 7 cc bila memungkinkan) atau urine.
Gejala akibat ZIKV infeksi biasanya cenderung ringan, gejala awal bisa luput dari perhatian, mengurangi kesempatan untuk mengambil sampel. Meskipun periode viremic masih belum ditetapkan sepenuhnya, RNA virus telah terdeteksi dalam serum hingga hari ke 10 setelah timbulnya gejala ZIKV RNA juga telah terdeteksi dalam urin selama jangka dalam fase akut yang berarti yang bisa menjadi sampel alternatif untuk dipertimbangkan.Namun, karena studi lebih lanjut diperlukan, dianjurkan bahwa sampel serum diambil selama 5 hari pertama setelah timbulnya gejala .
2. Jenis sampel: serum (dikumpulkan pada tabung kering)
ZIKV spesifik antibodi IgM dapat dideteksi dengan ELISA atau tes imunofluoresensi pada spesimen serum dari hari 5 setelah timbulnya gejala. Karena serum tunggal pada fase akut adalah dugaan, disarankan bahwa sampel kedua diambil 1-2 minggu setelah sampel pertama untuk menunjukkan serokonversi (negatif ke positif) atau peningkatan empat kali lipat pada titer antibodi (dengan tes kuantitatif) .
Interpretasi dari tes serologi sangat penting untuk diagnosis ZIKV. Pada infeksi primer (infeksi pertama dengan flavivirus: a) telah menunjukkan bahwa antibodi reaksi silang minimal dengan lainnya virus terkait genetik. Namun, telah menunjukkan bahwa individu dengan riwayat infeksi dari flaviviruses lainnya (terutama dengue, demam kuning dan West Nile) dapat terjadi reaksi silang dalam tes ini. Meskipun netralisasi dengan reduksi plak (PRNT) menawarkan kekhususan yang lebih besar dalam mendeteksi antibodi (IgG), cross-reaksi juga telah didokumentasikan; pada kenyataannya, beberapa pasien dengan riwayat infeksi oleh flaviviruses lainnya telah menunjukkan peningkatan hingga empat kali lipat dalam menetralisir titer antibodi bila terinfeksi ZIKV.
Laboratorium untuk Pengujian Diagnostik
1. Tidak ada tes diagnostik yang tersedia secara komersial
2. Pengujian dilakukan pada CDC dan beberapa departemen kesehatan negara
3. CDC bekerja untuk memperluas tes diagnostik laboratorium di negara-negara
4. Penyedia layanan kesehatan harus menghubungi departemen kesehatan negara mereka untukmemfasilitasi pengujian diagnostik
Laboratorium Virus Zika untuk Pengujian Bayi
Direkomendasikan untuk :
1. Bayi dengan microcephaly atau kalsifikasi intrakranial yang lahir dari ibu yang melakukan perjalanan ke atau tinggal di daerah dengan transmisi virus Zika saat hamil
2. Bayi lahir dari ibu dengan hasil tes positif atau tidak meyakinkan untuk infeksi virus Zika
Rekomendasi Pengujian Zika Virus untuk Bayi
1. RNA virus -Zika (RT – PCR), IgM, dan antibodi
2. Dengue Virus IgM dan antibodi Spesimen – Clinical
3. Serum (Tali pusar atau langsung, dalam waktu 2 hari lahir jika mungkin)
Cairan -Cerebrospinal, jika diperoleh untuk penelitian lain
4. Consider evaluasi histopatologis (plasenta dan tali pusat)
Virus immunohistochemicalstaining – Zika (jaringan tetap)
virus -Zika RT – PCR ( jaringan tetap dan beku )
5. Tambahan, jika belum dilakukan, serum uji ibu
virus -Zika IgM dan antibodi

Berikut gambar alur proses spesimen :

2.5. PENCEGAHAN DAN TINDAKAN PENGENDALIAN
Menurut WHO dan PAHO pada tahun 2015, Tindakan pencegahan dan pengendalian diarahkan pada pengurangan kepadatan vektor yang mendasar dan dapat mencegah penularan jika efektif. Strategi Manajemen Terpadu untuk Pencegahan dan Pengendalian Dengue (IMS -Dengue) memberikan dasar untuk kesiapan virus Zika. Dalam situasi saat ini, intensifikasi pencegahan dan pengendalian IMS-dengue yang luas dianjurkan. Rekomendasi ini meliputi:
1. Partisipasi lintas sektor dan kolaborasi di semua tingkat pemerintahan dan kesehatan, pendidikan, lingkungan, pembangunan sosial dan sektor pariwisata.
2. Partisipasi organisasi non-pemerintah (LSM) dan organisasi swasta; Menjaga komunikasi risiko dan mobilisasi bagi seluruh masyarakat.
Pengendalian nyamuk adalah satu-satunya ukuran yang dapat mengganggu transmisi vektor ditanggung virus seperti demam berdarah, chikungunya, dan Zika. Elemen-elemen kunci dari program pengendalian vektor yang seharusnya memandu respon yaitu seperti di bawah ini.
1. Manajemen Vector terpadu (IVM)
Sebuah program kontrol dengue dan vektor chikungunya yang efektif dan operasional memberikan dasar untuk persiapan yang memadai terhadap virus Zika, karena virus ini ditularkan oleh nyamuk yang sama, Ae. Aegypti. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menerapkan dan mengintensifkan pengawasan dan langkah-langkah pengendalian vector. dikembangkan untuk demam berdarah dan chikungunya sebagai bagian dari Vektor Manajemen Terpadu (IVM).
Untuk memastikan keberhasilannya, adalah penting untuk menyertakan partisipasi lintas sektoral dan kolaborasi di semua tingkat pemerintahan, termasuk kesehatan, pendidikan, lingkungan, sosial, pembangunan dan sektor pariwisata. IVM juga bergantung pada dukungan dari organisasi non-pemerintah (LSM) dan organisasi swasta. saluran komunikasi harus tetap terbuka dan partisipasi masyarakat harus dimobilisasi. Hal ini penting untuk memberikan informasi yang jelas dan kualitas informasi kepada masyarakat tentang penyakit ini melalui kampanye komunikasi.
Mengingat luasnya distribusi Ae. aegypti dan Ae. albopictus di Amerika, langkah-langkah pencegahan dan pengendalian harus ditujukan untuk mengurangi kepadatan vektor, dan memperoleh penerimaan dan kolaborasi dari masyarakat untuk mengadopsi langkah-langkah tersebut. Pencegahan dan pengendalian tindakan oleh otoritas nasional harus mencakup sebagai berikut:
1. Memperkuat pengelolaan lingkungan dan menghilangkan situs vektor berkembang biak dalam rumah tangga dan area umum (mis, taman, sekolah, pemakaman, dll) untuk mencegah atau meminimalkan perkembangbiakan vektor dan kontak manusia dengan vektor nyamuk
2. Menyelenggarakan kampanye sanitasi massa untuk penghapusan daerah perkembangbiakan, khususnya di daerah-daerah di mana pengumpulan sampah rutin telah terganggu
3. Menerapkan langkah-langkah pengendalian daerah perkembangbiakan melalui metode fisik, biologi dan kimia saat melibatkan keluarga dan masyarakat secara aktif.
4. Mengidentifikasi daerah penularan berisiko tinggi (risiko stratifikasi), dan memprioritaskan tempat di mana orang berkumpul (misalnya, sekolah, terminal transportasi, rumah sakit, pusat kesehatan, dll) Nyamuk harus dihilangkan dengan radius minimal 400 meter dari sekitar tempat-tempat ini.
5. Di daerah di mana kasus asli atau diimpor dari demam berdarah, chikungunya, dan / atau virus Zika terdeteksi, disarankan untuk menggunakan pengobatan adulticide (terutama melalui penyemprotan), untuk menghilangkan nyamuk dewasa yang terinfeksi dan mengganggu transmisi. Hal ini penting untuk memperhitungkan bahwa tindakan ini luar biasa dan hanya efektif bila dilakukan oleh tenaga terlatih mengikuti pedoman teknis secara internasional dan ketika dilakukan bersama-sama dengan tindakan yang diusulkan lainnya, seperti dijelaskan di atas. Penyemprotan adalah cara utama untuk secara intensif mengganggu transmisi dan mendapatkan waktu untuk menggabungkan penghapusan daerah perkembangbiakan larva.
6. Memilih insektisida yang tepat (sesuai dengan rekomendasi PAHO / WHO), memverifikasi label produk dan formula, dan mempertimbangkan kerentanan populasi nyamuk terhadap insektisida
7. Memelihara dan menggunakan peralatan penyemprotan dengan cara yang tepat dan memperhatikan persediaan insektisida
8. Memastikan pemantauan intensif (misalnya, kontrol kualitas) dari operator lapangan baik selama kontrol dan pengobatan larva insektisida dewasa (pengasapan).
Tindakan terpadu (simultan atau terkoordinasi) untuk pengendalian vektor (misalnya, adulticide dan kontrol larva oleh tenaga terlatih, ditambah dengan sanitasi dan promosi tindakan masyarakat) sangat penting untuk mencapai dampak besar dalam jumlah waktu yang singkat. Orang yang terlibat dalam pengendalian vector melalui penggunaan bahan kimia harus memakai alat pelindung diri yang sesuai. Ini adalah tanggung jawab program pengendalian vektor untuk memasok peralatan ini untuk stafnya, untuk memantau penggunaannya, dan memiliki cukup persediaan simpanan di bawah kondisi yang sesuai.

2. Pencegahan Pribadi
Hal ini penting bagi pasien yang terinfeksi dengue, chikungunya atau virus Zika untuk meminimalkan kontak dengan vektor. Langkah ini membantu mencegah penyebaran virus dan karena penyakit. Pasien, anggota rumah tangga, dan masyarakat, harus dididik tentang risiko penularan kepada orang lain dan cara untuk meminimalkan risiko ini dengan mengurangi populasi vektor dan kontak manusia-vektor. Langkah-langkah pencegahan pribadi ini juga efektif dalam mencegah penularan virus kepada orang-orang yang sehat. Tindakan berikut ini dianjurkan untuk meminimalkan kontak vektor-pasien:
1. Pasien harus beristirahat di bawah kelambu, diperlakukan dengan atau tanpa insektisida.
2. Pasien dan anggota lain dari rumah tangga harus memakai pakaian yang menutupi kaki dan tangannya.
3. Terapkan penolak yang mengandung DEET, IR3535 atau Icaridin untuk kulit yang terkena atau pakaian; penggunaannya harus benar-benar sesuai dengan petunjuk yang tertera pada label produk.
4. Gunakan kasa yang terbuat dari kawat seperti jaring-jaring pada pintu dan jendela.

3. Pencegahan pada Wisatawan (traveler)
Sebelum keberangkatan petugas kesehatan harus menyarankan wisatawan yang menuju ke negara manapun yang tercatat dengan kejadian demam berdarah, chikungunya, dan / atau Zika virus untuk mengambil tindakan yang melindungi diri dari gigitan nyamuk, seperti menggunakan penolak, mengenakan pakaian yang sesuai dengan meminimalkan paparan kulit, dan menggunakan insektisida atau jaring. Hal ini juga penting untuk menginformasikan wisatawan gejala demam berdarah, chikungunya, dan virus Zika, agar mereka mengidentifikasi segera selama perjalanan. Saran ini akan disampaikan melalui layanan kedokteran wisata, klinik, halaman web kesehatan wisata dari Departemen Kesehatan atau halaman web pemerintah terkait lainnya.
Saat mengunjungi tempat-tempat dengan dengue, chikungunya dan / atau transmisi virus Zika, wisatawan disarankan untuk:
1. Mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk dengan menggunakan lotion nyamuk atau mengenakan pakaian tepat yang meminimalkan paparan kulit.
2. Hindari daerah penuh nyamuk.
3. Gunakan jaring dan / atau insektisida.
4. Kenali gejala demam berdarah, chikungunya, dan virus Zika, dan mencari perawatan kesehatan profesional jika gejala-gejala tersebut terjadi.
Setelah kembali dari tempat-tempat dengan dengue, chikungunya dan / atau transmisi virus Zika, wisatawan disarankan untuk menghubungi dokter jika mencurigai mereka memiliki demam berdarah, chikungunya, atau virus Zika setelah kembali ke rumah.
Di Indonesia strategi yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan mengoptimalkan penggunaan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang ada. Masing-masing subsistem bekerja sama guna antisipasi penyebaran virus Zika. Subsistem tersebut antara lain upaya kesehatan; penelitian dan pengembangan kesehatan; pembiayaan kesehatan; sumber daya manusia kesehatan; sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan; manajemen, informasi dan regulasi kesehatan; dan pemberdayaan masyarakat. Subsistem yang dapat dilakukan adalah :
1. Pengoptimalan SKN dalam mendeteksi, menilai, melaporkan, merespons, dan menginformasikan penyebaran virus Zika juga dapat dilakukan dengan meningkatkan peran SDM Kesehatan. Upaya mengoptimalkan SKN juga dilihat dari upaya kesehatan. Rumah sakit ataupun fasilitas kesehatan lainnya dapat terbuka memberikan sampel darah pasien DBD guna pemeriksaan virus Zika. Hal ini penting guna deteksi dini penyebaran dan pemetaan persebaran kasus Zika. Pemeriksaan dilakukan di bawah pengawasan pemerintah guna melindungi hak kekayaan keanekaragaman hayati milik Indonesia.
2. Penelitian dan pengembangan dari sampel yang ada untuk dibuatkan vaksin.
3. Memberdayakan masyarakat untuk mandiri berperilaku hidup bersih dan sehat.Memberdayakan masyarakat untuk melakukan gerakan 3M yakni menguras, menutup, dan mengubur tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. Selain itu, dilakukan upaya sosialisasi seperti penggunaan obat pembunuh larva nyamuk, penggunaan obat anti nyamuk, penggunaan pakaian panjang dan tertutup, penggunaan kelambu saat tidur dan penggunaan kawat kassa anti nyamuk (Rahmi Yuningsih, 2016).
Referensi :
Algorithm for Zika virus diagnosis, National Institute of Virology, Pune
Aryal, Sagar. 2015. Zika Virus- Structure, Genome, Symptoms, Transmission, Pathogenesis, Diagnosis. Diakses pada http://www.microbiologyinfo.com/zika-virus-structure-genome-symptoms-transmission-pathogenesis-diagnosis/ tanggal 01 Maret 2016.
Clinician Outreach and Communication Activity (COCA) Call January 26, 2016. Office of Public Health Preparedness and Response Division of Emergency Operations. CDC
Giri, Dhurba. 2016. Zika Virus : Structure, Epidemiology, Pathogenesis, Symptoms, Laboratory Diagnosis and Prevention. Diakses pada http://laboratoryinfo.com/zika-virus-structure-epidemiology-pathogenesis-symptoms-laboratory-diagnosis-and-prevention/ tanggal 01 Maret 2016.
Hamel, Radolphe, et al. 2016. Zika Virus: Epidemiology, clinical features and host- virus interaction. Institut Pasteur Micobesa and Infection. Diakses pada http://dx.doi.org/10.1016/j.micinf.2016.03.009
Howard Zucker, MD, JD. Zika Virus Clinicians. NYS Commissioner of Health.Newyork state university. February 1, 2016.
Massachusetts Department of Public Health | Bureau of Infectious Disease | 305 South.
Musso D; Nilles EJ dan Cao-Lormeau VM. 2014Rapid spread of emerging Zika virus in the Pacific area. No. 20
New Jersey Department of Health: http://www.nj.gov/health diakses tanggal 1 April 2016.
Oliveira, AS.,dkk. 2016. Zika virus intrauterine infection causes fetal brain abnormality and microcephaly: tip of the iceberg? Ultrasound Obstet Gynecol. Vol 47. Hal 6-7
WHO Collaborating Center: National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases, Division of Vector-Borne Diseases, Arboviral Diseases Branch, Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Washington D.C. United States of America
WHO dan PAHO . Epidemiological Update Iililt Zika Virus Infection Iirifti. Amerika. 2015
Yuningsih, Rahmi. Mewaspadai Ancaman Virus Zika Di Indonesia. Jakarta : Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI. 2016.
Zanluca, Camila & Claudia Nunes. 2016. Zika Virus – On Overview. Institut Pasteur Micobesa and Infection. Diakses pada http://dx.doi.org/10.1016/j.micinf.2016.03.003