BEBERAPA CONTOH SISTEM INFORMASI GEOGRAFI MANUAL

Salah satu prosedur kerja umum yang dilakukan dalam SIG manual adalah penumpangan tindih beberapa peta untuk mencari suatu wilayah tertentu. Dalam pekerjaan perencanaan keruangan dimana data-data disajikan dalam bentuk peta, pendekatan ini sangat biasa dilakukan . Dalam penumpangan  tindih berbagi peta, cara yang paling mudah melakukannya adalah dengan cara menumpang tindih berpasangan per dua peta, atau paling bnyak tiga peta sekaligus. Makin rumit rumit petA- peta tersebut makin sulit pelaksanaannya, sehingga harus dilakukan perdua peta, kalau perlu secara berulang . Untuk menyelesaikan operasi ini akan membutuhkan waktu dan ketelitian, terutama kalau datanya kompleks sehingga opreasi menjadi rumit.
Tumpang tindih bukan hanya gabungan garis yang terdapat dua atau tiga dimensi peta tersebut menjadi gabungan, karena hal ini hanya bagian kegiatan fisinya, akan tetapi yang lebih penting menggali makna yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut. Sebagai upaya lanjutan diperlukan analisa dan interprentasi terhadap hasil yang di peroleh . pada bagian inilah intervensi pengetahuan pelaksanaan diperlukan, sehingga menggabungkan terlalu banyak lapisan peta, bukan hanya pekerjaan fisinya menjadi rumit, akan tetapi analisa dan interprentasinya akan menjadi sulit dan rumit. Bagian yang paling awalnya saja, yaitu mengamati kewajaran hasil tampilan garis yang baru terbentuk, bila peta yang ditumpang tindihkan banyak dan rumit akan cukup merepotkan. Apa lagi mencari makna dari hasil pekerjaan tersebut.
Dalam prakteknya, penggabungan peta ingin dilakukan sekaligus bagi semua peta digunakan, karena dianggap akan menghemat waktu. Misalanya interprenmtasi hasilnya lebih sulit dan intervensi pengetahuan pakar juga terbatas. Masalah secara fisik pada sistem komputer akan lebih mudah, akan tetapi dari sudut interpretasi kesulitannya sama saja. Gambar 1-2 menggambarkan kedua hal tersebut, yaitu konsep penggabungan peta secara bertahap (per dua peta ) dan sakilgus.
Untuk memberikana gambaran bagaimana urutan kerja yang berlaku dalam suatu SIG manual, akan diuraikan dua contoh berikut ini, yaitu bagai perencanaan penggunaan lahan, yaitu perencanaan penetuan wilayah pengembangan komoditas tertentu dalam proses evaluasi kesesuaian lahan dan penentuan lokasi padang golf.
Penetuaan wilayah penggunan lahan pengembangan komoditas tertentu, misalnya karet, kopoi, kelapa sawit, pada prinsipnya dapat dilakukan melalui evaluasi lahan. Utuyk menilai kesesuaian lahan untuk suatu komoditas pada dasranya dilakukan denganmembandingkan antara kualitas lahan dengan persyaratan tumbuhan komoditas yang bersangkutan (crop requirement). Data sumberdaya lahan yang dibutuhkan adalah (1) data iklim (curah hujan, regim kelembaban,dll) (2) data tanah, terutama sifat- sifat tanah yang releven dengan keperluan tanaman, (3) data penggunaan lahan, (4) data peruntukan lahan, dan (4) dat sosial ekonomi. Seharusnya semua data ini dapat disajikan dalam bentu k peta skala yang sama, yang mencangkup seluruh wilayah yang di evaluasi. Operasi selanjutnya menumpang tindihkan berbagai peta sehingga dapat diperoleh lokasi yang sesuai dengan persyaratan yang dikemukakan diatas.
Untuk penentuan lokasi lapangan golf, prosedur yang analong seperti penentuan kesesuaian penggunaan lahan dilakukan. Hanya dalam hal ini : persyaratan data parameternya berbeda.data- data untuk pentuan pengembanagan lapangan golf antara lain : arah matahari, arah mata angin , sumber air, daerah hijau, dan tanah , dat hidrologi, data pemilik lahan, data infrastruktur, dan lain-lain
  • Kesesuaian Lahan Komoditas Peratanian
Contoh pertama ”analisa SIG manual” adalah penentuan daerah komoditas pertaniaan untuk mencari wilayah yang dapat dikembangkan untuk komoditas tanaman vanilla pada lereng antara 8-15% , status lahan dapat dialihkan, penggunaan lahan belukar atau belum dimamfaatkan, dekat dengan sumber daya air dan dapat dikembangkan untuk komoditas tersebut. Untuk keperluaan data tersebut maka perlu dibuat pete- peta seperti: peta kesesuaian lahan unntuk komoditas vanilla, peta lereng, peta status lahan , peta penutupan lahan dan peta sumbrdaya air.
peta kesesuaian lahan untuk komoditas ini diperoleh dengan cara melakukan berbagai analisa menggunakanm data dasar dan sebaran tanah, peta tofografi dan peta iklim. kombinasi ketiga data ini dapat menghasilkan peta kesesuaian lahan komoditas vanilla secara umum ( pentuaan kesesuaian lahan ini merupakan dominan pakar tanah). Pertama- tama peta lereng diinterprentasi dari peta topografi atau interprentasi foto udara atau merupakan hasil suatu pengukuran lapangan. Peta penutupn lahan dapat dibuat sendiri dengan menggunakan teknik interpreni citra, baik dari citra satelit atau foto udara yang selanjutnya ditambah dengan pengamatan lapang.Atau dapat juaga dicarai peta penggunaan lahan yang dibuat Badan Pertanahan Nasional (BPN). Begitu juaga peta stus lahan. Peta sumberdaya air dapat dibuat sebagai nhasil interpretasi dari foto udara atau peta topografi atau peta hidrogeologi. Peta sumberdaya ini biasanya menyajikan tentang kedalam air tanah ataupun kemungkinan dapat-tidaknya dikembangkan potensinya.

Semua peta- peta tersebut diatas diekstrak sesuai dengan tujuan dan selanjutnya dipindahkan ke lembaran tranparansi. Lembaran- lembaran tranparansi ini kemudian selanjutnya ditumpang-tindih berpasangan, secara bergantian sehingga daerah yang memenuhi persyaratan yang dimdinta dapat didelimitasi dan kemudian didelineasi. Secara praktis biasanya daerah yang tidak diperlukan diarsir sedangkan daerah yang diperlukan tidak diarsir. Hal ini bertujuaan untuk melihat langsung daerah yang dicara pada wktu tumpang – tindih. Jika wilyah yang diperlukan sudah dapat dibatasi, selanjutnya wilayah tersebut dipindahkan menjadi peta sendiri. Jika wilayah yang dicari tidak diperoleh dengan persyaratan yang ada maka kriteria tersebut kalau diinginkan dapat diganti, misalnya tidak ditemukan wilayah yang potesial untuk tanaman vanilla pada lereng 8-15% berpenutupan lahan belukar dan dekat sumber daya air maka dibuat lagi pencarian dengan kriteria yang lain, misalnya lereng 15-25%, dan seterusnya. Modifikasi kriteria biasnya diulakukan sepanjang memnenuhi syarat dan bila diperlukan, selnjutnya jika perlu. Selanjutnya jika diperlukan persyaratan lainyang lebih banyak, misalnya ukuran luas dan bentuk wilayah, maka dapat dihitung kemudiaan. Biasanya kemudahan untuk pembanguan sarana transportasi juag menjadi ukuran untuk pengembangan perkebunan ini. Jika hal tersebut diperlukan maka lapisan data tersebut juga harus dibuat

  • Penetuaan Lokasi Lapangan Golf
Contoh ”SIG manual” adalah penetuaan lokasi lapangan golf seperti yang dianjurkan oleh Star dan Estess (1990). Disesuikan data yang tersedia dalam bentuk spasial; adalah peta batas-batas kepemilikan lahan, peta topografi.peta penggunaan lahan ,dan peta tanah,
Peta topografi, di indonesia dihasilkan oleh Baksosurtanal, disini dipergunakan untuk dua tujuan yaitu (a) untuk menetukan kemiringan lereng, dan (b) untuk mencari lokasi air(dari pola drainase). Peta topografi ini selanjutnya diinterprentasikan sehigga dapat diperhintungkan kemiringan lerengnya. Dari kenampaakan topografi juga dapat diprediksi sehingga besarnya wilayah yang harus dikupas atau ditimbun dapat dipertimbangkan.
Di indonesia, peta pemilikan lahan dibuat oleh Direktorat Agraria dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan peta perencanaan perutukan lahan/peta tata ruang diperoleh dari Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah). Dari pete-peta ini dapat di peroleh informasi tentang daerah yang diijinkan untuk lapangan golf, perencanaan jalur jalan dan jalan- jalan yang sudah ada, dan lokasi-lokasi fasilitas umum seperti; penyediaan air, listrik, gas, dan sistem pembuangan air.
Umumnya peta perencanaan untuk perkembangan lapangan golf ini memerluka skala yang besar sedangkan peta topongrafi yang tersedia umumnya bersakal lebih kecil (peta topografi atau rupa bumi yang tersedia di indonesia umumnya bersekala 1: 50.000 kecuali di pulau jawa- bagian utara dan kepulauan Nusa Tenggara dan Timor- timur yang mempunyai peta beskala 1:25.000). disebabkan oleh tidak adanya peta yang sesuai, maka pengembanagan lapangan golf biasanya melakukan pengukuran topografi sendir. Jika peta- peta ini tersedia dan tidak mempunyai sistemp royeksi yang sama untuk menggabungkannya perlu diperhatikan daerah yang sama. Dalam Praktek perbedaan sistem proyeksi masih mungkin diatasi, terutama bila kedetilan pada peta-peta yang ada dapat menggambarkan lokasi-lokasi yang dilapangan dapat dikenalin. Berbeda dalam hal ini bila proses analisa menggunakan SIG terkomputer, karena analiswa diakukakn secara otomatis bila data tidak bertampal dengan benar, maka akan sulit dilaksanakan bahkan ada kemungkinan menghasilkan peroduk yang salah.
Tahap selanjutnya dalam perencanaan lapangan golf, adalah memanipulasi ketiga kelompok data trsebut sehingga dapat dipakai bersamaan. Kartografer atau pakar gambar memindahkan peta pemuilik lahan dan peta perencanaan kota dan peta topografi ke kertas transparansi sedemikiaan rupa sehingga obyek- obyek saling bersesuaiaan (disebut dengan proses register). Dalam hal ini posisis objek secara geometris sudah sama pada seluruh set data tersebut. Cara lain yang juga dapat dilakukan, yaitu dengan meresgistrasikan ketiga data tersebut kedalam data standar, misalnya kedata yang terdapat sistem koordinat geografik yang telah dikenal seperti UTM atau Koordinat Geografi perlu dilakukan terutama untuk daerah yang luas. Untuk daerah yang kecil atau peta skala besar, maka persoalan ini dapat diatasi dengan baik menggunakan koordinat lokasi saja
Bila individu lapisan data telah sesuaikan dengan koordinat di permukaan bumi, maka berbagai oprasi analisa dalam sistem informasi geografi dapat dilakukan. anlisa mulai menggambarkan hasilnya dalam lapisan tranpsransi tersendiri. Sebagai contoh., perlunya korido rselebar 25 m dari ujung hak pemilik, koridor selebar 10 m disepanjang jalan dan lokasi yang dusulkan. Dengan adanya wilayah ini secara kasar dapat diketahui besarnya area pengembangan baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai. Dalam hal ini maka sudah dapat dibuat kesimpulan sementara tenteng lokasi- lokasi seperti : club hause, Stroage tyard, fasilitas jalan , parkir dan lain- lain
Selanjunya si perncana membuat suatu lapisan grid kasar dalam database tersebut , dan mulai menandai kerkaitan topografi dan kenampakan- kenampakan hidrologi dan vegetasi yang paling sesuai untuk daerah- daerah fairway dan tee-off. Jalan air yang telah ada dapat pergunakan sebagai tanda batas- batas wilayah dalam lapangan golf, sedangkan lokasi daerah berhutan dapat dipertimbangkan sebagai bagian dari perencanaan lapangan. Berdasarkan keputusan sementara ini, selanjunya dipersiapkan lapisan data baru, yang merupakan draftar desing lapangan yang diususlkan. Dengan mengkombinasikana dimensi tee, fairways dan green tentatif dengan peta topografi asli, makan perencanaan dapat diperhittungkan besarnya jumlah tanah yang perlu ditambahkan atau dikeluarkan dari lapangna( kalkulasi bagian cut dan fiil sering dianggap domain insyiur sipil). Bila desain lapangn tentatif telah dikuasai, dengan menggunakan planimeterm maka dapat di tentukan panjang setiap hole, yang selanjutnya dapat dipakai untuk menetukan panjang total lapangan (yang merupakan pertimbangan bagi pemain golf). Lebih jauh , berdasarkan daerah- daerah hole, maka besarnya keperluaan bibit rumput dan pupuk dapat diperhitungkan (domain paka rpertaniaan/tanah)
Jika diinginkan pertimbangan yang sifat keamanan lingkungan seperti besarnya pecemaran akibat pemupukan atau pestisida pada tanah atau air maka ciri dan sifat tanah perlu dikumpulkan., pada lokasi- lokasi tertentu yang mewakili keseluruhan wilayah tersebut. Pakar tanah biasanya dapat memperkirakan besar kemampuaan tanah mengikat pupuk atau pestisida sehuingga besanya pencemaran dapat di duga.
Secara keseluruhan, urutan proses- proses tersebut diatas merupakan bentuk umum yang berlaku bagi tujuaan yang berbeda . Bagi tujuan analisa yang  berbeda akan dibutuhkan set data yang sesuai dan tidak dapat disamarkan. Kegiatan kunci dan proses analisa adalah pengolahan data yang membuat kenampakan- kenampakan penting masing- masing informasi (peta) salaing tumpang tindih (overlaping) secara benar. Bila data tesebut telah mempunyai posisi yang benar dengan sistem referensi spasial atau geografi yang sama, maka dapat diturunkan berbagai informasi seperti,: penentuan koridor potensial atau koridor spesifuk dalam lokasi, usulan lokasi untuk bangunan, dan akhirnya, perkiraan pengupasan dan penimbunan tanah. Bagaimana pun juga, hal ini merupakan suattu contoh akhir data informasi yang sangant khas melalui pengolahan data spasial dan naali8sa problem.