REFERAT II
GANGGUAN WAHAM
Pembimbing :
dr. Roni S., Sp. KJ
Oleh :
1. MARIA GABRIELA S. (20150420094)
2. MEGA SELVIA (20150420096)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
BAGIAN ILMU
PENYAKIT JIWA
Gangguan Waham
Referat dengan judul “Gangguan Waham” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepanitraan dokter muda di Bagian Ilmu Penyakit Jiwa.
Surabaya, 21 Oktober 2015
dr. Roni Subagyo, Sp. KJ
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan i
Daftar Isi ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Definisi 3
2.2. Etiologi 6
2.3 Perjalanan penyakit 8
2.4 Tanda dan gejala 8
2.5 Diagnosa 9
2.6 Diagnosa banding 10
2.7 Penatalaksanaan 11
2.8 prognosis 13
BAB 3 PENUTUP 14
DAFTAR PUSTAKA 15
BAB 1
PENDAHULUAN
Diantara beberapa gangguan isi pikir yang dikenal, gangguan waham merupakan gangguan yang sering dibahas akhir – akhir ini. Gangguan waham merupakan suatu kepercayaan palsu menetap yang tidak sesuai dengan fakta dan kepercayaan tersebut mungkin “aneh” (contoh: mata saya adalah computer yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula “tidak aneh” hanya saja tidak mungkin (contoh: saya dibuntuti FBI) dan kepercayaan ini akan tetap dipertahankan meskipun telah di tunjukkan bukti – bukti untuk mengkoreksinya.
Gangguan waham ini jauh lebih jarang daripada skizofrenia maupun gangguan mood. Awitannya lebih lambat daripada skizofrenia dan dominasi perempuan kurang nyata jika kita bandingkan dengan gangguan mood.Dari penelitian diketahui bahwa di Amerika Serikat, gangguan waham dialami oleh kurang lebih 0,025 sampai 0,03 persen dari populasi orang dewasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gangguan ini lebih jarang terjadi dibandingkan dengan skizofrenia yang mempunyai prevalensi sekitar 1 persen, dan gangguan mood yang mempunyai prevalensi 5 persen. Insiden tahunan gangguan waham adalah 1 – 3 kasus baru per 100.000 orang.
Hanya 1 sampai 2 persen pasien yang dating ke fasilitas psikiatri yang kemudian dirawat inapkan. Usia rata – rata onset adalah sekitar 40 tahun, tetapi usia onset dimulai dari 18 – 90 tahun (tapi biasanya tetap terdiagnosis pada usia pertengahan). Hal ini sering terjadi pada pasienmenikah dan bekerja, tetapi mungkin juga oleh status sosioekonomi dan lain sebagainya.
Beberapa klinisi dan data penelitian menunjukkan bahwa stressor psikososial yang dapat diidentifikasi sering menyertai munculnya gangguan waham. Pasien akan mengalami serangkaian gangguan dengan waham – waham yang berlangsung lama, sebagai satu – satunya gejala klinis yang khas atau yang paling mencolok dan tidak dapat digolongkan sebagai gangguan mental organik, skizofrenik atau gangguan afektif. Fektor genetik merupakan hal yang penting, mengingat ciri – ciri kepribadian dan situasi kehidupan dalam pembentukan gangguan ini tidak pasti dan mungkin bervariasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Gangguan waham adalah suatu keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataanya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaan, biarpun dibuktikan kemustahilan hal tersebut. Waham sering ditemui pada pasien gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering di temukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemui waham yang tidak sistematis. Waham terdiri dari berbagai jenis, antara lain:
• Waham bizar : kepercayaan yang salah dan aneh, sangat tidak masuk akal.
• Waham sistematik : kepercayaan yang salah atau kepercayaan yang disatukan oleh satu peristiwa atau tema tunggal
• Waham kongruen mood : waham yang isinya sesuai dengan mood (contoh: pasien depresi yang merasa bahwa dirinya bertanggung jawab atas kehancuran dunia)
• Waham kemiskinan : kepercayaan yang salah pada seseorang ia bangkrut atau akan kehilangan semua hartanya.
• Waham paranoid : termasuk diantaranya adalah waham kejar dan waham rujukan, kendali dan kebesaran (dibedakan dari ide paranoid yaitu kecurigaan dengan kadar lebih rendahdari proporsi waham).
Waham kejaran : pasien yakin bahwa ada orang atau komplotan yang sedang menganggunya atau bahwa ia sedang ditipu, dimata – matai atau dikejar.
Waham kebesaran : keyakinan bahwa ia mempunyai kekuatan, pendidikan, kepandaian atau kekayaan yang luar biasa, bahwa dialah ratu keadilan, dapat membaca pikiran orang lain, mempunyai puluhan rumah atau mobil.
Waham rujukan : kepercayaan yang salah dalam diri seseorang bahwa perilaku orang lain ditujukan pada dirinya; bahwa peristiwa, objek, atau orang lain memiliki kepentingan tertentu dan luar biasa, biasanya dalam konotasi negative; berasal dari ide rujukan, yaitu ketika seseorang secara salah merasa bahwa orang lain membicarakan dirinya (contoh: kepercayaan bahwa orang di tv dan radio berbicara kepada atau mengenai dirinya)
• Waham somatik atau hipokondrik : keyakinan tentang sebagian tubuhnya yang tidak mungkin benar (contoh: otaknya sudah cair, ususnya sudah busuk, ada seekor kuda di dalam perutnya).
• Waham keagamaan : waham dengan tema keagamaan
• Waham dosa : keyakinan bahwa ia telah berbuat dosa atau kesalahan yang besar, yang tidak dapat diampuni atau bahwa ia bertanggung jawab atassuatu kejadian yang tidak baik (contoh: keluarganya kecelakaan karena pikirannya tidak baik).
• Waham pengaruh : yakin bahwa pikirannya, emosi atau perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain atau suatu kekuasaan yang aneh.
• Waham sindiran : yakin bahwa dirinya dibicarakan orang lain.
• Waham nihilistik : yakin bahwa dunia ini sudah hancur atau bahwa ia sendiri dan atau orang lain sudah mati.
• Waham ketidaksetiaan (waham cemburu) : kepercayaan salah yang berasal dari kecemburuan patologis seseorang bahwa kekasihnya tidak setianya.
• Erotomania : kepercayaan delusional, lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria, bahwa seseorang sedang jatuh cinta pada dirinya.
• Pseudologia fantastika : bentuk kebohongan ketika sesorang tampaknya mempercayai bahwa khayalannya menjadi nyata dan terjadi pada dirinya; dikaitkan dengan sindrom Munchausen, berulang kali memalsukan penyakit.
• Tingkah laku yang dipengaruhi oleh waham : karena waham, maka ia berbuat atau bertingkah demikian.
2.2. Etiologi
a. Faktor Biologik
Beberapa peneliti menemukan bahwa gangguan waham dapat disebabkan oleh faktor biologis yang merupakan keadaan medis non psikiatri, seperti pasien dengan tumor otak. Namun ini bukan berarti bahwa semua pasien dengan tumor otak akan mengalami gangguan waham.
Keadaan neurologis yang paling sering disertai waham adalah gangguan yang mengenai sistem limbik dan ganglia basalis dari pasien. Pasien yang gangguan waham nya disebabkan oleh gangguan neuorologis yang tidak menunjukkan gangguan intelektual terkadang mengalami gangguan waham kompleks sehingga sulit dibedakan dengan penderita gangguan waham. Sedangkan pasien dengan gangguan waham oleh karena gangguan neurologis yang disertai dengan gangguan intelektual biasanya hanya mengalami gangguan waham ringan yang tidak serupa dengan pasien gangguan waham.
Gangguan waham dapat timbul sebagai respon normal terhadap pengalaman abnormal pada lingkungan, system saraf tepi, atau saraf pusat. Oleh karena itu, jika pasien mengalami pengalaman sensorik salah, contohnya seperti mendengar suara langkah kaki maka pasien akan merasa benear – benar sedang diikuti.
b. Faktor Psikodinamik
Banyak praktisi yang meyakini faktor psikodinamik dapat menyebabkan gangguan waham. Seperti pada pasien yang secara sosial terisolasi dan pada pasien dengan pencapaian yang kurang dari yang diharapkan. Hal ini melibatkan pasien dengan perasaan hipersensitif dan mekanisme ego yang spesifik (pembentukan reaksi, proyeksi dan penyangkalan).
c. Faktor Psikodinamik Lain
Berbagai observasi klinis menunjukkan banyak dari pasien paranoid yang tidak mempunyai rasa percaya dalam membangun hubungan. Hal ini mengakibatkan hubungan keluarga yang saling bermusuhan secara konsisten. Biasanya di akibatkan oleh ibu yang terlalu banyak mengatur dan ayah yang sadis ataupun kejam. Contoh lain nya dalah dimana seseorang dalam pertumbuhannya tidak pernah merasa dipuaskan oleh lingkungannya. Sehingga kemudian tidak dapat membangun rasa percaya dalam berhubungan.
d. Faktor Relevan Lain
Waham dapat disebabkan oleh berbagai faktor tambahan seperti isolasi sensorik dan social, depresi sosioekonomi, dan gangguan kepribadian. Orang tuli, buta serta imigran yang tidak menguasai bahasa setempat juga memiliki kecendrungan lebih besar untuk mengalami gangguan waham. Gangguan waham dan gangguan paranoid lain juga lebih rentan terjadi pada orang tua.
2.3. Perjalanan Penyakit
Menurut para ahli stressor psikososial sering menjadi penyebab munculnya gangguan waham. Sifat stressor dapat sedemikian rupa sehingga menimbulkan kecurigaan atau perhatian pada pasien tersebut. Contoh stressor adalah pada imigran yang tidak menguasai bahasa setempat, atau pada pasien dengan konflik social dengan teman maupun keluarga, dan pada pasien yang terisolasi secara sosial. Awitan biasanya terjadi secara mendadak.
Para ahli berpendapat bahwa orang – orang dengan gangguan waham biasanya memiliki intelegensi di bawah rata – rata dan mungkin kepribadian orang itu adalah ekstrover, dominan dan hipersensitif. Kecurigaan dan perhatian pasien kemudian akan bertambah dan mejadi lebih rumit.
2.4. Tanda dan Gejala
Pasien biasanya rapi dan berpakaian layak, sehingga tidak terlihat adanya tanda – tanda disintegrasi kepribadian. Pasien juga tampak eksentrik, aneh, curiga atau tidak bersahabat. Selain itu pasien dengan gangguan ini kerap kali bermasalah dengan hukum dan mempunyai kecendrungan memperjelas hal ini bagi pemeriksa.
Hasil pemeriksaan status mental pada pasien gangguan waham adalah normal, terkecuali ditemukannya system waham yang secara nyata abnormal. Pasien juga kerap kali mempengaruhi klinisi sebagai sekutu dalam waham nya, namun sebaiknya sebagai klinisi kita tidak berpura – pura menerima waham. Karena hal ini dapat mengacaukan realitas dan merusak rasa percaya yang ada antara dokter – pasien.
Selain itu pasien dengan gangguan waham tidak akan mengalami halusinasi yang menonjol atau bertahan. Hanya halusinasi yang sesuai dengan waham yang ia anut. Halusinasi yang paling sering terjadi pada pasien gangguan waham adalah halusinasi pendengaran.
2.5. Diagnosis dan Kriteria Diagnostik (DSM-V R/PPDGJ III)
a) Waham – waham merupakan satau – satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling mencolok. Waham – waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu system waham) harus bersifat khas pribadi (personal) dan bukan budaya setempat.
b) Gejala – gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap / “full – blown” (F32.-) mungkin terjadi secara intermiten, dengan syarat bahwa waham – waham tersebut menetap pada saat – saat tidak terdapat gangguan afektif itu.
c) Tidak boleh ada bukti – buti tentang adanya penyakit otak.
d) Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang – kadang saja ada dan bersifat sementara.
e) Tidak ada riwayat gejala – gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar pikiran, penumpulan afek, dsb.)
2.6. Diangosa Banding
a) Gangguan kepribadian paranoid
b) Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham
c) Skozofrenia paranoid
d) Penyakit fisik dan neurologic sering disertai dengan waham (ganglia basalis, system limbic)
e) Delirium
f) Demensia
g) Penyalahgunaan alcohol
h) Malingering
2.7. Penatalaksanaan
Gangguan waham umumnya dianggap resisten terhadap pengobatan. Namun kini pandangan para klinisi sudah tidak sepesimistik dulu. Tata laksana gangguan waham yang dapat dilakukan terdiri atas pemberian farmakoterapi dan psikoterapi.
Tujuan dari tatalaksana adalah untuk memutuskan intervensi yang sesuai serta menangani komplikasi. Selain itu tatalaksana yang baik akan membangun hubungan dokter – pasien yang terapeutik dan efektif. Pada saat menerapi pasien dengan gangguan waham ada hal – hal yang perlu kita waspadai, diantaranya dimana kita tidak boleh terlihat mendukung maupun menentang keyakinan pasien (penting karena pasien gangguan waham cenderung berusaha menjaring psikiatrik kedalam waham mereka), selain itu kita juga harus memisahkan pasien dengan waham terinduksi (tempat berbeda dan tidak boleh melalkukan kontak).
a) Farmakoterapi.
Pada keadaan gawat darurat, pada pasien yang teragitasi berat perlu diberikan antipsikotik intramuscular. Obat diberikan mulai dari dosis rendah kemudian dinaikkan secara perlahan. Riwayat pasien terhadap respon pengobatan adalah petunjuk terbaik untuk memilih obat.
Jika selama 6 minggu pasien tidak memberikan respon maupun perkembangan berarti dengan pemberian antipsikotik tersebut, pemberian antipsikotik golongan lain perlu diberikan dalam uji coba klinis. Pada pasien yang tidak membaik dengan pemberian antipsikotik obat dihentikan dan digantikan. Kita dapat memberikan antidepresan, litium atau antikejang dan valproate.
b) Psikoterapi.
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : “Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.
2.8. Prognosis
Prognosis
• 50% sembuh dengan pengobatan
• 20% pengurangan gejala
• 30% tidak ada perbaikan
• • <10% menjadi gangguan mood
Prognosis ke arah baik :
1. Riwayat pekerjaan dan hubungan sosial yang baik
2. Kemempuan penyesuaian yang tinggi
3. Wanita
4. onset Sebelum 30 tahun
5. onset tiba tiba
6. lamanya sakit singkat
7. adanya faktor pencetus
BAB 3
PENUTUP
Dari penjelasan di atas kita bisa menyimpulkan beberapa hal
1. Gangguan waham merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan yang keliru, berdasarkan simpulan yang keliru, tidak konsisten dengan intelegensia dan latar belakang budaya pasien, dan tidak bisa diubah lewat penalaran atau dengan jalan penyajian fakta.
2. Etiologi terdiri atas faktor biologis, psikodinamis, psikodinamik lain dan faktor relevan lainnya.
3. Gangguan ini biasanya terjadi akibat adanya stressor psikososial, dan sering terjadi pada pasien dengan interlegensi di bawah rata – rata dengan kepribadian premorbid yang ekstrover, dominan dan hipersensitif. Dengan awitan yang biasanya mendadak
4. Tata laksana gangguan waham terdiri atas pemberian farmakoterapi dan psikoterapi.
Demikian apa yang bisa penulis sampaikan, mohon maaf apabila ada hal yang kurang tepat dalam penyampaian materi ini. Penulis terbuka akan kritik dan saran yang membantu penyempurnaan referat ini. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya:Pusat Penerbitan dan Percetakan (AUP)
2. Badan Penerbit FKUI.2010.Buku Ajar Psikiatri.Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Sadock, Benjamin J.2010.Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Ed.2.Jakarta: Buku Kedokteran EGC
4. Maslim, Rusdi. 2014. Panduan Praktis, Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.