Skripsi Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Dengan Pendekatan Kontekstual Yang Bagaimana Dapat Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V Sd Inpres I Besusu Pada Operasi Hitung Bilangan Bulat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pendidikan matematika pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada intinya adalah agar siswa mampu menggunakan atau menerapkan matematika yang dipelajari di kelas dalam kehidupan sehari-hari dan dalam belajar pengetahuan lain. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi dunia nyata (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika (Depdiknas, 2006:93).
Pembelajaran yang lebih menekankan pentingnya menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka selanjutnya disebut pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Terciptanya lingkungan alamiah dalam proses belajar, diharapkan suasana kelas menjadi lebih ’hidup’ dan lebih ’bermakna’ karena siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya.
Sehubungan dengan tujuan pendidikan matematika tersebut, maka usaha yang dapat dilakukan guru dalam pembelajaran matematika adalah memilih pendekatan, model dan strategi pembelajaran yang dapat memberi perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa pada konsep matematika. Pemahaman konsep dapat dibangun oleh siswa melalui berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Guru harus menyajikan situasi dunia nyata di dalam pembelajaran dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan mereka.
Mengacu pada pemahaman yang diharapkan, maka peneliti mengadakan dialog dan diskusi intensif dengan guru matematika kelas V SD Inpres I Besusu sebagai upaya untuk menggali secara mendalam tentang strategi pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran operasi hitung bilangan bulat. Hasil diskusi tersebut diperoleh beberapa gambaran sebagai berikut:
1. Guru matematika SD Inpres I Besusu dalam menjelaskan konsep operasi hitung bilangan bulat kepada siswa belum mengaitkan dengan situasi dan kehidupan sehari-hari. Setelah memberikan contoh-contoh soal, guru langsung memberi latihan soal-soal.
2. Perhatian dan motivasi siswa ketika belajar matematika agak kurang. Bahkan beberapa siswa lebih senang bermain dibanding belajar.
3. Ada kalanya dalam melaksanakan pembelajaran matematika guru memberikan contoh penerapan suatu konsep dalam kehidupan nyata. Namun, dalam mengajarkan operasi hitung bilangan bulat guru tidak menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas. Karena keterbatasan waktu dan tidak adanya alat-alat peraga yang dapat digunakan.
4. Guru matematika kelas V SD Inpres I Besusu belum mengetahui pembelajaran secara CTL.
5. Teknik penilaian yang digunakan oleh guru yaitu penilaian produk yang dilaksanakan setiap akhir pokok bahasan dan akhir semester.
6. Tingkat pencapaian hasil belajar siswa terhadap operasi hitung bilangan bulat menurut guru matematika kurang dari 40%. Hal ini didukung dari hasil tes awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 24 Juli 2007, dari 24 orang siswa yang dites, diperoleh informasi bahwa:
5 orang siswa tidak dapat menuliskan bilangan -25 dengan baik.
13 orang siswa tidak dapat menyelesaikan soal penjumlahan antara bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif dengan menggunakan garis bilangan.
Contoh kesalahan jawaban siswa:
-2 + 4 = 6
Tidak ada seorangpun siswa yang dapat menyelesaikan soal pengurangan antara bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif dengan menggunakan garis bilangan.
Contoh kesalahan jawaban siswa:
(-3) – 4 = 1
7. Guru belum pernah menerapkan pembelajaran secara berkelompok dengan alasan keterbatasan waktu, sedangkan siswa memiliki minat yang besar untuk belajar secara berkelompok.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa rendahnya pemahaman siswa pada operasi hitung bilangan bulat diduga sebagai akibat dari kurang optimalnya strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan operasi hitung bilangan bulat.
Memperhatikan kondisi tersebut diperlukan suatu tindakan perbaikan pembelajaran yang dapat menghadirkan situasi dunia nyata (contextual) yang ada dalam kehidupan sehari-hari siswa dalam pembelajaran di kelas. Untuk itu peneliti dan guru matematika kelas V SD Inpres I Besusu sepakat untuk menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan pemahaman siswa pada operasi hitung bilangan bulat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut: ”strategi pembelajaran kooperatif tipe stad dengan pendekatan kontekstual yang bagaimana dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas v sd inpres i besusu pada operasi hitung bilangan bulat?”
C. Tujuan Penelitian
Dengan memperhatikan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual yang dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas V SD Inpres I Besusu pada operasi hitung bilangan bulat.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi siswa, diharapkan lebih aktif dalam pembelajaran dan dapat membantu siswa dalam memahami operasi hitung bilangan bulat.
2. Memberi pengalaman dan alternatif lain bagi guru matematika yang terlibat dalam penelitian ini baik dari segi teoritis maupun dari pelaksanaan pembelajaran kontekstual.
3. Bagi sekolah, dapat memberikan masukan dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu pengajaran matematika di kelas.
4. Bagi pihak lain, dapat menjadi referensi dalam melakukan penelitian yang lebih lanjut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Pemahaman
Hiebert dan Carpenter (Usman H.B., 2001:18) berpendapat bahwa pemahaman merupakan aspek yang fundamental dalam belajar dan setiap pembelajaran matematika seharusnya fokus utamanya adalah bagaimana menanamkan konsep matematika berdasarkan pemahaman.
Pemahaman merupakan suatu proses pengetahuan atau informasi yang baru diterima oleh seseorang dan dapat dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau ada pada diri orang tersebut. Lebih lanjut Perkin dan Blythe (Usman H.B., 2004:3), menjelaskan pemahaman sebagai ”….Kemampuan melakukan berbagai hal yang ada dalam pikiran terhadap sebuah topik tertentu- seperti penjelasan, menemukan bukti dan contoh-contoh, generalisasi, penerapan, analogi. Dan penyajian topik dengan cara baru”. Pertanyaan-pertanyaan guru sangat menentukan sebagai awal dari proses pembelajaran.
Agar dapat menunjukkan pemahaman yang baik dalam pembelajaran konsep bilangan bulat dan operasinya, guru harus dapat mengaitkan antara informasi baru yang akan diterima oleh siswa dengan pengetahuan yang telah ada didalam diri siswa melalui berbagai pertanyaan. Pemahaman yang baik juga dapat dilihat melalui kemampuan siswa menghubungkan antara pengetahuan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari.
B. Pembelajaran Kontekstual
Suatu pembelajaran hendaknya dapat mendorong siswa untuk membuat hubungan dari apa yang dipelajari dengan penerapannya dalam kehidupan dunia nyata yang ada di lingkungannya. Pendekatan kontekstual merupakan suatu strategi pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna. Nurhadi & Senduk (2003:13) menyatakan bahwa:
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit- demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
Pembelajaran kontekstual mengasumsikan bahwa siswa belajar tidak dalam proses seketika. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh sedikit demi sedikit, berangkat dari pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Sehingga melalui pengajaran ini memungkinkan siswa untuk memperluas dan menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam berbagai macam tatanan dalam-sekolah dan luar-sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata (Nurhadi & Senduk, 2003:13).
Nur (Depdiknas, 2004:11) menyatakan bahwa pembelajaran yang kontekstual menekankan pada konteks sebagai awal pembelajaran, sebagai ganti dari pengenalan konsep secara abstrak. Dalam pembelajaran matematika yang kontekstual proses pengembangan konsep-konsep dan gagasan-gagasan matematika bermula dari dunia nyata.
Pembelajaran kontekstual (CTL) memiliki dua peranan dalam pendidikan yaitu sebagai filosofi pendidikan dan sebagai rangkaian kesatuan dari strategi pendidikan. Sebagai filosofi pendidikan, CTL mengasumsikan bahwa peranan pendidik adalah membantu peserta didik menemukan makna dalam pendidikan dengan cara membuat hubungan antara apa yang mereka pelajari di sekolah dan cara-cara menerapkan pengetahuan tersebut di dunia nyata. Hal ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik memahami mengapa yang mereka pelajari itu penting. Sedang sebagai strategi, strategi pengajaran dengan CTL memadukan teknik-teknik yang membantu peserta didik menjadi lebih aktif sebagai pebelajar dan reflektif terhadap pengalamannya (Depdiknas, 2005:17).
Menurut Nurhadi & Senduk (2003:55), beberapa pengajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual antara lain: pengajaran berbasis masalah, pengajaran kooperatif, pengajaran berbasis inkuiri, pengajaran berbasis proyek/tugas, pengajaran berbasis kerja, dan pengajaran berbasis jasa layanan. Dalam penelitian ini, pengajaran yang akan digunakan adalah pengajaran kooperatif. Pengajaran ini dipilih berdasarkan hasil wawancara dengan guru yang menyatakan bahwa siswa memiliki minat yang besar jika belajar dalam kelompok.
C. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual
Menurut Nurhadi & Senduk (2003:13), ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic asessment). Berikut ini uraian masing-masing komponen secara singkat.
1) Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses ’mengkonstruksi’ bukan ’menerima’ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru.
2) Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis kontekstual. Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Pertanyaan-pertanyaan spontan yang diajukan siswa dapat digunakan untuk merangsang siswa berpikir, berdiskusi, dan berspekulasi. Guru dapat menggunakan teknik bertanya dengan cara memodelkan keingintahuan siswa dan mendorong siswa agar mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
3) Menemukan (Inquiry)
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan. Kegiatan inkuiri sebenarnya sebuah siklus. Siklus inkuiri adalah : observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan.
4) Masyarakat belajar (Learning Community)
Dalam kelas dengan pendekatan kontekstual, kegiatan pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar. Masyarakat belajar bisa tercipta apabila ada proses komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran dapat saling belajar.
5) Pemodelan (Modeling)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana para guru menginginkan para siswa untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru diterima. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
7) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Authentic assessment adalah prosedur penilaian pada pembelajaran kontekstual. Prinsip utama asesmen dalam pembelajaran kontekstual tidak hanya menilai apa yang diketahui siswa, tetapi juga menilai apa yang dapat dilakukan siswa. Penilaian itu mengutamakan penilaian kualitas hasil kerja siswa dalam menyelesaikan suatu tugas.
D. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang secara sistematis mengembangkan interaksi antar sesama siswa dan memaksimalkan belajar siswa baik secara individu maupun secara kelompok. Menurut Johnson & Johnson (Usman H.B., 2004:134), pembelajaran kooperatif tidak semata-mata meminta siswa bekerja secara kelompok dengan cara mereka sendiri. Siswa yang bekerja dalam kelompok mungkin akan menunjukkan hasil belajar yang rendah karena hanya beberapa siswa saja yang bekerja keras dalam menyelesaikan materi tugas sedangkan siswa lainnya bersikap pasif. Agar tidak terjadi hal demikian, Abdurrahman & Bintoro (Nurhadi & Senduk, 2003:60) menyatakan bahwa terdapat elemen dalam pembelajaran kooperatif yang harus diperhatikan oleh seorang pengajar yaitu adanya saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual dan keterampilan menjalin hubungan antar individu.
Terdapat beberapa metode dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif yaitu metode STAD (Student Teams Achievement Divisions), metode Jigsaw, metode GI (Group Investigation) dan metode struktural. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode STAD. Menurut Slavin (Zainuddin, 2002:9) bahwa: ”model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model yang bersifat umum, sehingga dapat digunakan untuk bidang studi dan semua tingkatan, serta merupakan model yang paling sederhana dan mudah dilaksanakan”.
Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuannya (tinggi, sedang, rendah). Tiap anggota kelompok menggunakan lembar kerja siswa, dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok.
Menurut Slavin (Usman H.B., 2004:141) bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri 5 komponen utama, yaitu (1) penyajian kelas, (2) belajar kelompok, (3) tes, (4) skor peningkatan individu, dan (5) penghargaan kelompok. Berikut uraian setiap komponen pembelajaran kooperatif tipe STAD (Usman H.B., 2004: 141-149):
(1) Penyajian Kelas
Penyajian kelas maksudnya pemberian informasi pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan siswa dalam mengembangkan konsep materi yang dipelajari pada kegiatan aktivitas kelompok.
Beberapa hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyajian materi pembelajaran adalah sebagai berikut.
Materi pelajaran dikembangkan sesuai dengan apa yang dipelajari siswa dalam kelompok.
Pemahaman siswa sesering mungkin dikontrol dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Memberitahukan kepada siswa bahwa pembelajaran kooperatif menekankan belajar adalah memahami makna bukan hafalan.
(2) Belajar Kelompok
Agar implementasi pembelajaran model kooperatif berlangsung efektif, maka tim atau kelompok harus dibentuk lebih awal. Anggota tim terdiri atas empat atau lima orang yang memiliki kemampuan yang heterogen dan etnis yang beragam. Ukuran kelompok yang ideal adalah empat orang, karena sangat memudahkan ketika akan menerapkan strategi berpasangan dan kegiatan pengamatan terhadap aktivitas kelompok akan menjadi lebih ringan dan terpusat. Ketika siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing guru harus selalu memonitor kerja siswa untuk memastikan bahwa kegiatan mereka berjalan lancar. Salah satu tujuan belajar kooperatif adalah mengajari siswa untuk bekerja sama.
(3) Tes
Tes dilaksanakan setelah siswa bekerja dan berlatih dalam kelompok. Tes yang diberikan adalah tes/kuis perorangan. Masing-masing siswa berusaha dan bertanggung jawab secara individual untuk melakukan yang terbaik sebagai hasil kerja kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberi sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok dan juga menjadi indikator perkembangan individu.
(4) Skor Peningkatan Individu
Ide poin peningkatan individu adalah memberi kesempatan bagi setiap siswa untuk meraih prestasi maksimal dan melakukan yang terbaik untuk diri dan kelompoknya. Setiap siswa diberikan poin perkembangan yang ditentukan berdasarkan selisih perolehan skor kuis terdahulu (skor dasar) dengan skor kuis terakhir. Dengan cara ini setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk menyumbangkan skor maksimal bagi kelompoknya. Kriteria poin perkembangan sebagai berikut.
Tabel 2.1 Kriteria Pemberian Poin
Skor Siswa Poin Perkembangan
Lebih dari sepuluh poin di bawah skor dasar 5
10 poin hingga 1 poin di bawah skor dasar 10
Skor dasar sampai 10 poin diatasnya 20
Leboh 10 poin di atas skor dasar 30
Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30
(5) Penghargaan Kelompok
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan poin perkembangan kelompok yang diperoleh. Untuk menentukan poin pencapaian kelompok digunakan rumus sebagai berikut.
Nk =
Berdasarkan poin perkembangan yang diperoleh terdapat tiga tingkat-tingkat penghargaan yang diberikan untuk penghargaan kelompok yaitu:
Kelompok dengan poin rata-rata 15, sebagai kelompok baik,
Kelompok yang memperoleh poin rata-rata 20, sebagai kelompok hebat,
Kelompok yang memperoleh poin rata-rata 25, sebagai kelompok super.
Menurut Kagan (dalam Zainuddin, 2002:29) ada tiga keuntungan penggunaan STAD yaitu: (1) semua siswa memiliki kesempatan untuk menerima reward setelah menyelesaikan suatu materi pelajaran, (2) semua siswa mempunyai kemungkinan untuk mencapai hasil belajar yang tinggi, dan (3) reward yang diberikan kepada kelompok dapat digunakan untuk memberikan motivasi berprestasi kepada semua siswa.
E. Teori-Teori yang Berkaitan dengan Pembelajaran Kontekstual
a. Teori Perkembangan Intelektual Piaget
Jean Piaget berpendapat bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkrit ke abstrak berurutan melalui empat periode. Periode berpikir yang dikemukakan Piaget adalah sebagai berikut:
Periode sensori motor (0-2 tahun)
Periode pra-operasional (2-7 tahun)
Periode operasi konkrit (7-11 tahun)
Periode operasi formal (11 tahun keatas)
Siswa kelas V SD pada umumnya berusia antara 10 – 11 tahun, sehingga menurut teori Piaget berada pada tahap operasi konkrit. Hal ini sesuai dengan situasi pembelajaran kontekstual yang menghadirkan situasi dunia nyata dalam hal ini dapat berupa benda-benda konkrit maupun situasi konkrit yang ada di dunia siswa. Sehingga siswa dapat belajar dan berpikir berdasarkan kemampuan intelektualnya.
Menurut Piaget (Hudojo, 1988:47), struktur kognitif yang dimiliki seseorang itu karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman yang langsung menyatu dengan struktur mental yang sudah dimiliki seseorang. Adapun akomodasi adalah proses menstrukturkan kembali mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru tadi. Jadi belajar itu tidak hanya menerima informasi dan pengalaman baru saja, tetapi juga terjadi penstrukturan kembali.
b. Teori Bruner
Jerome Bruner (Hudojo, 1988:56) berpendapat bahwa belajar matematika ialah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan. Lebih lanjut Bruner menjelaskan bahwa pemahaman terhadap konsep dan struktur sesuatu materi menjadikan materi itu dipahami secara lebih komprehensif. Lebih dari itu, peserta didik lebih mudah mengingat materi itu bila yang dipelajari merupakan/mempunyai pola yang berstruktur. Dengan memahami konsep dan struktur akan mempermudah terjadinya transfer.
Menurut Bruner (Depdiknas, 2005:8), jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan, pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkrit atau menggunakan situasi yang nyata.
Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual, gambar, atau diagram yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi nyata yang terdapat pada tahap enaktif.
Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal, lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
Dalam pembelajaran kontekstual, ketika siswa diperhadapkan pada masalah yang berkaitan dengan dunia nyata di awal pembelajaran, berarti siswa melalui tahap pembelajaran enaktif. Selanjutnya, siswa diminta untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan simbol-simbol matematika. Pada tahap ini siswa berada pada tahap ikonik dan simbolik.
c. Teori Bermakna Ausubel
D.P. Ausubel (Hudojo, 1988:61) mengemukakan bahwa belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful) bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif.
Menurut Ausubel, belajar bermakna timbul jika siswa mencoba menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya. Jika pengetahuan baru tidak berhubungan dengan pengetahuan yang ada, maka pengetahuan baru itu akan dipelajari siswa melalui belajar hafalan. Hal ini disebabkan pengetahuan yang baru tidak diasosiasikan dengan pengetahuan yang ada (Depdiknas, 2005:22).
Pada pembelajaran kontekstual, guru perlu mengembangkan pengetahuan pra syarat siswa guna membentuk pemahaman awal siswa pada operasi hitung bilangan bulat. Kemudian pemahaman awal tersebut diintegrasikan dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan baru.
F. Tinjauan Materi Operasi Hitung Bilangan Bulat
Materi bilangan bulat merupakan salah satu materi yang esensial dalam pembelajaran matematika. Karena dalam pembelajaran di tingkat yang lebih tinggi, tidak terlepas dari penggunaan dan perhitungan bilangan bulat.
Bilangan bulat terdiri dari (Muhsetyo, 2007:1.8):
Bilangan-bilangan yang bertanda negatif (-1, -2, -3, -4, …) yang selanjutnya disebut bilangan bulat negatif.
Bilangan 0 (nol), dan
Bilangan-bilangan yang bertanda positif (1, 2, 3, 4, ..) yang selanjutnya disebut bilangan bulat positif.
Lebih lanjut Khafid & Sayuti (2007:27) menyatakan bahwa himpunan bilangan bulat dinyatakan dengan B = {…,-4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, …}. Jika digambarkan pada garis bilangan adalah sebagai berikut:
Pada garis bilangan, tampak bilangan bulat positif terletak di sebelah kanan nol dan bilangan bulat negatif terletak di sebelah kiri nol.
Salah satu alternatif strategi pembelajaran untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap operasi hitung bilangan bulat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model siswa pada garis bilangan.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penggunaan model siswa pada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat adalah sebagai berikut (Muhsetyo, 2007:1.18-1.24):
Posisi awal setiap peragaan selalu dimulai dari skala 0 (nol).
Jika bilangan pertama bertanda positif, maka bagian muka model menghadap ke bilangan positif dan kemudian melangkah ke skala yang sesuai dengan besarnya bilangan pertama.
Jika bilangan pertama bertanda negatif, maka bagian muka model menghadap ke bilangan negatif dan kemudian melangkah ke skala yang sesuai dengan besarnya bilangan pertama.
Jika model melangkah maju, dalam prinsip operasi hitung, istilah maju diartikan sebagai ”tambah (+)”.
Jika model melangkah mundur, dalam prinsip operasi hitung mundur diartikan sebagai ”kurang (-)”.
Gerakan maju dan mundurnya model tergantung dari bilangan penambah atau pengurangnya.
Gerakan maju: jika bilangan penambahnya merupakan bilangan positif, maka model bergerak maju ke arah bilangan positif, dan sebaliknya jika bilangan penambahnya merupakan bilangan negatif, maka model bergerak maju ke arah bilangan negatif.
Gerakan mundur: jika bilangan pengurangnya merupakan bilangan positif, maka model bergerak mundur dengan sisi muka menghadap ke bilangan positif, dan sebaliknya jika bilangan pengurangnya merupakan bilangan negatif, maka model bergerak mundur dengan sisi muka menghadap ke bilangan negatif.
Perkalian bilangan bulat a x b diartikan sebagai penjumlahan berulang b + b + b + … sebanyak a kali. Berarti, mencari hasil dari a x b sama halnya dengan cara menunjukkan penjumlahan b + b + b + … sebanyak a kali. Sehingga perkalian didefinisikan sebagai berikut (Negoro & Harahap, 2001:263): Jika a dan b bilangan-bilangan cacah, maka a x b adalah penjumlahan berulang yang mempunyai a suku, dan tiap suku sama dengan b.
Pembagian adalah operasi kebalikan perkalian. Operasi hitung yang mencari suatu faktor jika hasil kali dan faktor-faktor lain diketahui, disebut pembagian. Jika hasil kalinya c faktor yang diketahui a, maka c : a = n a x n = c dinamakan pembagian, karena n merupakan faktor yang dicari. Pembagian juga didefinisikan sebagai pengurangan berulang (Nugroho & Harahap, 2001:251).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan pada penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu: (1) Desain penelitian, (2) Setting dan subyek penelitian, (3) Rencana tindakan. Untuk lebih jelasnya diuraikan dibawah ini.
1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini mengacu pada model Kemmis dan Mc. Taggart (Wibawa, 2003: 18) yang terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.
Gambar 3.1 Diagram Alur Desain Penelitian
2. Setting dan Subyek Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas V SD Inpres I Besusu Jln. Panglima Polem Kecamatan Palu Timur pada hari Kamis tanggal 26 Juli 2007. Banyaknya subyek penelitian terdiri atas 28 siswa, terdiri dari 16 siswa perempuan dan 20 siswa laki-laki. Sedangkan sebagai informan sebanyak 4 siswa yang dipilih berdasarkan banyaknya kesalahan dalam menyelesaikan soal pada tes awal atau berkemampuan rendah. Keseluruhan subyek belajar dalam kelompok bersifat heterogen. Keheterogenan subyek dilihat dari hasil tes awal atau kemampuan siswa, suku dan latar belakang pekerjaan orang tua siswa. Keempat informan ditempatkan pada kelompok belajar yang berbeda-beda.
3. Rencana Tindakan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Sehingga, tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tindakan pembelajaran yang berlangsung sebanyak dua kali dalam dua siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari satu tindakan. Setiap tindakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual. Kegiatan pembelajaran pada tiap siklus berlangsung selama 3 jam pelajaran atau 3 x 35 menit. Adapun skenario tindakan pembelajaran adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Skema Tindakan Pembelajaran
Fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Komponen Pembelajaran Kontekstual
Kegiatan Awal
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Mengajukan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan pra syarat siswa
Memperhatikan penjelasan guru
Menjawab pertanyaan guru atau bertanya
● Konstruktivisme
Refleksi
● Bertanya
1. Penyajian kelas
Kegiatan Inti
1. Menyajikan materi pelajaran dan memberikan contoh penerapan prinsip kerja model siswa untuk menyelesaikan operasi hitung bilangan bulat.
2. Memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan siswa dalam kelompok belajarnya.
3. Mengontrol pemahaman siswa dengan mengajukan pertanyaan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
Mendengarkan penjelasan guru
Menjawab pertanyaan atau bertanya
Konstruktivisme
Pemodelan
Bertanya
2. Transisi ke Tim
4. Membagi siswa ke dalam kelompok belajar
5. Membagi LKS kepada setiap kelompok Mencatat nama-nama kelompok dan bergabung dengan kelompoknya masing-masing
Menerima LKS Masyarakat belajar
3. Tim Studi dan Monitoring
6. Meminta siswa untuk berdiskusi dengan rekan dalam kelompoknya untuk menyelesaikan soal yang ada di LKS dan guru berjalan mengelilingi siswa untuk memonitor pekerjaan siswa dan jika terdapat masalah, guru memberikan bantuan seperlunya yang sifatnya mengarahkan. Berdiskusi dengan teman kelompok dan meminta bantuan kepada guru jika mengalami kesulitan ● Masyarakat belajar
● Bertanya
● Penilaian autentik
Inquiry
4. Pengujian 7. Memberikan tes individu kepada siswa Mengerjakan tes yang diberikan Penilaian autentik
Kegiatan Penutup
Memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik
Indikator keberhasilan tindakan pembelajaran pada setiap siklus yang dilaksanakan pada penelitian ini dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas siswa dan poin peningkatan individu minimal siswa yaitu 20.
Adapun untuk menentukan poin peningkatan individu didasarkan pada selisih antara skor pada tes akhir dengan skor dasar pada tes awal. Slavin (Usman H.B., 2004:146) memberikan kriteria pemberian skor sebagai berikut.
Tabel 3.2 Kriteria Pemberian Poin
Skor Siswa Poin Perkembangan
Lebih dari sepuluh poin di bawah skor dasar 5
10 poin hingga 1 poin di bawah skor dasar 10
Skor dasar sampai 10 poin diatasnya 20
Leboh 10 poin di atas skor dasar 30
Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30
B. Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa hasil observasi, hasil wawancara, catatan lapangan, dan data kuantitatif seperti hasil tes yang diperoleh siswa. Namun data-data yang berupa angka-angka akan diberi makna dalam bentuk paparan naratif.
2. Cara Pengumpulan Data
Adapun cara pengumpulan data pada penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
a. Tes
Tes awal tindakan dilaksanakan sebelum pelaksanaan tindakan pembelajaran sedangkan tes akhir tindakan dilaksanakan setiap selesai kegiatan pembelajaran. Tes digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa pada operasi hitung bilangan bulat. Selain itu, hasil tes juga dijadikan sebagai pedoman untuk mewawancarai informan. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis.
b. Wawancara
Wawancara dilaksanakan setelah pelaksanaan tes akhir. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menggali informasi dari siswa tentang proses berpikir siswa tersebut. Pertanyaan yang diajukan pada saat wawancara tidak terstruktur, artinya disesuaikan dengan kesalahan-kesalahan yang muncul pada saat siswa diuji/dites. Pada saat wawancara, informan diarahkan untuk menyadari dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan, sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa tersebut.
c. Observasi
Observasi dilaksanakan selama peneliti melakukan aktivitas pembelajaran di kelas. Bertindak sebagai observer adalah teman sejawat dan guru matematika kelas V SD Inpres I Besusu. Kegiatan observasi ini dilakukan untuk mengamati aktivitas peneliti sebagai guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Data diambil dengan menggunakan lembar observasi untuk guru dan lembar observasi untuk siswa.
d. Catatan Lapangan
Catatan lapangan digunakan sebagai data pelengkap untuk mencatat hal-hal yang tidak terekam melalui lembar observasi dan wawancara. Misalnya tentang respon dan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
e. Penilaian Minat dan Sikap
Penilaian minat dan sikap ini digunakan untuk memperoleh data mengenai minat dan sikap siswa dalam mempelajari operasi hitung bilangan bulat dengan menggunakan pembelajaran kontekstual. Penilaian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk memperbaiki kinerjanya dalam mengajar.
f. Penilaian Diri (Student Self-Assessment)
Penilaian diri ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang diri siswa dan cara menilai dirinya sendiri yang berkaitan dengan proses pelaksanaan pembelajaran dan kemampuan siswa pada operasi hitung bilangan bulat. Hasil penilaian diri siswa ini selanjutnya dibandingkan dengan hasil penilaian guru.
C. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini mengacu pada proses analisis data yang dikemukakan Moleong (1990:104) yang mengatakan bahwa “proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yaitu dari hasil tes, wawancara, hasil observasi, hasil catatan lapangan, dokumen dan lain-lain”. Sedangkan data penelitian yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan model Alir Miler dan Huberman (Usman H.B., 2001:54) yaitu: (1) mereduksi data, (2) menyajikan data, dan (3) verifikasi data. Lebih lanjut dikemukakan bahwa analisis data dilakukan dalam suatu proses yang dimulai sejak awal sampai akhir penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Mereduksi data
Mereduksi data diartikan sebagai proses kegiatan menyeleksi, memfokuskan, dan menyederhanakan data sejak awal pengumpulan data sampai pengumpulan laporan. Menurut Sugiyono (Rini, 2006:21) mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari data lain yang bila diperlukan.
2. Penyajian Data
Setelah mereduksi, maka selanjutnya adalah menyajikan data. Penyajian data dilakukan dengan cara menyusun secara naratif sekumpulan informasi yang telah diperoleh dari hasil reduksi, sehingga dapat memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Verifikasi Data
Verifikasi data atau penarikan kesimpulan merupakan langkah ketiga dalam analisis data. Penarikan kesimpulan dimaksudkan untuk memberikan kesimpulan terhadap hasil penafsiran dan evaluasi. Penarikan kesimpulan merupakan akhir dari hasil tindakan.
4. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam pengecekan ini adalah kriteria derajat kepercayaan (Moleong, 2000:173). Pada penelitian ini, derajat kepercayaan dilakukan dengan tiga teknik dari 7 teknik yang disarankan oleh Moleong, yaitu (1) ketekunan pengamatan, (2) triangulasi data, dan (3) pemeriksaan sejawat.
a. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara peneliti mengadakan pengamatan secara teliti, rinci, dan terus menerus selama proses belajar mengajar, pengamatan kejadian-kejadian selama pembelajaran dan hasil belajar siswa dengan mengidentifikasi kendala-kendala selama pembelajaran dan tercatat secara sistematis.
b. Triangulasi Sumber Data
Triangulasi sumber data yaitu membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan hasil pengamatan teman sejawat dengan peneliti. Triangulasi dilakukan dalam penelitian ini adalah (1) membandingkan hasil tes dengan hasil wawancara, (2) membandingkan hasil tes dengan observasi, (3) membandingkan data yang diperoleh dengan hasil konfirmasi dengan guru matematika kelas V SD Inpres I Besusu sebagai sumber lain, tentang kemampuan akademik yang dimiliki oleh informan penelitian pada pokok bahasan lainnya.
c. Pemeriksaan/Pengecekan Sejawat
Pengecekan sejawat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mendiskusikan proses dan hasil penelitian dengan teman sejawat. Hal ini dilakukan dengan harapan peneliti mendapatkan masukan baik dari segi teori maupun metodologi guna membantu menganalisis dan menyusun rencana tindakan selanjutnya.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Pra tindakan
Kegiatan yang dilakukan adalah mengadakan tes awal. Materi yang disajikan pada tes awal ini adalah operasi hitung bilangan bulat, karena materi tersebut telah dipelajari sebelumnya di kelas IV. Selanjutnya, peneliti memeriksa hasil tes awal siswa dan mendiskusikannya dengan teman sejawat dan guru matematika kelas V SD Inpres I Besusu. Hasil tes awal ini akan dijadikan nilai awal (skor dasar) yang diperlukan dalam pengelolaan nilai peningkatan. Selain itu, hasil tes awal juga ditentukan sebagai acuan pembentukan kelompok belajar siswa.
Pembentukan kelompok belajar siswa didasarkan pada kemampuan siswa. Dari 28 orang siswa yang ada di kelas V SD Inpres I Besusu, ditetapkan tujuh kelompok yang tiap kelompoknya beranggotakan 4 orang dengan kualifikasi 1 orang berkemampuan tinggi, 2 orang berkemampuan sedang dan 1 orang berkemampuan rendah.
Selain itu, hasil tes awal juga digunakan sebagai dasar penentuan informan penelitian. Informan penelitian akan dipilih berdasarkan banyaknya kesalahan dan keunikan jawaban siswa pada saat mengerjakan tes awal dan hasil konsultasi dengan guru matematika dikelas itu.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini akan melalui dua siklus kegiatan. Setiap siklus terdiri dari (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.
Berikut rincian pelaksanaan tindakan pada setiap siklus.
Siklus I
Perencanaan
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
Menyusun dan menyiapkan perangkat pembelajaran dengan materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran, Lembar Kerja Siswa dan bahan ajar.
Menyiapkan instrumen-instrumen penelitian meliputi (1) lembar observasi untuk kegiatan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran dan kegiatan siswa dalam pembelajaran, (2) lembar penilaian minat dan sikap, (3) lembar penilaian diri (Student Self Asessment) dan (4) tes akhir tindakan.
Pelaksanaan Tindakan
Tindakan pembelajaran siklus I dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 26 Juli 2007 di kelas V SD Inpres I Besusu dengan materi pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Waktu yang disediakan untuk pelaksanaan tindakan siklus I ini adalah 3 x 35 menit atau 3 jam pelajaran. Bertindak sebagai pelaksana pembelajaran adalah peneliti sendiri. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan mengikuti fase-fase pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual. Secara keseluruhan rangkaian kegiatan yang dilakukan dapat dilihat pada desain pembelajaran siklus I.
Observasi/Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama kegiatan pembelajaran dilaksanakan dan dilakukan oleh teman sejawat dan guru matematika kelas V SD Inpres I Besusu. Pengamatan ini mencakup aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung, kendala-kendala siswa dalam pembelajaran dan mengamati kegiatan guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Selain itu, peneliti juga mengobservasi dan menilai hasil kerja siswa baik pekerjaan kelompok maupun individu.
Refleksi
Pada tahap ini, peneliti, teman sejawat dan guru matematika kelas V SD Inpres I Besusu mendiskusikan hasil observasi, tes akhir tindakan, pelaksanaan pembelajaran dan catatan lapangan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang terjadi selama tindakan pembelajaran berlangsung guna merencanakan tindakan yang lebih efektif pada tindakan selanjutnya. Untuk lebih jelasnya hasil refleksi ini dapat dilihat pada hasil penelitian.
Siklus II
Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
Menyusun perangkat pembelajaran dengan materi perkalian dan pembagian bilangan bulat meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran, Lembar Kerja Siswa dan bahan ajar.
Menyiapkan instrumen penelitian meliputi tes akhir tindakan, lembar observasi kegiatan guru dan siswa, angket tentang minat dan sikap dan lembar penilaian diri.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 2 Agustus 2007 di kelas V SD Inpres I Besusu dengan materi perkalian dan pembagian bilangan bulat. Waktu yang disediakan untuk tindakan siklus II ini adalah 3 x 35 menit atau 3 jam pelajaran. Bertindak sebagai pelaksana pembelajaran adalah peneliti sendiri. Secara keseluruhan rangkaian kegiatan pembelajaran pada siklus II ini dapat dilihat pada desain pembelajaran siklus II.
Observasi/Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama kegiatan pembelajaran dilaksanakan dan dilakukan oleh teman sejawat dan guru matematika kelas V SD Inpres I Besusu dengan menggunakan lembar observasi kegiatan guru dan siswa.
Refleksi
Refleksi pada siklus II ini dilakukan untuk melihat secara keseluruhan proses pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual berlangsung dan kemampuan siswa yang meningkat. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini sama dengan kegiatan refleksi pada siklus I.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Hasil Pra Tindakan
Sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan studi pendahuluan pada hari Rabu tanggal 17 Juli 2007. Kegiatan yang dilakukan pada studi pendahuluan ini adalah mengadakan pertemuan dengan Kepala SD Inpres I Besusu. Dalam pertemuan tersebut, peneliti menyampaikan maksud dan tujuan peneliti untuk melakukan penelitian di kelas V SD Inpres I Besusu. Selanjutnya, Kepala Sekolah memberikan wewenang kepada guru matematika kelas V yang sekaligus sebagai wali kelas V untuk membantu dan bekerja sama dengan peneliti selama melaksanakan penelitian.
Selanjutnya peneliti dan guru matematika mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan persiapan dan pelaksanaan tindakan penelitian. Sebelum pelaksanaan tindakan, siswa terlebih dahulu diberikan tes awal untuk mengetahui kemampuan siswa pada operasi hitung bilangan bulat. Tes awal dilaksanakan pada hari Senin tanggal 24 Juli 2007. Dari 28 siswa yang duduk di kelas V, sebanyak 24 siswa yang mengikuti tes awal, sedangkan 4 siswa berhalangan hadir dikarenakan sakit.
Setelah pelaksanaan tes awal, peneliti memeriksa hasil pekerjaan siswa untuk melihat kemampuan siswa sebagai acuan untuk meningkatkan kemampuan siswa. Dari hasil analisis tes awal siswa, secara keseluruhan hanya 9 siswa yang masuk kategori tuntas belajar dengan persentase 37,5%. Sedangkan 15 siswa tidak termasuk kategori tuntas belajar dengan persentase 62,5%.
Selanjutnya dari hasil tes awal siswa, peneliti bersama guru matematika kelas V Sd Inpres I Besusu membentuk kelompok-kelompok belajar siswa yang heterogen. Setiap kelompoknya beranggotakan 4 orang dengan kualifikasi 1 orang berkemampuan tinggi, 2 orang berkemampuan sedang dan 1 orang berkemampuan rendah. Selain itu, peneliti bersama guru matematika kelas V menentukan informan penelitian sebanyak 4 orang yang didasarkan pada banyaknya kesalahan dalam pengerjaan tes awal. Adapun keempat siswa tersebut adalah WI, AP, IS dan NA.
2. Hasil Pelaksanaan Tindakan
Penelitian ini terdiri dari dua siklus dan pelaksanaan tindakan pada setiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Berikut uraian hasil pelaksanaan tindakan setiap siklus.
1. Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus I
1) Perencanaan Tindakan Siklus I
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menyiapkan seluruh perangkat pembelajaran meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran, Lembar Kerja Siswa dan bahan ajar serta instrumen penelitian yang meliputi tes akhir tindakan dan lembar observasi kegiatan guru dan kegiatan siswa selama pelaksanaan pembelajaran.
2) Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Pembelajaran dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 26 Juli 2007, yang berlangsung dari pukul 07.15 – 09.00. Pembelajaran pada tindakan ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tiep STAD dengan pendekatan kontekstual. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari 4 fase, yaitu (1) penyajian kelas, (2) transisi tim, (3) tim studi dan monitoring dan (4) pengujian. Pada fase-fase pembelajaran kooperatif tipe STAD ini diterapkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme, bertanya, inquiry, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian autentik. Berikut ini uraian kegiatan yang dilaksanakan pada setiap fase pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Fase 1: Penyajian Kelas
Sebelum masuk fase ini, guru terlebih dahulu membuka pelajaran dengan memberi salam, menyiapkan dan memotivasi siswa, menyampaikan indikator keberhasilan belajar siswa dan menggali pengetahuan pra syarat siswa. Pada saat menggali pengetahuan pra syarat siswa, peneliti menerapkan komponen konstruktivisme. Berikut ini petikan penyampaian peneliti kepada seluruh siswa di awal pembelajaran.
“Anak-anak sekalian, sekarang waktunya untuk belajar matematika. Jadi Ibu harap kalian menyimpan buku ataupun hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan matematika. Tujuan dari pembelajaran kita pada hari ini adalah kalian diharapkan mampu melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dalam pemecahan masalah. Di kelas 4, kalian telah mempelajari bilangan bulat. Siapa yang bisa menyebutkan contoh bilangan bulat?”
Pada saat peneliti menggali pengetahuan pra syarat siswa tentang bilangan bulat, peneliti telah menerapkan komponen konstruktivisme, bertanya dan refleksi. Karena siswa membangun dan mengingat kembali pengetahuan yang telah diperoleh siswa pada masa lalu tentang bilangan bulat melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Waktu yang digunakan pada kegiatan awal ini adalah 15 menit.
Kegiatan pada fase 1 ini dimulai dengan penyajian masalah dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan penggunaan bilangan bulat dan operasinya. Berikut permasalahan yang diajukan oleh peneliti kepada siswa di awal pembelajaran.
Ryan sedang bermain monopoli.Karena bangkrut, Ryan meminjam uang sebesar $8 kepada Bank. Beberapa saat kemudian Ryan mendapatkan bonus dari dana umum sebesar 13$. Uang dari bonus tersebut digunakan Ryan untuk membayar hutangnya kepada Bank. Berapa sisa uang yang dimiliki Ryan saat ini?
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, peneliti menyajikan teknik dengan menggunakan alat peraga berupa model siswa yang berjalan pada garis bilangan yang digambarkan di depan kelas. Peneliti meminta seorang siswa untuk menggambarkan garis bilangan dan seorang siswa lagi untuk menjadi model. Kemudian, peneliti memberikan sebuah soal dan memberikan petunjuk kepada model siswa tersebut untuk melakukan peragaan. Pada kegiatan ini, peneliti menerapkan komponen pembelajaran kontekstual yaitu pemodelan, dimana yang menjadi model adalah guru dan siswa.
Kegiatan peragaan dengan model siswa tersebut, kemudian menjadi ilustrasi untuk selanjutnya digambarkan pada garis bilangan dengan prinsip yang sama pada peragaan model siswa. Berikut petikan penjelasan peneliti kepada seluruh siswa.
Guru : Anak-anak, apakah kalian sudah paham dengan prinsip penggunaan model siswa ini?
Siswa : Sudah bu..
Guru : Perhatikan! Prinsip gerakan pada model siswa ini dapat dilakukan pada garis bilangan untuk menentukan nilai dari penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Contoh, kita akan menentukan nilai dari( -2) + 5 = ……. (menuliskan di papan tulis).Langkah-langkah menentukan hasil dari penjumlahan itu:
Langkah 1. Dari skala 0, anak panah melangkah ke arah bilangan negatif dan berhenti pada skala -2.
Langkah 2. Karena bilangan penjumlahnya merupakan bilangan positif, maka ujung anak panah menghadap ke bilangan positif.
Langkah 3. Karena ditambahkan dengan 5 maka maju sebanyak 5 langkah.
Langkah 4. Posisi akhir ujung panah berada pada skala 3, dan ini menunjukkan hasil dari (-2) + 5 = 3
Selanjutnya, peneliti memberikan beberapa contoh tambahan dan meminta beberapa orang siswa untuk menyelesaikan soal tersebut. Waktu yang digunakan pada fase ini adalah 30 menit sesuai perencanaan.
Fase 2: Transisi Tim
Kegiatan yang dilakukan pada fase ini adalah guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada setiap kelompok dan meminta kepada setiap siswa untuk duduk berdekatan berdasarkan kelompoknya. Guru juga menjelaskan kegiatan yang harus dilakukan siswa dalam kelompok belajarnya dan memberikan motivasi kepada siswa untuk bekerja dengan baik karena pada akhir pembelajaran, guru akan memberikan pengahrgaan kepada kelompok terbaik. Berikut petikan uraian penjelasan guru kepada siswa.
Guru : Di tangan kalian sudah ada Lembar Kerja Siswa (LKS) yang harus kalian kerjakan secara berkelompok. Setiap siswa harus bertanggungjawab terhadap kelompoknya masing-masing. Jadi, semua anggota kelompok harus dapat bekerja sama dengan baik. Kelompok yang memiliki kerja sama paling baik akan memperoleh penghargaan sebagai kelompok paling kompak sedangkan untuk kelompok terbaik akan ditentukan berdasarkan perolehan nilai setiap anggota kelompok pada tes akhir nanti.
Siswa 1 : Berarti, nanti ada ujiannya Bu?
Guru : Iya…di akhir pembelajaran akan ada tes . Oleh karena itu, setiap anggota kelompok harus bisa menguasai materi pada LKS, agar nanti pada tes memperoleh nilai yang bagus dan kelompoknya dapat menjadi kelompok terbaik. Apa sudah dimengerti?
Siswa : Mengerti Bu……
Kemudian seluruh siswa bekerja secara kelompok untuk mengerjakan soal-soal yang ada pada Lembar Kerja Siswa (LKS). Pada fase ini, peneliti menerapkan komponen pembelajaran kontekstual yaitu masyarakat belajar. Waktu yang digunakan untuk transisi tim ini adalah 10 menit.
Fase 3: Tim Studi dan Monitoring
Kegiatan yang dilakukan pada fase ini adalah guru memonitor kerja siswa untuk memastikan bahwa kegiatan mereka berjalan lancar. Pada kegiatan ini, guru dibantu oleh teman sejawat dan guru matematika kelas V SD Inpres I Besusu. Jika suatu kelompok mengalami kesulitan, maka guru memberikan bantuan kepada siswa berupa arahan-arahan untuk memperoleh jawaban yang benar. Berikut contoh arahan yang diberikan guru ketika suatu kelompok mengalami kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan soal yang diberikan.
Siswa : Bu, kita bingung dengan no.1 ini, apa maksudnya?
Guru : Coba bacakan soal no.1 ? (meminta seorang siswa membaca soal).
Siswa 1 : Berikan contoh hal-hal yang ada disekitarmu yang berkaitan dengan penjumlahan maupun pengurangan bilangan bulat!
Guru : Dari soal sudah jelas, kalian diminta menuliskan contoh dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
Siswa 1 : Maksudnya yang bagaimana Bu?
Guru : Di awal pembelajaran Ibu sudah memberikan contoh. Siapa yang ingat contoh apa yang Ibu berikan?
Siswa 2 : Ibu berikan contoh soal kue. Jika Ibu memberikan kue kepada Rifky 3 buah pada pagi hari tapi Rifky belum memakannya dan sorenya Ibu memberikan 5 buah kue lagi. Jadi berapa banyak kue yang Rifky punya?
Guru : Iya, betul sekali…..jadi sekarang kalian yang memberikan contoh sendiri. Sudah paham?
Siswa 1 : Paham Bu..
Dari hasil analisis siswa, kelompok 2, 3, 4 dan 5 bekerja sama dengan baik. Sedangkan kelompok 1 dan 6 belum dapat bekerja sama dengan baik. Pada fase ini, peneliti menerapkan komponen masyarakat belajar, inquiry dan bertanya. Karena pada fase ini, selain siswa bekerja secara kelompok siswa juga menemukan dan mencari jawaban dari masalah yang diberikan sendiri dengan bantuan arahan dari anggota kelompoknya. Waktu yang digunakan pada fase ini adalah 30 menit.
Fase 4: Pengujian
Setelah siswa selesai mengerjakan Lembar Kerja Siswa secara berkelompok, selanjutnya guru memberikan tes individu kepada siswa. Guru meminta siswa untuk mengerjakan tes secara jujur dan tidak bekerja sama dengan teman. Berikut uraian penjelasan guru kepada siswa sebelum melaksanakan tes.
”Anak-anak, setelah kalian bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan soal-soal yang ada pada LKS sekarang kalian akan dites apakah kalian benar-benar paham dan mengerti dengan pembelajaran kita pada hari ini. Oleh karena itu, Ibu minta kalian untuk tidak bekerja sama dengan orang lain. Jika ada soal yang kurang dimengerti, tanyakan pada Ibu”.
Pada fase ini, peneliti menerapkan komponen penilaian autentik. Selain melalui tes akhir individu, penilaian juga diberikan melalui pengamatan terhadap aktivitas siswa khususnya informan penelitian yang dilakukan oleh teman sejawat dan penilaian terhadap minat, sikap dan diri siswa melalui angket yang akan diberikan kepada siswa sebagai penilaian terhadap ranah afektif siswa. Waktu yang digunakan pada fase ini adalah 20 menit. Selanjutnya, pembelajaran ditutup dengan mengumumkan dan memberikan penghargaan kepada kelompok yang paling kompak yaitu kelompok 3.
3) Data Hasil Wawancara Siklus I
Dalam melakukan wawancara, peneliti tidak menggunakan pertanyaan secara terstruktur. Wawancara terfokus untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: (1) Apa yang menyebabkan siswa mengalami kesalahan prinsip penggunaan garis bilangan yang diterapkan siswa dalam mengerjakan tes, (2) Kesulitan apa yang dirasakan oleh siswa dalam proses pembelajaran, (3) Apakah siswa senang belajar secara berkelompok, dan (4) Kesulitan apa yang dialami oleh siswa ketika mengerjakan soal penerapan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaan diajukan kepada informan penelitian berdasarkan fokus pertanyaan-pertanyan tersebut.
Banyaknya informan penelitian adalah 4 orang yang berada pada kelompok-kelompok yang berbeda yaitu kelompok I, II, III dan IV. Wawancara dilaksanakan selama 2 hari yaitu pada tanggal 28 & 30 Juli 2007 di ruang kantor SD Inpres I Besusu.
Dari hasil wawancara diperoleh gambaran sebagai berikut:
Informan belum menguasai dengan baik prinsip penggunaan garis bilangan dalam menentukan hasil dari penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
Informan belum terbiasa dengan bekerja dalam kelompok. Sehingga beberapa soal dalam pengerjaannya masih didominasi oleh siswa yang berkemampuan tinggi dan kurang melibatkan siswa yang berkemampuan rendah.
Informan senang belajar dalam kelompok karena dapat bekerja sama dengan anggota kelompok yang lain dalam menyelesaikan suatu masalah.
Informan NA dan AP mengalami kesulitan dalam menuliskan masalah yang ada dalam soal.
4) Data Hasil Observasi Tindakan Siklus I
Observasi dilakukan oleh teman sejawat dan guru matematika kelas V SD Inpres I Besusu dengan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui kegiatan dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung, kendala-kendala siswa dalam pembelajaran dan mengamati kegiatan guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Selain itu, peneliti juga mengobservasi dan menilai hasil kerja siswa baik pekerjaan kelompok maupun individu.
a. Hasil Observasi Pengamat Terhadap Aktivitas Siswa
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh pengamat, secara keseluruhan subyek penelitian memiliki antusias yang baik dalam proses pembelajaran. Informan WI, IS, dan NA bekerja dengan baik dalam kelompoknya. Sedangkan informan AP kurang dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya. Informan AP lebih sering diam dan tidak memperhatikan penjelasan guru dengan baik pula.
Secara keseluruhan, aktifitas siswa dalam pembelajaran cukup baik. Ketika guru mengajukan pertanyaan untuk menggali pengetahuan pra syarat siswa, dua orang siswa dapat menjawab dengan baik. Demikian pula, pada saat guru meminta seorang siswa untuk menggambar garis bilangan di depan kelas maupun menjadi model secara berebutan siswa meminta giliran kepada guru. Hal ini mengindikasikan minat yang besar dalam diri siswa untuk belajar matematika dengan teknik yang berbeda dari yang biasa mereka terima.
Dari 6 kelompok belajar yang terbentuk, setiap kelompoknya dapat bekerja dengan baik. Meskipun kelompok I dan VI dalam melaksanakan diskusi masih didominasi oleh siswa yang berkemampuan tinggi, namun secara keseluruhan semua siswa bekerja dengan aktif dan baik dalam kelompoknya masing-masing.
b. Hasil Observasi Pengamat Terhadap Aktivitas Guru
Pengamatan terhadap aktivitas guru dilakukan oleh teman sejawat dan guru matematika kelas V SD Inpres I Besusu dengan menggunakan lembar observasi guru. Dari hasil observasi, secara keseluruhan peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh peneliti pada saat pembelajaran berlangsung adalah: (1) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa, (2) Mengajukan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan pra syarat siswa dengan materi yang akan dipelajari, (3) Menyajikan materi pelajaran dengan mengajukan masalah sehari-hari yang terkait dengan penggunaan bilangan bulat, (4) Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan peragaan model siswa, (5) Memberikan petunjuk kepada siswa kegiatan yang akan dilakukan dalam kelompok, (6) Mengontrol pemahman siswa dengan mengajukan pertanyaan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, (7) Membagi dan mengorganisir siswa ke dalam kelompok belajar, (8) Membagi Lembar Kerja Siswa kepada setiap kelompok, (9) Meminta siswa untuk berdiskusi dan bekerja sama dengan rekan sekelompoknya, (10) Membimbing siswa dalam menyelesaikan LKS yang telah diberikan, (11) Memberikan tes akhir individu kepada siswa, (12) Memberikan pengahrgaan kepada kelompok yang bekerja dengan baik dan (13) Menutup pelajaran dengan memberikan salam.
5) Refleksi Hasil Tindakan Siklus I
Refleksi dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan yang terjadi selama tindakan siklus I berlangsung guna merencanakan tindakan yang lebih efektif pada tindakan siklus II. Pembelajaran pada siklus I difokuskan agar siswa dapat memberikan contoh kejadian sehari-hari yang terkait dengan operasi hitung bilangan bulat dan menentukan hasil dari penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
Berdasarkan pengamatan dari 2 orang pengamat yaitu teman sejawat dan guru matemtika kelas V SD Inpres I Besusu terhadap peneliti dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung menunjukkan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa berjalan dengan baik. Kegiatan siswa dalam menyelesaikan Lembar Kerja Siswa secara berkelompok berlangsung dengan baik. Meskipun banyak waktu yang terbuang dalam pembagian kelompok yang disebabkan oleh kegaduhan yang ditimbulkan siswa pada saat berpindah tempat duduk, namun secara keseluruhan siswa dapat bekerja dengan baik di dalam kelompok belajarnya masing-masing. Siswa yang kurang mampu mulai terlihat aktif dalam pembelajaran, meskipun kurang maksimal dalam memberikan kontribusi yang positif terhadap kelompok belajarnya.
Dari analisis hasil tes akhir siswa pada siklus I, diperoleh informasi bahwa indikator keberhasilan tindakan pembelajaran sudah tercapai karena semua siswa sudah mengalami peningkatan individu dari skor dasar mereka dengan poin perkembangan minimal 20. Persentase siswa yang memperoleh nilai lebih dari 65 adalah 65,4%.
Dari kegiatan refleksi tersebut diputuskan untuk melanjutkan penelitian tindakan selanjutnya dengan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I.
2. Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus II
1) Perencanaan Tindakan Siklus II
Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II ini telah dijelaskan pada prosedur penelitian. Materi pelajaran yang diajarkan pada siklus II ini adalah perkalian dan pembagian bilangan bulat. Untuk materi perkalian dan pembagian bilangan bulat ini, SD Inpres I Besusu memberikan indikator pencapaian hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa kelas V adalah mengalikan dengan cara bersusun pendek dan membagi dengan cara bersusun pendek dengan materi bilangan bulat yang disajikan adalah bilangan bulat positif. Sehingga untuk perkalian dan pembagian bilangan bulat yang melibatkan bilangan bulat negatif tidak diberikan oleh peneliti kepada siswa. Karena peneliti harus menyesuaikan dengan kurikulum yang ada di SD Inpres I Besusu.
2) Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Pembelajaran dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 2 Agustus 2007. Pembelajaran yang digunakan pada tindakan ini adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual. Sehingga setiap fase pada pembelajaran kooperatif tipe STAD diterapkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme, bertanya, inquiry, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian autentik.
Sebelum masuk fase pembelajaran kooperatif tipe STAD, guru terlebih dahulu membuka pelajaran dengan memberi salam, memotivasi siswa, menyampaikan indikator keberhasilan belajar siswa dan menggali pengetahuan pra syarat siswa yaitu penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Karena perkalian merupakan penjumlahan berulang dan pembagian merupakan pengurangan berulang. Berikut petikan penyampaian guru kepada seluruh siswa:
”Anak-anak sekalian, hari ini kita akan belajar matematika dan materi yang akan kita pelajari adalah perkalian dan pembagian bilangan bulat. Jadi setelah pembelajaran selesai Ibu harap kalian dapat melakukan perkalian dan pembagian bilangan bulat dengan cara bersusun pendek. Oleh karena itu, kalian harus berusaha untuk mencapai tujuan belajar kita pada hari ini. Ingat, yang ada diatas meja kalian hanya ada buku matematika dan alat tulis menulis.”
Selanjutnya guru menyajikan materi pra syarat yaitu penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Untuk membangkitkan pengetahuan pra syarat siswa, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lisan. Pada tahap ini, guru telah menerapkan komponen konstruktivisme. Karena siswa diajak untuk membangun kembali pengetahuan yang telah diperoleh siswa. Selain itu, guru juga menerapkan komponen bertanya dan refleksi. Waktu yang digunakan pada tahap pendahuluan ini dalah 10 menit.
Fase 1: Penyajian Kelas
Pada fase ini guru memberikan contoh masalah dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan perkalian dan pembagian bilangan bulat. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, guru menyajikan model berupa gula-gula dan siswa. Beriktu petikan penjelasan guru kepada seluruh siswa:
”Anak-anak, tolong perhatikan gula-gula yang ada di meja Ibu. Ibu ingin membagi gula-gula ini sama banyak kepada anggota kelompok I. Jadi Ibu minta kelompok I untuk maju ke depan kelas dan mengambil gula-gula yang ada di atas meja Ibu. Sekarang kita akan menghitung dan melihat bersama-sama berapa banyak gula-gula yang diambil oleh kelaompok I.”
Setelah guru dan siswa menghitung bersama-sama banyaknya gula-gula yang diambil kelompok I, kemudian siswa menyelidiki bahwa perkalian merupakan penjumlahan berulang. Pada tahap ini siswa telah mengkonstruksi sendiri pemahamannya terhadap makna perkalian. Selanjutnya untuk menyelesaikan soal perkalian, guru memberikan contoh penyelesaian dengan menggunakan cara bersusun pendek.
Untuk pembagian bilangan bulat, guru juga kembali mengahdirkan suatu contoh masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa dengan menghadirkan model berupa gula-gula dan meminta siswa untuk membagi secara merata gula-gula tersebut kepada rekan sekelompoknya. Kemudian siswa diminta untuk menyelidiki bahwa pembagian merupakan bentuk pengurangan berulang. Selanjutnya, untuk menyelesaikan soal yang berkaitan dengan pembagian sampai pada ribuan maka digunakan pembagian dengan cara bersusun pendek.
Pada fase ini terdapat beberapa penerapan dari komponen pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme, bertanya, inquiry dan pemodelan. Waktu yang digunakan pada fase ini adalah 35 menit.
Fase 2: Transisi Tim
Kegiatan yang dilakukan pada fase ini adalah guru menjelaskan kepada siswa apa yang akan dikerjakan oleh siswa dalam kelompok belajarnya dan membagikan Lembar Kerja Siswa. Untuk lebih mengefisienkan waktu, sehari sebelum pelaksanaan tindakan pembelajaran, guru sudah menginformasikan kepada siswa untuk duduk berdekatan berdasarkan kelompoknya masing-masing. Sehingga siswa tidak perlu menimbulkan kegaduhan dan hal-hal yang dapat membuang waktu (memindahkan meja maupun kursi untuk duduk dengan kelompoknya masing-maing) seperti yang terjadi pada siklus I. Waktu yang digunakan pada fase ini adalah 5 menit.
Fase 3: Tim Studi dan Monitoring
Kegiatan yang dilakukan pada fase ini adalah guru memonitor aktivitas siswa dalam kelompokny agar berjalan lancar dan sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif tipe STAD dan komponen masyarakat belajar dalam pembelajaran kontekstual. Sehingga kerja kelompok tidak hanya didominasi oleh siswa-siswa yang berkemampuan tinggi dan setiap anggota kelompok bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Guru berperan sebagai pembimbing, jika terdapat kelompok yang mengalami kesulitan maka guru memberikan bantuan yang sifatnya mengarahkan siswa untuk memperoleh jawaban. Berikut petikan penjelasan guru kepada kelompok IV dalam membimbing siswa untuk mengatasi kesulitan yang dialami dalam mengerjakan Lembar Kerja Siswa:
Siswa 1 : Ibu saya mau bertanya?
Guru : Silahkan…bagian mana yang akan ditanyakan?
Siswa 1 : Apa maksud dari soal no.1 ini Bu? Tuliskan bentuk perkalian berikut sebagai suatu bentuk penjumlahan berulang dan tentukan hasil dari penjumlahan tersebut.
a. 5 x 23 = ………………..
b. 7 x 52 = ………………..
Guru : Baik, sekarang kita lihat untuk soal no.1 bagian a yaitu 5 x 23. Masih ingat tidak penjelasan Ibu di awal pembelajarn ketika setiap anggota kelompok I mengambil gula-gula dengan jumlah yang sama. Bagaimana kita menghitung berapa banyak gula-gula yang diambil oleh kelompok I?
Siswa 2 : Karena kelompok I ada 5 orang dan setiap orang mengambil 3 gula-gula jadi jumlah gula-gula yang diambil kelompok I yaitu 3 + 3 + 3 + 3 + 3 =…ehm…15. Ya kan Bu?
Guru : Ya, bagus sekali. Terus penjumlahan berulang seperti itu kita tuliskan dengan bentuk perkalian seperti apa?
Siswa 2 : 3 + 3 + 3 + 3 + 3 itu sama dengan 5 x 3, iya kan Bu?
Guru : Iya bagus sekali…jadi bentuk soal no. 1 kita tuliskan bentuk perkalian itu sebagai bentuk penjumlahan berulang.
Siswa 3 : Jadi Bu, untuk bagian a. 5 x 23 = 23 + 23 + 23 + 23 + 23. ya kan Bu….Trus kita jumlahkan untuk mendapatkan hasilnya?
Guru : Ya, bagus sekali………
Dalam kegiatan diskusi kelompok ini, umumnya seluruh siswa lebih antusias daripada siklus I. Karena siswa sudah paham dan mengerti apa yang akan dijelaskan dan bagaimana mereka bersikap dalam kelompoknya. Beberapa siswa yang berkemampuan rendah nampak aktif dalam kegiatan kelompok.
Pada fase ini, peneliti menerapkan komponen bertanya, inquiry dan masyarakat belajar. Melalui pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya mengarahkan, peneliti juga menerapkan komponen konstruktivisme dimana siswa diajak untuk mengkonstruksikan sendiri pemahamannya terhadap perkalian dan pembagian bilangan bulat. Waktu yang digunakan pada fase ini adalah 40 menit.
Fase 4: Pengujian
Kegiatan yang dilakukan pada fase ini aadalah guru memberikan tes akhir kepada siswa. Guru juga meminta kepada siswa untuk menyelesaikan soal dengan jujur dan tidak bekerja sama dengan teman yang lain. Waktu yang digunakan pada fase ini adalah 10 menit.
Setelah pelaksanaan pembelajaran selesai, kemudian guru mengumumkan dan memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki kerja sama yang paling baik dan kelompok yang memperoleh nilai terbaik pada siklus I. Dan pada akhirnya guru mengakhiri pelajaran dengan memberikan salam.
3) Data Hasil Wawancara Siklus II
Wawancara dilaksanakan pada hari Senin tanggal 6 Agustus 2007. Banyaknya siswa yang diwawancarai ada 4 orang. Wawancara berlangsung di ruang dewan guru SD Inpres I Besusu. Hasil wawancara ini dapat dilihat pada lampiran 20.
Kegiatan wawancara ini dilaksanakan untuk menemukan jawaban terhadap penyebab kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan tes akhir. Pertanyaan-pertanyaan pada wawancara ini terfokus pada: (1) Apakah siswa senang menyelesaikan tugas secara kelompok, (2) Mengapa informan masih salah dalam menentukan hasil perkalian antara dua buah bilangan, (3) Kesulitan yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal penerapan yang terkait dengan perkalian dan pembagian bilangan bulat, (4) Bagaimana tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran.
Berdasarkan fokus pertanyaan tersebut, diperoleh gambaran informasi sebagai berikut:
1. Siswa senang menyelesaikan tugas secara kelompok karena mereka dapat bekerja sama dan saling membantu antar anggota kelompok untuk memahami materi pelajaran.
2. Untuk perkalian bilangan diatas 5 informan NA dan AP kurang dapat menentukan hasilnya. Karena menurut informan sulit menghafal perkalian tersebut dan jika dikerjakan dengan menjumlahkan bilangan yang sama akan memakan waktu yang lama.
3. Untuk soal penerapan, siswa mengalami kesulitan untuk memulai pengerjaan soal mereka. Karena mereka bingung dengan apa yang harus mereka kerjakan.
4. Siswa merasa senang dengan proses pembelajaran yang telah diterapkan oleh peneliti, karena berbeda dengan situasi pembelajaran yang selama ini mereka terima.
4) Data Hasil Observasi Siklus II
Secara keseluruhan hasil observasi yang dikemukakan oleh teman sejawat dan guru matematika kelas V SD Inpres I Besusu menunjukkan bahwa proses pembelajaran pada siklus II lebih baik dari pada pembelajaran siklus I. Hal ini terlihat dari meningkatnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Berikut uraian hasil observasi tersebut:
a. Hasil observasi pengamat terhadap aktivitas siswa
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, semua siswa terlihat aktif dan sangat antusias untuk bekerja sama dan belajar bersama rekan sekelompoknya. Bila terdapat siswa yang belum memahami materi pelajaran, siswa yang lain membantu memberikan arahan. Sehingga pembelajaran tidak hanya di dominasi oleh siswa-siswa yang berkemampuan tinggi. Untuk informan NA dan AP yang pada siklus I masih terlihat pasif dan kurang aktif, pada siklus II ini sudah menunjukkan keaktifan dalam proses pembelajaran. Hasil observasi pengamat terhadap aktivitas siswa ini dapat dilihat pada lampiran 19.
b. Hasil observasi pengamat terhadap aktivitas guru
Selama kegiatan pembelajaran pada siklus II ini berlangsung, berdasarkan hasil obervasi dari dua pengamat menunjukkan bahwa guru telah melaksanakan prosedur pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun (lampiran 18).
5) Data Penilaian Sikap
Sikap siswa terhadap pelajaran matematika menyangkut perbuatan, perasaan, pikiran siswa yang didasarkan pada pendapat atau keyakinan pribadi (Depdiknas, 2004: 22).
Penilaian sikap dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 8 Agustus 2007. Penilaian ini berpa angket dengan 10 pernyataan yang diisi oleh seluruh subyek penelitian. Skala yang digunakan adalah skala likert dengan skor tertinggi setiap butir adalah 5 dan yang terendah adalah 1. Kategori hasil pengukuran penilaian sikap adalah tinggi, sedang dan rendah. Kategori hasil pengukuran sikap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1. Kategori Hasil Pengukuran Penilaian Sikap
No. Skor Siswa Kategori Sikap
1
2
3 39 – 50
27 – 38
10 – 26 Tinggi
Sedang
Rendah
Sumber: Depdiknas, 2004.
Berdasarkan hasil analisis penilaian sikap, dari 28 subyek penelitian hanya 25 siswa yang mengikuti penilaian sikap. Yang dikategorikan mempunyai sikap yang tinggi ada 18 siswa (72%), yang dikategorikan mempunyai sikap sedang ada 7 siswa (28%) dan tidak ada (0%) yang dikategorikan mempunyai sikap yang rendah. Siswa yang dikategorikan mempunyai sikap yang tinggi pada umumnya memperoleh hasil yang baik pada sat tes akhir sedangkan siswa yang dikategorikan mempunyai sikap yang sedang umumnya tidak memperoleh hasil yang baik pada saat tes akhir. Hal ini berarti bahwa siswa yang mempunyai sikap yang tinggi terhadap materi pelajaran maka siswa tersebut memperoleh nilai yang baik pada pelajaran tersebut.
6) Data Penilaian Minat
Minat siswa terhadap pelajaran matematika berhubungan dengan keingintahuan, kecenderungan (hati) siswa yang tinggi, gairah atau keinginan terhadap pelajaran matematika. Siswa yang memiliki minat terhadap pelajaran matematika bisa diharapkan prestasi belajar matematikanya akan meningkat dan bagi yang tidak berminat biasanya sulit untuk meningkatkan prestasi belajar matemtikanya (Depdiknas, 2004:22).
Penilaian minat dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 8 Agustus 2007. Penilaian ini berupa angket dengan 10 pernyataan yang diisi oleh seluruh siswa. Skala yang digunakan adalah skala likert dengan kategori hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1. Kategori Hasil Pengukuran Penilaian Minat
No. Skor Siswa Kategori Minat
1
2
3 39 – 50
27 – 38
10 – 26 Tinggi
Sedang
Rendah
Sumber: Depdiknas, 2004.
Dari 28 subyek penelitian, hanya 25 siswa yang mengikuti penilaian minat. Yang dikategorikan mempunyai minat yang tinggi sebanyak 12 siswa (48%), yang dikategorikan mempunyai minat yang sedang ada 13 siswa (25%) dan tidak ada (0%) yang dikategorikan mempunyai minat yang rendah.
Jika dikaitkan dengan hasil tes akhir siswa, diperoleh hubungan bahwa siswa yang memiliki minat yang besar terhadap materi pelajaran memperoleh hasil pembelajaran yang lebih optimal dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat yang sedang. Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki minat yang tinggi akan merasa senang terhadap materi pelajaran sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
7) Data Penilaian Diri Siswa
Penilaian diri siswa terhadap pelajaran matematika berhubungan dengan pandangan terhadap kemampuan diri dalam belajar matemtika (Depdiknas, 2004:22).
Penilaian diri dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 7 Agustus 2007. Penilaian ini berupa angket dengan 10 pernyatan yang harus ditanggapi oleh seluruh subyek penelitian. Dari 28 siswa, hanya 26 siswa yang mengikuti tes penilaian diri karena terdapat 2 siswa yang tidak hadir karena sakit.
Dari hasil penilaian diri terlihat bahwa siswa yang menilai dirinya memiliki kemampuan di dalam pelajaran matematika ternyata memperoleh nilai yang lebih optimal dibanding siswa yang menilai dirinya memiliki kemampuan yang rendah. Ini mengindikasikan bahwa siswa sudah mampu memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri secara obyektif.
8) Refleksi Hasil Tindakan Siklus II
Setelah pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ini selesai, guru bersama pengamat mendiskusikan hasil pembelajaran.
Dari hasil observasi diperoleh informasi bahwa dalam pelaksanaan siklus II ini guru dan siswa terlihat sangat aktif dan antusias. Guru telah melaksanakan rencana pembelajaran sebagaimana yang diharapkan. Kegiatan kelompok belajar siswa juga berlangsung sangat baik.
Pembelajaran pada siklus II diarahkan agar siswa dapat melakukan perkalian dan pembagian bilangan bulat dengan baik. Dari hasil tes akhir tindakan dan Lembar Kerja Siswa, diperoleh informasi bahwa indikator keberhasilan tindakan pembelajaran telah tercapai yaitu minimal poin perkembangan siswa adalah 20. Hal yang mendukung keberhasilan ini selain keaktifan siswa dalam proses pembelajaran juga pemberian materi perkalian dan pembagian bilangan bulat di Sekolah Dasar telah dilakukan secara kontinu dari siswa duduk di kelas I. Sehingga, setiap tahunnya siswa mempelajari perkalian dan pembagian bilangan bulat positif dengan nilai dari bilangan pembagi maupun bilangan yang dibagi semakin besar.
Berdasarkan hasil tes akhir, hasil wawancara, hasil observasi dan mengacu pada indikator keberhasilan tindakan maka pembelajaran pada siklus II ini dari segit ”hasil” dan ”proses” telah berhasil dan kemampuan seluruh siswa pada penelitian ini telah meningkat.
B. Pembahasan
Berdasarkan data dan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka pembahasan pada penelitian meliputi pelaksanaan 4 fase pembelajaran kooperatif tiep STAD dan penerapan 7 komponen utama pembelajaran kontekstual pada setiap fase pembelajaran kooperatif tipe STAD. Namun sebelumnya akan dibahas beberapa hal yang terkait dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran pada penelitian ini teridir dari kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Fase-fase pada pembelajaran kooperatif tipe STAD termuat pada kegiatan inti. Seangkan komponen-komponen pembelajaran kontekstual telah terlihat sejak kegiatan awal.
Sebelum melaksanakan fase-fase pembelajaran kooperatif tipe STAD, kegiatan yang dilakukan oleha guru adalah (1) menyampaikan tujaun pembelajaran dan memotivasi siswa, dan (2) menggali pengetahuan pra syarat siswa.
Tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa adalah melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah. Selain itu, guru juga menyampaikan indikator keberhasilan pembelajaran kepada seluruh siswa. Melalui penyampaian tujuan pembelajaran dan indikator keberhasilan pembelajaran diharapkan siswa dapat termotivasi dan terfokus pada tujuan yang harus dicapai.
Materi pelajaran yang akan diterima oleh siswa pada prinsipnya merupakan materi yang telah dipelajari siswa di kelas sebelumnya. Karena materi yang ada di Sekolah Dasar pada setiap jenjang kelasnya hampir sebagian besar sama, hanya mengalami perluasan materi. Oleh karena itu, untuk mencapai indikator keberhasilan tindakan maka diperlukan materi pra syarat. Materi pra syarat yang diajukan merupakan materi sama yang telah dipelajari oleh siswa di kelas sebelumnya. Dengan membangkitkan pengetahuan pra syarat siswa, akan membentuk pemahaman aal siswa tentang operasi hitung bilangan bulat.
a. Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Model pembelajaran yang diterapkan pada penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD. Peneliti mencoba menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dimana pembelajaran ini merupakan suatu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan semua tingkatan umur. Berikut uraian pelaksanaan setiap fase pembelajaran kooperatif tipe STAD.
1. Penyajian Kelas
Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran dengan dimulai pengajuan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya memberikan alternatif cara penyelesaian masalah tersebut dengan teknik pembelajaran yang telah direncanakan yaitu peragaan model siswa. Pada peragan ini selain guru menjadi model, siswa juga dilibatkan untuk menjadi model. Setelah siswa mengerti prinsip penggunaan model siswa ini, guru memberikan gambaran bahwa kegiatan tersebut menjadi ilustrasi yang digunakan pada operasi abstrak. Hal ini sesuai dengan aplikasi dari teori belajar Bruner yang dimulai dari tahap kongkrit, semi kongkrit dan abstrak. Pada siklus I, materi yang diajarkan adalah penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Penggunaan alat peraga model siswa ini sangat membantu siswa dalam menentukan hasil dari penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Sehingga pada tes akhir tindakan pada umumnya siswa memperoleh nilai yang baik dibandingkan tes awal.
Pada siklus II, materi yang diajarkan adalah perkalian dan pembagian bilangan bulat positif. Untuk materi ini, selain menggunakan model siswa guru juga menggnakan alat peraga lain (gula-gula). Pada fase ini juga, guru sering mengontrol pemahaman siswa dengan mengajukan pertanyan-pertanyaan. Setelah seluruh siswa dapat memahami pokok materi maka selanjutnya kegiatan pembelajaran masuk pada fase 2.
2. Transisi Tim
Pada fase ini, guru mengorganisir seluruh siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Guru juga membagikan Lembar Kerja Siswa dan memberikan petunjuk hal-hal yang harus dilakukan oleh siswa di dalam kelompok belajarnya. Guru juga menyampaikan bahwa keberhasilan dan kegagalan anggota kelompok akan sangat mempengaruhi kesuksesan kelompok. Sehingga setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya. Karena siswa belum terbiasa dengan belajar kelompok, maka pada siklus I fase ini menggunakan waktu yang lama dan kurang efektif. Hal ini dipengaruhi proses berpindah tempat duduk siswa dan penentuan tempat belajar kelompok. Sehingga pada siklus II, guru telah mengkoordinir tempat yang akan digunakan kelompok belajar siswa sehari sebelum pelaksanaan tindakan.
3. Tim Studi dan Monitoring
Setelah siswa berada dalam kelompok belajarnya masing-masing, selanjutnya guru memonitoring aktifitas siswa. Dalam memonitor aktifitas siswa ini, guru dibantu oleh dua pengamat agar semua kelompok dapat bekerja dengan baik. Dalam memonitor kerja siswa, selain memberikan arahan terhadap kesulitan yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan Lembar Kerja Siswa, guru juga mengawasi dan mengarahkan kerja sama antar anggota kelompok. Dengan tujuan, di dalam kerja kelompok tidak didominasi oleh seorang siswa atau terdapat siswa yang tidak berpartisipasi dalam kelompok. Setelah seluruh kelompok telah menyelesaikan tugasnya, maka kegiatan pembelajaran masuk pada fase 4.
4. Pengujian
Pada fase ini guru memberikan tes akhir tindakan. Masing-masing siswa berusaha dan bertanggung jawab secara individual untuk melakukan yang terbaik sebagai hasil kerja kelompok. Dalam hal ini siswa tidak dibenarkan sama sekali untuk bekerja sama dengan anggota kelompok yang lain. Guru memberikan pengertian kepada siswa untuk menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberi sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok dan juga menjadi indikator perkembangan individu.
b. Penerapan Komponen Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran yang dilaksnakan pada penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual. Penedekatan kontekstual ini memuat komponen-komponen utama yaitu konstruktivisme, bertanya, inquiry, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian autentik. Berikut uraian penjelasan masing-masing komponen.
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa dengan cara mencoba memberi arti pada pengetahuan sesuai pengalamannya. Konstruktivisme sudah muncul sejak awal pembelajaran pada saat guru menggali pengetahuan pra syarat siswa. Karena gru mengajak siswa untuk menggali pengetahuan yang telah dimiliki dan membangunnya.
Konstruktivisme juga muncul pada saat guru menyajikan materi (pada fase 1). Selain itu, konstruktivisme juga muncul pada saat siswa bekerja dalam kelompok belajarnya masing-masing. Dengan demikian jelas bahwa pada kegiatan pembelajaran komponen konstruktivisme telah diterapkan.
2. Bertanya
Bertanya adalah induk dari strategi pembelajaran kontekstual, awal dari pengetahuan, jantung dari pengetahuan dan aspek penting dari pembelajaran. Komponen bertanya ini diterapkan oleh peneliti mulai dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran. Selain itu, bertanya merupakan awal dari kegiatan inquiry. Dalam sebuah pembelajaran, kegiatan bertanya berguna untuk: menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, memecahkan persoalan yang dihadapi, membangkitkan respon kepada siswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang sudah diketahui oleh siswa, memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, dan menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
3. Inquiry
Kegiatan inquiry merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Pada sat pembelajaran, peneliti menerapkan komponen inquiry mulai pada saat menyajikan materi pelajaran (fase 1) dan pada saat siswa bekerja dalam kelompok belajarnya masing-masing.
4. Masyarakat Belajar
Dalam masyarakat belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Pada penelitian ini jelas bahwa peneliti menerapkan komponen masyarakat belajar ini karena model pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, dan seterusnya.
Masyarakat belajar ini bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Oleh karena itu, guru harus selalu mengawasi dan memonitoring kerja siswa dalam kelompok agar tidak terdapat dominasi beberapa orang siswa.
5. Pemodelan
Komponen pembelajaran kontekstual selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Pada sat pembelajaran berlangsung, peneliti menyediakan model berupa guru sendiri, siswa dan benda-benda yang telah disiapkan oleh guru yaitu gula-gula. Kegiatan pemodelan ini terjadi pada saat fase 1 penyajian kelas. Penggunaan model dari benda-benda kongkrit ini sejalan dengan teori belajar Bruner yang menjelaskan bahwa pelaksanaan pembelajaran dimulai pada tahap enaktif dimana pengetahuan diperoleh secara aktif melalui benda-benda kongkrit.
6. Refleksi
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu. Kegiatan refleksi ini telah diterapkan oleh peneliti pada awal pembelajaran yaitu pada saat guru menggali pengetahuan pra syarat siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Sehingga diharapkan siswa dapat memperoleh hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.
7. Penilaian Autentik
Kegiatan penilaian merupakan pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Kegiatan penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Sehingga bukan hanya hasil belajar yang dinilai tapi juga prosesnya. Instrumen penilaian yang digunakan berupa tes, observasi, wawancara, lembar penilaian minat dan sikap serta lembar penilaian diri. Melalui instrumen penilaian yang bervariasi tersebut, bentuk penilaian tidak hanya terfokus pada penilaian ranah kognitif tapi juga penilaian ranah afektif dan psikomotor.
c. Peningkatan Pemahaman Siswa Terhadap Operasi Hitung Bilangan Bulat
Berdasarkan hasil paparan data penelitian di temukan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan pemahaman siswa pada operasi hitung bilangan bulat. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata perolehan nilai siswa pada setiap siklusnya dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran pada siklus I difokuskan kepada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Dilihat dari hasil tes awal, pada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat siswa mengalami banyak kesalahan dalam penggunaan prinsip garis bilangan dalam menentukan hasil dari penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Khususnya prinsip pengurangan. Sehingga untuk soal pengurangan pada tes awal, tidak seorangpun siswa yang memiliki jawaban yang benar. Namun, setelah diberikan tindakan pada siklus I hampir sebagian besar siswa sudah memberikan jawaban yang benar pada soal pengurangan.
Pembelajaran pada siklus II difokuskan agar siswa dapat menentukan perkalian dan pembagian bilangan bulat positif dengan menggunakan perkalian dan pembagian cara bersusun pendek. Untuk materi perkalian dan pembagian bilangan bulat merupakan perluasan dari materi yang sama pada kelas IV. Karena materi operasi hitung bilangan bulat sudah dipelajari oleh subyek mulai dari kelas I Sekolah Dasar dengan angka atau nominal yang semakin besar untuk setiap jenjang kelasnya. Sehingga peneliti hanya memperbaiki kekurangan yang dimiliki siswa pada saat menyelesaikan tes awal bentuk perkalian dan pembagian. Dan berdasarkan jawaban siswa pada tes akhir tindakan menunjukkan peningkatan pemahaman.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual yang dapat meningkatkan pemahaman siswa pada operasi hitung bilangan bulat didalamnya termuat 4 fase pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu (1) penyajian kelas, (2) transisi tim, (3) tim studi dan monitoring dan (4) pengujian, dengan setiap fase pembelajarannya diterapkan 7 komponen pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme, bertanya, inquiry, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian autentik.
2. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual juga dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi siswa dalam belajar.
B. Saran
1. Strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual layak dipertimbangkan sebagai suatu strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam mengajarkan operasi hitung bilangan bulat dan pokok bahasan lainnya.
2. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD perlu memperhatikan efisiensi waktu dan perencanaan yang matang agar pembelajaran lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pembelajaran Matematika Yang Kontekstual, Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Operasi Bilangan Bulat. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika Pendekatan Pembelajaran Matematika, Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.
Khafid, M. & Suyati. 2007. Pelajaran Matematika Untuk Sekolah Dasar Kelas V Semester 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kurniawaty, Rini Eka. 2007. Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas VIID SMP Negeri 2 Palu Pada Konsep Persegi, Persegi Panjang dan Belah Ketupat Melalui Model Pembelajaran Integratif. Skripsi tidak diterbitkan. Palu: FKIP Universitas Tadulako.
Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Maleong, L.J. 1990. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhsetyo, Gatot. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nurhadi & Senduk. A.G. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Malang: Universitas Negeri Malang.
Negoro & Harahap. 2001. Ensiklopedi Matematika, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Usman H.B. 2001. Aplikasi Belajar Kooperatif Untuk Memahami Konsep Limit Fungsi Satu Variabel. Tesis tidak diterbitkan. Malang Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.
Usman H.B. 2004. Strategi Pembelajaran Kontemporer Suatu Pendekatan Model, Cisarua: Depdiknas.
Usman H.B. dkk. 2005. Pedoman Penyusunan dan Penilaian Karya Ilmiah. Palu: FKIP UNTAD.
Wibawa, Basuki. 2003. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Depdiknas.
Zainuddin. 2002. Studi Tentang Penerapan Belajar Kooperatif Tipe STAD dengan Konsentrasi Gaya Kognitif F1 dan FD Siswa pada Pembelajaran Fungsi di Kelas II Madrasah Aliyah Negeri I Palu. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang.