Warga Selandia Baru yang religius terbukti lebih toleran pada Muslim ketimbang individu penganut paham sekuler. Dilansir dari Newshub, Jumat (11/3), simpulan tersebut adalah hasil penelitian yang melibatkan jajak pendapat pada 14 ribu warga Selandia Baru.
Penelitian tersebut dilaksanakan oleh para periset dari Universitas Auckland dan Universitas Victoria. Setelah merekam jawaban para partisipan, tampak kecenderungan warga Selandia Baru pada umumnya dapat menerima keberagaman dalam keyakinan. Namun para penganut Islam masih mengalami prasangka dua kali lebih besar ketimbang kelompok minoritas lain.
“Di antara warga Selandia Baru, ketaatan beragama yang kuat berkorelasi dengan sikap jauh lebih menerima Muslim,” jelas periset asal Universitas Victoria, Dr. John Shaver. “Korelasi tersebut sama kuatnya dengan hubungan antara orang-orang yang memiliki gelar pascasarjana dengan toleransi terhadap masyarakat Muslim.”
Profesor Universitas Auckland, Chris Sibley, menyatakan penelitian ini menempatkan sebuah penekanan tentang apa yang memunculkan prasangka dan toleransi terhadap Muslim. Sibley berpendapat ide-ide religius dipercayai banyak orang dapat meningkatkan kesalahpahaman dan ketegangan. Namun kenyataannya, sisi religius lebih banyak membawa dampak positif pada negara tersebut.
“Orang-orang cenderung berpikir ide religius menimbulkan konflik, tetapi ide yang sama dapat diinterpretasikan dengan cara berlawanan, dan sejarah lokal yang memprediksikan bagaimana ide-ide religius digunakan,” tutur Shaver. “Di negara damai seperti Selandia Baru, kepercayaan religius yang kuat meningkatkan gerakan amal dan toleransi.”
Penemuan tersebut dinilai penting oleh Shaver, memperlihatkan bagaimana orang-orang berpaham sekuler cenderung kurang toleran. Terlebih di saat penerimaan pada Muslim berada di urutan buncit ketimbang kelompok-kelompok lain.