Sejarah Bangunan Tinggi Di Indonesia

Sejarah Bangunan Tinggi Di Indonesia  | Perkembangan teknologi yang pesat, menyebabkan kemajuan di beberapa bidang diantaranya di bidang konstruksi. Hal tersebut dapat dilihat dari banyak berdirinya bangunan-bangunan bertingkat tinggi pada kota-kota besar di dunia. Tidak hanya itu, dewasa ini juga kian marak berdiri bangunan-bangunan pencakar langit.

Bangunan tinggi adalah bangunan atau struktur tinggi. Bangunan tinggi berdasarkan beberapa standar berkisar antara 75 kaki sampai 491 kaki (23 m hingga 150 m). Sedangkan bangunan yang lebih dari 492 kaki atau 150 m disebut bangunan pencakar langit. Tinggi rata-rata satu tingkat adalah 13 kaki atau 4m (Mappaturi, 2009).

Bangunan tinggi dan bangunan pencakar langit dalam masa perkembangannya dibagi dalam 3 (tiga) periode. Periode pertama dibangun tahun 1894 di Chicago yaitu Reliance Building yang merupakan gedung 15 lantai dengan tinggi 61 m dan sebagian besar strukturnya menggunakan batu. Periode yang kedua dimulai pada tahun 1930 di New York yaitu pada pembangunan Woolworth Building (57 lantai dengan tinggi 241 m) dan Chrysler Building (77 lantai dengan tinggi 319 m) yang telah menggunakan bahan bangunan yang kuat dan ringan (baja) dan lift mekanik. Sedangkan periode ketiga yang merupakan periode bangunan tinggi yang menggunakan beton bertulang. Seperti pembangunan World Trade Centre (110 lantai dengan tinggi 417 m )pada tahun 1972 di New York, Sears Tower (108 lantai dengan tinggi 442m) di Chicago tahun 1974 dan Twin Towers (88 lantai dengan tinggi 452 m) pada tahun 1996 di Kuala Lumpur.

Di Indonesia, pembangunan bangunan tinggi pertama selesai dilaksanakan pada tahun 1962 di Jakarta yaitu pada pembangunan Hotel Indonesia  16 lantai yang merupakan karya dari arsitek Amerika yang bernama Abel Sorensen dan Wendy Sorensen. Kemudian disusul pembangunan Wisma Nusantara dengan jumlah lantai 30 lantai dan tinggi 117 m, yang merupakan karya dari arsitek Jepang yang dalam perencanaan pembangunannya telah menerapkan teknologi tahan gempa.

Selain kedua bangunan diatas, di Jakarta telah berdiri lebih dari 800 bangunan tinggi dengan bangunan tertingginya adalah BNI 46 (51 lantai) yang tingginya 262 m. Selain itu pembangunan bangunan tinggi di Indonesia tidak hanya dilaksanakan di Jakarta saja, tetapi sudah dilaksanakan di kota-kota lain. Seperti Adhiwangsa Tower di Surabaya terdiri dari 2 (dua) tower yang berfungsi sebagai apartemen dan hotel yang memiliki 42 lantai, JW Mariot di Medan memiliki 28 lantai, Batam City Condominium di Batam dengan 27 lantai dan tinggnyai 128 m, Menara Bosowa di Makasar memiliki 23 lantai dan tingginya 120 m, Solo Paragon di Solo dengan 23 lantai dan tingginya 109 m, Menara Bahtera di Balikpapan memiliki 21 lantai dan tingginya 74 m, Galeri Ciumbuleuit 2 di Bandung dengan 35 lantai, Hotel Aryaduta di Palembang memiliki 18 lantai, Hotel Abadi Suite di Jambi dengan 18 lantai dan di Semarang.

Kota Semarang sendiri sudah mempunyai lebih dari 30 bangunan yang tergolong bangunan tinggi. Diantaranya Apartemen Mutiara Garden yang mempunyai jumlah lantai 20 lantai dan 1 basement, Hotel Gumaya dan Menara Suara Merdeka memiliki jumlah lantai 17 lantai, Hotel Horison yang memiliki jumlah lantai 14 lantai, Kantor Gubernur Jawa Tengah, Paragon Mall dan Crowne Plaza Hotel, serta Rumah Sakit Telogorejo mempunyai jumlah lantai 13 lantai, dll. Dan saat ini sedang dilakukan pembangunan apartemen, hotel, rumah sakit dan lain sebagainya.

Daftar Pustaka

Mappaturi, (2009), Sejarah Perkembangan Bangunan Tinggi, (https://mappaturi.wordpress.com/2009/11/12/sejarah-perkembangan-bangunan-tinggi, diakses 12 Nopember 2009)