Penilaian Kinerja Berdasarkan Sistem Tradisional

Penilaian Kinerja Berdasarkan Sistem Tradisional

Penilaian kinerja berdasarkan sistem tradisional adalah suatu penilaian kinerja yang hanya melihat dari sisi keuangan saja tanpa melihat dari sisi non keuangan. Sony Yuwono dkk (2003:25) menjelaskan sebagai berikut:

“Kinerja keuangan mengindikasikan apakah strategi perusahaan memperbaiki laba perusahaan”.

Penilaian berdasarkan sistem tradisional ini hanya menitikberatkan kepada aktiva fisik atau berwujud dan tidak memprioritaskan pada aktiva tak berwujud seperti produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan, pekerja dari suatu perusahaan termasuk produktivitas dan motivasinya, proses internal perusahaan maupun loyalitas ataupun kepuasan pelanggan. Kaplan dan Norton (2000:6) menjelaskan bahwa penilaian atas aktiva tak berwujud dan kapabilitas perusahaan akan membantu karena bagi perusahaan di abad informasi, untuk mencapai keberhasilan aktiva ini lebih penting dibandingkan aktiva tradisional.  Jika  aktiva  tak  berwujud  dan kapabilitas perusahaan dapat dinilai dalam model akuntansi keuangan, perusahaan yang meningkatkan aktiva dan kapabilitas ini dapat mengkomunikasikan peningkatan ini kepada para pekerja, pemegang saham, kreditor dan masyarakat. Lebih lanjut Kaplan dan Norton (2000:6) menambahkan bahwa jika perusahaan menghabiskan persediaan aktiva tak berwujud dan kapabilitasnya, efek yang  negatif  dapat  segera  terlihat  dalam  laporan  keuangan  perusahaan.  Pengukuran kinerja tradisional mungkin masih bisa digunakan pada perusahaan yang skalanya lebih kecil dimana aktivitas operasional masih dapat terkontrol namun tidak untuk perusahaan yang semakin berkembang dan semakin besar. Sony Yuwono dkk (2003:23) menjelaskan bahwa ketika perusahaan mulai membesar dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) ikut bertambah, timbul permasalahan dengan pengukuran kinerja, antara lain:

  1. Peningkatan  skala   perusahaan   berupa   integrasi   fungsi-fungsi   dan   semakin kompleksnya   struktur   organisasi   memperbesar   jumlah   transaksi   internal yang membuat mekanisme harga semakin kom
  2. Pembesaran perusahaan berakibat pula pada semakin panjangnya siklus operasi perusahaan.
  3. Pengukuran kinerja bahkan semakin sulit dilakukan pada perusahaan padat modal berskala besar yang menghasilkan lebih dari satu jenis produk, terutama kesulitan dalam pengalokasian biaya overhead.
  4. Bertambahnya stakeholders semakin mempersulit proses deliberasi untuk menyepakati besarnya nilai akuntansi dalam neraca dan laporan laba rugi yang bukan berasal dari arms’ length transactions, seperti, exit value, replacement cost, dan sebagainya.

Kekurangan Penilaian Kinerja dengan Sistem Tradisional

Apabila perusahaan selama ini mengukur kinerja perusahaannya hanya melalui tolok ukur keuangan maka akan memiliki banyak kelemahan-kelemahan sebagaimana dijelaskan oleh Sony Yuwono dkk (2003:28) sebagai berikut:

  1. Pemakaian kinerja keuangan sebagai satu-satunya penentu kinerja perusahaan bisa mendorong manajer untuk mengambil tindakan jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang.
  2. Diabaikannya aspek pengukuran non-financial dan intangible asset pada umumnya, baik dari sumber internal maupun eksternal akan memberikan suatu pandangan yang keliru bagi manajer mengenai perusahaan di masa sekarang terlebih lagi di masa datang.
  3. Kinerja keuangan hanya bertumpu pada kinerja masa lalu dan kurang mampu sepenuhnya untuk   menuntun   perusahaan   ke   arah   tujuan   perusahaan   di   masa m