Pengertian Pembelajaran Dengan Pendekatan Kontekstual

Pengertian Pembelajaran Dengan Pendekatan Kontekstual

Pembelajaran menurut Muhaimin yang mengutip pendapat Degeng adalah ungkapan yang sebelumnya dikenal dengan pengajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Pembelajaran agama islam adalah suatu upaya membelajarkan peserta didik agar dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari agama islam, baik untuk kepentingan mengetahui bagaimana cara beragama yang benar maupun mempelajari islam sebagai pengetahuan.[1]

Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik.[2]

Sedangkan kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual, proses pembelajaran diharapkan mendorong siswa untuk menyadari dan menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan pembelajaran kontekstual ini merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi, misalnya dalam bentuk simulasi dan masalah yang memang ada di dunia nyata. Apabila pembelajaran kontekstual diterapkan dengan benar, diharapkan siswa akan terlatih untuk dapat menghubungkan apa yang diperoleh dikelas dengan kehidupan dunia nyata yang ada di lingkungannya.[3]

Menurut Nurhadi dalam bukunya disebutkan bahwa pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.[4]

Disamping itu pendekatan kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas hidup dan lebih bermakna karena siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya.

Pembelajaran kontekstual mempunyai banyak pengertian sebagaimana dikutip oleh Nurhadi dalam bukunya Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya dalam KBK, yaitu diantaranya:

  1. Johnson merumuskan pengertian CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dalam konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem CTL akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen utama CTL: melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berfikir kritis dan kreatif, memelihara/ merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan asesment autentik.
  2. The Washington merumuskan definisi CTL sebagai berikut: pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah riil yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, siswa, dan selaku pekerja. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual menekankan pada berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan melalui disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis dan mensintesiskan informasi dan data dari berbagai sumber dan sudut pandang.
  3. Ada tujuh atribut yang bercirikan CTL menurut para penulis NWREL, yaitu: kebermaknaan, penerapan ilmu, berpikir tingkat tinggi, kurikulum yang digunakan harus standar, berfokus pada budaya, keterlibatan siswa secara aktif, dan asesment autentik.
  4. Center on Education and Work at the University of Wisconsin-Madison mengeluarkan pernyataan penting tentang CTL yang berarti bahwa pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual dilakukan dengan berbasis masalah, menggunakan cara belajar yang diatur sendiri, berlaku dalam berbagai macam konteks, memperkuat pengajaran dalam berbagai konteks kehidupan siswa, menggunakan penilaian autentik, dan menggunakan pula kelompok belajar yang bebas.[5]

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kontekstual yang biasanya lebih dikenal dengan Contextual Teaching and Learning adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-harinya, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dari proses pengkonstruksian sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

 Pembelajaran kontekstual terjadi jika siswa mengalami dan menerapkan apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah riil yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota masyarakat.

Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru dalam kelas adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru itu adalah pengetahuan dan ketrampilan yang datang dari “menemukan” sendiri bukan dari apa kata guru.

Perlu kita fahami bahwa dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan lagi seseorang yang paling tahu, guru layak mendengarkan siswa-siswanya. Guru bukan lagi satu-satunya penentu kemajuan siswa-siswanya. Guru adalah seorang pendamping siswa dalam pencapaian kompetensi dasar.

Jadi jelas bahwa pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan pengamat yang pasif yang bertanggung jawab terhadap belajarnya. Penerapan pembelajaran kontekstual ini akan sangat membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pemahaman tersebut, teori Contextual Teaching and Learning berfokus pada multiaspek lingkungan belajar diantaranya ruang kelas, labolatorium sains, labolatorium komputer, tempat kerja, maupun tempat-tempat yang lainnya. Pembelajaran kontekstual mendorong para guru mendesain lingkungan belajar yang memungkinkan untuk mengaitkan berbagai bentuk pengalaman sosial, budaya, fisik, dan psikologi dalam mencapai hasil belajar. Di dalam suatu lingkungan yang demikian, siswa menemukan hubungan yang sangat bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata.

Dengan demikian siswa belajar diawali dengan pengetahuan, pengalaman, dan konteks keseharian yang mereka miliki yang dikaitkan dengan konsep mata pelajaran yang dipelajari dikelas, dan selanjutnya dimungkinkan untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Yang jelas pembelajaran kontekstual merupakan cara belajar yang terbaik, dimana siswa dapat mengkonstruksikan sendiri secara aktif pemahamannya. Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika ia belajar. Pembelajaran kontekstual dikembangkan untuk meningkatkan kinerja kelas. Kelas yang hidup diharapkan menghasilkan Out put yang bermutu tinggi. Sedangkan pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen utama dalam pembelajaran yang produktif, yaitu: konstruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).[6]

Baca Juga  Artikel Terkait:

[1] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Rosdakarya, 2002), hlm. 183

[2] Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm.100

[3] Kasihani K. E. Suyanto DKK, Pembelajaran berbasis CTL (Makalah Disajikan dalam Kegiatan sosialisasi CTL bagi dosen UM, Jum’at, 15 Februari 2002)

[4] Nur Hadi, Pembelajaran Konstektual (Malang: UM Press, 2004), hlm. 4

[5] Ibid., hlm. 12

[6] Ibid., hlm. 31