BIOLOGI UDANG WINDU DAN MORFOLOGI (Penaeus monodon)

Udang windu digolongkan ke dalam keluarga Penaeid pada filum Arthropoda. Terdapat ribuan spesies dalam filum ini, namun yang mendominasi perairan berasal dari subfillum Crustacea. Berikut tata nama udang windu kompilasi dari Motoh (1981) dan Landau (1992):

Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Fillum : Arthropoda
Subfillum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Spesies : Penaeus monodon

Tubuh udang windu terdiri dari dua bagian yaitu kepala (thorax) dan perut (abdomen). Bagian kepala terdiri dari antenna, antenulle, mandibula dan dua pasang maxillae. Kepala dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan dua pasang kaki jalan (periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Bagian perut (abdomen) terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson (Motoh, 1981).

Tubuh udang windu dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Udang windu mempunyai tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik yang biasa disebut dengan istilah moulting (Landau, 1992).

Udang penaeid dibedakan satu dengan lainnya oleh bentuk dan jumlah gigi pada rostrumnya. Udang windu mempunyai 2-4 gigi pada bagian tepi ventral rostrum dan 6-8 gigi pada tepi dorsal (Motoh, 1981). Udang windu betina mempunyai thellycum tertutup yakni adanya lapisan atau seminal reseptakel (landau, 1992)
Sebagian besar udang dewasa dari famili Penaeid mengalami siklus hidupnya di daerah lepas pantai. Pada daerah ini udang akan menjadi dewasa kemudian mengalami perkawinan sampai menetaskan telur. Akan tetapi, setelah telur mengalami perubahan stadia menjadi mysis, maka udang akan melakukan migrasi menuju perairan pantai hingga menjadi juvenil (Whetstone et al, 2002).

Menurut Djunaidah (1989) dan Mudjiman. A (1981), perkembangan stadia pada udang penaeid yaitu :
1. Naupli; naupli menetas dari telur. Pada stadia ini memiliki 5 tahapan perubahan stadia. Stadia ini belum aktif mencari makan dan melayang-layang di antara permukaan dan dasar laut, yakni bersifat demersal. naupli masih menggunakan cadangan makanan yang dimiliki oleh tubuhnya sehingga tidak memerlukan asupan pakan dari luar. Akan tetapi, pada stadia naupli 5 telah diberikan pakan alami berupa fitoplankton (terutama diatom).
2. Zoea ; stadia ini merupakan stadia kritis dimana pada stadia ini merupakan awal mulai makan phytoplankton yang berasal dari lingkungan perairan sekelilingnya. Pada stadia ini tubuh udang mengalami perpanjangan dibandingkan pada stadia naupli. Protozoea memiliki kemampuan renang aktif ke lapisan permukaan laut dan menghanyut sebagai plankton. Pada 3 stadia ini terdapat perkembangan mata dan rostrum. zoea memiliki kebiasaan makan dengan cara menyerap (filter feeder). Kebutuhkan asupan pakan ini didapatkan dari media pemeliharaan berupa fitoplankton. Pakan alami yang diberikan pada stadia ini berupa Chaetoceros sp., Pavlova lutheri, Nannochloris oculata, Skeletonema costatum, Thalassiosira pseudonana dan Tetraselmis sp.
3. Mysis; stadia ini dikarakteristikan dengan tubuh yang lebih panjang. Pada 3 stadia mysis, telson dan pleopod sudah mulai tampak. Mysis memiliki kebiasaan makan dengan cara menyerap (filter feeder). Kebutuhan asupan pakan diperoleh dari media pemeliharaan berupa Skeletonema costatum dan artemia stadia instar 1.
4. Post larva ; perkembangan dan organ tubuh pada stadia ini sama dengan udang dewasa. Pada stadia ini udang banyak menghabiskan waktu didasar kolam dan menyukai untuk memakan hewan-hewan kecil yang hidup di dasar laut (benthos).