Prinsip-prinsip pengelolaan dan penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah sebagai berikut:
Pertama kelestarian sumberdaya. Pengelolaan dan penagkapan ikan yang berwawasan lingkungan pada dasarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama di wilayah pesisir. Oleh karena itu, kelestarian sumberdaya harus dipertahankan sebagai landasan utama untuk mencapai tujuan tersebut. Pengelolaan dan penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan diharapkan tidak menyebabkan rusaknya fishing ground, spawning ground dan nursery ground ikan. Selain itu, tidak pula merusak hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun yang memiliki keterkaitan ekologi dengan ikan. Berkaitan dengan prinsip kelestarian tersebut perlu dilakukan kegiatan monitoring, controlling, dan evaluation terhadap ketersediaan sumberdaya perikanan termasuk kondisi lingkungan perairan laut dan pencemaran.
Kedua, kelestarian budaya. Pengelolaan dan penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan seyogyanya memperhatikan kearifan/pengetahuan lokal, hukum adat dan aspek kelembagaan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya ikan. Hal ini penting karena di Nanggroe Aceh Darussalam terdapat aturan pengelolaan sumberdaya yang bersifat tradisional, yaitu lembaga persekutuan adat laot yang bernama Panglima Laot. Panglima laot inilah yang bertugas mempertahankan dan memelihara adat laot, yang di dalamnya diatur juga pengelolaan fungsi lingkungan hidup. Panglima laot memegang kekuasaan tentang pengaturan tempat penangkapan ikan, serta mengatur keefektifan aturan tentang hari-hari yang dilarang turun ke laut. Dalam adat laot, yang sangat ditekankan adalah bahwa usaha memenuhi kebutuhan ekonomi harus seimbang dengan kelestarian habitat dan keberlanjutan ekosistem. Adanya larangan turun ke laut pada hari-hari tertentu seperti hari jumat, hari raya, dan hari-hari besar Islam, tidak harus dipandang sebagai konsekuensi dari prosesi adat semata. Akan tetapi, larangan itu juga dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan biota laut untuk bereproduksi, memijah dan berkembang biak.
Disamping itu keberadaan panglima laot juga melarang keras para nelayan untuk menebang mangrove atau membuang sesuatu yang bisa mencemari laut, atau yang berefek kepada keberadaan biota laut.
Ketiga, prinsip ekonomi. Pengelolaan dan penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan hendaknya mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan asli daerah sehingga mampu mewujudkan kemadirian dan keadilan ekonomi. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya upaya pemerataan alokasi dan distribusi sumberdaya perikanan secara efesien dan berkelanjutan kepada masyarakat tanpa mempriotaskan suatu kelompok masyarakat dan memarjinalkan kelompok masyarakat lainnya.
Untuk mendukung upaya diatas, Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam perlu menciptakan aspek kelembagaan yang kondusif, misalnya dengan menetapkan kebijakan publik, insentif, disinsentif bagi pengembangan kegiatan ekonomi di daerah yang berbasis pada keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dan penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan.
Keempat, prinsip partisipatif. Pengelolaan dan penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan dapat berjalan dengan baik jika melibatkan partisipasi semua pihak yang terkait (stakehoulders) yaitu pemerintah daerah, dunia usaha, LSM, perguruan tinggi dan masyarakat. Adanya partisipasi seluruh pihak akan mewujudkan rasa memiliki dan tanggung jawab untuk bersama-sama menjaga kelestarian sumberdaya perikanan.
Kelima, akuntabilitas dan transparansi. Pengelolaan dan penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan harus memperhatikan aspek akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaannya. Akuntabilitas artinya segala kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan dan penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada publik. Sementara transparansi artinya segala kebijakan politik, publik dan peratuaran daerah dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat terutama yang berkaitan dengan distribusi dan alokasi teknologi penangkapan ikan. Hal ini penting untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan bebas dari praktik KKN.