Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori Keagenan (Agency Theory)

Menurut Ahmad Elqorni[1] Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”.

Adapun menurut Jensen dan Meckling dalam Isnanta[2], menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham.

Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen.

Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak  yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu :

  1. Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri
  2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen  mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.

Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada didalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai perusahaan, sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen  dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri.

Agen menginginkan kepentingannya diakomodir dengan pemberian kompensasi/ bonus/insentif/remunersi yang ”memadai” dan sebesar-besarnya atas kinerjanya. Principal menilai prestasi Agen berdasarkan kemampuannya memperbesar laba untuk dialokasikan pada pembagian deviden. Makin tinggi laba, harga saham dan makin besar deviden, maka Agen dianggap berhasil/ berkinerja baik sehingga layak mendapat insentif yang tinggi. Sebaliknya Agen pun memenuhi tuntutan principal agar mendapatkan kompensasi yang tinggi. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka  sang Agen dapat memainkan beberapa kondisi perusahaan agar seolah-olah target tercapai.

 Permainan tersebut bisa atas prakarsa dan principal ataupun inisiatif Agen sendiri. Maka terjadilah penciptaan akuntansi (Creative Accounting) yang menyalahi aturan, misal: adanya piutang yang tidak mungkin tertagih yang tidak mungkin dihapuskan; biaya kapitalisasi (Capitalisasi Expense) yang tidak semestinya; Pengakuan penjualan yang tidak semestinya; yang kesemuanya berdampak pada besarnya nilai aktiva dalam Neraca yang ”mempercantik” laporan keuangan walaupun bukan nilai yang sebenarnya. Atau bisa juga dengan melakukan income smoothing (membagi keuntungan ke periode lain) agar setiap tahun kelihatan perusahaan meraih keuntungan, padahal kenyataannya merugi atau laba turun.

Terdapat tiga masalah utama dalam hubungan agensi, yaitu:

  1. Kontrol pemegang saham kepada manajer.
  2. Biaya yang menyertai hubungan agensi.
  3. Menghindari dan meminimalisasi biaya agensi.

Hubungan agensi ini memotivasi setiap individu untuk memperoleh sasaran yang harmonis, dan menjaga kepentingan masing-masing antara agen dan principal. Hubungan keagenan ini merupakan hubungan timbal balik dalam mencapai tujuan dan kepentingan masing-masing pihak yang secara eksplisit dan sadar memasukkan beberapa penekanan seperti :

  1. Kebutuhan principal akan memberikan kepercayaan kepada manajer dengan imbalan atau kompensasi keuangan
  2. Budaya organisasi yang berlaku dalam perusahaan
  3. Faktor luar seperti karakteristik indutri, pesaing, praktik kompensasi, pasar tenaga kerja, manajerial dan isu –isu legal
  4. Strategi yang dijalankan perusahaan dalam memenangkan kompetisi global.

Pemegang saham dan kreditor terlibat dalam keagenan. Pemegang saham selaku pemilik perusahaan dan kreditor sebagai pemberi utang akan memilih dewan direksi untuk membantu menjalankan usahanya dan dewan direksi kemudian mengangkat manajer untuk menjalankan kegiatan operasional perusahaan dimana hal ini dapat menyebabkan timbulnya hubungan keagenan. Dalam konteks manajemen keuangan, hubungan agen yang utama adalah :

  1. Antara pemegang saham (principals) dan manajer (agents).
  2. Antara pemilik perusahaan (agents) dan pemberi kredit (debtholders).[1]

Manajer selaku penerima amanah dari pemilik perusahaan seharusnya menentukan kebijakan yang dapat meningkatkan nilai kepentingan pemegang saham maupun kreditor yaitu memaksimumkan harga saham atau laba perusahaan. Penunjukan manajer oleh pemegang saham ataupun kreditor untuk mengelola perusahaan dalam kenyataannya sering kali menghadapi masalah dikarenakan tujuan perusahaan berbenturan dengan tujuan pribadi manajer. Dengan kewenangan yang dimiliki, manajer bisa bertindak dengan hanya menguntungkan dirinya sendiri dan mengorbankan kepentingan para pemegang saham dan kreditor.

[1] Elqorni, loc. cit

[1] Elqorni, Mengenal Teori Keagenan, 26 februari 2009, http:// elqorni. WordPress.com

[2] www.google.com tgl 18 Januari 2011