Sumber Dana Bank Syariah

1.  Pengertian Sumber Dana Bank

Dalam buku “Manajemen Perbankan” tahun 2000, Kasmir mendefinisikan sumber dana bank sebagai usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat. Menurutnya, perolehan dana ini tergantung dari bank itu sendiri, apakah dari simpanan masyarakat atau dari lembaga lainnya. Kemudian untuk membiayai operasinya, dana dapat pula diperoleh dari modal sendiri yaitu dengan mengeluarkan atau menjual saham. Perolehan dana disesuaikan pula dengan tujuan dari penggunaan dana tersebut. Pemilihan sumber dana akan menentukan besar kecilnya biaya yang ditanggung. Oleh karena itu pemilihan sumber dana harus dilakukan secara tepat.

Jika tujuan perolehan dana untuk kegiatan sehari-hari, jelas berbeda sumbernya, dengan jika bank hendak melakukan investasi baru atau untuk melakukan perluasan suatu usaha. Kebutuhan dana untuk kegiatan utama bank diperoleh dalam berbagai simpanan, sedangkan jika kebutuhan dana digunakan untuk investasi baru atau perluasan usaha maka diperoleh dari modal sendiri.

Secara garis besar sumber dana bank syariah dapat diperoleh dari:

  1. Dana dari bank itu sendiri  (Dana Pihak Pertama)
  2. Dana dari lembaga lainnya  (Dana Pihak Kedua)
  3. Dana dari masyarakat luas  (Dana Pihak Ketiga)

 2. Dana dari bank itu sendiri (Dana Pihak Pertama)

Dana pihak pertama maksudnya adalah dana yang diperoleh dari dalam bank. Perolehan dana ini biasanya digunakan apabila bank mengalami kesulitan untuk memperoleh dana dari luar.

Salah satu jenis dana pihak petama adalah modal setor dari para pemegang sahamnya. Selain itu dana pihak pertama dapat pula berupa cadangan laba, atau laba yang belum dibagi.

Keuntungan dari sumber dana pihak pertama adalah imbalan (bagi hasil) yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan jika meminjam ke lembaga lain. Keuntungan lainnya yaitu mudah untuk memperoleh dana yang diinginkan. Sedangkan kerugiannya adalah untuk jumlah dana yang relatif besar harus melalui berbagai prosedur yang relaif lama. Kemudian perlu diingat bahwa penggunaan dana sendiri harus diseimbangkan dengan dana pinjaman sehingga rasio penggunaan dana pinjaman dan dana sendiri dapat dioptimalkan sedemikian rupa.

3. Dana dari Lembaga Lainnya  (Dana Pihak Kedua)

Dalam prakteknya sumber dana ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana pihak pertama maupun pihak ketiga. Pencarian dari sumber dana ini relatif lebih mahal dan sifatnya hanya sementara waktu saja. Kemudian dana dari sumber ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi transaksi tertentu.

4. Dana dari Masyarakat Luas  (Dana Pihak Ketiga)

Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Pencarian dana dari sumber ini relatif paling mudah jika dibandingkan dengan sumber dana yang lainnya.

Untuk mempeoleh dana dari masyarakat luas, bank syariah dapat menggunakan tiga macam jenis simpanan yaitu : giro, tabungan dan deposito.

4.1  Giro Syariah

Secara umum, yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah bayar lainnya atau dengan pemindahbukuan (Undang-Undang RI No.10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.7 1992 tentang Pebankan).  Adapun yang dimaksud dengan giro syariah menurut Dewan Syariah Nasional yaitu giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang dibenarkan secara syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.

  • Giro Wadiah

Yang dimaksud dengan giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki.

Dalam kaitannya dengan produk giro, bank syariah menerapkan prinsip wadiah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada bank syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi yang disertai hak untuk mengelola dana titipan dengan tanpa mempunyai kewajiban memberikan bagi hasil dari keuntungan pengelolaan dana tersebut. Namun demikian, bank syariah diperkenankan memeberikan insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya.

Beberapa ketentuan umum giro wadiah sebagai berikut :

¨        Dana wadiah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dana tersebut.

¨        Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung oleh bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat tapi tidak boleh diperjanjikan di muka.

¨        Pemilik dana wadiah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu (on call), baik sebagian ataupun seluruhnya.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bank dapat memberikan bonus atas penitipan dana wadiah. Pemberian bonus merupakan kewenangan bank dan tidak boleh diperjanjikan di muka.

  • Giro Mudharabah

Yang dimaksud dengan giro mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Giro mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah. Perbedaan utama diantara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang  diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya, baik dari sisi tempat, waktu maupun objek investasinya. Dalam hal ini, bank syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain.

Dengan demikian, bank syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yakni harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. Di samping itu, bank syariah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar berbagai aturan syariah.

Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syariah akan membagihasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah mismanagement (salah urus), bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut.

Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Disamping itu, bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah giran tanpa persetujuan yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, PPH bagi hasil giro mudharabah dibebankan langsung ke rekening giro mudharabah pada saat perhitungan bagi hasil.

4.2  Tabungan Syariah

Disamping giro, produk perbankan syariah lainnya yang termasuk produk penghimpunan dana (funding) adalah tabungan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.

  • Tabungan Wadiah

Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Berkaitan dengan produk tabungan wadiah, bank syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah.

Beberapa ketentuan umum tabungan wadiah sebagai berikut :

  1. Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik harta.
  2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi tanggungan bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian.
  3. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai sebuah insentif selama tidak diperjanjikan dalam akad pembukaan rekening.

  • Tabungan Mudharabah

Yang dimaksud dengan tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Sama seperti giro mudharabah, tabungan mudharabah pun mempunyai dua bentuk yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah, yang perbedaan utama diantara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya.

4.3  Deposito Syariah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.

Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.

Dalam hal ini bank syariah betindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank syariah dapat melakukan berbagaii macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga.

Dengan demikian, bank syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yakni harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. Di samping itu, bank syariah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar berbagai aturan syariah.

Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syariah akan membagi hasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah mismanagement (salah urus), bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut.

Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pemilik dana, terdapat dua bentuk mudharabah, yakni: Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investment Account,URIA) dan Mudharabah Muqayyadah (restricted Investment Account,RIA)

  • Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investment Account)

Dalam deposito Mudharabah Mutlaqah (URIA), pemilik dana tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara maupun objek investasinya. Dengan kata lain, bank syariah mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam mengeinvestasikan dana URIA ini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.

Dalam menghitung bagi hasil deposito Mudharabah Mutlaqah (URIA), basis perhitungan adalah bagi hasil sebenarnya, termasuk tanggal tutup buku, namun tidak termasuk tanggal pembukaan deposito yang bersangkutan dan tanggal jatuh tempo. Sedangkan jumlah hari dalam sebulan yang menjadi angka penyebut adalah hari kalender bulan yang bersangkutan (28 hari,29 hari, 30 hari, 31 hari).

Dalam hal pencairan deposito mudharabah mutlaqah (URIA) dengan pembayaran bagi hasil bulanan yang dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo, bank syariah dapat mengenakan denda (penalty) kepada nasabah yang bersangkutan sebesar 3% dari nominal bilyet deposito mudharabah mutlaqah (URIA). Klausul denda harus ditulis dalam akad dan dijelaskan kepada nasabah pada saat pembukaan deposito mudharabah mutlaqah (URIA) semua jangka waktu (1,3,6,12 bulan) untuk disepakati bersama oleh nasabah dan bank. Dalam hal ini, bagi hasil yang menjadi milik nasabah dan belum dibayarkan, harus dibayarkan.

  • Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment Account)

Dalam deposito mudharabah muqayyadah, pemilik dana memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara maupun objek investasinya. Dengan kata lain, bank syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana RIA ini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.

Deposito Mudharabah Muqayyadah (RIA) dengan pembayaran bagi hasil secara bulanan dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh tempo dengan dikenakan denda sebesar 3% dari nominal bilyet deposito mudharabah muqayyadah (RIA). Klausul denda harus ditulis dalam akad dan dijelaskan kepada nasabah pada saat pembukaan deposito mudharabah muqayyadah (RIA) semua jangka waktu (1,3,6,12 bulan) untuk disepakati bersama oleh nasabah dan bank. Dalam hal ini, bagi hasil yang menjadi milik nasabah dan belum dibayarkan, harus dibayarkan.