Perkembangan suku bunga yang tidak wajar secara langsung dapat mengganggu perkembangan perekonomian. Karena disatu sisi, suku bunga yang tinggi akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat. Sementara itu, di sisi lain suku bunga yang tinggi akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh dunia usaha sehingga mengakibatkan penurunan kegiatan produksi di dalam negeri. Menurunnya produksi pada gilirannya akan menurunkan pula kebutuhan dana oleh dunia usaha. Hal ini berakibat permintaan terhadap kredit perbankan juga menurun sehingga dalam kondisi suku bunga yang tinggi, yang menjadi persoalan adalah ke mana dana itu akan disalurkan (Pohan, 2008 : 53).
Disisi perbankan, dengan bunga yang tinggi maka bank mampu menghimpun dana untuk disalurkan dalam bentuk kredit kepada dunia usaha. Namun disisi lain dunia usaha, kendati dana kredit perbankan tersedia, beban bunga yang harus mereka tanggung lebih tinggi sehingga dunia usaha cenderung mencari alternatif pendanaan yang lebih murah. Dalam keadaan seperti ini, yang menjadi persoalan bagi perbankan adalah mereka mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dana dunia usaha. Dapat ditambahkan, kecepatan dan ketepatan pelayanan juga merupakan faktor penting yang menentukan permintaan akan kredit. Oleh karena itu, pada saat sekarang ini peran pemerintah juga sangat diperlukan untuk menstabilkan tingkat suku bunga, agar hasrat masyarakat untuk menabung tidak bekurang dan dunia usaha tetap bisa mendapatkan penambahan modal dengan beban bunga yang kecil.
Untuk melihat perkembangan suku bunga di Indonesia tahun 1992-2008 dapat di lihat pada Tabel IV-3 berikut :
Tabel IV-3
Perkembangan Suku Bunga di Indonesia,
Tahun 1992-2008
Tahun
|
Suku Bunga
(%)
|
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
|
14.46
8.26
11.2
15.21
14.4
19.74
41.24
12.52
12.05
16.59
12.84
6.61
6.17
11.84
8.71
8
9.25
|
Sumber : Statistik Indonesia Dari Berbagai Edisi (diolah)
Pada tahun 1992, suku bunga Bank Indonesia sebesar 14,46 persen dan pada tahun 1993 menurun menjadi 8,26 persen sehingga para investor sangat terbantu dengan penurunan suku bunga ini. Pada tahun-tahun berikutnya suku bunga mengalami fluktuasi karena keadaan perekonomian Indonesia yang tidak stabil.
Pada tahun 1998, suku bunga Bank Indonesia meningkat drastis menjadi sebesar 41,24 persen sehingga para investor mengurangi investasinya. Hal ini disebabkan terjadinya krisis moneter yang dihadapi Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, sehingga mata uang dalam negeri mengalami depresiasi terhadap mata uang asing yaitu USD. Dan pada tahun-tahun berikutnya suku bunga mengalami kenaikan dan penurunan yang diakibatkan oleh gejolak-gejolak yang dihadapi dalam negeri maupun luar negeri. Pada tahun 2008 perekonomian Indonesia mendapatkan ujian yang cukup besar lagi, karena terjadinya krisis ekonomi global yang melanda Amerika Serikat, sahingga berdampak kepada negara-negara sedang berkembang seperti di Indonesia. Dengan terjadinya krisis finansial di Amerika Serikat berdampak kepada anjloknya nilai sekuritas yang ada di pasar modal dan banyak perusahaan besar yang ada di pasar modal mengalami kebangkrutan dan menyebabkan banyaknya terjadi pemberhentian perkerjaan (PHK) bagi para tenaga kerja sehingga meningkatnya angka pengangguran.