Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum, L) | Tembakau (Nicotiana tabacum, L) adalah allotetraploid yang umumnya diakui berasal dari persilangan alami dua spesies liar Nicotiana sylvestris & Comes dan Nicotiana tomento simorfis Goosp. Tembakau berasal dari Amerika Selatan dan Tengah, bertahan hidupnya tergantung manusia karena ia tidak pernah ditemukan dalam keadaan liar (Goldworthy dan Fisher, 1996).
Mulyodihardjo (1995) menyatakan pengembangan tanaman tembakau adalah salah satu upaya memanfaatkan nilai ekonomi lahan marginal (lahan kering, lahan tegalan). Pengembangan tembakau di wilayah marginal mempunyai nilai sosial ekonomi yang tinggi. Dimana tingkat kesuburan lahan, iklim maupun topografinya sesuai untuk ditanami tembakau apabila tidak ditanami tembakau maka wilayah tersebut akan menjadi daerah miskin.
Cahyono (1998) berpendapat bahwa faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tembakau. Tanaman ini pada umumnya tidak menghendaki iklim yang kering ataupun iklim yang sangat basah. Walaupun dapat tumbuh di daerah yang beriklim kering atau sangat basah, namun tidak dapat memberikan hasil yang baik atau produksinya rendah. Temperatur yang cocok untuk pertumbuhan tembakau umumnya berkisar antara 21°C-32,3°C.
Tembakau, menurut Soejono (2000) merupakan komoditas bisnis yang mempunyai arti ekonomis yang cukup besar, dan pada umumnya berasal dari daerah-daerah marginal seperti halnya Kabupaten Bondowoso Propinsi Jawa Timur. Mengingat pentingnya tembakau ini dalam perannya membangun perekonomian wilayah Bondowoso, Pemerintah Kabupaten setempat menjadikan tembakau ini sebagai komoditas unggulan daerah.
Berdasarkan waktu dan panen, menurut Abdullah (1991) jenis tembakau dibagi menjadi 2, yakni tembakau musim penghujan dan tembakau musim kemarau (kalau dalam bahasa Belanda tembakau Na Oogst dan tembakau Voor Oogst). Tembakau yang tergolong musim penghujan adalah tembakau cerutu dan tembakau yang tergolong musim kemarau adalah tembakau sigaret (termasuk tembakau Virginia, Aseli, Turki, Burley, Rajangan, Asepan Dan Garangan).
Proses budidaya tembakau, menurut Soeyono (1991) meliputi kegiatan: (1) persiapan tanam yang meliputi pengolahan tanah, penyuburan tanah, dan penyebaran benih; (2) penanaman bibit yang harus memperhatikan faktor-faktor penanaman seperti: waktu tanam dan jarak tanam; (3) pemeliharaan yang perlu memperhatikan antara lain: perawatan tanah, pemupukan, pengairan, dan drainase; (4) pemberantasan hama dan penyakit dan (5) pemungutan hasil yang perlu memperhatikan: derajat keasaman tembakau, jumlah daun yang dipetik, dan waktu pemetikan.
Pada saat panen, daun-daun yang dipetik pada waktu yang berbeda dapat menghasilkan krosok yang mutunya berbeda. Pemetikan pada pagi hari dilakukan setelah helaian daun kering dari embun sampai pukul 11:30. Petikan siang hari pukul 11:30 sampai pukul 14:30. Sedangkan petikan sore hari dari pukul 14:30 sampai pukul 18:00. Selain itu apabila dua helai daun terbawah dipetik, maka daun-daun yang tepat berada diatasnya akan lebih cepat masak. Daun yang dipetik terlalu muda umumnya menghasilkan krosok yang warnanya pucat kehijauan, kurang lemas dan mudah berjemur.
Pemasaran tembakau merupakan kegiatan setelah kegiatan pemanenan yang didalam kegiatannya terdapat beberapa saluran. Menurut Santoso (1991), beberapa saluran pemasaran tersebut antara lain saluran langsung dan tak langsung. Saluran pemasaran langsung yaitu transaksi yang dilakukan antara petani produsen langsung dengan perusahaan rokok atau perusahaan eksportir. Saluran pemasaran tak langsung yaitu melalui beberapa saluran seperti pedagang perantara/pengepul, blandang (petani pemimpin), pedagang besar, oopkoper (petugas gudang/pengomprong/perusahaan). Dalam perdagangan tembakau tersebut, petani produsen berada pada posisi yang lemah. Sebab utamanya adalah jumlah petani produsen banyak tetapi pedagang/pengusahanya jumlahnya sedikit (oligopsoni), sehingga perusahaan rokok/eksportir yang lebih menentukan harga dan hasil produksi menurut kualitas tembakau.