SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PETANI KARET YANG DIKELOLA OLEH PT. JA. WATTIE (STUDI KASUS DI DESA PEGADINGAN, KECAMATAN CIPARI KABUPATEN CILACAP)

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PETANI KARET YANG DIKELOLA OLEH PT. JA. WATTIE (STUDI KASUS DI DESA PEGADINGAN, KECAMATAN CIPARI KABUPATEN CILACAP)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Semua negara yang ada di dunia baik negara-negara maju maupun negara sedang berkembang tentu melaksanakan pembangunan ekonomi. Untuk meningkatkan pendapatan riil perkapita atau paling tidak mempertahankan tingkat pendapatan yang telah dicapai. Bagi negara sedang berkembang pembangunan ekonomi jelas dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup sehingga setaraf dengan tingkat hidup di negara-negara maju.
Sedangkan masalah perekonomian yang dihadapi oleh banyak negara dimana keadaan perekonomian sering mengalami gejolak yang tidak menentu. Setelah badai krisis, terlalu banyak negara, di Kawasan Asia khususnya Indonesia mengalami keterpurukan di bidang perekonomian yang sangat memprihatinkan. Hal ini berpengaruh besar terhadap dunia usaha, khususnya di bidang industri. Bidang industri merupakan salah satu yang mendapat perhatian untuk dikembangkan dalam pembangunan.
Hakekat pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan yang diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan corak kegitan ekonomi (Sadono Sukirno, 1998 : 45). Istilah pembangunan ekonomi tidak hanya pada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi.
Proses industrialisasi dan pembangunan industri ini sebenarnya merupakan jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arah tingkat hidup yang relatif tinggi. Selain itu industrialisasi dapat merangsang dan mendorong investasi di sektor lain. Pembangunan diupayakan untuk mengembangkan potensi yang ada secara optimal. Pengembangan sektor industri juga diharapkan dapat merubah komposisi ekspor, sehingga ekspor industri yang dahulunya merupakan ekspor barang mentah akan berubah menjadi barang yang sudah diolah baik berupa barang setengah jadi atau barang jadi.
1. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Pengembangan Industri
Pengembangan industri akan mempunyai pengaruh terhadap beberapa aspek, antara lain :
a. Memperluas kesempatan kerja
b. Menghasilkan barang-barang yang dibuat masyarakat banyak dan sektor-sektor pengembangan lain
c. Meningkatkan pendapatan industri
d. Menghemat devisa khususnya bagi industri yang bersifat substitusi impor
Pembangunan perubahan dan gejolak baru yaitu oleh globalisasi khususnya di bidang ekonomi yang dapat mempengaruhi stabilisasi nasional dan ketahanan nasional yang pada gilirannya akan berdampak pada pelaksanaan pembangunan nasional di masa yang akan datang.

2. Unsur Pelengkap Dasar Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian atau perkebunan serta ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar yaitu sebagai berikut : (Michael P. Torado, 2000 : 432)
a. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas hasil produksi pertanian
b. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang didasarkan pada strategi pembangunan penataan yang berorientasi pada pembinaan ketenagakerjaan
c. Diversifikasi kegiatan pembangunan pedesaan padat karya non pertanian yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian
Dari beberapa jenis industri yang diusahakan salah satunya adalah industri karet. Industri karet yang ada di Indonesia yaitu di wilayah Kalimantan, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Lampung, Bengkulu, Jambi, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Sedangkan di daerah Jawa Tengah terletak di Cilacap yaitu di Jeruk Legi dan di Cipari. Peneliti mengadakan penelitian di Cipari karena merupakan perkebunan karet yang terluas dibandingkan di daerah yang lain yang ada di kawasan Cilacap.
Perkebunan karet yang ada di Cipari yaitu PT. JA Wattie mengadakan kemitraan dengan petani karet Kecamatan Dayeuhluhur. Kemitraan itu terjalin sejak bulan April 1995, dimana produksi karet rakyat dikirim ke Perkebunan Ciseru-Cipari. Bahan olahan dari petani berupa lump tahu / stab dibeli dengan harga berdasarkan kadar karet / rendemen (mutu barang).
Sejalan dengan perkembangan, maka pada tanggal 05 Maret 1997 kemitraan ini dikukuhkan dengan ditandatanganinya perjanjian Kesepakatan Kemitraan Usaha Antar Kelompok Tani Karet Swadaya Murni Kabupaten Cilacap dengan PT. JA Wattie Perkebunan Ciseru-Cipari.
Dalam kedudukannya sebagai kebun inti, Perkebunan Ciseru-Cipari menjalankan prinsip-prinsip kemitraan usaha yang saling menguntungkan, saling membutuhkan, saling percaya, saling menghormati, saling koreksi, dan saling kerjasama dengan baik agar kemitraan ini berjalan harmonis, selaras dan berkesinambungan. Beberapa fasilitas yang diberikan kepada petani adalah sebagai berikut :
1. Bantuan hibah bibit karet sebanyak 10.000 pohon untuk pengembangan seluas 2.000 Ha
2. Bantuan modal berupa kredit lunak tanpa bunga dengan cicilan selama 10 tahun
3. Dukungan sarana produksi seperti pestisida dan herbisida serta alat-alat sadap
4. Bimbingan teknologi budidaya, melalui pembinaan dan penyuluhan secara rutin untuk menerapkan teknologi pengolahan karet
5. Menjamin pembelian hasil / produksi karet rakyat sampai pengolahan dan pemasaran
Program pengembangan areal karet rakyat mengacu kepada program yang dicanangkan oleh Pemerintah melalui dana APBN dan APBD. Target pengembangan seluas 5.000 Ha. Realisasi pengembangan tahun 1997 / 1998 telah dilaksanakan seluas 25.000 Ha dengan bantuan dana dari OECF melalui proyek pengembangan sumber daya sarana dan prasarana perkebunan Jawa Tengah, dimana Perkebunan Ciseru-Cipari sebagai pelaksana pembangunan kebun / penanaman karet di Dayeuhluhur.
Pembangunan perkebunan karet merupakan salah satu aspek dari suatu pembangunan daerah di Kabupaten Cilacap. Pengusaha tanaman karet sering dipengaruhi oleh pemilikan tanah, luas lahan yang digarap serta kemampuan pekerja dalam memanfaatkan berbagai sarana dan faslitas yang tersedia lainnya yang dapat menunjang dalam usaha perkebunan. Pendapatan pekerja banyak dipengaruhi berbagai faktor internal yang berasal dari pihak pekerja, jumlah tenaga kerja dalam keluarga, dan kemampuan ekonomi. Sedangkan faktor eksternal adalah kondisi tanah yang dipakai pada usaha perkebunan, tingkat kesuburan tanah, tingkat harga jual, luas daerah pemasaran serta faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dari perkebunan karet.
Diantara berbagai faktor produksi dari usaha perkebunan atau pertanian produksi karet tersebut diperkirakan terdapat faktor produksi yang sangat menentukan dalam usaha di bidang perkebunan yang meliputi lahan, modal, pupuk, tenaga kerja serta upah. Dan usaha di bidang perkebunan merupakan kegiatan yang mencakup kehidupan masyarakat yaitu di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya yang menyangkut masalah kemasyarakatan yang mana bidang tersebut dapat dipakai sebagai obyek penelitian.
Dengan berdasarkan pada permasalahan yang diuraikan pada latar belakang masalah di atas, maka penulis mengangkat judul permasalahan “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PETANI KARET YANG DIKELOLA OLEH PT. JA. WATTIE (STUDI KASUS DI DESA PEGADINGAN, KECAMATAN CIPARI KABUPATEN CILACAP).”

B. Pembatasan Masalah
Berkaitan dengan banyaknya masalah yang dihadapi dalam usaha perkebunan karet, serta berdasarkan pertimbangan keterbatasan kemampuan, biaya dan waktu penelitian, maka penelitian ini ditekankan pada satu topik yaitu hasil produksi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis membatasi masalah sebagai berikut :
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai produksi dibatasi pada variabel-variabel :
1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yaitu jumlah tenaga kerja yang mengelola tanaman karet.
2. Luas Lahan
Luas lahan yaitu luas lahan yang dipergunakan untuk membudidayakan karet dalam satuan meter persegi (m2).
3. Pupuk
Kebutuhan pupuk mulai dari penanaman bibit sampai dengan masa penyadapan, dalam satuan rupiah (Rp).

4. Modal
Modal yaitu besarnya modal yang diperlukan dalam sekali masa penyadapan yaitu satu tahun, dalam satuan rupiah (Rp).
5. Upah
Upah yaitu besarnya upah yang diterima oleh setiap pekerja setiap bulannya, dalam satuan rupiah (Rp).

C. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka perumusannya adalah :
1. Apakah ada pengaruh yang besar antara penggunaan faktor produksi tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah terhadap hasil produksi karet ?
2. Faktor produksi mana yang paling berpengaruh dalam hasil produksi karet ?

D. Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah terhadap hasil produksi karet
2. Untuk mengetahui faktor produksi yang lebih berpengaruh dalam hasil produksi karet

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Perusahaan
Sebagai bahan masukan dalam mengambil kebijaksanaan perusahaan untuk meningkatkan produksi atau usahanya dengan cara memperbaiki kelemahan atau kekurangan.
2. Bagi Pihak Lain
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan pengembangan pengetahuan lebih lanjut dan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan untuk kasus-kasus serupa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi.
3. Bagi Penulis
Untuk memperluas dan memahami bidang produksi khususnya dan ilmu ekonomi pembangunan umumnya, serta sarana berfikir dan berlatih dalam menghadapi masalah untuk kemudian pemecahannya.

F. Hipotesis
Berdasarkan pada perumusan masalah tersebut maka dibuat hipotesis sebagai berikut :
1. Tenaga kerja perkebunan karet mempengaruhi hasil usaha karet secara positif
2. Luas lahan perkebunan karet mempengaruhi hasil usaha karet secara positif
3. Pupuk perkebunan karet mempengaruhi hasil usaha karet secara positif
4. Modal perkebunan karet mempengaruhi hasil usaha karet secara positif
5. Upah perkebunan karet mempengaruhi hasil usaha karet secara positif

G. Metodologi Penelitian
1. Daerah Penelitian
Daerah penelitian adalah di Desa Pegadingan, Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Dengan sistem random menggunakan 30 responden dan data kroseksion.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden usaha karet. Adapun data tersebut diperoleh dengan metode sebagai berikut :
1) Metode Wawancara
Metode wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara wawancara langsung dengan pihak yang berwenang dalam perkebunan tersebut.
2) Metode Observasi
Metode observasi yaitu pengumpulan data langsung dari obyek yang akan diteliti.

b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari lembaga-lembaga yang erat hubungannya dengan penelitian ini, dengan cara pengutipan data dan membaca literatur untuk mendapat dasar teori yang selanjutnya digunakan sebagai alat analisis dalam pemecahan permasalahan.

H. Metode Analisis Data
1. Analisis Kuantitatif
Analisis yang digunakan yaitu dengan menggunakan angka-angka perhitungan yang berguna untuk menghitung variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Alat analisis kuantitatif yang digunakan adalah :
a. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh variabel bebas yaitu tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal, dan upah terhadap variabel tidak bebas (produksi) dengan menggunakan fungsi Cobb Douglas sebagai berikut : (Sudjana, 1992 : 69)
Y = b0 X1b1. X2b2. X3b3. X4b4. X5b5.e

Untuk menganalisis hubungan variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) maka kita perlu mengubah bentuk linier. Tujuannya untuk mempermudah analisis regresi antara kedua variabel secara lebih tepat dan konstan. Bentuk liniernya dapat ditulis sebagai berikut : (Sudjana, 1992 : 70)
Ln Y = b0 + b1LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3 + b4LnX4 + b5LnX5 + e
Keterangan :
Y = Produksi (Rp)
b0 = Intersep (konstanta)
X1 = Tenaga Kerja
X2 = Luas lahan
X3 = Pupuk
X4 = Modal
X5 = Upah
e = Penyimpangan yang mungkin terjadi
b1, b2, b3, b4, b5 = Koefisien regresi
Fungsi produksi Cobb Douglas adalah suatu fungsi yang memperhatikan dua variabel atau lebih dimana variabel satu disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang lain disebut independen (X). Penyelesaian hubungan antara X dan Y adalah biasanya diselesaikan dengan regresi dimana Y akan dipengaruhi variasi X. Dengan demikian kaidah-kaidah pada regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb Douglas (Soekartawi, 1994 : 159).
Untuk menunjukkan seberapa bebas tingkat antara variabel-variabel bebas dengan variabel tidak bebas digunakan rumus korelasi berganda, yaitu : (Damodar Gujarati, 1993 : 104).
r =
b. Analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat signifikan dari hasil regresi tersebut digunakan
1) Uji t statistik (t-test)
Uji ini digunakan untuk menguji signifikan koefisien regresi dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen (Damodar Gujarati, 1993 : 112)
t-hitung = bi
Sbi
Keterangan :
bi = Koefisien Xi
Sbi = Standar deviasi dari koefisien X1
Hipotesisnya adalah :
Ho : bi = 0, artinya variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen
Ho : bi  0, artinya variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen
Dengan derajat keyakinan tertentu (level of significant) maka :
– Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima yang berarti kedua variabel tidak berhubungan secara signifikan – Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak yang berarti kedua variabel berhubungan secara signifikan
2) Uji F Statistik (F-test)
Uji ini digunakan untuk menguji tingkat signifikan hubungan seluruh variabel independen terhadap variabel dependen (Damodar Gujarati, 1993 : 104).
F-hitung = R2 / (k – 1)
(1 – R2) / (n – k)
Keterangan :
R2 = Koefisien determinasi
K = Jumlah variabel independen
n = Jumlah sampel
Hipotesisnya adalah :
Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = 0, artinya variabel independen secara bersama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen
Ho : b1  b2  b3  b4  b5  0, artinya variabel independen secara bersama berpengaruh terhadap variabel dependen
Dengan derajat keyakinan tertentu, maka :
– Jika F hitung > F tabel berarti Ho ditolak
– Jika F hitung < F tabel berarti Ho diterima c. Pengujian terhadap Asumsi Klasik Pengujian terhadap asumsi klasik dilakukan untuk melengkapi pengujian statistik yang telah dilakukan yaitu uji t dan uji F. 1) Uji Multikolinearitas Digunakan untuk menunjukkan ada tidaknya hubungan linier yang sempurna diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Hubungan ini bisa sempurna, bisa tidak. Ada berbagai cara untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas, diantaranya dengan melihat nilai koefisien regresi parsial. Selain itu multikolinearitas dapat juga diketahui dengan adanya menduga kalau R2 nilai regresi antara variabel bebas. 2) Uji Autokorelasi Berfungsi untuk mengetahui apakah kesalahan pengganggu menunjukkan hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari variabel yang sama. Pada umumnya pengujian untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi menggunakan statistik Durbin Watson, yang dilihat berdasarkan jumlah selisih kuadrat nilai taksiran faktor-faktor pengganggu yang diurut (Gunawan Sumodiningrat, 1996). 3) Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi bila kesalahan penggunaan tidak mempunyai variasi yang sama untuk satu observasi akibat parameter estimasi akan bias dan tidak konsisten dan mempunyai varian yang minimum. Untuk mendeteksi apakah ada tidaknya heteroskedastisitas, yaitu dapat digunakan beberapa macam model, yaitu salah satunya dengan uji Park. Uji Park ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : a) Memahami regresi atas model yang digunakan, tanpa memperhatikan adanya heteroskedastisitas dan hasil dari regresi tersebut diperoleh besarnya residual b) Membuat regresi berikutnya dengan residual sebagai variabel dependen. Regresi ini dilakukan secara individual terhadap masing-masing variabel independen. Apabila tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara residual dengan persamaan variabel independennya, berarti dalam model tersebut tidak ada gejala heteroskedastisitas. BAB II LANDASAN TEORI A. Produksi 1. Pengertian Produksi Pengertian produksi menurut Magfuri adalah mengubah barang agar mempunyai kegunaan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi produksi merupakan segala kegiatan untuk menciptakan atau menambah guna atas suatu benda yang ditunjukkan untuk memuaskan orang lain melalui pertukaran (Magfuri, 1987 : 72). Sedangkan produksi menurut Ace Partadireja setiap proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa dinamai proses produksi karena proses produksi mempunyai landasan teknis yang dalam teori ekonomi disebut fungsi produksi (Ace Partadireja, 1987 : 21). Pada masa sekarang pengetahuan tentang teori ekonomi produksi semakin dibutuhkan, bukan saja oleh produsen tetapi oleh golongan masyarakat lainnya. Begitu pula dengan semakin berkaitnya komoditas pertanian dengan komoditas lainnya sejalan dengan perkembangan agrobisnis, maka pengetahuan serta pemahaman tentang teori produksi tidak terbatas diminati oleh produsen komoditas barang-barang pertanian. 2. Efisiensi Produsen Seorang produsen diharuskan untuk bekerja secara efisien agar keuntungan yang diperoleh kian menjadi besar. Tuntutan bekerja secara efisien ini tidak dapat dihindari dalam bisnis modern, apabila sering dijumpai bahwa biaya produksi dirasakan terus meningkat sementara nilai produksi dirasakan relatif lambat meningkatnya. Lambatnya peningkatan nilai produksi sering disebabkan oleh karena nilai tambah komoditas barang-barang pertanian yang relatif lambat berkembangnya (dibanding dengan komoditas hasil industri) dan daya beli masyarakat yang juga relatif masih rendah. Sebaliknya di negara-negara maju, dimana dengan nilai tambah komoditas pertanian agak relatif baik dan daya beli masyarakat yang juga tinggi, maka kebutuhan tentang prinsip-prinsip “efisiensi” menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan karena persaingan antara produsen menjadi tinggi untuk memperoleh peluang pasar. Seringkali perbedaan antara produsen komoditas pertanian dengan produsen komoditas industri yang berbahan baku komoditas pertanian begitu mencolok, yang semestinya hal seperti ini tidak perlu terjadi. Sebab produsen komoditas pertanian dan produsen industri yang berbahan baku komoditas pertanian perlu bekerja sama sedemikian rupa agar keduanya saling menguntungkan. Industri yang bahan bakunya dari bahan pertanian (agro industri) perlu kontinuitas supply bahan baku yang tepat waktu, baik dalam jumlah ataupun kualitas. Bila hal ini tidak dapat dipenuhi maka agak sulit agro industri tersebut dapat berkembang dengan baik. Oleh karena itulah diperlukan kerjasama yang baik antara produsen barang-barang atau komoditas pertanian dan agro industri. Dalam melakukan usaha pertanian, seorang pengusaha akan selalu bekerja bagaimana ia mengalokasikan sarana produksi (input) yang ia miliki seefisien mungkin untuk dapat memperoleh keuntungan yang maksimal. Dalam ilmu ekonomi cara berfikir demikian sering disebut pendekatan dengan memaksimalkan keuntungan atau profit maximization. Di lain pihak manakala pengusaha diharapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan usaha taninya, maka mereka dengan kendala biaya usaha yang ia miliki yang jumlahnya terbatas suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan menekan biaya produksi produksi sekecil-kecilnya, pendekatan seperti ini dikenal dengan istilah meminimumkan biaya atau cost minimization. Prinsip kedua pendekatan tersebut adalah sama saja yaitu bagaimana memaksimalkan keuntungan yang diterima seorang produsen atau seorang pengusaha perkebunan dengan cara mengalokasikan penggunaan sumber daya yang seefisien mungkin untuk memahami kedua pendekatan di atas, kita diharapkan dapat memahami pula konsep hubungan antar input dan output. hubungan fisik antara input dan output ini disebut dengan fungsi produksi. 3. Fungsi Produksi Menurut Soedarsono yang dimaksud fungsi produksi itu adalah hubungan teknis yang menghubungkan faktor produksi dengan hasil produksi (Soedarsono, 1982 : 21) Perilaku produksi bisa diuraikan dengan menggunakan salah satu diantaranya sangat berhubungan dan dapat pula dikatakan saling melengkapi. Pertama ialah konsep kurva produk, yang dinyatakan dalam bentuk total, rata-rata, marginal, dan yang kedua ialah konsep analisis isoquant, yang dimaksud dengan kurva produk ialah kurva yang menunjukkan berbagai kemungkinan kombinasi dua macam masukan atau lebih yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah hasil produksi. a. Fungsi Produksi Konsep fungsi produksi dapat digunakan untuk mengungkapkan hubungan fisik antara masukan (input) dengan keluaran (output) untuk suatu macam produk, fungsi produk menunjukkan output atau jumlah hasil produksi maksimum yang dapat dihasilkan per satuan waktu dengan menggunakan berbagai kombinasi sumber-sumber daya yang dipakai dalam berproduksi. Fungsi produksi secara matematis dapat diungkapkan sebagai bentuk : (Sudiono Rekso Prayitno, 2000 : 228) Q = f (F1, F2 , …. Fn) ………………. (1) Keterangan : Q = Kuantitas barang atau jasa yang dihasilkan per satuan waktu, ini biasanya disebut juga produk (TP) F = Faktor produksi, yang kita sebut juga sumber daya atau resource pada fungsi produksi ; F1 ialah jumlah satuan faktor produksi jenis ke-1 yang dipakai per satuan waktu dalam produksi, F2 ialah jumlah satuan faktor produksi jenis ke-2 yang dipakai dalam produksi dan seterusnya sampai dengan yang terakhir yaitu yang ke-n. Misalnya, fungsi produksi untuk hasil produksi teh, dapat ditulis : Q = f (F1, F2, F3, F4, F5) …………………… (2) Keterangan : Q = Jumlah hasil produsi teh (dinyatakan misalnya dalam ton per tahun) F1 = Luas lahan ditanami teh (misalnya dalam Ha) F2 = Jumlah pupuk yang digunakan dalam proses produksi per tahun (misalnya dalam rupiah) per tahun. F3 = Jumlah air yang digunakan untuk menyiram tanaman teh (misalnya dinyatakan dalam liter) per tahun. F4 = Jumlah bibit teh yang ditanam (misalnya dalam ikat) per tahun F5 = Jumlah tenaga kerja yang dipakai (misalnya dinyatakan dalam jumlah jam kerja) per tahun Apabila dalam contoh di atas salah satu diantara kelima faktor produksi jumlah penggunaannya diubah-ubah, sedangkan keempat faktor produksi lainnya penggunaannya per tahun tetap, maka hasil produksi yang jumlah pemakaiannya dapat diubah disebut sebagai faktor produksi variabel atau “Variable Factors of Production”. Akan tetapi dalam jangka panjang semua faktor produksi dapat dirubah jumlah pemakaiannya. Dengan kata lain, dalam jangka panjang semua sumber daya merupakan “variable factors”. Apabila fungsi produksi teh yang diungkapkan oleh persamaan (2) kita asumsikan bahwa hanya F5 saja yang merupakan faktor produksi variabel sedangkan keempat faktor produksi tetap, maka persamaan (2) dapat kita tulis kembali. Q = f (F1, F2, F3, F4, F5)………………….. (3) Dimana tanda bar menunjukkan bahwa fungsi produksi yang ditandai merupakan faktor produksi tetap. Selanjutnya fungsi produksi yang diungkapkan melalui persamaan (3) dapat diungkapkan secara lebih sederhana sebagai berikut : Q = f (F5) …………………………………… (4) Mengingat bahwa F5 menunjukkan sumber daya manusia atau faktor tenaga kerja (labor input), maka fungsi yang sama dapat pula kita tulis sebagai berikut : Q = (f (Li) . …………………………………… (5) Keterangan : Li = Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam produksi. Fungsi produksi dalam persamaan (3), (4) dan (5) disebut fungsi produksi dengan faktor produksi variabel tunggal. Dengan faktor produksi variabel berupa tenaga kerja berarti bahwa dengan berubahnya jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam produksi akan mengakibatkan berubahnya jumlah output per satuan waktu. Hubungan antara hasil produksi denggan jumlah masukan variabel disebut kurva produk atau fungsi produksi atau tabel produksi. Seperti halnya dengan permintaan dan penawaran, kurva produk dapat pula diungkapkan denngan tiga kemungkinan bentuk, yaitu dalam bentuk rata-rata disebut produk rata-rata atau average products curve, dalam bentuk marginal kita sebut kurva produk marginal atau marginal product curve (Sudiono Rekso Prayitno, 2000 : 229). Telah dinyatakan sebelum ini bahwa fungsi produksi menunjukkan sifat perkaitan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan. Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi, selalu juga disebut sebagai output. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumusan sebagai berikut : Q = (K, L, R, T) Dimana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawan, R adalah kekayaan alam, R adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksikan barang yang sedang dianalisis sifat produksinya. Apakah makna daari persamaan di atas ? persamaan tersebut merupakan suatu pernyataan matematika yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat teknis yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeda-beda juga. Tetapu disamping itu untuk satu tingkat produksi tertentu juga dapat digunakan gabungan faktor produksi yang berbeda. Sebagai contoh untuk memproduksi sejumlah hasil pekebunan tertentu perlu digunakan tanah yang lebih luas apabila bibit unggul dan teknik bercocok tanam modern digunakan. Dengan membandingkan berbagai gabungan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu dapatlah ditentukan gabungan faktor produksi yang paling ekonomis untuk memproduksi sejumlah barang tersebut (Sadono Sukirno, 2001 : 194). b. Fungsi produksi Cobb Douglas Fungsi produksi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel satu disebut, variabel dependen (Y) dan variabel yang lain disebut variabel independen (X), penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya dengan cara referensi dimana variasi Y akan dipengaruhi varian X. Dengan demikian kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku pada penyelesaiain fungsi Cobb Douglas dapat ditulis persamaan : Y = aX1b1. X2b2. … Xnbn e Bila fungsi Cobb Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X maka : Y = f (X1, X2, X3 …Xn) Keterangan : Y = Variabel independen X = Variabel dependen a, b = Besaran yang diduga e = Logaritma natural, e = 2,718 Untuk mempermudah pendugaan persamaan, maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda sebagai berikut : Ln Y = a + b1LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3 + b4LnX4 + b5LnX5 + e Fungsi produksi Cobb Douglas merupakan fungsi produksi yang sering dipakai dalam penelitian. Hal ini disebabkan karena fungsi ini mempunyai beberapa kelebihan, dimana kelebihan-kelebihan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Fungsi produksi Cobb Douglas merupakan fungsi produksi yang relatif mudah dibandingkan dengan fungsi produksi yang lain. Hal ini disebabkan karena fungsi produksi Cobb Douglas mudah dirubah menjadi bentuk produksi linier 2) Fungsi produksi Cobb Douglas dapat mengetahui beberapa aspek produksi seperti produksi marginal (marginal product), produksi rata-rata (average product), tingkat kemampuan berfungsi untuk mensubstitusikan (marginal rate of subtitusi), dan intensitas penggunaan fungsi produksi (efficiency of production) secara mudah dengan jalan modifikasi matematika 3) Hasil pendugaan garis melalui fungsi produksi Cobb Douglas akan menghasilkan regresi yang sekaligus akan menunjukkan besarnya elastisitas Besarnya elastisitas tersebut akan menunjukkan tingkat besarnya return to scale, dengan persamaan matematis sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 Dan besarnya b adalah elastisitas, maka jumlah dari elastisitas merupakan return to scale. Disamping kelebihan-kelebihan yang dimiliki Cobb Douglas, maka kelemahan fungsi Douglas adalah spesifikasi variabel yang keliru, kesalahan pengukuran variabel, bias terhadap manajemen, multikolinieritas data dan asumsi. c. Hubungan TPP, MPP, dan APP Asumsi dasar mengenai sifat fungsi produksi adalah berlakunya hukum the Law of Diminishing Return. Hukum ini menyatakan bahwa jika semua input adalah konstan, sedangkan sebuah input dapat berubah-ubah, maka setelah melampaui sebagian titik tertentu tambahan output yang dihasilkan dan setiap unit tambahan variabel akan turun. Atau juga dapat dikatakan bila suatu macam input ditambah tadi mula-mulai naik, tetapi kemudian terus menurun bila inout tersebut terus ditambah. Pada hubungan antara faktor produksi seperti di atas ada beberapa pengertian antara lain : (Soekartawi, 1994 : 160 ) 1) Marginal Physical Product (MPP) Marginal Physical Product (MPP) yaitu tambahan output yang dihasilkan dari penambahan satu unit input variabel. MPP = Q X Oleh sebab itu disebut the Law of Diminishing Return Physical Product. 2) Kurva Total Physical Produtc (TPP) Kurva Total Physical Produtc (TPP) yaitu kurva yang menunjukkan fungsi produksi pada berbagai tingkat penggunaan variabel (input-input lain dianggap tetap). TPP = f (X) 3) Kurva Average Physical Product (APP) Kurva Average Physical Product (APP) yaitu kurva yang menunjukkan hasil rata-rata perunit input variabel pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut. APP = TPP X Gambar 2.1 Grafik Hubungan Antara Kurva TPP, MPP, dan APP B. Pengertian Usaha Tani Pengertian usaha tani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang diperlukan untuk memproduksi pertanian seperti tanah, air, teknologi, pengolahan tanah, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah dan sebagainya. Ushaa tani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak. Ilmu usaha tani adalah ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan pemakaian faktor-faktor produksi yang terdapat dalam keadaan terbatas, faktor tersebut seperti tanah, tenaga kerja, modal dan teknologi secara efisien, sehingga dapat diperoleh pendapatan maupun keuntungan yang optimal dari usaha tani yang dikelola secara kontinyu. Produksi dalam Usaha Tani Sesuai dengan pengertian tersebut maka kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi yang disebut fungsi produksi. Q = f (X1, X2, X3 …Xn) Keterangan : Q = Tingkat produksi (output) X1, X2, X3 = Berbagai input yang digunakan Produksi pertanian tidak terlepas dari ketidakpastian (uncertainly), karena proses produksi dalam pertanian memerlukan jangka waktu tertentu. Pada jangka pendek, ada beberapa input yang tidak dapat diubah dengan cepat, tetapi dalam jangka panjang semua input dapat diubah, sehingga seorang petani yang ingin meningkatkan produksinya dapat merubah input yang dipakainya. C. Kemitraan Usaha Porter (1990) melihat bahwa kerja sama antar perusahaan makin menjadi perhatian dewasa ini. Ada beberapa kerja sama yang menguntungkan bagi pengembangaan daya saing dan ada yang tidak. Kerjasama yang merugikan terjadi bila ada kerja sama antar pesaing-pesaing besar yang cenderung akan mengurangi tingkat persaingan antar perusahaan. Pada perinsipnya kerja sama yang baik antar perusahaan adalah kerja sama yang tidak menghilangkan persaingan dalam hal pengembangan produk,penentuan harga dan aspek-aspek lain dari strategi perusahaan. Porter berpendapat bahwa kerja sama vertikal antar pembeli dan pemasok sangat penting bagi pengembangan daya saing nasional, asalkan kerja sama tersebut tidak dalam usaha untuk menguasai usaha lain. Kerja sama vertikal merupakan bagian integral dari proses inovasi. Pemerintah Indonesia juga berusaha mengembangkan kerja sama vertikal seperti tersebut di atas melalui berbagai kebijakan industri kemitraan usaha dengan berbagai motivasi seperti pengembangan ekonomi rakyat, pembinaan indrustri kecil dan koperasi, difusi teknologi dari industri besar ke industri kecil, dan lain-lain. Seperti yang telah diuraikan di bab I bahwa P.T J.A WATTIE mengadakan kemitraan dengan petani karet di kecamatan Dayeuhluhur dan di Desa Pegadingan yang menurut Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil pada babVII tentang kemitraan, khususnya pasal 27 dan penjelasannya, kemitraan tersebut berpola inti-plasma. Pola inti-plasma adalah hubungan kemitraan antar usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar, yang di dalamnya usaha menangah dan usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma.Perusahan inti melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi,bimbingan teknis, sanpai dengan pemasaran hasil produksinya.(Wijayanto Hadipuro, 1998:62) D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Karet Pengertian produksi karet adalah usaha perkebunan atau pertaniana dalam memproduksi karet, dari pembibitan sampai masa panen yang diinginkan. Sedangkan pengertian karet itu sendiri adalah getah yang diambil dari pohon karet yang berproduksi. Masa pemeliharaan setiap tanaman karet berbeda karena dipengaruhi oleh faktor-faktor misalnya kesuburan tanah dan bibit yang dipilih (ada bibit yang bagus). Pelaksanaan pengambilan getah karet biasanya ditentukan oleh keadaan tanaman dan masa tanaman tersebut ditanam. 1. Luas Lahan Faktor produksi lahan mempunyai peran yang sangat penting karena selain sebagai media pertumbuhan karet, lahan harus pula berfungsi sebagai sumber makanan alam karet. Tanah yang baik untuk lahan penanaman pohon karet adalah tanah yang subur atau tanah yang disuburkan, gembur, dan agak asam. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik di daerah pegunungan ataupun daerah daratan. Luas lahan yang digunakan sebagai ukuran dalam pemberian pupuk, selain itu luas lahan tersebut juga berpengaruh terhadap hasil karet. Jadi yang dimaksud dengan luas lahan adalah luas lahan tanah atau luas daerah yang produktif untuk penanaman. Luas lahan dapat diukur dengan satuan m2 atau Ha. 2. Tenaga Kerja Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses produksi dan jumlah yang cukup, bukan saja dilihat dari kesediaannya tetapi juga kualitas dan jenis pekerjaan yang dikuasai. Selain itu tenaga kerja harus diperhatikan hak-haknya dalam hal tunjangan kesehatan, yaitu perusahaan menanggung biaya pengobatan karyawan selama karyawan bekerja, mendapat ASKES atau ASTEK, pemberian bonus, pemberian tunjangan hari raya dan libur cuti, juga perusahaan menanggung biaya kecelakaan apabila karyawan mengalami kecelakaan pada saat bekerja. Untuk proses produksi perlu disesuaikan tenaga kerja yang memadai, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlah optimal tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain, seperti mengurus rumah tangga dan bersekolah, walau tidak bekerja namun mereka dianggap secara fisik mampu sewaktu-waktu ikut bekerja. Selain tenaga manusia, juga ada tenaga mesin dalam proses produksi. Produktivitas faktor produksi tenaga kerja dapat ditunjukkan oleh perbandingan antara tambahan kuantitas produksi dan tambahan faktor produksi tenaga kerja, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : PTK = Q TK Dimana : PTK = Produktivitas tenaga kerja Q = Tambahan produksi TK = Tambahan tenaga kerja Dalam ukuran ekoomis tenaga kerja dan modal akan mendorong kenaikan output (Sudarsono, 1982 : 103-105). Gambar 2.2 Hubungan Faktor Produksi Tenaga Kerja dengan Output Dimana : TK = Tenaga kerja Q1,Q2 = Produksi m = Modal Sumbu vertikal tenaga kerja menunjukkan penggunaan faktor produksi tenaga kerja, sumbu horizontal menunjukkan penggunaan faktor produksi. Kombnasi tenaga kerja dan modal atau keduanya dapat dilihat dari OTK untuk tenaga kerja atau Om untuk modal. Dalam penelitian ini faktor produksi tenaga kerja dilihat berdasarkan pengeluaran total produsen yang berupa upah dan gaji dalam satuan rupiah. 3. Modal Dalam pengertian ekonomis, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa baru. Dalam proses produksi modal merupakan faktor produksi yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan output secara makro, modal merupakan pendorong besar (big push) untuk meningkatkan output. Peningkatan modal akan berpengaruh pada investasi dalam sektor industri, sehingga akan mendorong kenaikan output (Agus Ahyari, 1988 : 88). Ditinjau dari segi modal, kenaikan output tergantung pada besarnya tambahan modal (faktor produk tidak diasumsikan tetap) atau dapat dirumuskan sebagai perbandingan antara tambahan produksi dengan tambahan faktor produksi modal dengan kenaikan output ini mencerminkan produktivitas dari faktor produksi modal dengan faktor produksi yang lain, secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut : Pm = Q m Dimana : Pm = Produktivitas modal Q = Tambahan produksi m = Tambahan modal Pemilihan suatu faktor produksi modal dalam jumlah rupiah berdasarkan atas pertimbangan bermacam-macam jenis modal yang dibutuhkan dalam suatu proses produksi. Dengan modal yang cukup dan pengelolaan yang baik dan efisien maka produksi akan meningkat dan pendapatan akan meningkat pula. 4. Pupuk Peranan pupuk sangat penting untuk meningkakatn produksi. Bila pupuk yang diberikan hanya seadanya, maka produksi yang dihasilkan tentu sedikit. Kandungan kadar pupuk lebih berperan penting dibandingkan jumlah yang diberikan dikurangi jumlahnya, karena zat-zat makanan yang diberikan untuk pertumbuhan dan perkembangan telah dapat dicukupi oleh tanaman karet itu sendiri. Di pasaran tersedia berbagai macam pupuk, misalnya : Urea, KCl, TS (SP36) dan pupuk kandang, sehingga memudahkan pekerja untuk memilih pupuk yang sesuai dengan usia tanaman dan jenis pohon karet yang dibudidayakan. 5. Upah Dalam pengertian ekonomi, upah atau gaji adalah balas jasa yang diberikan kepada buruh atau tenaga kerja. Upah merupakan salah satu aspek yang paling penting. Dalam pembudidayaan pohon karet, upah diberikan kepada buruh atau tenaga kerja yang bekerja dari masa perawatan tanaman sampai dengan pengolahan. Upah yang diberikan menurut UMR dan ditambah premi atau bonus. Upah dibayarkan atau diberikan perbulan yang dihitung harian. BAB III GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Keadaan Geografis Desa pegadingan di Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah, terletak kurang lebih 70 Km dari ibukota Kabupaten Cilacap dan 5 km dari Ibukota Kecamatan Cipari. Batas daerah Desa Pegadingan secara administratif adalah : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sidasari 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mulyadadi 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Mekarsari 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Karangreja Desa Pegadingan mempunyai luas 1181,783 Ha, yang terdiri dari dua dusun yaitu Dusun Cibatu dan Dusun Pakem. Bentuk topografi Desa Pegadingan adalah desa sekitar hutan dengan bentuk wilayah adalah perbukitan dengan ketinggian 58 m dari permukaan laut, sedangkan banyaknya curah hujan 280 mm/ tahun dengan suhu udara rata-rata 37oC. Berdasarkan luas wilayah dapat diperinci menurut penggunaannya seperti terlihat dalam tabel 3.1 berikut ini : Tabel 3.1 Penggunaan Tanah di Desa Pegadingan Tahun 2004 No Penggunaan lahan Luas (Ha) 1. Sawah 104 2. Tanah Kering 384 3. Perkebunan 356,217 4. Asilitas Umum 337,266 Sumber : Kantor kepala Desa Pegadingan Dari tabel diketahui sebagian besar Desa Pegadingan merupakan tanah perkebunan sebesar 356,217 Ha, sebagian besar dari tanah yang berbukit digunakan untuk perkebunan, sedangkan bagian lain dipergunakan untuk sawah, pemukiman dan fasilitas umum. B. Komposisi Penduduk 1. Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis kelamin Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Desa Pegadingan maka komposisi penduduk menurut usia serta jenis kelamin seperti pada tabel berikut : Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Usia dan jenis Kelamin di Desa Pegadingan Tahun 2004 (dalam orang) No Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah 1. 0 – 1 tahun 39 65 104 2. 1 – 4 tahun 568 315 883 3. 5 – 6 tahun 43 80 123 4. 7 – 12 tahun 273 225 498 5. 13 – 15 tahun 89 123 212 6. 16 – 18 tahun 121 105 226 7. 19 – 25 tahun 205 281 486 8. 26 – 35 tahun 242 315 557 9. 36 – 45 tahun 147 216 363 10. 46 – 55 tahun 179 208 387 11. 56 – 58 tahun 70 48 118 12. Lebih dari 59 tahun 137 236 373 Jumlah 2113 2217 4330 Sumber : Kantor Kepala Desa Pegadingan Dari tabel di atas, jumlah penduduk tahun 2004 adalah 4.330 jiwa, terdiri dari laki-laki 2113 jiwa dan penduduk perempuan 2217 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1164 KK. Jumlah penduduk yang belum produktif sebesar 1608 jiwa yang terdiri jumlah penduduk usia 0 – 12 bulan, sebesar 104 jiwa, usia 1 – 4 tahun sebesar 883 jiwa, usia 4 – 6 tahun sebesar 123 Jiwa, usia 7 – 12 tahun sebesar 498 jiwa. Sedangkan penduduk dengan usia 13 – 15 tahun sebesar 212 jiwa, usia 16 – 18 tahun sebesar 226 jiwa, usia 19 – 25 tahun sebesar 486 jiwa dan usia 26 – 35 tahun sebesar 557 jiwa termasuk penduduk golongan usia produktif dengan jumlah 1481 jiwa. Dan untuk penduduk usia 36 – 45 tahun sebesar 363 jiwa, usia 46 – 55 tahun sebesar 387 jiwa, usia 56 – 58 tahun sebesar 118 jiwa dan lebih dari 59 tahun sebesar 373 jiwa, termasuk penduduk golongan usia kurang produktif yaitu sebanyak 1241 jiwa. Jadi sebagian besar penduduk di desa Pegadingan golongan penduduk usia produktif. 2. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat kualitas sumber daya manusia suatu daerah akan sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan yang pernah diselesaikan oleh penduduknya. Tingkat pendidikan juga akan menentukan corak pekerja mereka terutama di sektor formal dan sekaligus mencerminkan tingkat pendidikan di Desa Pegadingan komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 33 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Desa Pegadingan Tahun 2004 No Tingkat Pendidikan Jumlah 1. Belum sekolah 1.055 2. Usia 7 – 45 th yang tidak pernah sekolah 843 3. Tidak tamat SD 348 4. Tamat SD / sederajat 1.170 5. Tamat SLTP / sederajat 413 6. Tamat SLTA / sederajat 453 7. Tamat akademik (D1 – D3) 11 8. Tamat Perguruan Tinggi 37 Sumber : Kantor Kepala Desa Pegadingan Seperti tampak dalam data di atas terlihat bahwa sebagian penduduk Desa Pegadingan mempunyai pendidikan dengan tingkat pendidikan yang baik yaitu lulusan SD sebanyak 1.170 orang. Sedang jumlah penduduk yang paling sedikit adalah lulusan akademi yakni 11 orang. Dari data tersebut dapat kita ketahui bahwa sebagian besar pencari kerja di desa pegadingan berpendidikan SD, sedangkan lulusan perguruan tinggi 37 orang. 3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Mata pencaharian bagi setiap penduduk meruapkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhannya masing-masing. Dengan mengetahui jenis pekerjaan penduduk maka secara tidak langsung dapat diketahui tingkat pendaaptannya. Jumlah penduduk desa menurut mata pencahariannya dapat diketahui pada tabel berikut : Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Pegadingan Tahun 2004 (dalam orang) No Mata Pencaharian Jumlah 1. Karyawan – Pegawai Negeri / ABRI 42 – Swasta 248 2. Montir 6 3. Pengrajin 11 4. Petani 246 5. Buruh Tani 421 6. Peternak 263 7. Pedagang 76 Sumber : Kantor Kepala Desa Pegadingan Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Pegadingan bekerja pada sektor pertanian yaitu sebanyak 667 orang yang terdiri dari 246 orang sebagai petani dan 421 orang sebagai buruh tani. Sedangkan sisanya terbagi dalam sektor-sektor lainnya seperti pegawai negeri, swasta, peternak, pedagang, pengrajin dan montir. Mata pencaharian di desa Pegadingan lebih difokuskan pada pertanian yang pokok dari penduduk di Desa pegadingan. C. Sosial Ekonomi Di Desa Pegadingan mempunyai sarana pendukung perekonomian untuk mempenduduk dalam memenuhi kebutuhannya. Di Desa Pegadingan terdapat kopersi, warung atau kios serta pasar yang menyediakan kebutuhan pertanian seperti pupuk, pestisida, serta kebutuhan lainnya untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.5 Prasarana Perdagangan di Desa Pegadingan Tahun 2004 No Prasarana Jumlah (Unit) 1. Pasar 1 2. Warung / Toko 76 3. KUD 2 Sumber : Kantor Kepala Desa Pegadingan D. Pertanian Areal pertanian di Desa Pegadingan cukup subur, selain ditanami karet, juga ditanami kelapa, kopi, cengkeh, dan tanaman buah-buahan, tanaman obat-obatan, dan sebagainya. Upaya Desa Pegadingan untuk meningkatkan hasil pertanian terutama karet dilaksanakan untuk penyuluhan, penggunaan urea tablet, dan pasca panen, semua itu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan. Untuk lebih jelasnya tentang tanaman pokok rakyat dan tanaman perdagangan rakyat di Desa Pegadingan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.6 Tanaman Pokok Rakyat dan Tanaman Perdagangan Rakyat di Desa Pegadingan Tahun 2004 No Kelompok Jenis Tanaman Luas (Ha) 1. Padi dan pakuannya Jagung, kacang tanah, padi, ubi kayu 9,5 2. Buah-buahan Mangga, rambutan, salak, nanas, pepaya, durian, pisang 153 3. Tanaman obat Jahe, kunyit, lengkuas 2 4. Perkebunan 356,217 – Karet 200,112 – Kelapa 62,30 – Kopi 35,65 – Cengkeh 58,155 5. Hutang 84,5 Sumber : Kantor Kepala Desa Pegadingan Dalam tabel terlihat bahwa tanaman pokok dan tanaman rakyat masih diminati penduduk di Desa Pegadingan. Bila dilihat dari kondisi tanah Desa Pegadingan, maka tanaman karet sangat bagus hasilnya, meski perlu ketelatenan dalam perawatan dan kejelian dari mulai tanam sampai masa penyadapan. Tanaman karet merupakan harapan produsen di Desa Pegadingan, karena bisa mendatangkan keuntungan yang dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup mereka. E. Usaha Karet di Daerah Penelitian 1. Sejarah Singkat Perkebunan Ciseru-Cipari Perkebunan Ciseru-Cipari didirikan oleh Badan Swasta tahun 1897 yang berkedudukan di India yaitu The Bombay Burma Trailing Company / Cooperation United, dengan mendapat badan hukum dan diberi nama NV. The Indo Java Rubber Planting and Trailing Cooperation yang dikelola oleh NV. Handle MIJ JA. Wattle Co.Ltd. Pada tahun 1964-1965 diambil oleh Pemerintah dan dimasukkan ke dalam Departemen Pertanian dengan nama Perusahaan Perkebunan Dwikora. Tahun 1968 Pemerintah mempercayakan kembali NV. Handle MIJ JA. Wattle Co. LTd. Berdasarkan Instruksi Presiden No. 28/IN/12/66 yang dikeluarkan pada tanggal 08 Desember 1966, sejak 06 Mei 1982 NV. Handle MIJ JA. Wattle Co Ltd. berubah menjadi perusahaan nasional dengan nama PT JAYA AGRO WATTIE (PT JA WATTIE). Luas areal perkebunan Ciseru / Cipari menurut luas HGU adalah 2.408,78 Ha dengan komposisi luar areal TM 1.905,65 Ha, luas TBM 322,05 Ha, lahan yang direplanting seluas 25,91 Ha dan sisanya untuk lahan pembibitan, emplasement, pabrik, hutan, sungai dan lain-lain. Dalam pengelolaannya mulai tahun 1999 dibagi menjadi 5 afdeling (sebelumnya terbagi atas 8 afdeling), yaitu : afdeling NABAYU, NATEGA, KARA, PETTEGA, dan afdeling GASELA. Sedangkan produk yang dihasilkan Crumb Rubber (karet remah) dengan mutu SIR 3L, SIR 5, SIR 10, dan SIR 20. Perkembangan luas areal perkebunan karet alam menurut penggunaannya tahun 1998 mencapai 3.344.650 Ha yang terdiri dari luas perkebunan rakyat 2.828.269 Ha, perkebunan non negara 228.541 Ha, dan perkebunan swasta 287.840 Ha. Dengan produktivitas masing-masing perkebunan rakyat 1.306.877 ton atau 462 kg / Ha / tahun, perkebunan negara 209.169 ton atau 915 kg / Ha / tahun, perkebunan swasta 212.627 ton atau 737,7 kg / Ha / tahun, lokasi perkebunan antara lain terdapat di daerah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Lampung, Bengkulu, Kalimantan, dan Jawa Barat (Business News, 2001). 2. Organisasi a. Struktur Organisasi Perkebunan Ciseru-Cipari Struktur organisasi Perkebunan Ciseru-Cipari adalah sebagai berikut : Gambar 3.1 Struktur Organisasi Perkebunan Cisaru-Cipari b. Perincian Tugas Tenaga pelaksana kebanyakan berstatus harian lepas. Dalam pelaksanaan kerja dilakukan sistem borong dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah tenaga pengelola dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 3.7 Tenaga Kerja Perkebunan Ciseru-Cipari Tahun 2004 No. Urutan Jumlah Orang 1. Staff Eksekutif 2 Non eksekutif 7 Jumlah 9 2. Pegawai Bulanan Mandor Besar 6 Mandor Keliling 6 Mandor Sadap / Tapp Kontrol 26 Mandor Pemelihara 3 Mandor Pengolahan Pabrik 2 Analisa Laboratorium 4 Pengemudi 11 Perbengkelan / Teknik Listrik / Disel 7 Administrasi 6 Satpam 5 Mantri Kesehatan 1 Guru TK 1 Mandor Bangunan / Jalan 1 Jumlah 79 No. Urutan Jumlah Orang 3. Pegawai Harian Tetap dan Lepas PHT PHL Pembantu Mantri Kesehatan 6 1 Pemeliharaan Emplasemen – 1 Penyadap 453 268 Tukang Tebang 18 8 Tusich Sadap 8 – Tukang Kayu 2 15 Pengolahan 20 5 Tusich Pemeliharaan Kebun 11 8 Supir Truck / Forklift 2 – Bengkel 2 – Guru TK 1 – Bagian Kantor / Juru Tulis 1 – Pemeliharaan TM – 65 Pemeliharaan TBM – 49 Jumlah 530 435 Jumlah Total 1043 Sumber : Perkebunan Ciseru-Cipari 3. Syarat Tumbuh Tanaman Karet Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan latek yang paling optimal apabila diperhatikan syarat-syarat lingkungan yang diinginkan tanaman ini dan tanaman karet cocok ditanam di daerah tropis yang mencakup luas antara 15oLU – 10o LS dengan suhu harian yang berkisar rata-rata 25oC – 30oC. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1 – 400 m dph, dengan kemiringan maksimum 45o. Curah hujan cukup tinggi antara 2.000 – 4.000 mm setahun, akan lebih baik jika curah hujan merata sepanjang tahun (100 – 150 hari hujan). Dalam sehari tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas penyinaran 5-7 jam / hari. Tanaman karet menghendaki tanah yang gembur dan banyak mengandung unsur hara dengan pH tanah berkisar 4-8 dengan kelembaban antara 70% – 80%. 4. Tahapan Kegiatan Budidaya dan Pengelolaan Tanaman Karet a. Pembukaan Lahan Pembukaan lahan dilakukan dengan sistem replanting atau pembongkaran tanaman non produktif (di atas 20 tahun). Pertama-tama dilakukan penebangan pohon karet tua dengan gergaji mesin dianjurkan dengan pembongkaran tunggul dengan kapak kemudian pemberian belerang pada bekas-bekas bongkaran. Pelaksanaan pembongkaran dilakukan oleh perusahaan kontraktor dari Jakarta (borongan dengan sistem tender) dengan harapan pekerjaan lebih cepat dilakukan. b. Persiapan Lahan Kegiatan ini merupakan tahap lanjutan dari pembukaan lahan, dimana ini diperuntukkan bagi lahan pembibitan (nurseries) dan sekaligus untuk tanaman induk. Pertama yang dilakukan pembersihan gulma yaitu pembersihan ladang dilakukan dengan penggarpuan dan pembersihan gulma tanaman perdu lainya secara manual dengan arit dan pemakaian cangkul untuk pembersihan akar, pencangkulan dilakukan sedalam 60 – 80 cm yang disebut pencangkulan kasar lalu dilanjutkan dengan pencangkulan halus dan tahap terakhir dengan pencangkulan ringan / diayat (sedalam 40 – 50 cm). Kemudian pembuatan teras, tanah yang dibuat teras adalah tanah yang berbukit dengan kemiringan di atas 10o. Jarak antar teras yang satu dengan yang lain 7 m, untuk jarak tanam (7 x 3) m dengan lebar teras 1,5 – 1,75 dhg sistem kontur / ngagoles kampak. Sebelumnya dilakukan dahulu pengajiran untuk teras, juga sekaligus untuk pengajiran tanaman induk. Selanjutnya dilakukan sanitasi lahan yaitu pemberian kapur dan belerang. Selain input dibuat pula parit-parit diantara petak terasan dan jalan setapak untuk keperluan kontrol. c. Pengadaan bahan tanam Tahapan kegiatan pengadaan bahan tanam adalah sebagai berikut : 1) Pembuatan kimbed Kimbed dibuat untuk tempat mengecambahkan biji yang telah disortasi. Bentuknya memanjang dari Utara ke Selatan dengan panjnag disesuaikan dan menghadap ke Timur dengan tinggi tiang depan 120 cm, tiang belang 90 sm serta lebar 120 cm. Atap kimbed dibuat dari daun alang-alang yang sudah dikeringkan. 2) Pengadaan benih Kebutuhan benih didatangkan dari luar perkebunan kareana tidak adanya kebun khusus penghasil benih untuk bahan tanam batang bawah. Benih biasanya diambil dari kebun bibit yang sudah berumur 8 tahun dengan jenis yang terpilih dengan benih yang murni, daya kecambah tinggi, ungul sertra memiliki sifat yang baik untuk batang bawah . Kebutuhan benih per Ha adalah 4.000 benih, dengan populasi 500 pohon/ Ha. Untuk jarak tanam 3 x 7 m dan 66 pohon / Ha. Untuk bahan tanam yang difungsikan sebagai batang bawah, klon yang biasa dipakai adalah GTI, LCB 1320, LCB 479 dan sei PR. Kon – klon tersebut mnemiliki sifat-sifat yang menguntungkan sebagai batang bawah seperti perakaran kuat, tahan penyakit JAP dan lahan kering. 3) Pengecambahan Benih dikecambahkan pada media tanah yang telah diratakan dengan cangkul permukaannya dan sebelumnya telah disiram air. Benih ditanam rapat pada cangkul satu baris dengan jarak antar baris 3 cm dan jarak dalam baris 5 cm. Jadi jumlah benih / m2 adalah + 1000 biji. Tanda lubang/jarak tanam dibuat dari ajir bambu ukuran pencil dan cara penanamannnya dengan menanam ¾ bagian biji ke dalam pasir dengan perut menghadap kebawah. Benih dipelihara dengan penyiraman setiap pagi dan sore hari sehingga benih berkecambah. 4) Persemaian Benih yang telah berkecambah dapat dipindahkan ke lahan nutseries. Penananman dilakukan pada pagi hari dna sesudah dilakukan penyiraman. Pemeliharaan yang dilakukan di lahan nurseries adalah penyiraman dan diutamakan pada awal pembibitan, penyulaman dan penyiangan secara manual dan pemupukan urea 5 gr / phn dilakukan setelah benih berumur 2 minggu. Selain iru diberi mulching agar mempertahankan kelembababn tanah, mengurangi penguapan air tanah dan mencegah erosi juga dilakukan pengendalian hama dan enyakit. 5) Okulasi Okulasi merupakan suatu rangkaian untuk memperoleh bahan tanam yang baik. Bertujuan untuk menyatukan sifat-sifat yang baik dari tanaman karet yang berbeda agar produksi yang dihasilkan bisa lebih tinggi. Pelaksanaan okulasi mengunakan okulasi coklat (Brown Badding) dengan alasan faktor kegagalan rendah dan waktu yang tersedia sejak jatuhnya biji dari pohon bibit hingga bibit salur cukup lama. Cara pelaksanaan okulasi yaitu membuat torehan jendela okulasi pada batang bawah setinggi + 5 cm. Dari tanah, lalau biarkan beberapa menit, menyayat maata okulasi atau perisai okulasi, memisahkan mata okulasi setelah itu memasukkan perisai atau mata okulasi ke jendela okulasi dan memalut jendela okulasi dengan tali rafia. Pemeriksaan okulasi adalah untuk mengetahui berapa banyak okulasi yang jadi. Setelah 2 minggu diadsakan ppemeriksaan ulang untuk memastikan jumlah okulasi jadi. Bagi okulasi yang benar-benar hidup diberi tanda totolan cat pada bagian atas jendela. 6) Pembuatan bibit Polybag Bertujuan agar selain pertumbuhan lebih seraga,m juga agar mudah dalampelaksanaan sortasi dan mencegah serta mengurangi stagnasi pada saat tanam di lapangan. Untuk pengaturannya bibit yang telah dipadatkan medianya diatur satu baris disisi dua jajar polybag dengan letak mata tunas saling berlawanan arah. Pemeliharaan yang dilakukan yaitu penyiraman setiap pagi dan sore hari, penyiangan, pemupukan. Bibit playbag siap ditanam setelah berumur + 5 bulan dan sehat membentuk 2 payung dengan diameter batang + 2 cm. Pemeliharaan bibit playbag sama dengan persemaian. d. Persiapan tanam 1) Pengajiran Pengajiran jarak tanam dilakukan bersamaan pelaksanaan ajir teras. Pengajiran ini dibuat sesuai jarak tanam yang dipakai. 2) Lubang Tanam Pembuatan lubang dilakukan 2-4 bulan sebelum tanam sesuai pada posisi ajir. Kemudian satu bulan sebelum tanam sanitasi lubang tanam dilakukan dengan memberi serbuk belerang 150 kg / lubang dan setengah bulan berikut diberikan 150 gr SP36 / lubang. 3) Tanaman Penutup Tanah Tanaman penutup tanah yang ditanam yaitu kacangan (Leguma Cover Crops / LCC), sedangkan jenis LCC yang dipilih adalah Calopogonium caeruleum (CC), yaitu tanaman penutup tahan yang tahan terhadap naungan dan kekeringan, selain itu setelah penanaman 4-6 bulan tanaman itu sudah mampu menutup tanah. 4) Tanam Bibit Polybag Penanaman ini merupakan pekerjaan yang penting, karena pelaksanaannya harus tepat baik waktu maupun cara penanamannya, yaitu di awal musim hujan. Penanamannya harus sangat hati-hati, tanah di dalam polybag jangan sampai pecah dan kedalaman lubang harus disesuaikan dengan tinggi polybag dan tinggi penimbunan lubang sampai pada batas tepat di bawah pertautan. F. Pemeliharaan Tanam Belum Menghasilkan (TBM) 1. Penyulaman Diterapkan pada saat selesai tanam, TBM 1 dan terakhir TBM 2. Bahan sulaman yang dipakai adalah bibit OST 1 dengan penerapan teknis penyulaman untuk tanaman yang tajuknya telah bertemu tidak perlu disulam, dan apabila ada dua tanaman mati bersebelahan dibuatkan satu lubang tanam diantaranya, dan seterusnya. Waktu yang tepat untuk melakukan peyulaman adalah pada saat TBM I, II, dan III. Tanaman sulaman sudah mempunyai jumlah payung yang sama dengan tanaman yang ada. 2. Wiwil atau Menunas Wiwil dilakukan untuk mencegah pertumbuhan cabang pada batang pokok sampai setinggi 2,75 – 3,00 m dan dilakukan setelah tanaman karet berumur 2 bulan. Bertujuan untuk menghindari percabangan pada tanaman agar mendorong pertumbuhan tanaman ke arah vertikal maupun ke arah horizontal semaksimalnya. Untuk penunasan ditetapkan cara folding yaitu membungkus pucuk dengan daun-daun sekitarnya. 3. Pemupukan Pemupukan dilakukan 3 bulan setelah tanam, yaitu pada awal / akhir musim hujan. Aplikasinya adalah 2-3 kali dalam setahun dengan urea, TPS, dan KCl. 4. Weeding (Pengendalian Gulma) Pekerjaan ini diterapkan strip weeding (TBM dan TM) dan selektif sg bahan yang dipakai round up 0,6% dan untuk selektif weedng dikhususkan untuk alang-alang dan penyemprotan dilakukan secara acak. 5. Pengendalian Hama dan Penyakit Penyakit yang menyerang tanaman karet adalah jamur akar putih (JAP), jamur upas dan embun tepung. Pengendaliannya yaitu bila JAP dengan membersihkan sisa kayu dan akar saat pembongkaran kebun tua, selain itu menghindari kondisi lingkungan terlalu lembab dengan mengatur jarak tanam dan dibuat drainase untuk jamur upas, sedang untuk jamur tepung yaitu dengan hendusting serbuk belerang dilakukan pada malam hari, diperkirakan embun mulai turun + jam 23.00 ke atas. 6. Monitoring Pertumbuhan Tanaman Karet Tujuan kegiatan ini adalah untuk memantau pertumbuhan pohon sehingga mudah dalam menetapkan saat buka sadapan. Pelaksanaan dua kali setahun dimulai dua tahun setelah tanam (TBM 2). Pengontrolan pertumbuhan dilakukan dengan cara mengukur lilitan batang pohon dengan sistem sampel acak diagonal. Jika 60% dari populasi yang dikontrol telah mencapai diameter > 45 cm maka kegiatan pengukuran lilit batang bisa dihentikan, dan ini berarti pembukaan sadap dapat dilakukan.

G. Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM)
Tujuan pemeliharaan tanaman menghasilkan adalah menjaga pertumbuhan dan kesehatan tanam tetap baik dan dapat meningkatkan dan mempertahankan produksi lateks yang optimal sesuai dengan umur ekonomis tanaman.
1. Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual dan kimiawi yang bertujuan untuk membersihkan gawangan dan jalur tanaman sehingga mempermudah dalam melaksanakan pemeliharaan kebun. Pelaksanaan penyiangan dengan menggunakan cara kimiawi yaitu dengan round up, strip spraying, dan spot spraying.
2. Pangkasan
Pemangkasan yaitu dengan cara membuang dan memangkas semua cabang pada batang di bawah ketinggian 3 m. Pemangkasan / pemotongan dahan juga dilakukan pada dahan patah atau pecah akibat angin serta batang pohon yang roboh dan tumbuh miring akibat angin juga.
3. Penjarangan Pohon
Penjarangan pohon dilakukan secara selektif pada pohon yang tumbang karena angin, tumbuh kerdil atau tidak normal dan yang mati karena penyakit batang / akar. Pelaksanaannya diusahakan agar lokasi tidak sampai terbuka yang menyebabkan pertumbuhan gulma.
4. Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada TM muda atau taruna (umur sadapan 1-10 tahun), aplikasi pemupukan satu kali dalam setahun dan dilakukan pada akhir musim hujan.
5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Penyakit yang menyerang tanaman karet sama dengan pada TBM selain itu ada juga penyakit BB (Bruine Binnebast / penyakit kulit coklat), yaitu suatu kelelahan akibat penyadapan yang terlalu berat, akibatnya lateks akan encer, terjadi tetesan lanjutan dan lateks cepat sekali membeku, selain itu kulit mulai mengering dan pada akhirnya lateks tidak keluar. Pengendaliannya yaitu dengan obat No. 88, tanaman diistirahatkan dan pemberian ekstra pupuk. Penyakit mouldyrof yaitu penyakit pada bidang sadapan yang ditandai dengan adanya lapisan selaput cendawan keabu-abuan pada bidang sadap. Pengendaliannya adalah dengan fungisida banlate 0,05% atau actidione 0,5%.

H. Penyadapan
1. Bukaan Sadapan
Penyadapan merupakan kegiatan produksi terhadap tanaman karet yang telah memenuhi syarat umur bukaan sadap dengan klon unggulan (PB 260) dapat dilakukan ketika umur tanaman 4 tahun, sedangkan secara umum bukaan sadap adalah 5 tahun. Cepat tidaknya bukaan sadap sangat tergantung dan dipengaruhi klon, kesuburan tanah serta pemeliharaannya di masa TBM.
Areal tanaman karet siap disadap apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Lilitan batang telah mencapai > 45 cm, pada ketinggian 100 cm dari pertautan
b. Populasi tanaman yang memenuhi syarat telah mencapai 60% – 70%,
c. Rata-rata tebal kulit > 7 mm
d. Ketinggian bukaan sadap bawah 130 cm di atas pertautan
e. Soder sadap adalah 40o dari garis horisontal
Sistem sadapan yang digunakan adalah :
a. S2D3 yaitu sistem sadap setengah spiral tiap 3 hari sekali dilakukan 1 sampai 3 tahun pertama
b. S2D2 yaitu sistem sadap setengah spiral disadap tiap 2 hari sekali
c. 2S2D2 yaitu sistem sadap 2 keratan (atas dan bawah) setengah spiral tiap 2 hari sekali
d. S2S4D3 yaitu sistem sadap setengah spiral sadap bawah seperempat spiral ke atas tiap 3 hari sekali
2. Eksploitasi Tanaman Kaitannya dengan Peremajaan
Kegiatan eksploitasi pada tanaman karet juga harus diikuti dengan pemikiran rencana program peremajaan (replanting). Dasar pertimbangannya adalah masa eksploitas 25 tahun TM + 5 tahun TBM dan juga standar komposisi tanaman yang ditetapkan.
3. Stimulasi
Stimulasi sebagai pemacu keluarnya lateks tidak bisa diaplikasikan pada semua pohon karet. Pohon karet yang sudah memasuki TM 3 dapat diberikan stimulasi dengan catatan pohon tersebut dalam keadaan sehat, daun sudah berwarna hijau dan layu setelah musim gugur. Bahan yang digunakan untuk stimulasi adalah Ethrel 1 cc – 2 cc perpohon dan konsentrasi untuk TM muda / taruna 1,5% – 2,0% dan untuk TM dewasa / tua 2,5%. Aplikasi stimulasi yang dilakukan adalah grove application, dengan aplikasi satu kali setiap dua minggu.
4. Pengawasan Kualitas Sadap
Agar umur ekonomis tanaman dapat tercapai yakni 25-30 tahun dengan produksi yang diperoleh tetap tinggi, kualitas sadapan harus diutamakan dan harus dilakukan kontrol tiap bulan.
5. Sistem Premi
Premi dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan penyadap dan merangsang penyadap untuk mendapatkan lateks lebih perharinya dan produksi di pabrik dapat meningkat.
Syarat mendapatkan premi penentuannya adalah menentukan rata-rata per tapper pada blok tertentu tahun lalu dari perkembangan terakhir hari kerja minimal 20 hari dan nilai kualitas sadap minimal 175 point tetapi jika syarat tersebut tidak dapat dipenuhi maka premi hilang.
6. Sistem Pengaturan Tenaga Kerja
Untuk menghindari hanca yang tidak tersadap maka digunakan sistem armada, jadi dalam 30 penyadap dibutuhkan 5 penyadap armada. Ada dua macam tenaga penyadap yaitu pekerja harian tetap (PHT) dan pekerja harian lepas (PHL). Perbedaannya PHL tidak memiliki hari libur, sedangkan PHT memiliki hari libur yaitu satu minggu sekali dan cuti 12 hari dalam 1 tahun. Pelaksanaan absensi dilakukan setiap pagi sebelum pelaksanaan penyadapan (roll sadap) yang dilakukan oleh mandor sadap di masing-masing bloknya.

7. Pengangkutan Hasil
Sistem pengumpulan lateks yang digunakan adalah “john collection” yang memberikan keuntungan bagi penyadap karena tempatnya dekat dengan hanca sehingga tidak banyak tenaga kerja yang digunakan. Hasil lateks dikumpulkan pada jemblung ditobong, setelah itu pengawas mencatat dan dilakukan kalibrasi untuk mengecek ulang volume lateks yang didapat. Penyaringan lateks dilakukan di TPH, sedangkan pencatatan volume lateks dilakukan di setiap penyadap, dan pengangkutan hasil dari TPH dengan tangki dan truk dibawa ke pabrik.

I. Pengolahan
1. Penerimaan Bahan oleh Crumb Rubber
Bahan olah untuk crumb rubber diterima oleh pabrik (PT. Indo Java Rubber Planting) berupa lateks, lump putih dan lump mangkok. Sedangkan bahan yang diterima tersebut akan diproses menjadi produk SIR 3L, SIR 5, SIR 10 dan SIR 20.
Penerimaan ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas bahan baku, sehingga nantinya dapat dipertanggungjawabkan. Penerimaan dilakukan oleh petugas pabrik. Untuk pencatatan dilakukan oleh mandor kawal lateks pada pengantar lateks. Untuk lateks penerimaan dilakukan di bak penerimaan dengan menggunakan alat berupa colokan dan saringan lateks yang telah dilengkapi dengan talang. Colokan berfungsi untuk mengukur volume lateks yang diterima, sedangkan saringan untuk mencegah masuknya kontaminan seperti tatal, daun karet dan lump putih yang mungkin terbawa, lateks yang masuk harus dipastikan tidak prakoagulasi.
Untuk penerimaan bahan baku olah berupa lump putih dan lump mangkok diawali dengan penimbangan di penerimaan lalu penilaian secara visual. Apabila bahan baku olah yang diterima tidak masuk spesifikasi yang ditentukan oleh pabrik maka bahan olah tersebut bisa ditolak. Kemudian hasil penerimaan dicatat oleh petugas sebagai acuan untuk pengolahan, perhitungan rendamen dan penyelesaian administrasi.
2. Pengenceran
Pengenceran sodium metabisulfit untuk bahan olah lateks dilakukan secara bertahap yaitu setiap 1 kg dalam 20 liter air dengan konsentrasi 5%. Cara pengenceran yaitu dengan melarutkan setiap 1 kg bahan ke dalam 20 liter air sambil diaduk hingga merata dan larut. Jumlah sodium yang diencerkan sama dengan 0,6 /kilogram kering. Setelah pengenceran sodium metabisulfit selesai, hasil pengenceran dituangkan perlahan-lahan ke dalam bak penerimaan yang diaduk dengan mixer secara perlahan.
3. Pembekuan
Pembekuan lateks bahan olah SIR 3L dan SIR 5 diawali dengan mengalirkan lateks dari bak penerimaan ke bak koagulasi (trough) melalui talang secara bertapah. Tinggi lateks yang masuk ke trough diukur dengan alat colok dan lubang aliran lateks pada talang dihentikan untuk dialihkan ke bak koagulasi yang lain, bila tinggi lateks telah mencapai 24 cm, jika produksi tinggi, tingginya lateks bisa melebihi 24 cm. Bahan pembeku yang sudah diencerkan diambil sebanyak 2 jerigen untuk diletakkan masing-masing 1 jerigan pada ujung dan bagian tengah bak koagulasi. Bahan pembeku disiramkan ke bak koagulasi lalu diaduk 6-10 kali atau dihentikan apabila lateks mulai membeku. Lama pembekuan di bak koagulasi kurang lebih 16 jam, kecuali kondisi mendesak akan digiling langsung.
4. Penggilingan Mobile Crusher
Untuk memudahkan proses pengolahan dan mengurangi kotoran lateks yang telah membeku, lump putih, scrap dan lump mangkok digiling menjadi compo. Adapun cara penggilingannya adalah sebagai berikut :
a. Trough yang berisi lateks yang telah membeku diisi air sampai koagulump naik
b. Mobile crusher dihidupkan lalu koagulump dimasukkan dan hasil gilingan diletakkan pada conveyer 3
c. Hidupkan semua mesin pengolahan, bersihkan crepper 1 dan 2, lalu masukkan hasil gilingan ke crepper 2 dengan hasil gilingan tebal 0,6-0,8 cm. Selanjutnya melalui conveyer 3 akan masuk secara otomatis ke crepper 1 dengan hasil gilingan tebal 0,4-0,6 cm. Untuk bahan baku lump mangkok, lump putih, scrap sebelum masuk crepper 1 dan 2 dicacah dahulu, di pre breaker, lalu di penggilingan (battery comp)
5. Peremahan
Merupakan proses merubah lembaran karet menjadi butiran-butiran karet yang remah, guna mempercepat proses pengeringan. Adapun cara peremahannya adalah dengan mengisi bak dengan air, lalu mesin crumbpum dan sredder dihidupkan. Hasil remahan halus langsung dimasukkan ke dalam bak secara bertahap dan tidak boleh ditekan. Untuk menghilangkan serum dan busa disiram dengan air. Dinding bak / trolly bagian luar sebelah ujung ditulis nomor urut, mutu SIR, dan tanggal pengeringan. Urut-urutan proses peremahan adalah SIR 3L, SIR 5, dan SIR 10.
6. Pengeringan
Karet remah dimasukkan ke dalam mesin pengering dengan interval waktu 15-20 menit, dengan lama waktu pengeringan 3 jam pada suhu 110oC – 120oC, sehingga kadar air 0,4-0,6% yang menjadikan karet tahan lama. Sebelum dryer remahan yang keluar akan mengalami proses pendinginan sehingga suhu menjadi + 40oC, kemudian remahan yang kering akan keluar. Kemudian remahan yang kering akan keluar. Tarik trolly yang keluar ke meja bundar, ambil ball cake dengan ganju pengait dan letakkan di atas meja dengan sistem FIFO (First In First Out).
7. Penimbangan, Penempaan, Sortasi, dan Penyimpanan
Penimbangan menggunakan mesin timbang elektrik sehingga cepat, mudah dan hasilnya akurat dengan berat satu bandella 35 kg serta ukuran bandella 70 x 35 x 15 cm. Pengepresan menggunakan alat hidrolik tipe twine box dengan kapasitas 50 bandella / 1750 kg / jam.
Agar mutu karet terjaga dari kontaminasi kotoran dan karet mentah setiap bandella disortasi dengan membuang kotoran yang menempel, karet mentah dan kotoran lainnya. Bandella yang telah terseleksi diberi nomor, dibungkus dengan plastik tipis dan siap dikemas.
Pengemasan dan penyimpanan dimaksudkan agar kualitas bandella tidak terkontaminasi terjadi penurunan sifat plastisitas dan warna. Pengemasan menggunakan peti jumbo pallete yang berisi 36 ball dengan berat bersih 1.260 kg. Kemudian diambil sampel nomor 9, 18, 27, dan 36 untuk mengetahui kebenaran mutu yang telah ditentukan.
Penyimpanan diletakkan di area yang telah ditetapkan laboratorium dan selanjutnya dapat dilakukan pengiriman bila ada permintaan dari konsumen (eksport) dengan 1 DN (Desember – November) berisi 18 peti pallete (12.600 ton) crumb rubber.
8. Pengujian Laboratorium
Hasil produksi dari pabrik diuji terlebih dahulu melalui pengujian laborat untuk mengetahui mutu karet tersebut dalam mutu SIR 3L, SIR 5, SIR 10, SIR 20 atau low grade. Cara proses pengujian mutu karet SIR yaitu dengan pengambilan sampel yang bertujuan untuk mengetahui penetapan pengujian laboratorium. dengan cara mengambil contoh uji yang dapat mewakili sejumlah produksi. Selain itu dengan penyeragaman contoh (homogenesis) adalah satu cara untuk mendapatkan contoh uji yang seragam.
Dengan penetapan pengujian kadar kotoran (DIRT TEST) pengujian ini bertujuan untuk mengetahui benda asing yang tidak larut dalam terpenting mineral dan tidak dapat melewati / lolos pada saringan 325 mesh. Ada juga penetapan pengujian kadar abu (ash content), pengujian untuk mengetahui benda asing bukan karet yang tidak habis terbakar suhu 550oC selama 2 jam di dalam Nuffle Furnace, sampel yang diambil 5 gram. Penetapan pengujian Plasticity Rotention Indek (PRI), penetapan ini dilakukan untuk mengukur ketahanan karet terhadap digradasi (pemecahan) oleh oksidasi pada suhu tinggi 140oC + 0,2oC. Pengujian ini meliputi plastisitas wallace dari potongan uji sebelum dan sesudah pemanasan di dalam oven. Penetapan pengujian warna (lavibond scale) yaitu pengujian warna hanya dilakukan untuk jenis mutu SIR 3L, karena jenis karet ini harus memiliki indeks warna yaitu : kecil (biasanya akna digunakan untuk barang jadi yang putih), tembus cahaya, dan berwarna merah.

J. Pemasaran
Setelah lateks diolah menjadi karet siap untuk dijual, yang telah diuji terlebih dahulu kualitas dan mutunya, kemudian karet yang sudah menjadi barang setengah jadi itu dikirim ke pusat yaitu di Jakarta. Pemasaran dilakukan oleh Kantor Pusat di Wisma BCG Lt. 8 Jl. Abdul Muis No. 40 PO BOX 2050 Jakarta 10001.
Daerah pemasarannya meliputi daerah Jawa, luar Jawa, bahkan diekspor ke negara Singapura, Jepang, dan Korea.

BAB IV
ANALISIS DATA

Bab ini menjelaskan analisis hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karet pada petani mitra usaha PT. J. A Wattie yang meliputi, jumlah tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah. Pembahasan analisis hasil penelitian ini dengan menggunaakan analisis regresi linier berganda, uji hipotesis dan bagian akhir pengujian asumsi klasik.
A. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh jumlah tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah terhadap hasil produksi karet pada petani mitra usaha PT. J.A. Wattie di Desa Pegadingan. Adapun bentuk persamaan regresinya sebagai berikut :
LnY = a + b1Lnx1+ b2Lnx2 + b3Lnx3 + b4Lnx4 + b5Lnx5 + E
Dimana :
LnY = Variabel Produksi (Rp)
a = Konstanta
LnX1 = Jumlah tenaga kerja
LnX2 = Luas lahan
LnX3 = Pupuk
LnX4 = Modal
LnX5 = Upah
E = penyimpangan yang mungkin terjadi
b1, b2, b3, b4 = Koefisien regresi
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan bantuan komputer pada program SPSS Windows release 11.0 diperoleh hasil analisis regresi sebagai berikut :
Tabel 4.1
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Variabel Koefisien Regresi Standar Error t hitung Signifikan t
X1 (Luas lahan) 0,242 0,090 2,675 0,006
X2 (Pupuk) 0,210 0,049 4,299 0,001
X3 (Jumlah tenaga kerja) 0,152 0,054 2,837 0,001
X4 (Modal) 0,127 0,059 2,152 0,003
X5 (Upah) 0,276 0,078 3,541 0,002
Konstanta = 7,824
Adj. R Square = 0,954
R Square = 0,973
R = 0,998
F = 2351,537
Sig. F = 0,000
Sumber : Data primer diolah
Sehingga diperoleh model persamaan sebagai berikut :
Y = 7,824+0,242LnX1+0,210LnX2+0,152LnX3+0,127 LnX4 + 0,276Ln X5+e
Adapun arti dari masing-masing koefisien regresi tersebut adalah sebagai berikut :
a = 7,824 anti Ln 2.499,885 artinya jika variabel luas lahan, pupuk, jumlah tenaga kerja dan modal sama dengan nol maka produksi yang diterima sebesar 2.499,885.
b1 = 0,242 artinya jika terjadi kenaikan luas lahan sebesar 1 %, maka produksi akan naik rata-rata sebesar 0,242% dengan asumsi variabel lain tetap. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan luas lahan menyebabkan naiknya produksi.
b2 = 0,210 artinya jika terjadi kenaikan pupuk sebesar 1 %, maka produksi akan naik rata-rata sebesar 0,210% dengan asumsi variabel lain tetap. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan pupuk menyebabkan naiknya produksi.
b3 = 0,152 artinya jika terjadi kenaikan jumlah tenaga kerja sebanyak 1%, maka produksi akan naik rata-rata sebesar 0,152% dengan asumsi variabel lain tetap. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan jumlah tenaga kerja menyebabkan naiknya produksi.
b4 = 0,127 artinya jika terjadi kenaikan modal sebesar 1 %, maka produksi akan naik rata-rata sebesar 0,127% dengan asumsi variabel lain tetap. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan modal menyebabkan naiknya produksi.
b5 = 0,276 artinya jika terjadi kenaikan upah sebesar 1 %, maka produksi akan naik rata-rata sebesar 0,276% dengan asumsi variabel lain tetap. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan upah menyebabkan naiknya produksi.
Selanjutnya akan dilakukan uji statistik yaitu uji signifikansi variabel independen terhadap variabel dependen yang terdiri dari uji t, Uji F dan uji koefisien determinasi (R2). Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,998, yang mendekati +1. Hal ini berarti bahwa variabel independen (luas lahan, pupuk, jumlah tenaga kerja, modal dan upah) mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan hasil produksi karet di Perkebunan Karet Desa Pegadingan. Sedangkan dalam perhitungan koefisien determinasi diperoleh hasil sebesar 0,973 yang berarti bahwa variabel independen (luas lahan, pupuk, jumlah tenaga kerja, modal dan upah) dalam model menjelaskan variasi indeks produksi sebesar 97,3% dan sisanya sebesar 2,7% dijelaskan oleh faktor atau variabel lain di luar model.
1. Pengujian Secara Serentak (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen. Dalam pengujian ini telah dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 =0 berarti secara simultan tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Ha : b1  b2  b3  b4  b5 0 berarti secara simultan ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Kriteria pengujian :
Nilai F-hitung diperbandingkan dengan nilai F-tabel (dengan tingkat signifikansi 5% ( = 5%) dan derajat kebebasan df pembilang k – 1 = 5 dan df penyebut n – k = 24, sehingga F-tabel bernilai 2,62 maka :
Jika F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, atau p < 0,05
Jika F-hitung < F-tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, atau p > 0,05
Daerah penerimaan dan penolakan Ho ditunjukkan dalam gambar sebagai berikut :

Gambar 4.1
Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho Untuk Uji F

Dari hasil perhitungan yang ditunjukkan dalam print out komputer diperoleh nilai F-hitung sebesar 2351,537 dengan signifikansi F sebesar 0,000. Dari angka tersebut berarti F-hitung (2351,537) lebih besar daripada F-tabel (2,62) atau p < 0,05 (0,000 < 0,05) maka keputusannya menolak Ho dan menerima Ha. Dengan demikian secara simultan kelima variabel independen yaitu variabel luas lahan (X1), pupuk (X2), jumlah tenaga kerja (X3), modal (X4) dan upah (X5) secara bersama-sama signifikan mempengaruhi produksi (Y).
2. Pengujian Secara Individual (Uji t)
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa uji t ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Dari hasil perhitungan dengan komputer diperoleh nilai t-hitung seperti disajikan dalam tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2
Hasil Uji t
Variabel Independen Koefisien Regresi t-hitung t-tabel
 = 5% Signifikansi
X1 0,242 2,675 2,064 0,006
X2 0,210 4,299 2,064 0,001
X3 0,152 2,837 2,064 0,001
X4 0,127 2,152 2,064 0,003
X5 0,276 3,541 2,064 0,002
Sumber : Data primer diolah (2004)
Untuk mengetahui signifikansi dari masing-masing variabel telah ditetapkan hipotesis sebagai berikut :
Ho : bi = 0 berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen.
Ha : bi  0 berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen.
Nilai t-hitung dibandingkan dengan nilai t-tabel dengan uji dua sisi (dengan tingkat signifikansi 5% (= 0,05) dan derajat kebebasan (df = n-k) 24, sehingga t-tabel bernilai + 2,064), maka :
Ho ditolak jika t-hitung berada di daerah penolakan Ho, atau p < 0,05 Ho diterima jika t-hitung berada di daerah penerimaan Ho, atau p > 0,05
a. Pengujian Terhadap Variabel Luas lahan (X1)
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh print out komputer (hasil terlampir) diperoleh nilai t-hitung sebesar 2,675. Dengan melihat posisi nilai t-hitung (2,675) lebih besar dari t-tabel (2,064), maka nilai t-hitung berada di daerah penolakan Ho sehingga keputusannya menolak Ho dan menerima Ha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan luas lahan terhadap produksi.

Gambar 4.2
Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Luas lahan
b. Pengujian Terhadap Variabel Pupuk (X2)
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh print out komputer (hasil terlampir) diperoleh nilai t-hitung sebesar 4,299. Dengan melihat posisi nilai t-hitung (4,299) lebih besar dari t-tabel (2,064), maka nilai t-hitung berada di daerah penolakan Ho sehingga keputusannya menolak Ho dan menerima Ha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan pupuk terhadap produksi.

Gambar 4.3
Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Pupuk
c. Pengujian Terhadap Variabel Jumlah Tenaga Kerja (X3)
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh print out komputer (hasil terlampir) diperoleh nilai t-hitung sebesar 2,837 Dengan melihat posisi nilai t-hitung (2,837) lebih besar dari t-tabel 2,064, maka nilai t-hitung berada di daerah penolakan Ho sehingga keputusannya menolak Ho dan menerima Ha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan jumlah tenaga kerja terhadap produksi.

Gambar 4.4
Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Jumlah Tenaga Kerja
d. Pengujian Terhadap Variabel Modal (X4)
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh print out komputer (hasil terlampir) diperoleh nilai t-hitung sebesar 2,152 Dengan melihat posisi nilai t-hitung (2,152) lebih besar dari t-tabel (2,064), maka nilai t-hitung berada di daerah penolakan Ho sehingga keputusannya menolak Ho dan menerima Ha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara modal terhadap produksi.

Gambar 4.4
Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Modal

e. Pengujian Terhadap Variabel Upah (X5)
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh print out komputer (hasil terlampir) diperoleh nilai t-hitung sebesar 3,541, dengan melihat posisi nilai t-hitung (3,541) lebih besar dari t-tabel (2,064), maka nilai t-hitung berada di daerah penolakan Ho sehingga keputusannya menolak Ho dan menerima Ha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara upah terhadap produksi.

Gambar 4.5
Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Upah

C. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Autokorelasi
Adanya autokorelasi dan standar error yang besar menyebabkan terjadinya bias atau penyimpangan yaitu dengan cara membandingkan nilai t-hitung dengan tabel standarized normal distribution. Terdapat atau tidaknya autokorelasi dengan melihat prosedur uji statistik Durbin Watson test dari hasil regresi yang dilakukan.
– Dengan uji dua ujung yaitu Ho adalah tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif
– Kriteria : Ho ditolak jika d < dL atau d > (4-dL)
Ho diterima jika dU < d < (4-dU)
– Dari hasil regresi diperoleh nilai dW = 1,898 dengan n = 30 serta taraf nyata () 5% maka nilai dL = 1,01 dU = 1,85 sehingga (4-dU) = 2,15 dan (4-dL) = 2,99.

Gambar 4.6
Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho
Untuk Uji Autokorelasi

Berdasarkan gambar di atas, maka nilai Durbin-Watson test (1,898) berada di daerah penerimaan Ho sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak terjadi autokorelasi.

2. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah peristiwa yang terjadi pada model regresi, bila dua atau lebih variabel bebas bergerak bersama dalam satu pole yang sama. Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah persamaan regresi yang dilakukan mengandung asumsi klasik atau tidak, dimana terjadi hubungan yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel bebas. Berdasarkan Klein’s Rule of Thumb, jika nilai R2 regresi awal lebih besar daripada nilai R2 dari regresi antar variabel penjelas maka multikolinearitas dapat diabaikan.
Tabel 4.3
Hasil Uji Multikolinearitas
Regresi antar variabel bebas r2 R2 Keterangan
rx1,x2 0,496 0,973 Tidak ada multikolinearitas
rx1,x3 0,221 0,973 Tidak ada multikolinearitas
rx1,x4 0,483 0,973 Tidak ada multikolinearitas
rx1,x5 0,472 0,973 Tidak ada multikolinearitas
rx2,x3 0,575 0,973 Tidak ada multikolinearitas
rx2,x4 0,319 0,973 Tidak ada multikolinearitas
rx2,x5 0,308 0,973 Tidak ada multikolinearitas
rx3,x4 0,487 0,973 Tidak ada multikolinearitas
rx3,x5 0,224 0,973 Tidak ada multikolinearitas
rx4,x5 0,318 0,973 Tidak ada multikolinearitas
Sumber : Data Primer diolah
Melihat dari hasil korelasi dan nilai toleransi per variabel maka dapat dijelaskan bahwa Nilai korelasi antar variabel independen terhadap variabel independen yang lain tidak terjadi multikolinieritas. Hal tersebut disebabkan nilai rx1x2 dan seterusnya (antar variabel independen) lebih kecil dari nilai R2yx1 x2 x3 x4 (nilai R2 regresi awal).
3. Uji Heteroskedastisitas
Korelasi adanya heteroskedastisitas adalah biasnya varians sehingga uji signifikansi menjadi tidak valid dengan adanya pengaruh individu yang dipisahkan. Berdasarkan uji Park cara yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas antar variabel adalah :

a. Menentukan hipotesis
Ho diterima jika t hitung < t tabel, artinya dalam persamaan regresi tidak terjadi heteroskedastisitas Ho ditolak jika t hitung > t tabel, artinya dalam persamaan regresi terjadi heteroskedastisitas
b. Menentukan nilai kritis dengan  = 5%, derajat kebebasan n – k = 18 maka diperoleh t-tabel sebesar 2,064
c. Mencari t-hitung dengan menggunakan Rank Spearman, yang didefinisikan dengan 1-R2 xi
Selanjutnya nilai t-hitung yang dihasilkan dari masing-masing variabel dibandingkan dengan t-tabel (dengan tingkat signifikansi 5% ( = 5%) dan derajat kebebasan (df (n – k)) = 24, sehingga t-tabel 2,064). Jika nilai t-hitung lebih kecil dari t-tabel, maka dalam model tidak terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya jika t-hitung lebih besar dari t-tabel maka terjadi heteroskedastisitas.
Dari hasil uji Park yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh hasil t-hitung sebagai berikut :
Tabel 4.4
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel t-hitung t-tabel
RlnX1 0,612 2,064
RlnX2 1,646 2,064
RlnX3 -0,630 2,064
RlnX4 -0,467 2,064
RlnX5 -1,046 2,064
Sumber : Data primer diolah

Dari tabel 4.4 di atas dapat dilihat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengujian tenaga kerja (X1) diperoleh t-hitung sebesar 0,612. Karena nilai t-hitung < t-tabel (2,064), maka Ho diterima yang berarti tidak terdapat heteroskedastisitas.
b. Pengujian luas lahan (X2) diperoleh t-hitung sebesar 1,646. Karena nilai t-hitung < t-tabel (2,064), maka Ho diterima yang berarti tidak terdapat heteroskedastisitas.
c. Pengujian pupuk (X3) diperoleh t-hitung sebesar -0,630, karena nilai t-hitung < t-tabel (2,064), maka Ho diterima yang berarti tidak terdapat heteroskedastisitas.
d. Pengujian modal (X4) diperoleh t-hitung sebesar -0,467, karena nilai t-hitung < t-tabel (2,064), maka Ho diterima yang berarti tidak terdapat heteroskedastisitas.
e. Pengujian upah (X3) diperoleh t-hitung sebesar -1,046, karena nilai t-hitung < t-tabel (2,064), maka Ho diterima yang berarti tidak terdapat heteroskedastisitas.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karet pada petani mitra usaha PT. J. A WATTIE di desa Pegadingan Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap yang meliputi, jumlah tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah. Berdasarkan analisis yang dijelaskan dalam Bab IV peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil analisis regresi maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Y = 7,824 + 0,242LnX1+ 0,210LnX2 + 0,152LnX3 + 0,127LnX4 + 0,276 LnX5+e
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan :
a. a = 7,824 anti Ln 2.499,885 artinya jika variabel tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah sama dengan nol maka produksi yang diterima sebesar 2.499,885.
b. b1 = 0,242, menunjukkan bahwa kenaikan tenaga kerja menyebabkan naiknya hasil produksi.
c. b2 = 0,210, menunjukkan bahwa kenaikan luas lahan menyebabkan naiknya hasil produksi.
d. b3 = 0,152, menunjukkan bahwa kenaikan pupuk menyebabkan naiknya hasil produksi.
e. b4 = 0,127, menunjukkan bahwa kenaikan modal menyebabkan naiknya hasil produksi.
f. b5 = 0,276, menunjukkan bahwa kenaikan upah menyebabkan naiknya hasil produksi.
2. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap hipotesis, maka dapat disimpulkan bahwa variabel tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah berpengaruh signifikan terhadap produksi karet yang ditunjukkan dengan nilai F-hitung (2351,537) lebih besar daripada F-tabel (2,62) sehingga hipotesis terbukti.
3. Hasil uji signifikansi t (secara parsial) juga menunjukkan bahwa dari kelima variabel independen yang meliputi tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah berpengaruh signifikan terhadap produksi karet dengan nilai t masing-masing sebesar masing-masing sebesar 2,675 (untuk variabel tenaga kerja), 4,299 (untuk variabel luas lahan), 2,837 (untuk variabel pupuk), 2,152 (untuk variabel modal), serta 3,541 (untuk variabel upah).
4. Hasil perhitungan perhitungan koefisien determinasi diperoleh hasil sebesar 0,973 yang berarti bahwa variabel independen (tenaga kerja, luas lahan, pupuk, ,modal dan upah) dalam model menjelaskan variasi indeks produksi sebesar 97,3% dan sisanya sebesar 2,7% dijelaskan oleh faktor atau variabel lain di luar model.
5. Berdasarkan uji asumsi klasik, dapat diketahui bahwa dalam model tidak terjadi autokorelasi, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.
6. Dari hasil penelitian, diketahui penggunaan faktor produksi (tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah) yang paling berpengaruhi adalah luas lahan.

B. Saran
Berdasarkan hasil temuan-temuan yang diperoleh dan terlepas dari implikasi yang telah diberikan, penelitian ini masih memiliki sejumlah keterbatasan. Oleh karena itu peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1. Dengan diketahuinya pengaruh dari tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah maka pihak perkebunan Ciseru-Cipari harus lebih memperhatikan penggunaan faktor-faktor tersebut sehingga akan dapat meningkatkan produksi karet.
2. Upah yang selama ini diberikan harus memenuhi prinsip keadilan, sesuai dengan ketentuan pemerintah yang telah ditentukan dan layak bagi setiap karyawan karena upah merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan produksi karet, sehingga dengan penentuan sistem upah yang tepat bagi karyawan juga dapat meningkatkan loyalitas karyawan. Dengan demikian akan meningkatkan produksi karet dan akan menguntungkan pihak perkebunan.

3. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini masih sangat terbatas karena peneliti hanya menggunakan lima variabel independen yaitu tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah sehingga kontribusi peneliti ini masih sangat terbatas. Untuk itu diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk menggunakan variabel yang lebih luas sehingga dapat memberikan kontribusi secara optimal bagi perusahaan.
4. Peneliti masih menggunakan subyek penelitian yang terbatas dimana sampel yang digunakan dalam penelitian hanya mencakup 30 petani karet. Untuk itu penelitian mendang diharapkan dapat menggunakan sampel penelitian yang lebih banyak dan cakupan obyek penelitian yang lebih luas sehingga implikasi dan kontribusi penelitian mendatang dapat digeneralisasikan dengan lebih baik.