PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP FASILITAS PUBLIK (Studi Kasus Penggunaan Trotoar Di Jalan Jawa dan Jalan Kalimantan Kabupaten Jember)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP FASILITAS PUBLIK
(Studi Kasus Penggunaan Trotoar Di Jalan Jawa dan Jalan Kalimantan Kabupaten Jember)

Proposal Penelitian

Oleh :
Teguh Priadana S.
NIM 090910201066

Dosen Pembimbing 1
Drs. Anwar, M.Si
NIP 196306061988021001

Dosen Pembimbing 2
M. Hadi Makmur, S.Sos, M.AP
NIP 197410072000121000

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
2016
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.4 Manfaat Penelitian 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Persepsi 6
2.1.1 Sifat-sifat Persepsi 10
2.1.2 Indikator Persepsi 12
2.2 Masyarakat 14
2.3 Tinjauan Masyarakat Pengguna Trotoar 15
2.3.1 Trotoar 15
2.3.2 Pejalan Kaki (Pedestrian) 15
2.3.3 Pedagang Kaki Lima 18
2.4 Kerangka Berpikir 18
BAB 3. METODE PENELITIAN 20
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian 20
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 22
3.2.1 Tempat Penelitian 22
3.2.2 Waktu Penelitian 22
3.3 Penetuan Populasi dan Sampel Penelitian 22
3.3.1 Penentuan Populasi 22
3.3.2 Penentuan Sampel 22
3.4 Definisi Operasional 23
3.5 Sumber Data 24
3.6 Teknik Pengumpulan Data 24
3.7 Metode Analisis Data 26
DAFTAR PUSTAKA 27

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Didalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, manusia melakukan berbagai aktivitas yang mendukung mereka untuk dapat bertahan hidup serta meningkatkan kesejahteraannya dalam konteks kehidupan bernegara. Untuk dapat melakukan aktivitas-aktivitas tersebut baik itu secara sosial maupun ekonomi, masyarakat membutuhkan fasilitas yang dapat mendukung berbagai aktivitas tersebut yang diselenggarakan oleh pemerintah salah satunya adalah penyelenggaraan fasilitas publik. Terapannya dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan fasilitas publik yang dibuat oleh pemerintah merupakan sarana dan prasarana yang bertujuan untuk memudahkan berbagai kegiatan masyarakat. Bentuk dari fasilitas umum dapat berupa tempat ibadah, telepon umum, rumah sakit, jalan raya, tempat rekreasi, kendaraan umum,pasar, fasilitas olahraga dan sebagainnya.
Jalan raya sebagai salah satu bentuk fasilitas umum merupakan sarana yang vital yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan yang lain. Jalan raya di dalam kota yang kondisinya padat penduduk biasanya disertai fasilitas pendukung berupa trotoar. Dalam konteks manajemen lalu lintas dimana sebuah jalan raya yang dipakai bersama baik itu oleh pejalan kaki maupun kendaraan bermotor, trotoar difungsikan untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor yang dinilai dapat memperlambat arus lalu lintas.
Trotoar adalah Jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan(http://hubdat.dephub.go.id/component/content/article/1-profil/580-senarai. Diakses pada tanggal 2 Maret 2016 pukul 14.00 WIB) Untuk keamanan pejalan kaki maka trotoar ini harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik. Fungsi trotoar menurut Peraturan Pemerintah Indonesia No. 26. Tahun 1985 tentang jalan, adalah untuk menjamin keamanan pejalan kaki.Penggunaan trotoar berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak boleh diselewengkan dengan cara apapun, termasuk dimiliki secara pribadi dengan alasan trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. Disebutkan dalam pasal 131 dan 132 dari Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, hak dan kewajiban pejalan kaki adalah pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar dan wajib memperhatikan keselamatan dan kelancaran lalu lintas.
Di Jawa Timur, Kabupaten Jember menjadi salah satu kota dengan predikat kota pendidikan selain Surabaya dan Malang karena terdapat banyak perguruan tinggi baik itu berstatun PTN (Perguruan Tinggi Negeri) maupun PTS (Perguruan Tinggi Swasta). Untuk di Kabupaten Jember, Universitas Jember merupakan salah satu jenis Perguruan Tinggi Negeri. Sejak didirikannya pada tanggal 10 November 1957, Universitas Jember yang hanya memiliki lima fakultas berkembang menjadi tiga belas fakultas hingga saat ini tahun 2016. Universitas Jember beralamat di Jalan Kalimantan Kecamatan Sumbersari yang dulunya disebut daerah Tegal Boto yang merupakan daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh transportasi darat hingga dibangun infrastruktur jembatan di Jalan PB Sudirman kearah Jalan Mastrip pada tahun 1961 hingga kini meluas menjadi kawasan yang padat aktivitas disekitar kampus.
Padatnya aktivitas yang berada di Jalan Kalimantan dan Jalan Jawa menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat karena kedua jalan tersebut merupakan salah satu jalan pintu masuk utama dan pintu keluar dari Universitas Jember. Mengingat semakin bertambahnya jumlah mahasiswa baru dari tahun ke tahun yang tentunya memiliki dampak terhadap kawasan disekitar kampus, contohnya dapat berupa aktivitas pejalan kaki maupun pengguna kendaraan bermotor dalam frekuensi yang tinggi terhadap pengunaan fasilitas publik berupa jalan raya dan trotoar.
Dari padatnya aktivitas yang berada di kawasan sekitar kampus khususnya di Jalan Jawa dan Jalan Kalimantan, penggunaan trotoar sebagai fasilitas pendukung jalan raya menjadi penting demi terciptanya kelancaran dan ketertiban sosial. Namun pada kenyataanya penggunaan trotoar di kawasan tersebut tidaklah berjalan sesuai harapan. Terdapat fenomena pengalihan fungsi trotoar oleh para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang mendominasi areal trotoar untuk dijadikan tempat berdagang berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti membuat para pejalan kaki kehilangan haknya untuk memakai fasilitas tersebut hingga akhirnya para pejalan kaki terpaksa berjalan di jalan raya. Atas kondisi yang seperti itu, tentulah membahayakan atau menciptakan kondisi yang dapat merugikan bagi pejalan kaki karena fungsi jalan raya lebih diperuntukkan untuk kendaraan bermotor. Tanggapan masyarakat terhadap kasus ini belum banyak terungkap, karena memang alih fungsi ini masih dapat dikatakan baru berdasarkan observasi awal berupa wawancara yang dilakukan peneliti terhadap sejumlah Pedagang Kaki Lima, kasus ini mulai muncul sejak tahun 2000. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kasus ini membahas tentang implementasi dan kajian yuridis tentang Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Perizinan Pedagang Kaki Lima.

Adapun beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya yaitu:
Tabel 1. Studi Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian
1 Abrianto Havid S. (2011)
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 Pasal 6 Tentang
Perizinan Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Lingkungan Kampus
Universitas Jember Untuk mengetahui sejauh mana Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 Pasal 6 Tentang Perizinan Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Lingkungan Kampus Universitas Jember. Implementasi masih belum efektif karena tidak terpenuhinya faktor konsistensi, wewenang, dan (Standart Operating Procedures, SOP).

Masalah utama dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Wilayah Universitas Jember ini adalah lahan relokasi.

PKL diperbolehkan berdagang dengan syarat menjaga kebersihan dan membuat kartu anggota agar tidak ada tambahan PKL

2 Ryza Dwi Erlinda (2014) Kajian Yuridis Tentang Izin Pedagang Kaki Lima Di Jalan Jawa Untuk
Mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik (Good
Governance) Di Wilayah Kabupaten Jember Mengetahui dan memahami tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Jember untuk menangani permasalahan PKL di kawasan Jalan Jawa Kabupaten Jember;

Mengetahui dan memahami fakta mengenai PKL untuk memperoleh izin membuka usaha di Jalan Jawa apakah sesuai peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang memberi izin bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk berjualan di tempat fasilitas umum.

Fakta tentang penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di jalan Jawa Kabupaten Jember adalah bahwasanya selama ini pedagang kaki lima di jalan jawa tidak memiliki izin dari pemerintah secara resmi. Pedagang Kaki Lima (PKL) selama ini memperoleh izinnya dari lurah kelurahan setempat, mereka mempunyai sebuah paguyuban tersendiri untuk mengakomodasi kebutuhan mereka.

Pada kasus pengalihan fungsi fasilitas trotoar tersebut, Pedagang Kaki Lima menjadi sorotan utama yang menarik minat para peneliti untuk dijadikan bahan kajian. Dari kedua penelitian terdahulu yang dilakukan baik itu oleh Abrianto maupun Ryza, peneliti menilai ada kesamaan yakni, dari fenomena yang ada pemerintah memang merespon dengan membuat kebijakan-kebijakan tertentu baik itu berupa Peraturan Daerah,Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati demi tercapainya ketertiban sosial namun didalam pelaksanaanya masih belum efektif. Pedagang Kaki Lima itu sendiri merupakan bagian dari sistem masyarakat (sektor informal) yang tidak bisa dipisahkan sendiri, dalam kasus ini penggunaan trotoar tidak dilakukan oleh pejalan kaki saja tapi juga dilakukan oleh Pedagang Kaki Lima, untuk itu peneliti merasa perlu untuk meneliti persepsi dari para pengguna fasilitas trotoar tersebut yang diharapkan untuk masa mendatang dari persepsi ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membentuk opini sosial yang diperlukan dalam perumusan kebijakan agar menghasilkan sebuah kebijakan yang tepat
1.2 Rumusan Masalah
“Bagaimana persepsi masyarakat tentang penggunaan trotoar di Jalan Jawa dan Jalan Kalimantan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember?”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
Melakukan deskripsi tentang persepsi masyarakat tentang penggunaan trotoar di Jalan Jawa dan Jalan Kalimantan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan deskripsi persepsi masyarakat tentang fenomena pengalihan fungsi trotoar yang terjadi di Jember khususnya di Jl. Jawa dan Jl. Kalimantan.
2. Sebagai referensi dan masukan bagi civitas akademika yang mengadakan penelitian dengan tema yang sama
3. Masukan bagi pihak pemerintah daerah Jember serta masyarakatnya dalam rangka mewujudkan tertib sosial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi
Secara etimologis, persepsi atau perception berasal dari bahasa Latin perceptio; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil (Alex Sobur, 2003: 45).
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita (Robert A. Baron, 1991:34).
Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Mangkunegara (dalam Arindita, 2002) berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus (Input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap.
Persepsi timbul karena adanya dua faktor baik internal maupun eksternal. faktor internal tergantung pada proses pemahaman sesuatu termasuk di dalamnya sistem nilai, tujuan, kepercayaan dan tanggapannya terhadap hasil yang dicapai. faktor eksternal berupa lingkungan. kedua faktor ini menimbulkan persepsi karena didahului oleh suatu proses yang dikenal dengan komunikasi.
Menurut Jalaluddin Rakhmat (1996: 51) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Leavitt (Alex Sobur, 2003: 445) persepsi (perception) dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.
Menurut De Vito (1997: 75) persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita. Dalam perspektif ilmu komunikasi, persepsi bisa dikatakan sebagai inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini tampak jelas pada definisi Rudolph F. Verbender (Alex Sobur, 2003: 446) yang menyatakan bahwa persepsi adalah proses menafsirkan informasi indrawi.
Menurut Mulyana (Alex Sobur, 2003: 446) persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat keasaman persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya, semakin cenderung membentuk 13 kelompok budaya atau kelompok identitas. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Suranto Aw (2011: 60) yang juga menyatakan bahwa persepsi merupakan inti komunikasi. Persepsi memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan komunikasi. Artinya, kecermatan dalam mempersepsi stimuli inderawi mengantarkan kepada keberhasilan komunikasi. Sebaliknya, kegagalan dalam mempersepsi stimuli, menyebabkan mis-komunikasi.
Menurut Alex Sobur (2003: 451) persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau data. Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus. Persepsi juga merupakan proses untuk menerjemahkan atau menginterpretasi stimulus yang masuk dalam alat indra. Persepsi manusia, baik berupa persepsi positif maupun negatif akan mempengaruhi tindakan yang tampak. Tindakan positif biasanya muncul apabila kita mempersepsi seseorang secara positif dan sebaliknya (Sugihartono, dkk., 2007: 9). Sedangkan menurut Kartini Kartono (1996: 61) persepsi merupakan pengamatan secara global, belum disertai kesadaran, sedangkan subyek dan obyeknya belum terbedakan satu dari lainnya (baru ada proses memiliki tanggapan).
Robbins (2006 : 170) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu:
1. Pelaku Persepsi
Ketika individu memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu tersebut. Diantaranya karakteristik yang mempengeruhi persepsi adalah :
a. Sikap
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk berinteraksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek. Sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan yang bersangkutan.
b. Motif (kebutuhan)
Motif adalah perangsang keinginan dan daya gerak kemauan seseorang. Motif atau kebutuhan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi.
c. Kepentingan (minat)
Pengertian minat adalah perhatian atau kesukaan pada suatu objek. Kepentingan individual satu dengan individu lain berbeda, apa yang dicatat satu orang dalam suatu situasi dapat berbeda dengan apa yang dipersepsikan oleh orang lain.

d. Pengalaman masa lalu
Pengalaman merupakan peristiwa yang dialami seseorang dan ingin membuktikan sendiri secara langsung dalam rangka membentuk pendapatnya sendiri. Hal ini berarti pengalaman yang dialami sendiri oleh seseorang lebih kuat dan sulit dilupakan dibandingkan dengan melihat pengalaman orang lain.
e. Pengharapan (expectation)
Pengharapan berarti keinginan akan sesuatu agar terjadi. Harapan merupakan perhatian seseorang terhadap stimulus atau objek mengenai hal yang disukai dan diharapkan. Harapan dapat tergantung kepada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup dan kemampuan masing-masing. Pengharapan dapat menyimpangkan persepsi dalam melihat apa yang dilihatnya.
2. Target
Karakteristik dari target yang akan diamati akan mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Karakteristik-karateristik tersebut adalah:
a. Hal baru
Seorang individu biasanya lebih tertarik untuk mempersepsikan hal baru dibandingkan hal yang lama. Rangsangan dari hal baru akan menimbulkan keinginan untuk dapat menerima rangsangan tersebut.
b. Latar Belakang
Suatu latar belakang yang dimiliki objek dapat mempengaruhi persepsi yang terbentuk.
c. Kedekatan
Objek-objek yang berdekatan satu sama lain akan cenderung dipersepsikan bersama-sama, bukan secara terpisah. Kedekatan akan mempengaruhi persepsi yang terbentuk pada individu-individu.
3. Situasi
Unsur-unsur lingkungan sekitar yang mempengaruhi:
a. Waktu
Suatu objek atau peristiwa yang dilihat dalam waktu yang bersamaan dapat mempengaruhi perhatian. Waktu yang diberikan terhadap apa yang dipersepsikan dapat mempengaruhi persepsi yang terbentuk.
b. Keadaan lingkungan
Lingkungan yang kondusif akan mempengaruhi terhadap persepsi. Karena berhubungan dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu kelompok, organisasi, atau masyarakat.
c. Keadaan sosial
Dimana suatu objek atau peristiwa yang sama dengan situasi sosial yang berbeda dapat menghasilkan persepsi yang berbeda. Keadaan sosial setiap individu dengan individu lain dapat mempengaruhi persepsi yang terbentuk terhadap rangsangan.

2.1.1 Sifat-sifat Persepsi
Persepsi terjadi dalam benak individu yang mempersepsikan, bukan di dalam objek dan selalu merupakan pengetahuan tentang penampakan. Untuk membantu rnempermudah memahami arti persepsi, maka lebih lanjut dapat kita lihat sifat-sifat persepsi itu sendiri yang meliputi:
a. Persepsi adalah Pengalaman.
Untuk mengartikan makna dari seorang, objek atau peristiwa, harus dimiliki basis dalam melakukan interprestasi, yang biasa di tentukan pada pengalaman masa lalu dengan orang, objek, peristiwa tersebut.
b. Persepsi adalah Selektif.
Ketika mempersepsikan sesuatu, biasanya hanya memperhatikan bagian-bagian tertentu dari objek atau tertentu berdasarkan atas sikap, nilai dan keyakinan yang ada dalam diri yang bersangkutan dan mengabaikan karateristik yang tidak relevan atau berlawanan dengan nilai dan keyakinan tersebut.
c. Persepsi adalah Penyimpulan.
Proses psikologi dari persepsi mencakup penarikan kesimpulan melalui suatu proses induksi secara logis. lnterprestasi yang dihasilkan melalui persepsi pada dasarnya penyimpulan atas informasi yang tidak lengkap. Dengan kata lain mempersepsikan makna adalah melompat pada suatu kesimpulan yang tidak sepenuhnya didasarkan atas data yang dapat ditangkap oleh indra.
d. Persepsi bersifat tidak akurat.
Setiap persepsi yang dilakukan akan mengandung kesalahan dalam kadar tertentu, yang disebabkan oleh pengaruh masa lalu, selektivitas dan penyimpulan.
e. Persepsi bersifat evaluatif.
Persepsi tidak akan pernah objektif karena dalam proses menginterprestasikan makna berdasarkan pengalaman dan merefleksikan sikap, nilai dan keyakinan pribadi. Sehingga dalam mempersepsikan suatu objek perlu dilihat baik atau buruknya. Adalah sangat langka jika dapat mempersepsikan suatu secara sepenuhnya netral. Jalalludin Rakhmad (2004:89)

2.1.2 Indikator Persepsi
Menurut Robbin (2003: 124), indikator persepsi ada dua macam, yaitu:
a. Penerimaan.
Proses penerimaan merupakan indikator terjadinya persepsi dalam tahap fisiologis, yaitu berfungsinya indera untuk menangkap rangsang dari luar.
b. Evaluasi.
Rangsang-rangsang dari luar yang telah ditangkap indera, kemudian dievaluasi oleh individu. Evaluasi ini sangat subjektif. Individu yang satu menilai suatu rangsang sebagai sesuatu yang sulit dan membosankan. Tetapi individu yang lain menilai rangsang yang sama tersebut sebagai sesuatu yang bagus dan menyenangkan.
Menurut Bimo Walgito (1990: 54), persepsi memiliki indikator sebagai berikut:
1. Penyerapan terhadap rangsang atau objek dari luar individu.
Rangsang atau objek tersebut diserap atau diterima oleh panca indera, baik penglihatan, pendengaran, peraba, pencium, dan pencecap secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Dari hasil penyerapan atau penerimaan oleh alat-alat indera tersebut akan mendapatkan gambaran, tanggapan, atau kesan di dalam otak. Gambaran tersebut dapat tunggal maupun jamak, tergantung objek persepsi yang diamati. Di dalam otak terkumpul gambaran-gambaran atau kesan-kesan, baik yang lama maupun yang baru saja terbentuk. Jelas tidaknya gambaran tersebut tergantung dari jelas tidaknya rangsang, normalitas alat indera dan waktu, baru saja atau sudah lama.
2. Pengertian atau pemahaman.
Setelah terjadi gambaran-gambaran atau kesan-kesan di dalam otak, maka gambaran tersebut diorganisir, digolong -golongkan (diklasifikasi), dibandingkan, diinterpretasi, sehingga terbentuk pengertian atau pemahaman. Proses terjadinya pengertian atau pemahaman tersebut sangat unik dan cepat. Pengertian yang terbentuk tergantung juga pada gambaran-gambaran lama yang telah dimiliki individu sebelumnya (disebut apersepsi).
3. Penilaian atau evaluasi.
Setelah terbentuk pengertian atau pemahaman , terjadilah penilaian dari individu. Individu membandingkan penge rtian atau pemahaman yang baru diperoleh tersebut dengan kriteria atau norma yang dimiliki individu secara subjektif. Penilaian individu berbeda -beda meskipun objeknya sama. Oleh karena itu persepsi bersifat individual.
Menurut Hamka (2002: 101), indikator persepsi ada dua macam, yaitu:
1. Menyerap, yaitu stimulus yang berada di luar individu diserap melalui indera, masuk ke dalam otak, mendapat tempat. Di situ terjadi proses analisis, diklasifikasi dan diorganisir dengan pengalaman -pengalaman individu yang telah dimiliki sebelumnya. Karena itu penyerapan itu bersifat individual berbeda satu sama lain meskipun stimulus yang diserap sama.
2. Mengerti atau memahami, yaitu indikator adanya persepsi sebagai hasil proses klasifikasi dan organisasi. Tahap ini terjadi dalam proses psikis. Hasil analisis berupa pengertian atau pemahaman. Pengertian atau pemahaman tersebut juga bersifat subjektif, berbeda -beda bagi setiap individu.

2.2 Masyarakat
Masyarakat sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris society. Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama. Adapun kata “masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu syirk, artinya bergaul ini karena ada bentuk-bentuk aturan hidup, yang bukan disebabkan manusia sebagai perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan. Menurut Koenjaraningrat (1994: 122) “masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat-istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama”.
Beberapa definisi masyarakat menurut sarjana ilmu sosial:
a. Maclver dan Page
Menyatakan masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerja sama antara berbagi kelompok dan penggolongan, dari pengawasan tingkah-laku serta kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini dinamakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan berhubungan sosial dan masyarakat selalu berubah.
b. Ralph Linton
Mendenifisikan masyarakat sebagai setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batasan-batasan yang dirumuskan dengan jelas.
c. Selo Soemardjan
Menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. (Soerjono Soekanto, 2009:26).
Walaupun definisi masyarakat dari para sarjana-sarjana ilmu sosial tersebut berlainan akan tetapi pada dasamya memiliki unsur atau dasar isi yang sama berkaitan dengan hal tersebut Soerjono Soekanto (2009:20), mengemukakan bahwa masyarakat memiliki beberapa unsur-unsur, yaitu sebagai berikut :
1. Manusia yang hidup bersama
2. Bercampur dalam waktu yang cukup lama
3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan satu sama lain
4. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.
Dari berbagai pemikiran di atas, maka masyarakat dapat diartikan sebagai sejumlah manusia yang hidup bersama di suatu daerah, pada suatu waktu tertentu menciptakan kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan bagi pergaulan hidupnya yang pada akhirnya menciptakan kebudayaan, sehingga mereka akan merasa terikat satu sama lain.
Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang pernah dialami oleh sekelompok manusia yang hidup bersama di suatu daerah, pada suatu waktu tertentu menciptakan kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan lalu mereka akan merasa terikat satu sama lain kemudian menilai, menafsir dan menanggapi suatu objek.
2.3 Tinjauan masyarakat pengguna trotoar
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk menggabungkan beberapa definsi masyarakat yang telah diuraikan sebelumnya dengan pengertian pengguna fasilitas trotoar sebagai satu kesatuan didalam sistem masyarakat.
2.3.1 Trotoar
Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang terletak didaerah manfaat jalan, diberi lapisan permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan. Fungsi utama trotoar adalah untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki tersebut. Trotoar juga berfungsi memperlancar lalu lintas jalan raya karena tidak terganggu atau terpengaruh oleh lalu lintas pejalan kaki. Ruang dibawah trotoar dapat digunakan sebagai ruang untuk menempatkan utilitas dan pelengkap jalan lainnya.
Suatu ruas jalan dianggap perlu dilengkapi dengan trotoar apabila disepanjang jalan tersebut terdapat penggunaan lahan yang mempunyai potensi menimbulkan pejalan kaki. Penggunaan lahan tersebut antara lain perumahan, sekolah, pusat perbelanjaan, pusat perdagangan, pusat perkantoran, pusat hiburan, pusat kegiatan sosial, daerah industri, terminal bus dan lain-lain. Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur lalu lintas (bila tersedia jalur parkir). Trotoar hendaknya dibuat sejajar dengan jalan, akan tetapi dapat tidak sejajar dengan jalan bila keadaan topografi atau keadaan setempat yang tidak memungkinkan (Buku Petunjuk Perencanaan Trotoar No. 007/BNKT/1990).

2.3.2. Pejalan Kaki (Pedestrian)
Pejalan kaki adalah orang yang melakukan aktifitas berjalan kaki dan merupakan salah satu unsur pengguna jalan. (Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97). Pejalan kaki harus berjalan pada bagian jalan yang diperuntukan bagi pejalan kaki, atau pada bagian pejalan kaki, atau pada bagian jalan yang paling kiri apabila tidak terdapat bagian jalan yang diperuntukan bagi pejalan kaki (PP No. 43 , 1993).
Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagi pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki. Maka pedestrian dalam hal ini memiliki arti pergerakan atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat sebagai titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan menggunakan moda jalan kaki. Atau secara harfiah, pedestrian berarti “person walking in the street”, yang berarti orang yang berjalan di jalan.
Sukoco (2002) berpendapat, masalah pejalan kaki juga merupakan masalah utama dalam lalu lintas. Kemacetan dan kecelakaan bisa terjadi disebabkan oleh pejalan kaki, karena sering terjadi alih fungsi salah satu fasilitas pejalan kaki menjadi tempat kegiatan lain atau fasilitas pejalan kaki yang kurang bermanfaat, seperti trotoar untuk areal perdagangan dan sejenisnya. Pejalan kaki sering dijumpai, baik hanya untuk jalan-jalan maupun untuk suatu kebutuhan dengan pertimbangan untuk menghemat biaya transportasi ataupun pertimbangan jarak yang dekat. Oleh karena itu pemerintah membuat prasarana jalan untuk kendaraan bermotor maupun untuk pejalan kaki.
Menurut Dirjen Perhubungan Darat (1993) melihat pentingnya sarana untuk pejalan kaki, maka perlu disediakan fasilitas untuk keselamatan pejalan kaki. Karena adanya hubungan yang erat ataupun konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan bermotor, maka fasilitas yang diberikan kepada pejalan kaki terletak di pinggir jalur jalan kendaraan.Pejalan kaki adalah bentuk transportasi yang penting di perkotaan. Pejalan kaki terdiri dari:
1. Mereka yang keluar dari tempat parkir mobil menuju tempat tujuan,
2. Mereka yang menuju atau turun dari angkutan umum sebagian besar masih memerlukan kegiatan berjalan kaki,
3. Mereka yang melakukan perjalan kurang dari 1 kilometer (km), sebagian besar dilakukan dengan berjalan kaki.
2.3.2 Pedagang Kaki Lima
Pedagang kaki lima adalah pelaku usaha yang melakukan kegiatan usahanya dalam jangka waktu tertentu dan bersifat sementara difasilitas umum dengan menggunakan sarana berdagang yang mudah dibongkar pasang dan pindahkan (Peraturan Daerah Kabupaten Jember No. 6 Tahun 2008 Tentang Pedagang Kaki Lima)
Istilah PKL erat kaitannya dengan istilah di Prancis tentang pedestrian untuk pejalan kaki disepanjang jalan raya, yaitu Trotoir (baca: trotoar). Di sepanjang jalan raya kebanyakan berdiri bangunan bertingkat. Pada lantai paling bawah biasanya disediakan ruang untuk pejalan kaki(trotoir) selebar 5 kaki (5 feet setara dengan 1,5 m). Pada perkembangan berikutnya para pedagang informal akan menempati trotoir tersebut, sehingga disebut dengan istilah Pedagang Lima Kaki, sedangkan di Indonesia disebut Pedagang Kaki Lima atau PKL. (Widjajanti, 2000:28)
Menurut Bromley dalam Mulyanto (2007), pedagang kaki lima (PKL) merupakan kelompok tenaga kerja yang banyak di sektor informal. Pandangan Bromley, pekerjaan pedagang kaki lima merupakan jawaban terakhir yang berhadapan dengan proses urbanisasi yang berangkai dengan migrasi desa ke kota yang besar, pertumbuhan penduduk yang pesat, pertumbuhan kesempatan kerja yang lambat di sektor industri, dan penyerapan teknologi yang padat moral, serta keberadaan tenaga kerja yang berlebihan.
2.4 Kerangka Berpikir
Persepsi Masyarakat adalah suatu penilaian, penafsiran akan tanggapan sejumlah manusia yang hidup bersama di suatu daerah, pada suatu waktu tertentu menciptakan kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan bagi pergaulan hidupnya yang pada akhirnya menciptakan kebudayaan, sehingga mereka akan merasa terikat satu sama lain kemudian menilai, menafsir dan menanggapi suatu objek.
Masyarakat pengguna fasilitas trotoar merupakan sebuah bagian dalam sistem masyarakat yang terdiri dari Pejalan Kaki dan Pedagang Kaki Lima. Untuk dapat mendeskripsikan persepsi masyarakat atas penggunaan fasilitas trotoar di Jalan Jawa dan Jalan Kalimantan Kabupaten Jember, peneliti menggunakan metode survei dengan menyebarkan angket yang memuat pertanyaan seputar penggunaan trotoar di kawasan sekitar Jalan Jawa dan Jalan Kalimantan yang kemudian hasil dari angket tersebut di deskripsikan dalam bentuk narasi.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode penelitian merupakan hal yang penting didalam sebuah penelitian karena suatu penelitian dapat diakui hasilnya apabila menggunakan metode penelitian yang tepat dan ilmiah. Menurut Usman dan Akbar (2003:43) metode merupakan suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sugiono (2012:2) mengemukakan bahwa metode penelitian sebagai suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah yang dimaksud dalam hal ini adalah cara-cara yang sifatnya rasional, empiris dan sistematis. Berdasarkan berbagai pendapat yang dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah yang digunakan oleh peneliti untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. Peneliti akan dapat menemukan jawaban atas masalah penelitian jika peneliti mampu menggunakan metode penelitian yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang akan digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Jenis penelitian.
2. Tempat dan waktu penelitian.
3. Penentuan populasi dan sampel penelitian.
4. Definisi operasional.
5. Sumber data.
6. Teknik pengumpulan data.
7. Metode analisis data.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei. Survei adalah metode riset dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen. Berdasarkan tingkat eksplanasinya, Sugiyono (2012:11) menjelaskan penelitian survei adalah penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain, yang dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
a. Penelitian deskriptif
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain.
b. Penelitian komparatif
Penelitian komparatif adalah penelitian yang membandingkan dimana variabelnya masih sama dengan penelitian mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu atau dalam waktu yang berbeda.
c. Penelitian hubungan
Penelitian hubungan merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih.
Dari uraian diatas, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif. Sejalan dengan hal tersebut, Arikunto (2002:234) mendefinisikan penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.
Penelitian ini adalah penelitian survei dengan metode deskriptif yang bersifat studi kasus dimana kesimpulan hasil deskripsi hanya berlaku bagi kasus yang diteliti. Deskripsi penelitian ini memfokuskan pada persepsi masyarakat tentang penggunaan fasilitas publik trotoar.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat dimana peneliti melakukan penelitian guna mendapatkan data-data yang diperlukan dalam menjawab permasalahan penelitian. Tempat penelitian ini berlokasi di Jalan Jawa dan Jalan Kalimantan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah jangka waktu yang diperlukan selama melakukan penelitian. Dalam penelitian ini waktu penelitian dilakukan secara berkelanjutan, yaitu dengan melakukan observasi awal sejak tanggal 15 Januari 2016 kemudian oenelitian akan dilanjutkan setelah seminar proposal untuk memper oleh data-data yang lebih mendalam terkait permasalahan penelitian dengan batas waktu minimal 1 bulan.
3.3 Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Penetuan Populasi
Menurut Sugiyono (2012:90) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Maka populasi dalam penelitiannya ini adalah seluruh pengguna fasilitas trotoar dikawasan Jalan Jawa dan Jalan Kalimantan.
3.3.2 Penetuan Sampel
Sugiyono (2012:91) menyatakan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel sampling incidental. Menurut Hadi (2004:81) accidental/incidental sampling adalah pengambilan sampel yang tidak ditetapkan terlebih dahulu, peneliti langsung mengumpulkan data dari unit sampling yang ditemuinya, setelah jumlahnya diperkirakan mencukupi maka pengumpulan data dihentikan. Sejalan dengan hal tersebut, Sugiyono (2012:96) juga menyebutkan sampling incidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insindental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka sampel dalam penelitian ini adalah para pejalan kaki dan Pedagang Kaki Lima sebagai masyarakat pengguna trotoar yang berada di sekitar Jalan Jawa dan Jalan Kalimantan.
3.4 Definisi Operasional
Menurut Sugiyono (2012: 31), definisi operasional adalah penentuan konstrak atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti dan mengoperasikan konstrak, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Persepsi Masyarakat adalah suatu penilaian, penafsiran akan tanggapan sejumlah manusia yang hidup bersama di suatu daerah, pada suatu waktu tertentu menciptakan kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan bagi pergaulan hidupnya yang pada akhirnya menciptakan kebudayaan, sehingga mereka akan merasa terikat satu sama lain kemudian menilai, menafsir dan menanggapi suatu objek.
Secara operasional, variabel persepsi masyarakat diambil dari faktor-faktor yang mempengaruhi persepi yang dikemukakan oleh Robbins (2006 :170) dimana persepsi masyarakat adalah suatu penilaian yang dinyatakan berdasarkan:
1. Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu adalah ingatan telah dialami oleh seseorang dalam pengunaan trotoar.
2. Sikap
Sikap adalah perasaan seseorang terhadap penggunaan trotoar.
3. Motif
Motif adalah alasan seseorang menggunakan trotoar.
4. Pengharapan
Pengharapan aadalah keinginan dan perhatian seseorang terhadap fasilitas trotoar dimasa mendatang.
5. Keadaan Lingkungan
Keadaan lingkungan adalah norma atau nilai yang berlaku didalam masyarakat yang berkaitan dengan fasilitas trotoar.
3.5 Sumber Data
Menurut Bungin (2005:119) data adalah bahan keterangan tentang sesuatu objek penelitian yang diperoleh dilokasi penelitian. Data yang diperlukan dalam penelitian ini mencakup:
a. Data primer
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari lokasi penelitian atas objek penelitian (Bungin, 2005:122). Sejalan dengan itu Sugiyono (2012:156) juga menambahkan data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan (Bungin, 2005:122). Sugiyono (2012:156) menyebutkan data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai keadaan serta memperoleh kesimpulan dari persoalan, maka diperlukan data. Menurut Bungin (2005:119) data adalah bahan keterangan tentang sesuatu objek penelitian yang diperoleh dilokasi penelitian. Dalam mendapatkan data tersebut perlu menggunakan teknik pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Menurut Nawawi (1998:100) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Tujuannya adalah untuk melihat dan mengetahui kondisi atau keadaan daerah penelitian”. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan pengamatan langsung di Jalan Jawa dan Jalan Kalimantan.
2. Kuisioner
Pada umumnya kuisioner meminta keterangan tentang fakta yang diketahui oleh responden atau juga mengenai pendapat atau sikap. Menurut Sugiyono (2012:162) kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Kuisioner dapat berupa pertanyaan tertutup atau terbuka dan dapat diberikan kepada responden secara langsung. Pemberlakuan kuisioner akan diserahkan kepada masyarakat pengguna trotoar yang tersebar di Jalan Jawa dan Jalan Kalimantan.
3. Dokumentasi
Menurut Bungin (2005:144) dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis. Sebagian data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, kenang-kenangan, laporan dan sebagainya. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberikan peluang pada peneliti untuk hal-hal telah silam.

3.7 Metode Analisis Data
Kegiatan analisa data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden terkumpul. Sugiyono (2012:169) menjelaskan kegiatan analisa data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Penelitian ini menggunakan data ordinal, dimana data ordinal adalah data yang berbentuk rangking atau peringkat. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif. Sugiyono (2012:169) menjelaskan statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalsis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arikunto, S. 2002. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Aw Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu
Baron, Robert A & Paul B. Paulus. (1991). Undertanding Human Relations : A Practical guide to People at Work (2nd ed.) A Division of Simon & Schuster, Inc Needham Heights, MA
Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantiatif. Jakarta: Kencana
Devito, Joseph, A. 1997. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Hadari, Nawawi. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Jakarta: Gadjah Mada University Press
Hamka. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineko Cipta
Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV. Mandar Maju
Koentjaraningrat. 1994. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia
Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Prenhallindo
Mulyanto. 2007. Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Munawar, A. 2004. Manajemen Lalu-lintas Perkotaan. Yogyakarta: Beta Offset
P. Robbins, Stephen. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta:PT. Indeks Kelompok Gramedia
Sukirman, Silvia. 1994. Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung: Nova
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Soerjono Soekanto. 2009. Peranan Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers
Usman H & P.S Akbar. 2003. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara
Walgito, Bimo. 1990.Pengantar Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Sumber Hukum
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Nomor : SK.43/AJ.007/DRJD/97 tentang Perekayasaan Fasilitas Pejalan Kaki di Wilayah Kota
Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 6 Tahun 2008 tentang Perizinan Pedagang Kaki Lima
Peraturan Pemerintah Indonesia No. 26. Tahun 1985 tentang jalan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan