Tinjauan Umum Tentang Pengangkatan Anak

Tinjauan Umum Tentang Pengangkatan Anak

  1. Pengertian anak angkat

Menurut Hilman Hadikusuma yang menjelaskan tentang anak angkat adalah sebagai berikut[16] :

“Anak angkat adalah anak orang lain yang diangkat oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.”

Arti dari pengangkatan anak atau adopsi dikemukakan oleh para ahli, antara lain menurut Wirjono Prodjodikoro yaitu seorang yang bukan keturunan suami istri yang diambil, dipelihara, diperlakukan seperti anak keturunannya sendiri.

Senada dengan pendapat diatas oleh Soerojo Wignjodipuro menyatakan bahwa pengangkatan anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri, sehingga antara orang yang mengangkat anak dan anak yang diangkat itu timbul hubungan hukum. kekeluargaan yang sama seperti yang ada diantara orang tua dengan anak kandungnya sendiri.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Imam Sudiyat yang mengatakan bahwa pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum mengangkat seorang anak dari luar ke dalam kerabat sehingga terjalin suatu ikatan sosial yang sama dengan ikatan kewangsaan biologisnya.

  1. Alasan Pengangkatan Anak

Pada umumnya di Indonesia, alasan pengangkatan anak menurut hukum adat ada 14 macam, antara lain :

  1. Karena tidak mempunyai anak. Hal ini adalah alasan yang bersifat umum karena jalan satu-satunya bagi mereka yang belum atau tidak mempunyai anak, dimana dengan pengangkatan anak sebagai pelengkap kebahagiaan dan kelengkapan serta menyemarakkan rumah tangga.
  2. Karena belas kasihan terhadap anak-anak tersebut, disebabkan orang tua si anak tidak mampu memberikan nafkah kepadanya. Hal ini adalah alasan yang sangat positif, karena disamping membantu anak juga membantu beban orang tua kandung si anak asal didasari oleh kesepakatan yang ikhlas antara orang tua angkat dengan orang tua kandung.
  3. Karena belas kasihan, dimana anak tersebut tidak mempunyai orang tua. Hal ini memang suatu kewajiban moral bagi yang mampu, disamping sebagai misi kemanusiaan.
  4. Karena hanya mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah anak perempuan atau sebaliknya. Hal ini adalah juga merupakan alasan yang logis karena umumnya orang ingin mempunyai anak perempuan dan anak laki-laki.
  5. Sebagai pemancing bagi yang tidak mempunyai anak, untuk dapat mempunyai anak kandung. Alasan ini berhubungan erat dengan kepercayaan yang ada pada sementara anggota masyarakat.
  6. Untuk menambah jumlah keluarga. Hal ini karena orang tua angkatnya mempunyai banyak kekayaan.
  7. Dengan maksud agar anak yang diangkat mendapat pendidikan yang baik. Alasan ini erat hubungannya dengan misi kemanusiaan.
  8. Karena faktor kekayaan. Dalam hal ini disamping alasan sebagai pemancing untuk dapat mempunyai anak kandung, juga sering pengangkatan anak ini dalam rangka untuk mengambil berkat baik bagi orang tua angkatnya maupun anak yang diangkat demi bertambah baik kehidupannya.
  9. Untuk menyambung keturunan dan mendapatkan ahli waris bagi yang tidak mempunyai anak kandung.
  10. Adanya hubungan keluarga, maka orang tua kandung dari si anak tersebut meminta suatu keluarga supaya dijadikan anak angkat. Hal ini juga mengandung misi kemanusiaan.
  11. Diharapkan anak dapat menolong di hari tua dan menyambung keturunan bagi yang tidak mempunyai anak. Dari sini terdapat alasan timbal balik antara kepentingan si anak dan jaminan masa tua bagi orang tua angkatnya.
  12. Ada perasaan kasihan atas nasib anak yang tidak terurus. Pengertian tidak terurus dapat berarti orang tuanya masih hidup namun tidak mampu atau tidak bertanggung jawab, sehingga anaknya menjadi terkatung-katung. Di samping itu juga dapat dilakukan terhadap orang tua yang sudah meninggal dunia.
  13. Untuk mempererat hubungan keluarga. Disini terdapat misi untuk mempererat pertalian famili dengan orang tua si anak angkat.
  14. Karena anak kandung sakit-sakitan atau meninggal dunia, maka untuk menyelamatkan si anak, diberikannya anak tersebut kepada keluarga atau orang lain yang belum atau tidak mempunyai anak dengan harapan anak yang bersangkutan akan selalu sehat dan panjang usia.

Dilakukannya pengangkatan anak tidak lepas dari adanya tujuan tertentu. Alasan dari pengangkatan anak di Indonesia dapat ditinjau dari dua sisi yaitu :

  1. Dilihat dari sisi orang yang akan mengangkat anak, yaitu:
  • Tidak mempunyai anak.
  • Belas kasihan kepada anak tersebut disebabkanorang tua anak tidak mampu memberikan nafkah kepadanya.
  • Belas kasihan disebabkan anak yang bersangkutan yatim piatu.
  • Hanya mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah seorang anak perempuan atau sebaliknya.
  • Sebagai pemancing bagi yang tidak mempunyai anak untuk  dapat mempunyai anak kandung.
  • Menambah tenaga dalam keluarga.
  • Dengan maksud anak yang diangkat mendapat pendidikan yang layak.
  • Unsur kepercayaan.
  • Menyambung keturunan bagi yang tidak mempunyai anak kandung.
  • Adanya hubungan keluarga, karena tidak mempunyai
  • Anak maka diminta oleh orang tua kandung anak pada keluarga tersebut supaya anaknya dijadikan anak angkat.
  • Diharapkan anak angkat dapat menolong di hari tua dan menyambung keturunan bagi yang tidak mempunyai anak. Ada juga karena belas kasihan atas nasib si anak yang tidak terurus.
  • Untuk mempererat hubungan keluarga.
  • Anak dahulu sering penyakitan atau kalau mempunyai anak selalu meninggal, maka anak yang baru lahir diserahkan keluarga atau orang lain untuk diadopsi dengan harapan anak yang bersangkutan selalu sehat dan panjang umur.
  1. Dilihat dari orang tua anak yang akan diangkat yaitu seperti[17] :
  • Perasaan tidak mampu membesarkan anak sendiri.
  • Imbalan-imbalan yang dijanjikan dalam hal penyerahan anak.
  • Saran-saran dan nasehat dari pihak keluarga atau orang lain.
  • Keinginan agar anaknya hidup lebih baik dari orang tuanya.
  • Tidak mempunyai rasa tanggung jawab.
  • Keinginan melepas anaknya karena rasa malu sebagai akibat hubungan tidak sah.
  1. Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat.

Anak angkat dapat menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya dapat dilihat dari proses pelaksanaan pengangkatan anak tersebut. Pelaksanaan pengangkatan anak menurut hukum adat dapat dikategorikan menjadi dua bentuk yaitu dengan[18] :

  1. Secara Umum
  • Terang, pelaksanaan pengangkatan anak dengan   disaksikan oleh Kepala Desa.
  • Tunai, pelaksanaan pengangkatan anak dengan suatu pembayaran berupa benda-benda magis sebagai gantinya.
  • Terang dan tunai, pelaksanaan pengangkatan anak dengan adanya kesaksian dan pembayaran.
  • Tidak terang dan tidak tunai, pelaksanaan pengangkatan anak yang dilakukan tanpa kesaksian dan pembayaran.
  1. Secara Khusus

Dapat terjadi dengan bermacam-macam hal yaitu :

  • Mengangkat anak tiri karena tidak mempunyai anak, hal ini terjadi di daerah Kalimantan pada suku Manyaan siung Dayak yang disebut Ngunkup anak.
  • Mengangkat anak dari istri yang kurang mulia, ini terjadi di daerah Bali, oleh karena itu harus dilakukan dengan mengadakan upacara besar.
  • Mengangkat anak perempuan supaya dapat mewaris, dalam hal ini terjadi di daerah Lampung yang mempunyai masyarakat patrilineal dan mempunyai sistem mayorat, maka hal ini terjadi dengan melakukan pengangkatan anak dengan cara tambik anak dan tegak tegi.
  1. Pelaksanaan Pengangkatan Anak menurut Hukum Adat

Penulis kemukakan beberapa contoh tentang pelaksanaan pengangkatan anak menurut hukum adat yang terdapat di beberapa daerah di Indonesia, antara lain :

  1. Di Jawa dan Sulawesi adopsi jarang dilakukan dengan sepengetahuan kepala desa. Mereka mengangkat anak dari kalangan keponakankeponakan. Lazimnya mengangkat anak keponakan ini tanpa disertai dengan pembayaran uang atau penyerahan barang kepada orang tua si anak.
  2. Di Bali, sebutan pengangkatan anak disebut “nyentanayang”. Anak lazimnya diambil dari salah satu clan yang ada hubungan tradisionalnya, yaitu yang disebut purusa (pancer laki-laki) . Tetapi akhirakhir ini dapat pula diambil dari keluarga istri (pradana).

Pelaksanaan pengangkatan anak atau pengambilan anak di Bali adalah sebagai berikut[19] :

  1. Orang (laki-laki) yang ingin mengangkat anak tersebut terlebih dahulu wajib membicarakan kehendaknya dengan keluarganya secara matang.
  2. Anak yang akan diangkat, hubungan kekeluargaan dengan ibunya dan keluarganya secara adat harus diputuskan, yaitu dengan memutus benang (sebagai simbul hubungan anak dengan keluarganya putus) dan membayar sejumlah uang menurut adat seribu kepeng disertai pakaian wanita lengkap (sebagai simbul hubungan anak dengan ibu putus).
  3. Anak kemudian dimasukkan ke dalam hubungan kekeluargaan dari keluarga yang mengangkatnya, istilahnya diperas (upacara pengesahan).
  4. Pengumuman kepada warga desa (siar), untuk siar ini pada zaman dahulu dibutuhkan izin raja, sebab pegawai kerajaan untuk keperluan adopsi ini membuat “surat peras” (akta). Alasan adopsi karena tidak mempunyai keturunan.
  5. Dalam masyarakat Nias, Lampung dan Kalimantan. Pertama-tama anak harus dilepaskan dari lingkungan lama dengan serentak diberi imbalannya, penggantiannya, yaitu berupa benda magis, setelah penggantian dan penukaran itu berlangsung anak yang dipungut itu masuk ke dalam kerabat yang memungutnya, itulah perbuatan ambil anak sebagai suatu perbuatan tunai. Pengangkatan anak itu dilaksanakan dengan suatu upacara-upacara dengan bantuan penghulu atau pemuka-pemuka rakyat, dengan perkataan lain perbuatan itu harus terang.
  6. Di Pontianak, syarat-syarat untuk dapat mengangkat anak adalah :
  • Disaksikan oleh pemuka-pemuka adat.
  • Disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu orang tua kandung dan orang tua angkat.
  • Si anak telah meminum setetes darah dari orang tua angkatnya.
  • Membayar uang adat sebesar dua ulun (dinar) oleh si anak dan orang tuanya sebagai tanda pelepas atau pemisah anak tersebut, yakni bila pengangkatan anak tersebut dikehendaki oleh orangtua kandung anak tersebut. Sebaliknya bila pengangkatan anak tersebut dikehendaki oleh orang tua angkatnya maka ditiadakan dari pembayaran adat. Tetapi apabila dikehendaki oleh kedua belah pihak maka harus membayar adat sebesar dua ulun[20].
  1. Dalam masyarakat Rejang pada Provinsi Bengkulu dikenal adanya lembaga pengangkatan anak, yang diangkat disebut “Anak Aket” dengan cara calon orang tua angkat mengadakan selamatan/kenduri yang dihadiri oleh ketua Kutai dan pemuda-pemuda masyarakat lainnya. Di dalam upacara itu ketua Kutai mengumumkan terjadinya pengangkatan anak yang kemudian disusul dengan upacara penyerahan anak yang akan diangkat oleh orang tua kandung dan penerimaan oleh orang tua angkat (semacam ijab kabul), maka secara adat resmilah pengangkatan anak tersebut.
  2. Hak dan Kewajiban Anak Angkat

Hak-hak dan kewajiban anak angkat dalam keluarga angkatnya adalah sebagai berikut:

  1. Anak angkat berhak memelihara hubungan kekeluargaan sebaik-baiknya guna terciptanya hubungan yang harmonis antara keluarga kedua belah pihak, di samping itu ia juga berhak atas warisan orang tua angkatnya.
  2. Anak angkat berkewajiban lebih banyak bersifat non materiil, yaitu kewajiban tanggung tegenan (tanggung jawab), seperti :
  • Melakukan / mengganti tugas atau kewajiban orang tua angkatnya terhadap krama Desanya (anggota masyarakat adat Desa).
  • Melakukan odalan (upacara peringatan) pada pemerajaan atau sanggah (tempat persembahyangan keluarga) orang tua angkatnya.
  • Melakukan upacara manusa yadnya/ngaben (pembakaran mayat) setelah orang tua angkatnya meninggal dunia berupa pembakaran mayat (pengabenan).

Hal ini membawa konsekuensi di mana segala hak dan kewajiban (darma) yang ada pada orang tua angkatnya akan dilanjutkan oleh anak angkatnya sendiri, sebagaimana layaknya seperti anak kandung. Di dalam masyarakat hukum adat Bali, kewajiban anak bersifat immaterial. Pada masyarakat adat Bali sistem kekeluargaan yang dianut adalah sistem kebapakan (Vaderrechttelijk). Sistem kebapakan nyata nampak terdepan, di mana istri memasuki keluarga suaminya.

Anak angkat masuk pada keluarga bapak angkatnya dan tidak ada hubungan lurus pada keluarga ibu angkatnya. Hubungan anak angkat dengan orang tua kandungnya terputus sama sekali sehingga ia tidak berhak mewarisi harta dari keluarga orang tua kandungnya sendiri melainkan ia menjadi ahli waris dari orang tua yang mengangkatnya. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tujuan dari pengangkatan anak ini adalah untuk melanjutkan garis keturunan orang tua yang mengangkatnya, di samping itu si anak akan memikul beban hak dan tanggung jawab serta mempunyai kedudukan seperti anak kandung sendiri yang akan mewarisi semua harta peninggalan orang tua angkatnya.

Hukum adat Bali mengenai kedudukan anak angkat terhadap harta warisan orang tua angkatnya yang berasal dari leluhur (harta pusaka) orang tua angkatnya adalah ditentukan oleh ada atau tidaknya persetujuan keluarga terhadap pengangkatan anak tersebut pada waktu pengangkatan anak tersebut, dimana sebelumnya diadakan rapat keluarga besar dari orang tua angkatnya tersebut.

  1. Akibat Hukum Pengangkatan Anak menurut Hukum Adat
  2. Dengan orang tua kandung

Anak yang sudah diadopsi orang lain, berakibat hubungan dengan orang tua kandungnya menjadi putus. Hal ini berlaku sejak terpenuhinya prosedur atau tata cara pengangkatan anak secara terang dan tunai. Kedudukan orang tua kandung telah digantikan oleh orang tua angkat.

Hal seperti ini terdapat di daerah Nias, Gayo, Lampung dan Kalimantan. Kecuali di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatera Timur perbuatan pengangkatan anak hanyalah memasukkan anak itu ke dalam kehidupan rumah tangganya saja, tetapi tidak memutuskan pertalian keluarga anak itu dengan orang tua kandungnya. Hanya hubungan dalam arti kehidupan sehari-hari sudah ikut orang tua angkatnya dan orang tua kandung tidak boleh ikut campur dalam hal urusan perawatan, pemeliharaan dan pendidikan si anak angkat.

  1. Dengan orang tua angkat.

Kedudukan anak angkat terhadap orang tua angkat mempunyai kedudukan sebagai anak sendiri atau kandung. Anak angkat berhak atas hak mewaris dan keperdataan. Hal ini dapat dibuktikan dalam beberapa daerah di Indonesia, seperti di pulau Bali, perbuatan mengangkat anak adalah perbuatan hukum melepaskan anak itu dari pertalian keluarganya sendiri serta memasukkan anak itu ke dalam keluarga bapak angkat, sehingga selanjutnya anak tersebut berkedudukan sebagai anak kandung[21].

Perbuatan pengangkatan anak di Lampung berakibat hubungan antara si anak dengan orang tua angkatnya seperti hubungan anak dengan orang tua kandung dan hubungan dengan orangtua kandung-nya secara hukum menjadi terputus. Anak angkat mewarisi dari orang tua angkatnya dan tidak dari orang tua kandungnya[22].

Kedudukan anak angkat dalam keluarga menurut Hilman Hadikusuma dalam bukunya Hukum Kekerabatan Adat dinyatakan bahwa :

“Selain pengurusan dan perwalian anak dimaksud bagi keluarga-keluarga yang mempunyai anak, apalagi tidak mempunyai anak dapat melakukan adopsi, yaitu pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak, pengangkatan anak dimaksud tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua kandungnya berdasarkan hukum berlaku bagi anak yang bersangkutan”[23].

[16] Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandung 1977, Alumni, hlm. 149

[17] Soedaryo Soimin, Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak,Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm. 28

[18] Amir Mertosedono, Tanya Jawab Pengangkatan Anak dan Masalahnya, Dahara, Semarang, 1987, hlm. 22

[19] Surodjo Wignyodipuro, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, Alumni, Bandung,

1989, hal. 118

[20] Amir Mertosedono, Tanya Jawab Pengangkatan Anak dan Masalahnya, Dahara :

Prize, Semarang, 1987, hal. 22

[21] Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994, hal. 99

[22] Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-Akibat

Hukumnya di Kemudian Hari, Rajawali Pers, Jakarta, 1989, hal. 117

[23] Hilman Hadikusuma, Hukum Kekerabatan Anak, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1987, hal. 114.