Perkembangan Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Historis Dan Yuridis

PERKEMBANGAN EKONOMI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF HISTORIS DAN YURIDIS

——————————————————————-

OLEH : Prof. Dr.H. ABDUL MANAN, S.H.,S.Ip.,M.Hum.

I.       PENDAHULUAN

Kegitan ekonomi lahir sejak Nabi Adam dan Siti Hawa diturunkan kebumi oleh Allah SWT puluhan ribu tahun yang silam. Merekalah yang pertama kali melakukan kegiatan ekonomi dengan cara mengambil langsung dari alam (food gathering) guna memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama hal-hal yang menyangkut sandang, papan dan pangan. Setelah turunan Nabi Adam dan Hawa berkembang banyak mereka melaksanakan hidup secara berpindah-pindah (nomaden) dalam rangka mencari dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun semakin kompleknya permasalahan yang mereka hadapi, kerena menipisnya sumber daya alam dan bagaimana cara mengolahnya, maka mulai berpikir bagaimana menyelesaikannya.

Menghadapi persoalan tersebut di atas, mereka mulai mempergunakan akalnya untuk mengolah sumber daya alam untuk menghasilkan barang produksi (food producing). Hidupnyapun tidak lagi berpindah-pinah (nomaden), tetapi sudah menetap disuatu tempat (sedenter) tertentu dan jumlahnyapun sudah semakin banyak. Kegiatan mereka untuk menjadikan sumber daya alam menjadi barang produksi disebut dengan kegiatan ekonomi. Kegiatan ini belum bisa dikatakan ilmu ekonomi, baru taraf pada seni kegiatan ekonomi dan seni ekonomi itu sudah ada sejak Nabi Adam dan Siti Hawa diturunkan ke bumi ini (The oldest art and the newest science). Oleh karena banyak problem ekonomi yang dihadapi oleh manusia, maka para ahli pikir mulai memikirkan bagaimana cara merobah seni ekonomi menjadi ilmu ekonomi seperti yang ada sekarang ini. Ilmu ekonomi ini akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia.

Tidak diketahui dengan pasti siapa yang mengucapkan pertama kali kata ekonomi dan kapan itu diucapkan. Menurut Ely Masykuroh[1] istilah ekonomi sebagaimana yang dipahami seperti sekarang ini pertama kali diketahui di Greek (Yunani) dengan istilah ”eikos nomos”. Kemudian istilah ini diartikan dalam bahasa Inggris dengan ”management of household or estate” yang berarti tata laksana rumah tangga atau kepemilikan. Isitilah ”eikos nomos” pada waktu lahirnya istilah itu hanya mencakup kegiatan-kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga, tetapi kemudian menjadi istilah ilmu ekonomi yang mencakup segala persoalan ekonomi seperti sekarang ini, baik dalam bidang mikro dan makro ekonomi.

Para ahli ekonomi telah memberikan definisi ilmu ekonomi dengan berbagai sudut pandang yang berbeda yang masing-masing memiliki kebenaran sendiri-sendiri. Paul Anthony Samuelson[2] telah mengumpulkan beberapa definisi ilmu ekonomi, antara lain, pertama: ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang kegiatan-kegiatan yang dengan atau tanpa menggunakan uang, mencakup atau melibatkan transaksi-transaksi pertukaran antar manusia, kedua: ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai bagaimana orang menjatuhkan pilihan yang tepat untuk kemanfaatan sumber-sumber produksi (tanah, tenanga  kerja, barang-barang modal seperti mesin-mesin dan pengetahuan tekhnik) yang langka dan terbatas jumlahnya untuk menghasilkan berbagai barang serta mendistribusikan masyarakat untuk dikonsumsi, ketiga: ilmu ekonomi adalah studi tentang manusia dalam kegiatan hidup mereka sehari-hari untuk mendapat dan menikmati kehidupan, keempat: ilmu ekonomi adalah studi tentang kekayaan, kelima: ilmu ekonomi adalah studi tentang cara-cara memperbaiki masyarakat.

Mulai abad ke 17 dan ke 18 ilmu ekonomi berkembang menjadi suatu paham dan ideologi bagi sekelompok orang atau suatu negara yang dimulai dari kelompok kaum Markantilis dan kaum Fisiokrat. Kemudian paham ini menjadi lebih populer lagi setelah Adam Smith menjadikan faham tersebut menjadi suatu bentuk paham ekonomi yang akhirnya menjadi suatu sistem ekonomi yang dianut oleh beberapa negara. Adam Smith dengan teorinya ”The invisible hand” (tangan-tangan gaib) meneteralisasikan Teori Ekonomi Pasar Murni. Teori ini kemudian menjadi fondasi dasar gagasan kapitalis. Dalam perjalanannya sistem ekonomi kapitalis ini gagal dalam mensejahterakan masyarakat, karena telah menimbulkan jurang yang teramat dalam antara pemilik modal dan buruh. Teori ekonomi pasar murni dalam prakteknya tidak dapat diwujudkan karena terdapat perbedaan antara das sein dan das sollen. Tidak terwujudnya kesejahteraan disebabkan karena timbulnya praktek monopoli dimana-mana dan produksi yang cepat rusak serta tidak ada nilai moral dan etika dalam bisnis.

Jauh sebelum Adam Smith (1723-1790) menulis bukunya yang terkenal ”An Inquire into the Nature and Causes of the Wealth of Nation” (dalam nuansa akademis dikenal dengan The Wealth of Nation) yakni pada abad ke V sampai abad ke XI banyak filosof dan pemikir Islam yang telah menulis tentang ekonomi dan pada masa itu tidak satupun ditemukan penulis Barat yang menulis tentang ekonomi. Baru pada abad ke XV sampai dengan abad ke XX banyak filosof dan pemikir Barat yang menulis tentang ekonomi, masa ini merupakan masa golden age bagi dunia Islam, dark age bagi dunia Barat. Dunia Islam telah banyak memberikan sumbangan dalam perkembangan ilmu ekonomi konvensional, tetapi kondisi ini sengaja dimanipulasi oleh pemikir pemikir ekonomi Barat seolah-olah tidak sedikitpun jasa Islam dalam mengembangkan ilmu ekonomi.

Ekonomi Islam mulai bangkit lagi pada tahun1930 dan mengalami puncaknya pada tahun 1960. Pada mulanya Pakistan mendirikan Bank lokal dengan prinsip tanpa bunga, kemudian dilanjutkan di Mesir dengan mendirikan Mit Ghamir Local Saving di Delta Sungai Nil pada dasawarsa tahun 1960-an yang disambut baik oleh para petani dan masyarakat pedesaan. Namun keberhasilan ini terhenti karena ada masalah politik, yakni intervensi Pemerintah Mesir yang kemudian operasional Mit Ghamir diambil alih oleh National Bank of Egypt (Bank Sentral Mesir) pada tahun 1967. Kemudian pada tahun 1971, ketika Presiden Anwar Saddat berkuasa bank sistem tanpa bunga dihidupkan kembali dengan dibukanya Nasser Social Bank. Keberhasilan sistem tanpa bunga yang dipraktekkan itu, telah mengilhami para petinggi OKI hingga akhirnya mendirikan Islamic Development Bank (IDB) yang sekarang memiliki 43 kantor cabang dinegera-negara anggotanya.

Lahirnya Islamic Development Bank dimulai dengan pembicaraan secara Intensif tentang ekonomi Islam pada beberapa konverensi Internasional. Konferensi Internasional pertama digelar di Kota Mekkah pada tahun 1976, disusul konferensi kedua pada tahun 1977 di London. Setelah itu digelar dua seminar tentang ekonomic moneter dan kebijakan fiscal dalam Islam, masing-masing pada tahun 1978 di Mekkah dan tahun 1981 di Islamabad. Kemudian pada tahun 1982 diadakan konferensi tentang perbankan Islam dan Kerja sama ekonomi Islam di Kota Baden-Baden Jerman dan diadakan konferensi Internasional di Islamabad pada tahun 1983. Dalam konferensi tersebut disepakati tentang penghapusan riba pada Bank Islam dan diganti dengan sistem bagi hasil.

Fenonema ekonomi Islam telah menjadi perhatian bagi ilmuwan muslim pada awal abad ke XX. Karya bidang ilmu ekonomi Islam muncul pada dekade keempat abad ke XX, yang dimulainya pada tahun 30-an. Salah satu penyebabnya adalah karena krisis ekonomi dunia pada tahun 1930, itupun baru taraf konsepsional dan embriro dalam pengembangan aplikatif. M.A. Mannan adalah seorang pemikir dan peletak dasar ekonomi Islam sebagai sebuah sistem dan juga telah mengembangkan sebuah pendekatan metodelogis untuk ilmu ekonomi Islam. Di samping itu, ia juga telah mengembangkan sebuah pemikiran baru tentang ekonomi Islam, baik sebagai sistem maupun sebagai disiplin ilmu pengetahuan.

Pengaruh perkembangan pemikiran ekonomi Islam telah merambah negara pada penghujung abad ke XX. Hal ini dapat dilihat dari lahirnya sejumlah karya mengenai ekonomi Islam yang ditulis oleh para pakar ekonomi Islam Indonesia, meskipun masih secara parsial yang terbatas, belum menampilkan sebuah karya yang komprehensif mengenai ekonomi Islam, baik sebagai sebuah sistem maupun sebagai sebuah disiplin ilmu. Juga belum ditemukan sebuah karya hukum ekonomi Islam yang komprehensif sebagai pedoman operasionalisasi institusi ekonomi Islam, khususnya dari perspektif hukum. Namun demikian, masyarakat Indonesia patut berbangga hati sebab pertumbuhan dan perkembangan lembaga ekonomi Islam cukup mengembirakan. Saat ini lembaga-lembaga ekonomi syariah itu telah berjalan di atas kerangka dasar syariat, bahkan sekarang sudah merambah ke sektor pasar modal dan multi level marketing.

II.      PENGERTIAN EKONOMI SYARIAH

 Sebelum sampai kepada pengertian ekonomi syariah, terlebih dulu disampaikan tentang pengertian ekonomi secara umum, sebab pengertian secara umum sangat berkaitan dengan pengertian tentang ekonomi syariah. Menurut Paul Anthony Samuelson sebagaimana yang dikutip oleh Ely Masykuroh[3], yang dimaksud dengan ilmu ekonomi adalah ilmu yang membicarakan tentang sutdy mengenai cara-cara manusia dan masyarakat dalam menjatuhkan pilihannya, dengan atau tanpa menggunakan uang untuk menggunakan sumber-sumber produktif langka yang dapat mempunyai kegunaan-kegunaan alternatif, untuk memproduksi berbagai barang dan menditribusikannya untuk dikonsumsi, baik waktu sekarang maupun yang akan datang, untuk berbagai golongan dan kelompok dalam masyarakat. Ilmu ekonomi juga menganalisis besarnya biaya-biaya serta keuntungan-keuntungan yang terjadi karena adanya perbaikan dalam pola alokasi sumber-sumber.

Hukum dan ekonomi dua hal yang tidak boleh dipisahkan, sebab-sebab dua hal ini saling melengkapi seperti dua sisi mata uang. Hukum ekonomi merupakan kajian tentang hukum yang berkaitan dengan ekonomi secara inter disipliner dan multidimensional. Menurut Rachmat Soemitro[4] hukum ekonomi  adalah keseluruhan norma-norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai satu personifikasi dari masyarakat yang mengatur kehidupan ekonomi di mana kepentingan individu dan masyarakat saling berhadapan. Dalam norma-norma ini pemerintah mencoba memasukkan ketentuan-ketentuan yang lebih ditekankan kepada kepentingan masyarakat, bahkan apabila perlu membatasi kepentingan dan hak-hak individu. Dengan demikian letak hukum ekonomi, sebagian ada dalam hukum perdata dan sebagian lagi ada dalam hukum publik, di mana keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat dijaga untuk mencapai kemakmuran bersama dalam kehidupan berbangsa dan negara.

Para ahli ekonomi Islam telah memberikan definisi ekonomi Islam dengan ragam yang berbeda sesuai dengan sudut pandang para ahli tersebut. Apabila dikaji secara seksama terhadap definisi tersebut, nampak semuanya bermuara pada hal yang sama yaitu ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, meninjau, meneliti dan akhirnya menyelesaikan ssegala permasalahan ekonomi secara apa yang telah disyariatkan oleh Allah SWT. Tidak ada definisi ekonomi Islam baku yang dipergunakan sebagai pedoman umum untuk memecahkan segala persoalan ekonomi yang dihadapi oleh orang Islam. Meskipun demikian, definisi-definisi yang ada saat ini telah memberi arahan yang baik dalam perkembangan ekonomi Islam di Indonesia. Perbedaan pendefinisian lebih diartikan sebagai usaha para ekonom muslim untuk menjawab masalah ekonomi yang ditangkapnya, yang pada Al-Qur’an dan al-Hadist.

Untuk memperjelas pengertian tentang ekonomi Islam, disini akan diberikan beberapa definisi yang disebutkan oleh beberapa pakar tentang ekonomi Islam, antara lain:

  1. Muhammad Abdul Mannan[5], yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah ”sosial science which studies the economics problems of peole imbued with the values of Islam” (Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam).
  2. Muhammad Nejatullah Siddiqi[6], yang dimaksud engan ekonomi Islam adalah ”the muslim thinkers response to the economice challenger of thair times. This response is naturallu inspired bay the teaching of Qur’an and Sunnah as well as rooted in them”. (Ekonomi Islam adalah respons pemikir Islam (muslim) terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu. Dalam usaha keras ini mereka dibantu oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, akal dan ijtihad serta pengalaman).
  3. M. Umar Chapra[7], yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah ”Islamic economics was defined as that branch of konwledge wich helps realize human well being through an allecation and distribution of searcew recouces that is in confirmity or creating continued macro economic and ecological imbalances” (Ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidak seimbangan lingkungan).
  4. Hasanuz Zaman[8] yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah ”Islamic economics is the knowledge and applications and rules of the shari’ah that prevent injustice in the requisition and disposal of material resources in order to provide satisfaction to human being and enable them to perform they obligation to Allah and the society”.  (Ekonomi Islam adalah pengetahuan dan penerapan hokum syari’ah untuk mencegah terjadinya ketidak adilan atas pemanfaatan dan pengembangan sumber-sumber material dengan tujuan untuk memberikan kepuasan manusia dan melakukannya sebagai kewajiban kepada Allah SWT dan masyarakat).
  5. Sayed Nawab Heider Naqvi[9] yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah ”Islamic economic is the reprensentative Muslim’s behavior is a typical Muslim Society”. (Ekonomi Islam merupakan representasi perilaku Muslim dalam suatu masyarakat Muslim tertentu).
  6. M. Akhram Khan[10] yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah “Islamic economics aims at the study of human falah (well being) achived by organizing the rfesources of earth on basis of cooperation and participation” (Ekonomi Islam bertujuan untuk mempelajari kewenangan manusia agar menjadi baik yang dicapai melalui pengorganisasian sumber daya alam yang didasarkan kepada kerja sama dan partisipasi).
  7. Kursyid Ahmad[11] yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah “Islamic economics is a systematic effort to thy to understand the economic’s problem and man’s behaviour in relation to that problem from an Islamic perspective” (Ekonomi Islam adalah sebuah usaha sistematis untuk memahami masalah-maslaah ekonomi dan tingkah laku manusia secara relasional dalam persfektif Islam).
  8. M.M. Metwally[12] yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah “Ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al-Qur’an, Al-Hadist, ijma’ dan Qiyas”.
  9. Munawar Iqbal[13] yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah “sebuah disiplin ilmu yang mempunyai akar dalam syari’at Islam. Islam memandang wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan yang paling utama. Prinsip-prinsip dasar yang dicantumkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist adalah batu ujian untuk menilai teori-teori baru berdasarkan dokrin-dokrin ekonomi Islam. Dalam hal ini himpunan hadist merupakan sebuah buku sumber yang sangat berguna”.

Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat diketahui bahwa ilmu ekonomi Islam bukan hanya kajian tentang persoalan nilai, tetapi juga dalam bidang kajian keilmuan. Keterpaduan antara ilmu dan nilai menjadikan ekonomi Islam sebagai konsep yang integral dalam membangun keutuhan hidup bermasyarakat. Ekonomi Islam sebagai ilmu menjadikan ekonomi Islam dapat dicerna dengan metode-metode ilmu pengetahuan pada umumnya, sedangkan ekonomi Islam sebagai nilai menjadikan ekonomi Islam relevan dengan fitrah hidup manusia.

III.    RANCANG BANGUN EKONOMI ISLAM

 Para ahli ekonomi Islam telah merumuskan prinsip-prinsip ekonomi Islam, meskipun ada perbedaan dalam tata urutan tetapi substansinya sama satu sama lain. Disini akan disebutkan beberapa prinsip dasar terhadap rancang bangun ekonomi syariah. Menurut  Muhammad[14] bangunan ekonomi Islam diletakkan pada lima fondasi yaitu Keimanan (Ilahiyah), keadilan, kenabian, pemerintahan dan hasil atau keuntungan. Kelima fondasi ini hendaknya menjadi aspirasi dalam menyusun proposisi-proposisi atau teori-teori ekonomi Islam.

  1. Nilai Ketuhanan (Ilahiyah)

Nilai ini beranjak dari filosofi dasar yang bersumber dari Allah dengan tujuan semata-mata untuk mencari ridha Allah semata (limardhatillah). Oleh karena itu segala kegiatan ekonomi yang meliputi permodalan, proses produksi, distribusi, konsumsi dan pemasaran harus senantiasa dikaitkan dengan nilai-nilai Ilahiyah dan harus selaras dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh-Nya.

Semua yang ada di dalam alam semesta ini adalah milik Allah SWT, manusia sebagai khalifah di bumi hanya pemegang amanah Allah SWT untuk menggunakan milik-Nya. Oleh karena itu segala perbuatan manusia hendaklah harus tunduk pada Allah sebagai sang pencipta dan pemilik. Firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat an-Najm ayat 31 yang artinya “Dan hanya kepunyaan Allahlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi (Dengan demikian) Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik yaitu surga.”

Allah adalah pemilik sejati seluruh yang ada di alam semesta ini dan Allah menciptakan segala yang ada di bumi dan dilangit tidaklah dengan sia-sia dan khusus manusia diciptakan tidak lain untuk beribadah kepadanya. Manusia diciptakan secara biologis saja yang tersusun dari tulang belulang dibalut dengan daging, urat dan darah, akan tetapi dilengkapi dengan sistem ruhiyah yang bernilai tinggi sehingga ia menyandang status khalifah di muka bumi. Manusia diharuskan mengabdi hanya kepada Allah SWT, tidak kepada selainNya. Allah memberi perhatian khusus kepada manusia dengan tidak membiarkannya dalam sia-sia, kebingungan tanpa hidayah.

Agar manusia dapat menjalankan tugas dengan baik sebagai khalifah Allah di muka bumi, maka ia wajib tolong menolong dan saling membantu dalam melaksanakan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk beribadah kepada Allah SWT. Selain dari itu, manusia diperintahkan agar percaya kepada hari kiamat, sebab segala tingkah laku ekonomi manusia  akan dapat terkendali sebab ia sadar bahwa semua perbuatannya akan diminta pertanggung jawabannya kelak oleh Allah SWT.

  1. Nilai Keadilan (al-‘Adl)

Salah satu prinsip yang sangat penting dalam melaksanakan kegiatan  ekonomi Islam adalah keadilan. Berperilaku adil tidak hanya berdasarkan kepada al-Qur’an dan al-Hadist, tetapi didasarkan pula pada pertimbangan hukum alam, yang didasarkan pada keseimbangan dan keadilan. Keadilan dalam ekonomi dapat diterapkan secara menyeluruh, antara lain dalam penentuan harga, kualitas produk, perlakuan terhadap para pekerja dan dampak dari kebijakan ekonomi yang dikeluarkan.

Penegakan keadilan dan usaha mengeliminisasi segala bentuk diskriminisasi menjadi prioritas utama al-Qur’an sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 8 yang artinya ”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan keadilan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianya terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa”.

Prinsip keadilan sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah sebagaimana tersebut di atas haruslah dilaksanakan dalam segala dimensi kehidupan, bila hal ini tidak terlaksana, maka penindasan, kekerasan dan eksploitasi akan terus berlangsung. Keadilan adalah ruh dari penerapan nilai-nilai kemanusiaan, keharmonisan dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Jadi keadilan dalam Islam bermakna tidak berbuat zhalim kepada sesama manusia, dan bukan berarti sama rata sama rasa. Maksud  adil dalam Islam adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya (wud’u al-syai’ ’ala makanih). Dengan demikian, keadilan merupakan komponen penting dalam mengembangkan sendi-sendi ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam.

Selain firman Allah yang telah disebutkan di atas, dalam surat an-Nahl ayat 90 Allah berfirman yang artinya ”sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan melalui kepada kaum kerabat, dan Allah melarang melakukan perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. Dalam kaitan ini Quraish Shihab[15] menjelaskan bahwa kata al-’adl dalam ayat ini mengandung dua makna yang bertolak belakang yakni lurus dan sama, bengkok dan berbeda. Seorang yang adil adalah orang yang berjalan lurus dengan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan inilah yang menjadikan seseorang yang adil tidak berpihak kepada yang salah dalam kehidupannya. Aplikasi dari tindakan adil ini seyogyanya diikuti dengan perbuatan baik dalam segala tindakannya.

Keadilan dapat menghasilkan keseimbangan dalam perekonomian dengan meniadakan kesenjangan antara pemilik modal (kelebihan dana) dengan orang yang membutuhkan modal (dana). Islam juga tidak menganjurkan kesamaan ekonomi sebagaimana yang dianut oleh kaum sosialis, Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antar orang perorang sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Zukhruf ayat 32 yang artinya ”Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhan-mu? Kamilah yang menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan Rahmat Tuhanmu lebih hak dari apa yang mereka kumpulkan”.

  1. Nilai Kenabian (al-Nubuwah)

Nilai kenabian merupakan salah satu nilai yang universal dalam ekonomi Islam, sebab fungsi Nabi Muhammad SAW adalah sebagai sentral pembawa syariat Islam di dunia ini. Kenabian bukan martabat atau derajat yang diperoleh melalui usaha atau warisan. Allah yang mempunyai hak preriogatif untuk memilih ummat-Nya menjadi Nabi atau Rasul. Dalam diri Nabi Muhammad SAW bersemayam sifat luhur yang layak menjadi panutan setiap pribadi muslim, termasuk dalam bidang ekonomi. Nabi Muhammad SAW mempunyai kepribadian yang agung dan sempurna (perfect personality) dengan karakter utama. Beliau merupakan penjelmaan segala nilai-nilai, tidak hanya manusia terbaik tetapi juga terbesar. Kehidupan sehari-harinya merupakan cermin sebenarnya dari ajaran-ajaran al-Qur’an.

Nabi Muhammad SAW adalah seorang padagang yang ulung, Beliau dalam menjalankan perekonomiannya selalu memperhatikan hubungan pedagang dengan konsumen. Beliau tidak pernah bertengkar dengan para konsumen dan semua orang yang berhubungan bisnis dengan Beliau selalu merasa senang, puas dan percaya akan kejujurannya. Tidak seorangpun merasa khawatir tertipu atau dirugikan berhubungan bisnis dengan Nabi Muhammad SAW.

Sifat-sifat yang terkandung dalam prinsip nubuwah (kenabian) sebagai berikut. Pertama: Shiddiq (kebenaran), dimana seorang Nabi dan Rasul senantiasa mengimplementasikan sifat kebenaran dan keikhlasan serta menghindarkan diri dari perilaku dusta dan kemunafikan, Kedua: amanah (terpercaya), sifat ini senantiasa menjelma dalam perilaku kehidupan dalam bentuk kejujuran, saling mempercayai, prasangka  baik dan tanggung jawab, Ketiga: fathonah (cerdas), sebagai seorang Nabi dan Rasul, paling tidak harus memaksimalkan fungsi akal dan intelektualitas terutama dalam menjalankan fungsi-fungsi manajerial. Pendekatan rasional obyektif dan sistematis akan muncul dari sifat ini sehingga dalam melakukan penataan dan pengembangan kehidupan yang lebih baik terus meningkat, Keempat: Tabligh (Komunikatif), sifat ini diperlukan terutama dalam menumbuhkan sifat profesionalisme dalam menjalankan tugas amanah yang diembannya.

Sifat-sifat dasar tersebut sangat mempengaruhi perilaku Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan, termasuk dalam berbisnis. Hal ini merupakan suri tauladan yang dapat diikuti oleh ummatnya, terutama dalam bidang bisnis yang digelutinya agar dapat berkembangdan maju sesuai dengan syariat Islam. Di samping itu, dalam diri Rasulullah terdapat sifat lain yang perlu ditauladani yaitu keberanian mampu mengambil  keputusan yang tepat, pandai dalam menganalisa dan situasi, dan cepat tanggap terhadap segala perubahan yang terjadi dalam bidang ekonomi.

  1. Nilai Pemerintahan (al-Khalifah)

Prisip khalifah adalah ketentuan Allah yang menjelaskan status dan peran manusia sebagai wakil Allah di muka bumi. Oleh karena itu segala perbuatan manusia harus dipertanggungjawabkan kepada Allah di hari kemudian. Pertanggungjawaban ini menyangkut manusia muslim maupun sebagai bagian dari ummat manusia. Dari konsep ini lahir pengertian tentang perwalian, moral, politik, ekonomi dan prinsip organisasi sosial lainnya. Dasar pemikiran ini memberikan ketegasan kepada segenap manusia tentang fungsi dan tujuan dari keberadaannya di muka bumi, yaitu sebagai agent of development.

Agar dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi ini maka ia membutuhkan media yang berupa pemerintahan (khalifah). Media pemerintahan sangat penting bagi manusia agar hubungan sesama manusia dapat terjaga dengan baik. Manusia wajib menjaga keharmonisan dalam segala interaksi sesama manusia dan pemerintah memainkan peranan penting untuk menjaga keharmonisan itu, termasuk dalam bidang ekonomi agar berjalan dengan benar tanpa ada kezaliman. Pemerintah memiliki hak ikut campur dalam bidang ekonomi yang dilakukan individu-individu, baik untuk mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh pelaku ekonomi maupun mengatur hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi tapi tidak mampu dilakukan oleh para individu.

Peran negara diperlakukan dalam instrumentasi dan fungsionalisasi nilai-nilai ekonomi Islam dalam aspek legal, perencanaan dan pengawalannya pengalokasian distribusi sumber-sumber dan dana, pemerataan pendapatan dan kekayaan serta pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Semua campur tangan ini harus menghasilkan individu dan masyarakat yang saleh, saling sayang menyayangi dan bekerja sama dalam kebaikan serta taqwa kepada Allah SWT. Dalam kaitan ini, Muhammad[16] mengatakan bahwa tugas negara adalah berupaya untuk menegakkan kewajiban dan keharusan mencegah terjadinya hal-hal yang diharamkan, khususnya dosa-dosa besar seperti riba, perampasan hak, pencurian, kezaliman kaum kuat terhadap kaum lemah.

Al Qur’an surat al Baqarah ayat 7 Allah berfirman yang artinya ”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku jadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Mereka berkata” Apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana, sedangkan kami bertashbih memuji Mu”? Dia berfirman ”Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Berdasarkan firman Allah ini, kekhalifahan manusia dibumi merupakan sesuatu hal yang harus diyakini dan diposisikan sebagaimana seharusnya. Sebagai wakil Allah di bumi, maka manusia mempunyai tugas untuk memakmurkan bumi dengan mengikuti segala aturan yang ditetapkan oleh Allah guna menggapai kesejahteraan bersama. Konsekwensi dari hal ini, manusia selaku pelaku ekonomi maka ia harus tetap menjaga hak individu yang lain serta hak masyarakat, sehingga akan menghasilkan tatanan sosial yang harmonis dalam ekonomi.

Oleh karena pemerintah sebagai pemilik manfaat sumber-sumber ekonomi yang bersifat publik, termasuk produksi dan distirbusi serta sebagai lembaga pengawas kehidupan ekonomi, maka pemerintah berhak campur tangan dalam kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh individu dan masyarakat. Ikut campur pemerintah ini bukan berarti pemerintah berhak memonopoli segala sektor ekonomi negara. Semua campur tangan negara itu harus menghasilkan individu dan masyarakat yang shaleh yang mendapat ridha dari Allah SWT. Dalam kaitan ini Yusuf Al-Qardhawi[17] menjelaskan bahwa tugas negara adalah mengubah pemikiran menjadi amal perbuatan, memindahkan moralitas kepada praktek-praktek konkrit, mendirikan berbagai lembaga dan instansi yang dapat melaksanakan tugas penjagaan dan pengembangan semua hal tersebut. Tugas negara juga harus memonitoring pelaksana tentang sejauh manakah pelaksanaan dan ketidak disiplinan terhadap kewajiban yang diminta dan menghukum orang yang melanggar atau melalaikan pelecehan dalam kehidupan bersama.

  1. Hasil atau Keuntungan (al-Ma’ad)

Tujuan ekonomi Islam adalah sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat al-Qashshash ayat 77, yang artinya “ Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan oleh Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupa bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Dalam ayat ini Allah memperingatkan kepada manusia bahwa kehidupan di dunia hanya bersifat sementara dan ada kehidupan lagi sesudah kehidupan didunia ini. Di sana manusia akan mendapat kebahagiaan, kesenangan dan kesempurnaan hidup apabila ia berbuat kebajikan ketika hidup di dunia.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka manusia hendaknya tidak menjadikan dunia sebagai tujuan pokok dan tidak selayakya hanya mementingkan kehidupan dunia saja, tetapi juga harus memperhatikan kedupan jangka panjang di akherat nanti. Oleh karena itu, manusia sebagai pelaku ekonomi berupaya memperoleh keuntungan (ma’ad) yang bernilai tinggi yaitu harus mencakup dua kehidupan, yaitu kehidupan dunia dan akherat. Hal ini dapat dicapai apabila manusia dalam melakukan kegiatan ekonomi selalu tolong menolong dalam kebaikan, tidak bertolongan dalam hal keburukan dan kejahatan. Manusia juga dilarang melakukan perbuatan yang dapat merusak ekosistem sehingga dapat mendatangkan bencana kepada umat manusia.

Karakteristik ekonomi Islam mengakui ada dua tujuan yang harus dicapai oleh setiap orang selaku pelaksana ekonomi yaitu tujuan hidup dunia dan akherat. Dalam ekonomi Islam pelaksanaan segala bentuk aktivitas ekonomi harus mempunyai nilai ganda tersebut dan hal ini  harus berimplikasi pada keseriusan berusaha karena adanya pertanggungjawaban dunia dan akhirat sekaligus. Seorang pelaku ekonomi Islam, baik individu maupun negara harus memiliki karakteristik time horizon agar tujuan ekonomi yang hendak dicapai dapat terlaksana dengan baik. Tujuan tersebut adalah kesejahteraan dunia (profit oriented) dan kesejahteraan di akherat kelak (falah oriented).

IV.  ALIRAN-ALIRAN DALAM EKONOMI ISLAM

1. Aliran Iqtishaduna

            Tokoh mazhab ini  Moh. Baqir As Sadr,  Abbas Mirakhor,  Baqir Al Hasani,  Kadim As Sadr. Inti Ajaran ini sebagai berikut :

  • Eksistensi Ekonomi Konvensional tidak pernah akan sejalan dengan Ekonomi Syari’ah.
  • Islam tidak mengenal adanya sumber daya terbatas Al Qur’an  mengatakan sesungguhnya telah kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya.
  • Aliran ini menolak pandangan yang mengatakan tidak terbatasnya kebutuhan atau keinginan ekonomi manusia karena adanya marginal utility dan  Law of  Diminisshing returns.
  • Sebenarnya masalah tidak terbatasnya muncul karena sistem distribusi yang tidak merata dan ketidak adanya keadilan yang meraja lela.
  • Istilah  Ekonomi tidak tepat, yang benar  adalah Iqtishaduna, bukan saja berarti ekonomi, tapi bisa juga berarti Ekuilibirium atau seimbang atau keadaan yang sama

2.     Aliran Mainstream.

 Tokoh-tokoh Mazhab  ini adalah Umar Chapra, M. Nejatullah Shiddiqy dan Tokoh-tokoh Ekonomi Islam di IDB. Aliran ini mengatakan bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas, yang dihadapkan pada keinginan, kebutuhan dan kecenderungan manusia yang tidak terbatas.

Aliran ini mirip dengan aliran Konvensional, letak perbedaannya hanya pada penyelesaian masalah yang berhubungan dengan ekonomi. Dalam pandangan Konvensional, masalah ekonomi dapat diselesaikan dengan cara menentukan pilihan atau skala prioritas berdasarkan selera masing-masing, sedangkan dalam sistem Ekonomi Islam dilakukan dengan panduan  Al Qur’an dan Sunah Rasul.

Usaha untuk mengembangkan Ekonomi Syari’ah, tidak berarti harus memusnahkan semua hasil analisis yang dilakukan oleh tokoh-tokoh ekonomi konvensional terdahulu. Apabila hasil analisis itu cocok/baik dan tidak bertentangan dengan Syari’at Islam maka tidak ada salahnya dipakai/diambil oleh Ekonomi Syari’ah.

Mengambil hal-hal yang baik dan bermanfa’at yang dihasilkan oleh bangsa dan budaya non Islam sama sekali tidak dilarang oleh Syari’at Islam, dalam Sejarah Islam para Cendikiawan Muslim banyak memakai ilmu dan peradaban lain seperti filsafat Yunani, Romawi, Persia,Cina (dalam bidang ekonomi) dan lain-lain.

3.     Aliran Alternatif Kritis (Alternatif)

Pelopor aliran ini adalah Timur Kur’an  dari University of Southem California, Yomo dari  Harvard University, dan beberapa tokoh Ekonomi Islam dari Cembrige University dan Yale University. Aliran ini mengkritik Iqtshaduna yang mengatakan bahwa aliran ini berusaha membuat yang baru dalam Ekonomi Syari’ah, tapi sebenarnya apa yang dilakukan oleh aliran             ini sudah pernah dilakukan oleh orang lain.

Aliran ini mengkritik aliran main stream dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh aliran ini sebenarnya sebagai ciplakan dari aliran neo klasik dengan menghilangkan variabel Riba dan masukkan variabel Zakat dan niat sesuai dengan ajaran Islam. Ekonomi Islam itu belum tentu benar karena fondasi Ekonomi Islam itu adalah hasil tafsiran manusia atas Al Qur’an dan As Sunnah Rasul, sehingga nilai kebenarannya masih bersifat relatif dan tidak mutlak.

Praposisi dan teori yang diajukan oleh Ekonomi Syari’ah harus selalu di uji kebenarannya, sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi Konvensional.

V.  PENDAPAT PARA AHLI EKONOMI ISLAM TENTANG EKONOMI

  1.  Umar Ibn Khattab

             Dalam bidang Ekonomi Islam menetapkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Menggalakkan sektor pertanian.
  2. Mengurangi beban pajak terhadap barang-barang nabati dan kurma dari Syria sampai 50 %. Hal ini untuk memperlancar masuknya arus makanan ke kota Madinah.
  3. Membangun pasar-pasar di kota-kota agar tercipta suasana persaingan bebas.
  4. Membanting harga dan menumpuk barang serta mengambil keuntungan berlebihan dilarang.
  5. Menggalakkan pungutan zakat sebagai sumber utama pendapatan negeri.
  6. Surplus pendapatan dalam jumlah-jumlah tertentu harus diserahkan kepada negara, kemudian dana tersebut dikelola untuk kepentingan rakyat.
  7. Mendirikan institusi administrasi yang hampir tidak mungkin dilakukan pada abad ke 7 sesudah masehi.
  8. Mendirikan Baitul Mall di Ibu Kota dan cabang-cabangnya di Provinsi Baitul Mall ini secara tidak langsung bertugas sebagai pelaksanaan kebijakan fiskal negara Islam dan berada langsung dibawah pengawasan Khalifah.
  9. Menetapkan beberapa peraturan yang menorong lajunya perkembangan ekonomi secara baik.
  1. Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M)

Beliau Ketua Mahkamah Agung pada masa Khalifah Harun Ar Rasyid (Bani Abbasiyah), lahir tahun 113 H di Kufah.           Kitab yang paling populer dalam bidang ekonomi adalah Al Kharaj yang ditulis untuk memenuhi permintaan Khalifah Harun Ar Rasyid dalam menghimpun pemasukan pendapat negara dari pajak. Kitab ini dapat digolongkan sebagai Public Finance dalam bidang Ekonomi Modern.

Dalam Kitab Al Kharaj terdapat hal-hal yang penting antara lain:

  1. Tentang pemerintahan, seorang Khalifah adalah wakil Allah di bumi untuk melaksanakan perintah-Nya. Dalam hubungan hak dan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat. Abu Yusuf menyusun        sebuah kaidah fiqih yang sangat populer, yaitu Tasarruf al Imam ala Ra’iyyah Manutun bi Al Maslahah setiap tindakan pemerintah yang berkaitan dengan rakyat senantiasa terkait dengan kemaslahatan mereka.
  2. Tentang keuangan, uang negara bukan milik khalifah tetapi amanat Allah dan rakyatnya yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.
  3. Tentang pertanahan, tanah yang diperoleh dari pemberian dapat ditarik kembali jika tidak digarap selama 3 tahun dan diberikan kepada yang lain.
  4. Tentang perpajakan, pajak hanya ditetapkan pada harta yang melebihi kebutuhan rakyat dan ditetapkan berdasarkan kerelaan mereka.
  5. Tentang peradilan, hukum tidak dibenarkan berdasarkan hal yang syubhat.Kesalahan dalam mengampuni lebih baik dari pada kesalahan dalam menghukum. Jabatan tidak boleh menjadi bahan pertimbangan dalam persoalan keadilan.

Abu Yusuf mengatakan bahwa sistem ekonomi Islam mengikuti mekanisme pasar dengan memberi beberapa yang optimal bagi para pelaku didalamnya.         Abu Yusuf menentang penguasa yang menetapkan harga.        Pentingnya negara dalam menjaga keseimbangan perkembangan ekonomi.

  1. Ibnu Sina (270-428 H/980-1037).

Dalam bidang ekonomi Ia mengemukakan pendapatnya antara lain:

1) Manusia adalah makhluk berekonomi.

2) Ekonomi membutuhkan negara.

3) Perkembangan ekonomi melalui perkembangan ekonomi keluarga ekonomi masyarakat dan ekonomi negara.

3) Tujuan politik negara harus diarahkan kepada keseragaman seluruh mesyarakat dalam mewujudkan perekonomian dan kestabilan ekonomi harus dijaga.

4) Harta milik berasal dari warisan dan hasil kerja.

5) Wajib bekerja untuk mendapatkan harta ekonomi menurut jalannya yang sah.

6) Pengeluaran dan pemasukan harus diatur dengan anggaran

7)Pengeluaran wajib atau nafaqah yagn sifatnya konsumtif harus dikeluarkan sehemat mungkin, pengeluaran untuk kepentingan umum (masyarakat dan negara) yang sifatnya wajib juga harus mempunyai rencana simpanan yang menjadi jaminan baginya pada saat kesukaran atau saat diperlukan

  1. Abu Hamid al Ghazali (450-505 H/1058-1111).

Tokoh yang lebih dikenal sebagai sufi dan filosof serta  pengkritik filsafat terkemuka ini mengatakan dalam bidang ekonomi sebagai berikut:

  1. Perkembangan ekonomi bertolak dari hakikat dunia terdiri dari 3 unsur, yaitu materi, manusia dan pembangunan, ketiga unsur ini interdependen.
  2. Perkembangan ekonomi perlu adanya transportasi.
  3. Uang bukanlah komoditi, melainkan alat tukar.
  4. Perkembangan ekonomi mengikat menjadi ekonomi jasa, yaitu hubungan jasa di antara manusia.
  5. Perlu adanya pemerintah.
  6. Negara Islam harus punya mata uang sendiri.
  7. Perlunya institusi semacam perbankan.
  8. Hati-hati terhadap riba, sebab riba dapat merusak kehidupan manusia.
  9. Dua jalur transaksi perbankan, pribadi dan negara.
  1. Ibnu Taimiyyah (1262-1328)

     Pokok-pokok pikirannya dalam bidang Ekonomi antara lain:

  1. Naik turunnya harga bukan saja dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan, tapi bisa disebabkan faktor lain seperti mengefisiensi produk, penurunan jumlah impor barang-barang yang diminta dan adanya tekanan pasar.
  2. Kontrak harus suka rela.
  3. Moral sangat diperlukan dalam transaksi bisnis.
  4. Sumbangan pikiran yang lain adalah tentang mekanisme pasar yang sehat, konsep upah keuntungan yang wajar, kebijakan uang moneter dan lembaga hibah keuangan publik.
  5. Percetakan uang yang berlebihan akan memicu inflansi dan hilangnya kepercayaan tentang uang tersebut.
  6. Teori Oresham law “bad money will drive out good” yang dikemukakan oleh Thomas Oresham  (1857) menciplak pikiran Ibnu Taymiyyah
  1. Ibn Khaldun (1332-1406).

Kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di suatu negara, tapi ditentukan tingkat produksi negara tersebut dan neraca pembayaran uang positif. Faktor produksi menjadi motor penggerak pembangunan, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan negara dan menimbulkan permintaan atas faktor produksi lainnya.

Uang hanya sebagai alat tukar jadi tidak perlu mengandung emas dan perak, emas dan perak hanya sebagai standar nilai uang saja. Kebijakan negara tetap diperlukan dalam mengatur perdagangan internasional. Perlu dibentuk pasar bebas, lebih digalakkan perdaganan internasional dan perlu perbaikan tingkat upah. Produksi adalah aktivitas manusia yang diorganisasikan secara sosial dan internasional.

Tentang uang dan inflasi sama dengan pendapat Al Maqrizi yang mengatakan bahwa inflasi ada 2 macam yaitu yang disebabkan oleh alam dan yang disebabkan oleh manusia (yang disebabkan oleh alam seperti gagal panen dan bencana alam sedangkan yang disebabkan oleh kesalahan manusia adalah korupsi,  Administrasi yang buruk, sebab pajak  tinggi dan kenaikan pasokan mata uang fulus). Mencetak uang secara berlebihan jelas akan mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan dan merusak perkembangan ekonomi negara.

DAFTAR PUSTAKA

Ely Masykuroh, Pengantar Teori Ekonomi, Pendekatan Pada Teori Ekonomi Makro Islam, STAIN Panoraga Press, Panoraga, 2008.

 Hasanuz Zaman, Ekonomic Function of on Islamic State, Licester,The Islamic Foundation, 1984.

Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2004.

Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economics, Theory and Praktice, Cambride:Houder and Stoughton Ltd,1986.

Muhammad Nejatullah Siddiqi, Role of the State in the Economi, In Islamic Perspective, UK.The Islamic Foundation, 1992.

Munawar Iqbal, Dalam Pengantar bukunya Muhammad Akram Khan, Economic Teaching of Prophet Muhammad (May Peace Upon Rim, dalam Dawam Rahardjo,1999.

M. Akram Khan, An Introduction to Islamic Economics, Virginia:International Institute of Islamic, Thought,1994.

M.M. Matwaly, Teori dan Modal Ekonomi Islam, Bangkit Daya Insani,Jakarta,1995.

M.Umar Chapra, Masa Depan Ekonomi , Sebuah Tinjauan Islam, Gema Insani Press,Jakarta, 2001.

Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, Prenada Media Group, Cet.2, Jakarta,2008.

Rachmat Soemitro, Hukumn Ekonomi (Economic Law), Kertas Kerja pada Simposium Pembinaan Hukum Nasional, BPHN, Jakarta, 1978 dan lihat juga Sumantoro, Hukum Ekonomi, UI Press Jakarta, 2008.

Sayed Nawab Haider Naqvi, Islam, Economics and Sociaty, New York, Kegan Paul Internasional,1994.

Yusuf al Qardhawi, Ijtihad Kontemporer, Kode Etik dan Berbagai Penyimpangan, terjemahan Abu Barzani, Risalah Gusti, Surabaya,2000.

[1] Ely Masykuroh, Pengantar Teori Ekonomi, Pendekatan Pada Teori Ekonomi Makro Islam, STAIN Panoraga Press, Panoraga, 2008,hal.8.

[2] Ibid, hal.8

[3] Ibid, hal.10

[4] Rachmat Soemitro, Hukumn Ekonomi (Economic Law), Kertas Kerja pada Simposium Pembinaan Hukum Nasional, BPHN, Jakarta, 1978 dan lihat juga Sumantoro, Hukum Ekonomi, UI Press Jakarta, 2008,hal.18

[5] Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economics, Theory and Praktice, Cambride:Houder and Stoughton Ltd,1986,hal.18.

[6] Muhammad Nejatullah Siddiqi, Role of the State in the Economi, In Islamic Perspective, UK.The Islamic Foundation, 1992,hal.69

[7] M.Umar Chapra, Masa Depan Ekonomi , Sebuah Tinjauan Islam, Gema Insani Press,Jakarta, 2001,hal.121.

[8] Hasanuz Zaman, Ekonomic Function of on Islamic State, Licester,The Islamic Foundation, 1984, hal.52

[9] Sayed Nawab Haider Naqvi, Islam, Economics and Sociaty, New York, Kegan Paul Internasional,1994,hal.18

[10] M. Akram Khan, An Introduction to Islamic Economics, Virginia:International Institute of Islamic, Thought,1994,hal.33

[11] Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, Prenada Media Group, Cet.2, Jakarta,2008,hal. 2

[12] M.M. Matwaly, Teori dan Modal Ekonomi Islam, Bangkit Daya Insani,Jakarta,1995,hal. 1

[13] Munawar Iqbal, Dalam Pengantar bukunya Muhammad Akram Khan, Economic Teaching of Prophet Muhammad (May Peace Upon Rim, dalam Dawam Rahardjo,1999,hal.22

[14] Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2004,hal.95

[15] Quraish Shihab

[16] Muhammad, OP.Cit,hal.83

[17] Yusuf al Qardhawi, Ijtihad Kontemporer, Kode Etik dan Berbagai Penyimpangan, terjemahan Abu Barzani, Risalah Gusti, Surabaya,2000,hal.13, lihat juga ibid hal.83