Laut lepas adalah merupakan res nullius, dan kecuali apabila terdapat aturan-aturan dan batasan-batasan yang diterapkan untuk kepentingan negara-negara, laut lepas tidak merupakan wilayah negara manapun. Doktrin laut bebas (Freedom of the seas) berarti bahwa kegiatan-kegiatan di laut dapat dilakukan dengan bebas dengan mengindahkan penggunaan laut untuk keperluan lainnya.
Istilah laut lepas (high seas) pada mulanya berarti seluruh bagian laut yang tidak termasuk perairan pedalaman dan laut teritorial dari suatu negara
Pada konperensi Kodifikasi Den Haag 1930 atas prakarsa Liga Bangsa-Bangsa walaupun disetujui mempertimbangkan laut teritorial sebagai bagian dari wilayah negara pantai, dan perairan di luarnya adalah laut lepas, tetapi konperensi tersebut mengalami kegagalan dalam menentukan lebar laut teritorial.
Kemudian konsepsi laut bebas ini lebih jelas terlihat di dalam pasal 2 dari Konvensi Genewa 1958 tentang laut lepas, yang menyatakan bahwa laut lepas adalah terbuka untuk semua bangsa, tidak ada suatu negarapun secara sah dapat melakukan pemasukan bagian dari laut lepas ke daerah kedaulatannya. Laut lepas dimaksudkan untuk kepentingan perdamaian dan tidak suatu negarapun yang dapat melakukan klaim kedaulatannya atas bagian laut lepas.
Kebebasan di laut lepas dilaksanakan di bawah syarat-syarat yang ditentukan oleh pasal-pasal ini (dari konvensi) dan oleh aturan-aturan hukum internasional. Negara pantai maupun bukan negara pantai memiliki kebebasan yang terdiri dari :
- Kebebasan berlayar
- Kebebasan menangkap ikan
- Kebebasan menempatkan kabel-kabel dan pipa bawah laut.
- Kebebasan untuk terbang di atas laut lepas.
Kebebasan-kebebasan ini dan hal-hal lainnya yang dikenal oleh asas-asas umum hukum internasional, akan dilaksanakan oleh semua negara dengan memperhatikan kepentingan negara-negara lain dalam melaksanakan kebebasan di laut.
Di dalam Konvensi Hukum Laut 1982, terlihat beberapa perubahan atas konsep laut lepas seperti yang didefinisikan oleh Konvensi Jenewa 1958 tentang laut lepas. Keempat kebebasan yang disebutkan oleh pasal 2 Konvensi Jenewa 1958 tentang laut lepas tetap diakui dalam pasal 87 dari konvensi baru dan ditambahkan dengan dua macam kebebasan di laut lepas lainnya, yaitu
- Kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi lainnya yang diizinkan hukum internasional, sesuai dengan ketentuan Bab VI.
- Kebebasan riset ilmiah, sesuai ketentuan-ketentuan Bab VI dan XIII.
Perubahan lainnya adalah munculnya rejim baru zona ekonomi eksklusif dengan luas 2000 mil laut (Bab V, Pasal 55 – 75 ) serta rejim sumber-sumber kekayaan alam dasar laut dan tanah di bawahnya di luar batas yurisdiksi nasional di bawah Otorita Dasar Laut Internasional. terhadap laut lepas tunduk pada rejim yang berbeda-beda, menyangkut perikanan dan sumber daya alamnya termasuk fungsinya zona ekonomi eksklusif Sedangkan dasar laut dan tanah di bawahnya adalah di bawah rejim landas kontinen, serta wilayah laut di atasnya adalah rejim Laut Lepas.
Di dalam Konvensi Jenewa 1958 tentang Laut Lepas, dijumpai adanya definisi tentang laut lepas. Pasal 1 mengandung suatu definisi negatif dari pada pengertian laut lepas dan mengartikannya sebagai “…….segala bagian laut yang tidak termasuk laut teritorial atau perairan pedalaman suatu negara. Akan tetapi Konvensi Hukum Laut 1982 tidak menyebutkan suatu defenisi tentang laut lepas. Dalam hal ini Konvensi Hukum Laut 1982 hanya menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan dari Laut Lepas diterapkan terhadap semua bagian dari laut yang tidak termasuk di dalam zona ekonomi eksklusif, Laut Teritorial, atau perairan pedalaman dari suatu negara atau di dalam perairan kepulauan dari negara kepulauan.
Apabila kita membandingkan kedua pasal dari kedua konvensi di atas maka akan kita temukan perbedaan, yaitu dalam defenisi pasal satu Konvensi Jenewa 1958 hanya menyebutkan laut teritorial dan perairan pedalaman sebagai bagian laut yang tidak termasuk Laut Lepas. Hal ini adalah masuk akal, karena pada waktu berlakunya konvensi ini belum diatur tentang ZEE dan diakuinya prinsip Negara Kepulauan, sedangkan kedua rejim yang disebutkan terakhir sudah diatur dalam Konvensi Hukum Laut 1982.
Berikut ini akan diuraikan secara pokok-pokok saja pengaturan dari kebebasan di Laut Lepas berdasarkan konvensi Hukum Laut 1982.
LAUT LEPAS (HIGH SEAS)
|
|
Macam-macam kebebasan di Laut Lepas
|
Pengaturan KHL 1982
|
A. Pelayaran
1. Ketentuan Dasar
– Setiap negara, baik berpantai maupun tidak mempunyai hak untuk berlayar di Laut Lepas.
– Setiap negara harus menetapkan persyaratan pemberian kebangsaan pada kapal, pendaftaran kapal dan hak mengibarkan benderanya.
– Kapal perang memiliki kekebalan penuh terhadap yurisdiksi negara manapun selain negara bendera.
– Kapal yang dimiliki atau dioperasikan oleh suatu negara dan hanya untuk dinas pemerintah, memiliki kekebalan penuh terhadap yurisdiksi negara lain kecuali negara bendera.
1. Yurisdiksi dan Kewajiban
a. Negara Bendera Kapal
– Kapal harus berlayar di bawah bendera suatu Negara saja, tidak boleh merobah bendera kebangsaannya sewaktu dalam pelayaran atau sewaktu berada dipelabuhan.
– Harus melaksanakan secara efektif yurisdiksi dan pengawasannya dalam bidang administratif, teknis dan sosial atas kapal.
– Setiap negara harus memelihara suatu daftar register kapal dan menjalankan yurisdiksi di bawah perundang-undangannya atas setiap kapal yang mengibarkan benderanya.
– Setip negara harus mengambil tindakan yang diperlukan bagi kapal yang memakai benderanya, untuk menjamin keselamatan.
– Bahwa setiap kapal diperiksa seorang surveyor kapal yang berwenang, tersedia peta, penerbitan pelayaran dan peralatan navigasi.
– Kapal ada dalam pengendalian seorang nahkoda dan perwira yang memiliki persyaratan yang tepat.
– Mengikuti peraturan dan prosedur dan praktek internasional yang umum.
– Mengadakan pemeriksaan yang dilakukan oleh atau di hadapan orang yang berwenang setiap kecelakaan kapal atau insiden pelayaran.
– Tuntutan pidana atau pertanggungjawaban disiplin terhadap kapten kapal atau petugas kapal lainnya, hanyalah dilakukan pada pengadilan atau di depan pejabat administrasi negara pemilik bendera kapal atau negara dimana petugas-petugas tersebut adalah adalah warga negara.
Dalam Konvensi Jenewa 1958 tentang laut lepas hal ini diatur dalam pasal 6 yang menentukan bahwa kapal- kapal berlayar hanya dengan memaki bendera dari dari satu negara saja dan berada sepenuhnya dibawah yurisdiksinya di laut lepas. Pengaturan pasal tersebut diatas dikaitkan dengan prinsip yang dikemukakan oleh Mahkamah Internasional Permanen dalam mengadili kasusThe Lotus yang mengatakan bahwa kapal-kapal yang berada dilaut lepas tidak tidak berada di bawah kekuasaan dari negara yang benderanya dipakai kapal tersebut. Uraian tentang kasus The Lotus ini akan dikemukakan pada bagian akhir dari bab ini.
– Kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan hidup.
– Mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan konvensi, secara individual atau bersama-sama untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan hidup.
– Mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut yang berasal dari kendaraan air.
– Menjamin bahwa kapal menaati ketentuan atau standar internasional untuk mencegah, mengurangi dan pengendalian pencemaran lingkungan laut.
– Mewajibkan (meminta) nahkoda kapal untuk memberikan pertolongan kepada setiap orang yang ditemukan di laut dalam bahaya akan hilang, menuju secepatnya menolong, memberikan bantuan pada kapal lain yang bertubrukan.
b. Negara Pelabuhan (Negara Pantai)
– Negara pantai harus menggalakkan diadakannya pengoperasian dan pemeliharaan dinas Search and Rescue (SAR) yang memadai dan efektif berkenaan dengan keselamatan di dalam dan di atas laut.
– Harus bekerjasama sepenuhnya dalam penindasan pembajakan di laut lepas.
– Hak melakukan pengejaran seketika (hat pursuit) apabila mempunyai alasan yang cukup dengan cara yang sesuai dengan ketentuan konvensi.
c. Negara-negara lain
– Setiap negara mewajibkan (meminta) nahkoda suatu kapal untuk memberikan pertolongan kepada setiap orang yang ditemukan di laut dalam bahaya akan hilang, menuju secepatnya menolong orang dalam kesulitan apabila mendapat pemberitahuan, memberikan bantuan pada kapal yang mengalami tabrakan.
– Mengambil tindakan yang efektif untuk mencegah dan menghukum pengangkutan budak belian.
– Harus bekerjasama sepenuhnya dalam penindasan pembajakan di laut lepas.
– Setiap negara dapat menyita suatu kapal atau pesawat udara perompak atau kapal atau pesawat udara perompak yang telah diambil oleh perompak dan menangkap orang-orang dan menyita barang yang ada di kapal serta dpat menetapkan hukuman yang akan dikenakan oleh pengadilan negaranya.
– Bekerjasama dalam penumpasan perdagangan gelap obat narkotik dan bahan-bahan psikotropis di laut lepas.
Bekerjasama dalam menumpas siaran gelap dari laut lepas.
|
Pasal 90
Pasal 91
Pasal 95
Pasal 96
Pasal 92
Pasal 94(1)
Pasal 94(2)
Pasal 94(3)
Pasal 94(4) huruf a
Pasal 94(4) huruf b
Pasal 94(4) huruf c
Pasal 94(7)
Pasal 94(3)
Pasal 192
Pasal 194
Pasal 211
Pasal 217
Pasal 98
Pasal 98(2)
Pasal 100
Pasal 111
Pasal 98(1)
Pasal 99
Pasal 100-101
Pasal 105
Pasal 108
Pasal 109
|
B. Penerbangan
Semua negara baik negara pantai maupun tidak berpantai mempunyai kebebasan untuk melakukan penerbangan di ruang udara di atas laut lepas, dengan memperhatikan kepentingan negara lain.
|
Pasal 87 (1),(2)
|
C. Pemasangan Kabel dan Pipa di Dasar Laut
– Semua negara memiliki kebebasan untuk memasang kabel dan pipa di bawah laut dengan tunduk pada Bab VI tentang Landas Kontinen, di laut lepas, dengan memperhatikan kepentingan negara lain dan ketentuan konperensi ini.
– Semua negara mempunyai hak untuk memasang kabel dan pipa bawah laut diatas dasar laut lepas di luar landas kontinen.
– Setiap negara harus menetapkan peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk mengatur bahwa pemutusan atau kerusakan pada kabel atau pipa bawah laut karena sengaja atau kelalaian merupakan suatu pelanggaran yang dapat dihukum.
Setiap negara harus menetapkan peraturan perundang-undangan dengan tentang ganti rugi untuk kerugian yang diderita dalam usaha untuk mencegah kerusakan pada kabel atau pipa bawah laut.
|
Pasal 87 (1), (2)
Pasal 112
Pasal 113
Pasal 115
|
D. Pembangunan Pulau Buatan dan Instalasi Lain
– Semua negara mempunyai kebebasan untuk membangun pulau dan instalasi lainnya yang diperoleh berdasarkan hukum internasional, dengan tunduk pada ketentuan Bab VI.
– Penempatan dan penggunaan setiap jenis instalasi riset ilmiah atau peralatan di kawasan lingkungan laut harus tunduk pada syarat-syarat yang sama yang ditentukan oleh konvensi untuk penyelenggaraan riset ilmiah kelautan di setiap kawasan tersebut.
Penelitian ilmiah kelautan di kawasan baru dilakukan semata-mata untuk maksud damai untuk kemanfaatan umat manusia
|
Pasal 87
Pasal 258, 256, 262
Pasal 143
|
E. Penangkapan Ikan
– Semua negara mempunyai kebebasan untuk menangkap ikan, dengan memperhatikan sebagaimana mestinya kepentingan negara lain dan hak-hak dalam konvensi ini yang berkenaan dengan kegiatan di Kawasan.
– Semua negara mempunyai hak bagi warga negaranya untuk melakukan penangkapan ikan di laut lepas.
– Kewajiban negara untuk mengadakan tindakan-tindakan dengan warga negaranya untuk konservasi sumber kekayaan hayati di laut lepas.
Kewajibaan konservasi dan pengelolaan mamalia laut di laut lepas.
|
Pasal 8(1) ,(2)
Pasal 116
Pasal 117
Pasal 120
|
F. Riset Ilmiah
– Setiap negara memiliki kebebasan untuk mengadakan riset ilmiah, dengan tunduk pada ketentuan Bab VI dan XIII, di laut lepas.
– Penelitian ilmiah kelautan di kawasan harus dilakukan semata-mata untuk maksud damai dan untuk kemanfatan umat manusia.
– Negara-negara, secara langsung atau melalui organisasi internasional yang berkompeten, bekerjasama menggalakkan pengembangan dan alih teknologi kalautan.
Kerjasama internasional untuk mengembangkan dan alih teknologi kelautan.
|
Pasal 87
Pasal 143 (1)
Pasal 266 (1)
Pasal 270
|