Referat Stroke Infark

Referat Stroke Infark

BAB I
STROKE

1.1 Definisi
Stroke terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak terganggu atau sangat berkurang, sehingga jaringan otak kekurangan oksigen dan makanan. Dalam beberapa menit, sel-sel otak mulai mati. (Mayo,2014)
Kata stroke merupakan istilah inggris yang berarti pukulan, pada istilah kedokteran stroke sendiri digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis atau hemiparalisis akibat lesi vascular yang bisa muncul dalam beberapa detik sampai hari, tergantung dari jenis penyakit kausanya. Sebagaimana dijelaskan bahwa terdapat bagian otak yang secara tiba-tiba tidak mendapat jatah darah lagi karena arteri yang menyuplai daerah itu mengalami sumbatan atau terputus. Penyumbatan itu bisa terjadi secara mendadak, secara berangsur-angsur ataupun tiba-tiba namun berlangsung hanya sementara (Sidharta, 2010).
Menurut Bahrudin sediri, stroke merupakan suatu sindroma yang ditandai dengan gangguan fungsi otak, fokal atau global, yang timbul mendadak, berlangsung lebid dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa penyebab yang jelas selain vaskular. Jadi stroke adalah kelainan jaringan otak yang disebabkan oleh gangguan aliran darah. (Bahrudin, 2013)
Menurut WHO, stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu.

1.2 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang meninggal akibat stroke. Jumlah ini merupakan 9,5% dari seluruh kematian di dunia. Selain itu stroke juga mengakibatkan kecatatan. Pada tahun 1999, 50 juta orang mengalami kecatatan akibat stroke (Bahrudin,2013). Di Amerika stroke merupakan penyebab kematian nomer tiga dan terdapat 750.000 orang terserang stroke (Davis, 2005).
Data stroke di Indonesia menunjukan peningkatan terus baik dalam hal kejadian, kecatatan, maupun kematian. Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55 th) dan 26,8 % (umur 55-64 th), dan 23,5% (umur >65th). Kejadian stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecatatan 4,3% dan semakin memberat, penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita perempuan. (Misbach et al, 2011)
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan. Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non-hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37% dan stroke embolik ± 60%. Presentasi stroke hemoragik hanya sebanyak 15-35%. ± 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan ±5-15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik mencapai 20-30%.
Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-54 tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun dan 95 per 1000 orang pada rentang usia 75-84 tahun. Presentasi kematian mencapai 40-60%.

1.3 Klasifikasi
A. Pembagian stroke berdasar gambaran manifestasi klinis :
• TIA (Transient Ischemic Attack)
Gambaran defisit neurologis secara tiba-tiba, defisit tersebut hanya berlangsung sementara (tidak lebih dari 24 jam) dan disfungsi fokalnya bersifat reversibel.
• Stroke in Evolution
Menggambarkan perkembangan defisit neurologis yang berlangsung secara bertahap dan berangsur-angsur dalam beberapa jam sampai 1 hari.
• RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)
Disfungsi fokal yang reversibel dalam waktu lebih dari 24 jam.
• Completed Stroke
Dibagi menjadi dua yaitu hemoragik dan non-hemoragik.
Merupakan kasus hemiplegia yang disajikan pada tahap dimana tubuh penderita sudah mengalami kelumpuhan sesisi yang tidak memperlihatkan progresi lagi.
B. Pembagian stroke berdasar sifat gangguan aliran darah :
• Non Hemoragik (iskemik)
Dibagi menjadi dua yaitu thrombosis dan emboli.
• Hemoragik
Dibagi menjadi dua yaitu subarachnoidal dan intraserebral.

1.4 Etiologi
Stroke terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau berkurang . Hal ini membuat otak kekurangan oksigen dan nutrisi , yang dapat menyebabkan sel-sel otak untuk mati . (Mayo,2014)
Stroke dapat disebabkan oleh arteri yang tersumbat ( stroke iskemik ) atau pembuluh darah bocor atau pecah ( stroke hemoragik ) . Beberapa orang mungkin mengalami gangguan sementara aliran darah melalui otak mereka ( transient ischemic attack , atau TIA ) . (MayoClinic team,2014)
1. Stroke Iskemik
Sekitar 85 persen dari stroke adalah stroke iskemik . Stroke iskemik terjadi ketika arteri ke otak Anda menjadi menyempit atau tersumbat , yang menyebabkan aliran darah sangat berkurang ( iskemia ) . Stroke iskemik yang paling umum termasuk :
a. Stroke trombotik : Stroke trombotik terjadi ketika gumpalan darah ( thrombus ) terbentuk di salah satu arteri yang memasok darah ke otak Anda . Bekuan darah dapat disebabkan oleh timbunan lemak ( plak ) yang menumpuk di arteri dan menyebabkan aliran darah berkurang ( aterosklerosis ) atau kondisi arteri lainnya .
b. Stroke embolik . Stroke emboli terjadi ketika gumpalan darah atau bentuk puing-puing lain yang asalnya bukann dari otak (biasanya dalam jantung) dan ikut mengalir dalam aliran darah dan dapat mengenai arteri otak sehingga pembuluh darah di otak menjadi terhambat. Jenis bekuan darah disebut embolus .
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di otak mengalami kebocoran atau pecah . Perdarahan otak dapat disebabkan oleh banyak kondisi yang mempengaruhi pembuluh darah , termasuk tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol ( hipertensi ) dan dinding pembuluh darah yang inadekuat ( aneurisma ) .
Penyebab kurang umum dari perdarahan adalah pecahnya pembuluh darah berdinding tipis yang abnormal ( malformasi arteriovenosa ). Jenis stroke hemoragik meliputi:
a. Perdarahan intraserebral : pembuluh darah di otak pecah dan keluar ke dalam sel-sel otak dan disekitar jaringan otak . Tekanan darah tinggi , trauma , kelainan pembuluh darah , penggunaan obat pengencer darah dan kondisi lain dapat menyebabkan perdarahan intraserebral .
b. Subarachnoid hemorrhage . Dalam pendarahan subarachnoid , arteri di permukaan otak atau disekitarnya pecah dan keluar keruangan antar permukaan otak dan tengkorak.Perdarahan ini sering ditandai dengan tiba-tiba dan diserta sakit kepala parah .
1.5 Faktor Resiko (Rokamm, 2004)
Non Modifiable Modifiable
• Umur
• Jenis kelamin
• Riwayat keluarga
• Etnik ras • Hipertensi
• Penyakit jantung (atrial fibrilasi)
• Diabetes Melitus
• Hiperkolesterolemia
• Penyakit arteri carotis asimtomatis
• Perokok
• Konsumsi alkohol
• TIA
• Obesitas
• Inakitivitas fisik
• Hiperhormociteinemia
• Pengguna obat-obatan terlarang
• Terapi pengganti hormon
• Pengguna oral kontrasepsi
• Proses inflamasi
• Hiperkoagulabilitas

1.6 Peran CO2 dan O2 dalam Peredaran Darah Serebral
Dalam lingkungan dengan CO2 tinggi arteri serebral berdilatasi dan CBF bertambah, karena resistensi vascular menurun. Jika kadar CO2 menurun, misalnya selama hiperventilasi, arteri serebral menyempit dan CBF cepat menurun. Reaksi konstriksi dan dilatasi itu terjadi dalam beberapa detik saja. Kemampuan untuk bereaksi terhadap naik turunnya tekanan CO2 arterial (PCO2) itu semakin berkurang dengan bertambahnya umur.
Tekanan O2 arterial menurun pada keadaan hipoksia atau anoksia karena sebab apapun. Keadaan tersebut menimbulkan vasodilatasi dan bertambahnya CBF. Reaksi tersebut terjadi secara menyeluruh ataupun regional. Sebaliknya, PO2 yang meningkat mengakibatkan vasokonstriksi dan turunnya CBF. Walaupun reaksi ini berlaku, inhalasi 100% O2 meningkatkan lebih lanjut jatah O2 yang tersedia untuk suatu daerah otak yang iskemik (misalnya pada stroke) dengan jalan meningkatkan selisih tekanan antara arteriola dan kapiler. Sifat pengaruh O2 terhadap dinding pembuluh darah belum diketahui. Tetapi reaksi terhadap O2 cepat sekali dan mungkin bereaksi langsung terhadap kemoreseptor yang berada di dinding pembuluh darah. Vasokonstriksi yang timbul sebagai reaksi terhadap PO2 itu ternyata tidak terkait pada penurunan PCO2 akibat hiperventilasi. Lagi pula vasokonstriksi dan vasodilatasi yang dihasilkan akibat pasang surutnya Po2 tidak sebesar yang diakibatkan oleh fluktuasi PCO2. Namun demikian, selama hipoksia berat berlangsung, efek vasodilatasi akibat penurunan PO2 menjadi lebih besar.

BAB II
STROKE INFARK

2.1 Definisi
Suatu kondisi dimana suplai darah tidak dapat disampaikan ke daerah di otak oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat. Stroke infark dapat dibagi menjadi stroke trombotik dan stroke embolik (Sidharta, 2004).
2.2 Faktor Resiko
Dapat dibagi menjadi faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodisikasi antara lain: usia, ras, jenis kelamin, riwayat keluarga menderita penyakit vascular. Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodisikasi antara lain : hipertesi, penyakit jantung, obesitas, resistensi insulin, sindroma metabolik, diabetes, merokok, dislipidemia, inaktifitas fisik, oral kontrasepsi, menderita TIA atau stroke sebelumnya, (Hasan, 2011).
2.3 Patofisiologi
Stroke ischemik terjadi oleh karena ischemia serebri fokal. Turunnya aliran darah fokal akan mengganggu metabolism dan fungsi dan metabolism neuron. Bila kondisi ini tidak segera di atasi, maka akan menyebabkan kerusakan sel irreversibel. Secara patologis jaringan infark terlihat sebagai pan-nekrosis fokal sel neuron, glia, dan pembuluh darah.
Ischemia neuron adalah proses biokimia aktif yang berkembang dengan berjalannya waktu. Berkurangnya kadar oksigen dan glukosa menyebabkan berkurangnya energy yang diperlukan untuk memelihara potensial membrane dan gradient ion trans membrane.
Bila terjadi ischemia inkomplet, maka sel tersebut akan hidup lebih lama seperti yang ada pada daerah disekitar infark yang disebut area penumbra. Apabila aliran darah pada daerah ischemia membaik sebelum terjadi kerusakan yang irreversibel, maka gejala yang timbul dalam beberapa saat, namun bila hal ini menyebabkan ischemia jaringan otak irreversibel maka defisit neurologis yang terjadi akan menetap.
Terdapat dua mekanisme pada stroke ischemia yaitu stroke yang disebabkan oleh thrombus dan stroke yang disebabkan oleh emboli. Sekitar 2/3 stroke ischemia disebabkan oleh thrombosis sedang 1/3 nya disebabkan oleh karena emboli, (Hasan, 2011).
2.4 Gejala Klinis:
Gambaran klinis stroke ischemia tergantung pada area otak yang mengalami ischemia.
Gejala klinis berdasarkan letak oklusi:
• A. serebri anterior : biasa nya bersifat embolisasi. Paralisis kaki dan tungkai kontralateral dengan hipestesia kontralateral , reflex memegang pada tangan sisi kontralateral, hilangnya semangat hidup (abulia)`, hilangnya pengendalian gerakan untuk melangkahkan kedua tungkai, mengulang-ulangi saja suatu kata atau pernyataan dan hilangnya kelola terhadap kandung kemih (ngompol), ( Sidharta, 2004)
• A. serebri media : biasanya bersifat embolisasi. Bila seluruh arteri yang terkena maka gambaran klinisnya : hemiparalisis dan hemihipestesia kontralateral, hemianopia homonym kontralateral dengan deviasi kearah lesi, afasia jika hemisferiium dominan yang terkena. Jika salah satu cabang arteri serebri media saja yang tersumbat , maka akan dijumpai sindroma arteria cerebri yang tidak lengkap : afasia motorik dengan hemiparesis dimana lengan dan muka bagian bawah lebih lumpuh daripada tungkai (cabang a. serebri media atas), afasia sensorik dengan hemihipestesia lebih jelas daripada hemiparesis (cabang a.serebri media bawah), (Sidharta, 2004).
• A. karotis interna: oklusi arteri karotis dapat asimptomatik. Oklusi symptomatic menyebabkan syndrome yang mirip dengan oklusi arteri serebri media (hemiplegia kontralateral, deficit hemisensorik dan homonimus hernianopsia, afasia pada hemigfer dominan), transient monocular blindness, (Hasan, 2011)
• A. serebri posterior : abnormalitas ocular, parese N III, internuklear ophtalmophegia, deviasi mata ke vertical. Oklusi di lobus occipital terutama pada hemisphere dominan, pasien dapat mengalami afasia anomik. Alexia tanpa agraphia, ataupun agnosia visual. Infark kedua hemisphere arteri serebri posterior menyebabkan kebutaan kortikal, gangguan memori, prospagnogsia (gangguan mengenal wajah yang familiar), (Hasan,2011).

2.5 Pemeriksaan Laboratorium
• Darah lengkap : melihat anemia, leukositosis, dan jumlah platelet
• PT,aPTT : evaluasi pemberian warfarin.
• Kimia klinik dasar dan gula darah : peningkatan serum kreatinin berhubungan dengan diabetes dan hipertensi. Kelainan elektrolit dan glukosa dapt terjadi pada encephalopathy metabolic.
• Enzim jantung : mengeksklusi gangguan jantung
• Test Lain : Fungsi liver mengeksklusi encephalopathy hepatic
Toksikologi untuk stroke yang disebabkan narkoba
Kadar Homosistein, anti bodi anti fosfolipid, protein C, protein S, anti thrombin III, faktor V Leiden dan gen protrombin 20210 A protein melihat faktor resiko stroke.
CRP marker inflamasi, (Hasan, 2011).
2.6 Pemeriksaan Imaging
• CT scan dan MRI :memastikan stroke akut dan mengeksklusi adanya perdarahan maupun neoplasma. Juga pentik untuk menyeleksi pasien yang akan diberikan trombolitik.
• Angiografi : bila ada kecurigaan stenosis pembuluh darah baik ekstra cranial maupun intra cranial.
• Ultrasonografi : Pemeriksaan non invasive diperlukan untuk mengidentifikasi penyakit aterosklerosis pada pasien yang mengalami TIA ataupun stroke.
• Echocardiography : perlu pada pasien stroke emboli yang dicurigai berasal dari jantung. Dapat mendeteksoi adanya thrombus intra kardiak
• EEG : pada pasien stroke yang dicurigai mengalami kejang.
• Lumbal pungsi : dilakukan bila ada kecurigaan subarachnoid hemorrhage, (Hasan, 2011).

2.7 Terapi
Perawatan pasien stroke iskemia harus meliputi terapi umum (tekanan darah, kebutuhan cairan dan nutrisi, kebersihan fungsi ekskresi, rehabilitasi medis untuk mencegah dekubitus dan kontraktur). Berdasarkan patofisiologi terjadinya stroke iskemia, ada beberapa jenis pengobatan, yaitu trombolisis dan revaskularisasi untuk melisis thrombus dan menghilangkan hambatan aliran darah ke otak, antikoagulan atau antiplatelet untuk mencegah terjadinya thrombus pada aliran darah ke otak, antikoagulan atau antiplatelet untuk mencegah terjadinya thrombus pada aliran darah kolateral dan neuroprotektan untuk menghambat proses kerusakan neuroglia pada area penumbra, (Hasan, 2011).
Trombolisis adalah terapi untuk melisiskan thrombus dengan menggunakan trombolitik t-PA (Tissue plasminogen activator) intravena, t-PA merupakan katalisator konversi plasminogen menjadi plasmin, sehingga meningkatkan kecepatan melisis fibrin yang menyumbat pembuluh darah otak pada saat terjadi stroke iskemia. Terapi ini hanya diterapkan pada kasus stroke iskemia dengan onset kurang dari 3 jam, bila diberikan lebih daripada tiga jam akan menimbulkan komplikasi perdarahan otak dan organ lain. Untuk menghindari komplikasi perdarahan pada pasien dengan onset kurang dari 3 jam, maka harus memenuhi syarat : hasil CT scan kepala tidak menunjukan gambaran iskemi luas atau perdarahan, faal koagulasi bagus (trombosit >100.000/mm³), tidak ada resiko terjadinya perdarahan otak akbat kejang, riwayat perdarahan, riwayat stroke atau trauma dalam tiga bulan, tidak ada riwayat proseur operasi dalam 1 hari, tidak ada riwayat perdarahan gastrointestinal dan traktus urinarius dalam 21 hari, tekanan darah sistolik tidak boleh >185 mmhg dan diastolic >> 110 mmhg, kadar glukosa tidak boleh Terapi trombolitik intra arterial dengan menggunakan urokinase, prourokinase juga merupakan tindakan untuk melisis thrombus pada stroke iskemia yang beronset 3-6 jam , saat ini masih diterapkan untuk stroke iskemi pada arteri cerebri media.
Antikoagulan dan antiplatelet adalah terapi untuk mencegah terjadinya thrombus pada arteri kolateral, antikoagulan dipergunakan untuk stroke emboli yang berasal dari jantung (stroke iskemia dengan atrial fibrilasi, antikoagulan berfungsi untuk mencegah terjadinya stroke emboli pada arteri kolateral dan tidak bisa melisis thrombus pada arteri yang telah mengalami penyumbatan akibat emboli sebelumnya.
Neuroprotektan merupakan golongan obat yang neuroprotektif, bias menghambat proses sitotoksik yang merusak sel saraf dan sel glia ada area penumbra. Edema yang terjadi akibat proses sitotoksik pada stroke iskemia yang merupakan kondisi yang bias mengakibatkan kematian akibat herniasi pada batang otak. Terapi yang biasa dilakukan untuk mengatasi tekanan intra cranial akibat proses edema sitotoksik adalah dekompresi dengan jalan kraniotomi.
Pada pasien stroke iskemia akut sering kali mengalami hipertensi, hiperglikemia dan leukositosis sebagai akibat dari reaksi hipotalamus-hipofisis menghadapi stress, walaupun sebelumnya pasien tidak mengalami hipertensi, diabetes mellitus, ataupun infeksi. Pada hipertensi diberikan obat anti hipertensi. Penurunan tekanan darah yang aggressive pada stroke iskemi sangat berbahaya karena efek hipotensi akan menurunkan aliran darah otak yang sudah mengalami iskemi akibat serangan stroke, sehingga iskemi otak akan semakin berat dan kerusakan sel saraf dan sel glia otak akan semakin luas.
2.8 Macam-Macam Stroke Infark
2.8.1 Stroke Infark Trombotik
2.8.1.1 Definisi
Adalah stroke yang disebabkan oleh karena terdapat oklusi pada pembuluh darah serebral yang terdapat thrombus, (Sidharta,2004).
2.8.1.2 Gejala klinis :
Tergantung pada area otak yang mengalami ischemia.
2.8.1.3 Pemeriksaan Penunjang
• Darah lengkap
• PT dan aPTT
• Kimia darah, gula darah dan enzyme jantung
• MRI dan CT Scan
2.8.1.4 Terapi:
• Memperbaiki aliran darah : trombolitik dan anti koagulan
• Memperbaiki glikolisis anaerob : oksigenasi dan terapi insulin
• Mengurangi eksitotoksik : neuroprotektan
• Mengurangi inflamasi : inhibisi microglia
• Regenerasi sel neuron : stem cell

2.8.2Stroke Infark Emboli
2.8.2.1 Definisi
Stroke infark emboli adalah ischemia otak yang disebabkan oleh emboli. Emboli dapat berasal dari jantung ataupun selain jantung, (Hasan, 2011). Emboli berupa suatu thrombus yang terlepas dari dinding arteri yang aterosklerotik dan berulserasi, atau gumpalan trombosit yang terjadi karena fibrilasi atrium, gumpalan kuman karena endokarditis bacterial atau gumpalan darah dan jaringan infark mural. Kini telah diperoleh bukti-bukti bahwa embolisasi yang bersumber pada arteri serebral lebih sering terjadi karena embolisasi yang berasal dari jantung. Embolus sendiri bukan merupakan faktor satu-satunya, oleh karena embolus dapat menerobos kapiler dan dapat lisis. Tetapi kondisi arteri serebral yang sudah aterosklerotik atau arteriosklerotik ikut menentukan juga terjadinya oklusi arterial pada embolisasi, (Sidharta, 2004).
Keadaan arteri yang tidak sehat:
• Secara structural arter-arteri tersebut mempermudah terjadinya oklusi dan turbulensi (karena penyempitan lumen) sehingga mempermudah pembentukan embolus.
• Secara fungsional arteri-arteri tersebut tidak dapat mengelola dilatasi dan vasonstriksi vascular secara sempurna. Sehingga pada keadaan-keadaan yang kritis akan timbul gangguan sirkulasi yang mengakibatkan terjadinya ischemia dan infark sendiri.
2.8.2.2 Gejala Klinik
Defisit neurologis pada emboli biasanya akut dan makasimal saat onset. Sindroma stroke tergantung pada teritori arteri yang terkena. Dapat pula terjadi deficit neurologis secara temporer yang disebut dengan traveling embolus syndrome, hal ini terutama terjadi pada sirkulasi posterior.

2.8.2.3 Pemeriksan Penunjang
• Laboratorium
• EKG
• Echocardiografi
• CT scan dan MRI
2.8.2.4 Terapi
Terdapat 3 fase terapi yaitu:
• Restorasi sirkulasi : Dilakukan dengan terapi trombolisis menggunakan rt-PA terutama sebelum 4,5 jam setelah onset
• Prevensi emboli berulang : menggunakan anti koagulan terutama pada emboli yang berasal dari jantung atau pembuluh darah besar lainnya.
Kontra indikasi:
Mutlak: perdarahan intracranial, gangguan hemostasis, ulkus peptikus aktif atau perdarahan gastrointestinal lainnya,.
Relatif : hipertensi tidak terkontrol, ulkus peptikus tidak aktif, riwayat perdarahan oleh karena pemberian antikoagulan, dan ITP.
• Terapi fisik dan rehabilitasi, (Hasan, 2011).

BAB III
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK

3.1 Pengertian
Terapi oksigen hiperbarik merupakan tindakan dimana pasien menghirup oksigen murni secara berkala sambil ruangan pengobatan ditekan dengan tekanan lebih besar daripada 1 ATA ( Atmosfir Absolut). (Gill dan Bell, 2004).
Terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen tekanan tinggi untuk pengobatan yang dilaksanakan dalam RUBT. (Harianto et al, 2009)
Tekanan 1 atmosfer adalah tekanan udara yang dialami oleh semua benda, termasuk manusia, diatas permukaan laut, bersifat tetap dari semua jurusan dan berada dalam keseimbangan. (Harianto et al, 2009)
Terdapat 3 hukum yang berperan dalam terapi oksigen hiperbarik, yaitu (Gill dan Bell, 2004) :
1. Hukum Boyle
Pada suhu tetap, tekanan berbanding terbalik dengan volume.
2. Hukum Henry
Jumlah gas terlarut dalam cairan atau jaringan sebanding dengan tekanan parsial gas tersebut dalam cairan atau jaringan.
3. Hukum Dalton
Tekanan total suatu campuran gas adalah sama dengan jumlah tekanan parsial dari masing – masing bagian gas.
Terapi oksigen hiperbarik memiliki efek dalam meningkatkan solubilitas oksigen dalam plasma. Pasien yang ditempatkan pada ruangan udara bertekanan tinggi (RUBT) dengan tekanan 2,8 ATA dan menghirup oksigen murni dapat meningkatkan ikatan oksigen hingga 10 – 13 kali. Enam volume persen (6 ml per 100 ml plasma) oksigen terlarut dalam plasma. Sehingga, plasma mampu mengangkut oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. (Kindwall dan Whellan, 1997)
Tergantung dari fisiologi dan patofisiologi tiap individu, efek oksigen bertekanan tinggi dapat bervariasi, yaitu : supresi produksi alpha-toxin pada gas gangrene, peningkatan aktivitas leukosit, penurunan perlekatan sel putih pada dinding kapiler, vasokonstriksi pada pembuluh darah normal, perbaikan pertumbuhan fibroblas dan produksi kolagen, stimulasi produksi enzim peroksida dismutase, penyimpanan ATP pada membran sel dengan reduksi pada edema sekunder, supresi respon imun tertentu, peningkatan aktivitas osteoklas, peningkatan proliferasi kapiler, dan sebagainya. (Kindwall dan Whellan, 1997)
3.2 Manfaat
• Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada aliran darah yang berkurang
• Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran darah pada sirkulasi yang berkurang
• Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti Closteridium perfingens (penyebab penyakit gas gangren)
• Mampu menghentikan aktivitas bakteri (bakteriostatik) antara lain bakteri E. coli dan Pseudomonas sp. yang umumnya ditemukan pada luka-luka mengganas.
• Mampu menghambat produksi racun alfa toksin.
• Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan hidup.
• Menurunkan waktu paruh karboksihemoglobin dari 5 jam menjadi 20 menit pada penyakit keracunan gas CO
• Dapat mempercepat proses penyembuhan pada pengobatan medis konvensional
• Meningkatkan produksi antioksidan tubuh tertentu
• Memperbaiki fungsi ereksi pada pria penderita diabetes (laporan para ahli hiperbarik di Amerika Serikat pada tahun 1960)
• Meningkatkan sensitivitas sel terhadap radiasi
• menahan proses penuaan dengan cara pembentukan kolagen yang menjaga elastisitas kulit
• badan menjadi lebih segar, badan tidak mudah lelah, gairah hidup meningkat, tidur lebih enak dan pulas
Dengan berbagai mekanisme tersebut, terapi hiperbarik dapat digunakan sebagai terapi kondisi akut hingga penyakit degeneratif kronis seperti arteriosklerosis, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, ulkus diabetik, serebral palsy, trauma otak, sklerosis multiple,dsb.
3.3 Mekanisme HBOT
HBOT memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel endotel. Pada sel endotel ini HBOT juga meningkatkan intermediet vaskuler endotel growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH yang memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada proses remodeling, salah satu tahapan dalam penyembuhan luka.
Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama HBOT yaitu untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang mengalami edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam jumlah yang besar. Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena hipoperfusi. Peningkatan fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya akan mendorong terjadinya vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah kondisi daerah luka tersebut menjadi hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia. Dengan pemaparan oksigen tekanan tinggi, terjadi peningkatan IFN-γ, i-NOS dan VEGF. IFN- γ menyebabkan TH-1 meningkat yang berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya Ig-G, efek fagositosis leukosit juga akan meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada luka, HBOT berfungsi menurunkan infeksi dan edema..
Adapun cara HBOT pada prinsipnya adalah diawali dengan pemberianO2 100%, tekanan 2 – 3 Atm . Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan pengobatan decompresion sickness. Maka akan terjadi kerusakan jaringan, penyembuhan luka, hipoksia sekitar luka. Kondisi ini akan memicu meningkatnya fibroblast, sintesa kolagen, rasio RNA/DNA, peningkatan leukosit killing, serta angiogenesis yang menyebabkan neovaskularisasi jaringan luka. Kemudian akan terjadi peningkatan dan perbaikan aliran darah mikrovaskular. Densitas kapiler meningkat sehingga daerah yang mengalami iskemia akan mengalami reperfusi. Sebagai respon, akan terjadi peningkatan NO hingga 4 – 5 kali dengan diiringi pemberian oksigen hiperbarik 2-3 ATA selama 2 jam. Hasilnya pun cukup memuaskan, yaitu penyembuhan jaringan luka. Terapi ini paling banyak dilakukan pada pasien dengan diabetes mellitus dimana memiliki luka yang sukar sembuh karena buruknya perfusi perifer dan oksigenasi jaringan di distal.
Indikasi-indikasi lain dilakukannya HBOT adalah untuk mempercepat penyembuhan penyakit, luka akibat radiasi, cedera kompresi, osteomyelitis, intoksikasi karbonmonoksida, emboli udara, gangren, infeksi jaringan lunak yang sudah nekrotik, Skin graft dan flap, luka bakar, abses intrakranial dan anemia.
Prosedur pemberian HBOT yang dilakukan pada tekanan 2-3 ATA-90 dengan O2 intermitten akan mencegah keracunan O2. Menurut Paul Bert, efeksamping biasanyaakan mengenai sistem saraf pusat seperti timbulnya mual, kedutan pada otot muka dan perifer serta kejang. Sedang menurut Lorrain Smith, efek samping bisamengenai paru-paru yaitu batuk, sesak dan nyeri substernal
3.4 Indikasi Oksigen Hiperbarik
Kelainan atau penyakut yang merupakan indikasi terapi oksigen hiperbarik diklasifikasikan menurut kategorisasi yang dibuat oleh The Committee of Hyperbaric Oxygenation of the Undersea and Hyperbaric Medical Society ialah sebagai berikut :

 Emboli
 Keracunan gas CO dan asap rokok
 Clostridial myonecrosis (gas gangrene)
 Trauma
 Dekompresi
 Anemia karena kehilangan darah
 Necrotizing soft tissue infections (or subcutaneous tissue, muscle or fascia)
 Osteomyelitis
 Compromised skin grafts and flaps
 Luka bakar
3.5 Kontraindikasi Oksigen Hiperbarik
Kontraindikasi penggunaan Oksigen hiperbarik
a. Absolut : Pneumothorax yang belum dirawat
b. Relatif :
i. ISPA
ii. Emphysema dengan retensi CO2
iii. Penyakit paru asimptomatik yang terlihat dari foto x-ray
iv. Riwayat operasi thoraks dan telinga
v. Demam tinggi
vi. Kehamilan
vii. Claustrophobia
viii. Kejang
ix. Keganasan

3.6 Komplikasi
 Barotrauma telinga tengah
 Nyeri sinus
 Myopia dan katarak
 Barotrauma paru-paru
 Oxygen seizures
 Dekompresi
 Genetic effects
 Claustrophobia
 Perasaan tidak nyaman

BAB IV
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK TERHADAP
STROKE ISKHEMIK

4.1 Oksigen Hiperbarik Menginduksi Neuroplastisitas pada Pasien Post Stroke
Proses penyembuhan stroke berhubungan dengan daerah otak yang non-aktif yang dapat berlangsung bertahun-tahun. Penelitian oleh Efrati, Shai et al, Januari 2013 ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah peningkatan oksigen terlarut oleh HBOT dapat mengaktivasi neuroplasticitas pada pasien dengan kerusakan neurologis kronik akibat stroke.
Tujuh puluh empat pasien yang menderita stroke 6-36 bulan sebelum penelitian dan memiliki setidaknya satu disfungsi motorik dibagi menjadi kelompok perlakuan dan cross. Pasien dalam kelompok perlakuan dievaluasi 2 kali, pada awal dan setelah 40 kali sesi HBOT. Pasien dalam kelompok cross dievaluasi 3 kali, pada awal penelitian, dua bulan setelah periode kontrol tanpa terapi dan setelah 40 kali mendapat sesi HBOT. Protokol HBOT : dilakukan 40 sesi dalam 2 bulan (5 hari/minggu), selama 90 menit, 100% Oksigen pada 2 ATA.
Ditemukan bahwa fungsi neurologis dan kualitas hidup seluruh pasien pada kedua kelompok meningkat secara signifikan setelah mengikuti HBOT, sementara tidak ada perbaikan yang ditemukan pada periode kontrol dari pasien dari kelompok cross. Ditemukan perbaikan hasil CT scan sesuai dengan perbaikan klinis dan peningkatan aktifitas otak.
Hasil ini mengindikasikan bahwa HBOT dapat menyebabkan peningkatan neurologis secara signifikan pada pasien post stroke meski pada tahap akhir kronik. Dari penelitian didapatkan bahwa neuroplasticitas dapat diaktivasi beberapa bulan sampai tahun setelah kejadian akut ketika stimulasi otak yang tepat (HBOT) diberikan.

4.2 Pembahasan
Adanya kerusakan pembuluh darah akibat stroke menyebabkan rendahnya kadar oksigen pada regio otak yang mengarah ke terjadinya defisiensi oksigen, metabolisme anaerob dan penipisan ATP. Rendahnya kadar oksigen bukan hanya berdampak pada berkurangnya aktivitas neuron namun juga mencegah terjadinya angiogenesis untuk menggantikan pembuluh darah yang rusak pada stroke dan mencegah pembentukan koneksi sinaptik baru.
Karena itu, suplai oksigen yang tinggi sangat diperlukan untuk memperbaiki daerah otak yang rusak. Meningkatnya oksigen terlarut memiliki beberapa efek menguntungkan pada jaringan otak yang rusak. Transpor oksigen ke glial mitokondria (tempat utama penggunaan oksigen), diikuti pelepasan oksigen dari eritrosit ke plasma menyeberangi BBB. Menghirup oksigen dalam kondisi hiperbarik dapat meningkatkan kadar oksigen arteri dan kadar oksigen dalam otak.
Dengan meningkatnya kadar O2 pada area otak yang rusak, HBOT menginisiasi mekanisme perbaikan selular dan vascular, memperbaiki aliran vaskular. Pada tingkat selular, HBOT dapat meningkatkan fungsi mitokondria (baik pada sel neuron maupun pada sel glial) dan metabolisme sel, mengurangi apoptosis, mereduksi inflamasi, meningkatkan level neurotrophins dan nitric oxide. Lebih lanjut, efek HBOT pada neuron adalah menginduksi neurogenesis dari endogenous neural stem cells.
Dr. Xavier Figueroa and Dr. Tommy Love dari Restorix Research Institute mengungkapkan bahwa HBOT memiliki efek yang dapat mengobati stroke dan pada beberapa kasus mencegah rekurensi stroke. HBOT juga dapat memperbaiki fungsi otak dan mengurangi pembengkakan karena edema (akumulasi cairan dan menyebabkan pembengkakan), hemorrhage (kumpulan darah yang meningkatkan tekanan intra kranial) dan kematian otak karena kekurangan oksigen.

4.3 Perbaikan Regenerasi dari Sel Saraf
Studi oleh Takahashi et al menunjukkan oksigen hiperbarik pada periode awal post-iskemia, mempercepat pemulihan saraf dan meningkatkan survival rate pada anjing setelah 15 menit setelah iskemia serebral secara menyeluruh.
Pada 19 anjing yang diinduksi iskemia secara menyeluruh melalui pembuntuan pada aorta ascendens dan vena cava. Terapi oksigen hiperbarik dilakukan pada 9 anjing secara acak pada tekanan 3 ATA selama 1 jam pada 3, 24, dan 29 jam setelah iskemia dengan respirasi spontan; 10 anjing lain sebagai kelompok kontrol tanpa terapi oksigen hiperbarik. Survival rate pada kelompok kontrol 3/10 (30%) dan pada kelompok yang diberi oksigen hiperbarik 7/9 (78%). Pada 14 hari pasca iskemia, kelompok dengan pemberian oksigen hiperbarik memiliki skor EEG dan pemulihan neurologis paling baik dibandingkan dengan kelompok tanpa pemberian oksigen hiperbarik.
Efek oksigen hiperbarik dalam mencegah kematian neuron juga diteliti pada gerbil yang diberi perlakuan iskemia otak, oleh Konda et al. Kematian neuron pada gerbil dilakukan dengan cara memasang klip pada kedua arteri karotid dalam waktu 10 menit. Kematian neuron pada hippocampus CA1 lebih banyak dicegah pada gerbil yang diterapi oksigen hiperbarik daripada kelompok tanpa diterapi oksigen hiperbarik. Lebih lagi, lebih banyak neuron terawetkan di CA1 pada kelompok yang diberi terapi oksigen hiperbarik dalam waktu 6 jam setelah iskemia, daripada saat di beri terapi oksigen hiperbarik setelah 24 pasca iskemia.
Bradshaw et al. mempelajari efek regenerasi dari oksigen hiperbarik pada saraf sciatic yang terpotong pada 30 kelinci jantan dewasa. Terapi dilakukan 4 hari pasca cedera. Morfologi dari saraf yang putus setelah 7 minggu terapi dengan oksigen hiperbarik menunjukkan bentukan yang mirip dengan saraf normal yang tak putus, dengan sabut saraf merata disepanjang bagian saraf. Kelompok kontrol menerima tekanan udara 2 ATA, 100% oksigen normobarik, atau gas campur. Saraf pada hewan – hewan ini membengkak dan mengandung sabut saraf yang tak rata. Perbedaan morfologi ini menunjukkan bahwa oksigen hiperbarik dapat mempercepat penyembuhan saraf perifer dari crush injury.
4.4 Oksigen dalam regenerasi neuron
Menurut Dr Efrati , ada beberapa derajat dari cedera otak . Kerusakan neuron dipengaruhi oleh disfungsi metabolik sehingga membutuhkan energi untuk tetap hidup , tetapi tidak cukup untuk menyalurkan sinyal-sinyal listrik . HBOT bertujuan untuk meningkatkan pasokan energi untuk sel-sel ini .
Otak mengkonsumsi 20 persen oksigen tubuh , tapi itu hanya cukup oksigen untuk mengoperasikan lima sampai sepuluh persen dari neuron pada satu waktu . Proses regenerasi membutuhkan lebih banyak energi . Peningkatan sepuluh kali lipat kadar oksigen selama pengobatan HBOT memasok energi yang diperlukan untuk membangun kembali koneksi saraf dan merangsang neuron aktif untuk memfasilitasi proses penyembuhan (Dr Efrat,2013) .
Untuk studi mereka , para peneliti berusaha pasien pasca stroke yang kondisinya tidak lagi membaik. Untuk menilai dampak potensial dari pengobatan HBOT , fitur anatomi dan fungsi otak dievaluasi menggunakan kombinasi CT scan untuk mengidentifikasi jaringan nekrotik , dan SPECT scan untuk menentukan tingkat aktivitas metabolik dari neuron sekitarnya rusak.
Tujuh puluh empat peserta mencakup 6-36 bulan pasca stroke dibagi menjadi dua kelompok . Kelompok pertama menerima pengobatan HBOT dari awal penelitian , dan yang kedua tidak menerima pengobatan selama dua bulan , kemudian menerima periode dua bulan pengobatan HBOT . Pengobatan terdiri dari 40 sesi dua jam lima kali seminggu di ruang tekanan tinggi yang mengandung udara yang kaya oksigen . Hasil menunjukkan bahwa pengobatan HBOT dapat menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam fungsi otak pada pasien pasca stroke bahkan pada kronis tahap akhir , membantu neuron memperkuat dan membangun koneksi baru di daerah-daerah yang rusak .

BAB V
KESIMPULAN

1. Stroke merupakan gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak atau cepat timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu.
2. Stroke ischemik adalah suatu kondisi dimana suplai darah tidak dapat disampaikan ke daerah di otak oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat.
3. Stroke iskemik terutama disebabkan oleh adanya trombus atau emboli
4. Terapi oksigen hiperbarik merupakan tindakan dimana pasien menghirup oksigen murni 100% secara berkala sambil ruangan pengobatan ditekan dengan tekanan lebih besar daripada 1 ATA.
5. Pemberian HBOT terhadap stroke dapat memperbaiki proses penyembuhan Stroke.

DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, M : 2014. Neurologi Klinik. Malang : UMM Press
Baehr, Mathias; Frotscher, Michael. 2012. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta : EGC.
Efrati, Shai; Fishlev, Gregori et al. 2013. Hyperbaric Oxygen Induces Late Neuroplasticity in Post Stroke Patient.
Figueroa, Xavier; Love, Tommy. 2010. Hyperbaric Oxygen Therapy in the Treatment of Stroke. www.restorixresearch.org
Goldzmidt, Adrian J; Caplan, Louis R. 2011. Esensial Stroke. Jakarta : EGC
Pedoman Diagnosis dan Terapi
Perdossi : 2011. Guideline Stroke. Jakarta
Petrofsky, Jerrold Scott et al. 2004. Stroke :Present Treatment and Research Part 1
Rijadi, RS. 2009. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Surabaya : LAKESLA.
Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian Rakyat.
Sidharta, Priguna; Mardjono, Mahar. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.
Soetrisno, Samiono A, 2011. Stroke. http://lansiasehat.com/stroke.html