PENGERTIAN FUNGSI, KOORDINASI DAN PERENCANAAN

PENGERTIAN FUNGSI, KOORDINASI DAN PERENCANAAN 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Sebagai salah satu negara berkembang, Republik Indonesia saat ini tengah gencar-gencarnya melaksanakan pembangunan disegala bidang dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial, sesuai dengan yang disebut dalam Pembukaan UUD 1945.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah- daerah Provinsi, dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, tiap- tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai Pemerintah Daerah, yang diatur undang-undang. Hal ini memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menjalankan Otonomi Daerah. Dalam hal ini Pemerintah Daerah dipandang sebagai mitra kerja yang terkait karena konsensus yang disepakati bersama dan diakui adil oleh masyarakatnya. Otonomi Daerah merupakan amanat rakyat yang diharapkan akan menjadi persyaratan bagi terciptanya upaya pembangunan yang lebih adil, demokratis dan mengikutsertakan peran serta aktif masyarakat disegala tingkatan dalam segala aspek.
Prinsip-prinsip yang diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945 setelah amandemen mengatur tentang prinsip-prinsip otonomi daerah, diantaranya adalah prinsip mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya, prinsip kekhususan dan keragaman daerah, prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya, prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus dan istimewa, prinsip badan perwakilan dipilih langsung oleh suatu pemilihan umum.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Dahlan Tholib manyatakan bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Dalam menghadapi perkembangan keadaan baik di dalam dan di luar negeri, serta tanggapan persaingan global dipandang perlu pelaksanaan otonomi daerah dalam memberikan wewenang yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah serta proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Sedangkan menurut Bagir Manan, Otonomi merupakan salah satu sendi penting bagi suksesnya penyelenggaraan pemerintahan Negara. Otonomi Daerah juga merupakan dasar untuk memperluas pelaksanaan demokrasi dan instrument mewujudkan kesejahteraan umum.
Otonomi daerah yang bertujuan kepada kemandirian dan pembanguan daerah berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa serta Peraturan Daerah Kabupaten Donggala Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Desa. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pelaksanaan perencanaan pembangunan dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan dengan mengikutsertakan Masyarakat Desa. Keberhasilan pembangunan daerah tidak lepas dari proses perencanaan yang berupa penentuan kebijaksanaan dan program-program pembangunan, yang dalam pelaksanaan kebijakan dan program-program tersebut dikendalikan oleh Pemerintah Desa.

BAB II
KAJIAN TEORITIS

A. FUNGSI
The Liang Gie (1992 : 23) mengemukakan pengertian fungsi sebagai berikut: Bilamana dari jumlah pekerjaan suatu organisasi telah menjadi sangat banyak, maka untuk ketertiban dan kelancaran pelaksanaannya perlu dikelompokkan menjadi kesatuan bidang kerja, masing-masing bidang kerja ini bisa disebut fungsi. Selanjutnya Prajudi Atmosudirdjo (1992:85) mengemukakan; “Fungsi adalah apa atau sesuatu yang harus dilakukakn/dijalankan guna memenuhi maksud dan tujuan”. Sedangkan menurut Sarwoto (1998:23) menyatakan bahwa; “Fungsi adalah sekelompok kegiatan yang homogen dalam arti satu sama lain terdapat hubungan yang sangat erat”.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Musanef (1994:93) bahwa;” Fungsi adalah sesuatu yang dijalankan dan merupakan suatu aktivitas sebagai bagian atau sumbangan kepada organisasi serta keseluruhan atau bagian tertentu”.
Bertitik tolak dari batasan di atas, maka berdasarkan defenisi dan dengan pertimbangan praktis dari pekerjaan yang berkaitan dan saling intervensi satu sama lainnya, dapat dikelompokkan menjadi satu fungsi.
Dalam proses manajemen akan dihadapkan pada penerapan fungsi-fungsi manajemen. Fungsi manajemen akan berkaitan dengan hubungan kerja dan prosedur yang harus dilaksanakan. Fungsi manajemen lebih diarahkan pada perencanaan, pelaksanaan, koodinasi dan pengawasan yang merupakan suatu kesatuan.
Oleh karena itu setiap kegiatan harus mengikuti mekanisme atau prosedur yang telah diterapkan, karena penyelesaian suatu pekerjaan tanpa memperhatikan ketentuan yang berlaku, sulit mencapai tujuan secara optimal.
Batasan kata fungsi dalam kehidupan sehari-hari para ahli mempunyai pandangan yang berbeda-beda, Ada yang menganggap fungsi sebagai hubungan beberapa variabel atau kelompok kegiatan yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Jika nilai variabel yang satu berubah akan mempengaruhi variabel yang lain.
Cece Wijaya (1990:46) menjelaskan tata fungsi sebagai berikut: Fungsi tidak sama dengan pekerjaan (job), tetapi lebih cenderung mengandung arti pengelompokan tugas-tugas atau kegiatan beberapa pekerjaan mungkin terdiri dari tugas-tugas, dan tugas-tugas ini berada dalam lingkungan fungsi.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi adalah suatu kelompok kegiatan yang saling berkaitan secara serasi, dan jika yang satu berubah akan mempengaruhi bagian yang lain. Ada yang menganggap fungsi merupakan hubungan beberapa vareabel yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Fungsi menunjukkan kedudukan seseorang dalam manjalankan tugas dan perannya. Dengan demikian maka fungsi sangat erat hubungannya dengan kedudukan seseorang terlebih bagi seorang pimpinan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya untuk memotivasi baik dirinya terlebih terhadap bawahannya dalam rangka mewujudkan apa yang menjadi tujuan yang telah ditetapkan di lingkungan organisasi. Dengan demikian dapat diartikan pula bahwa salah satu tugas pokok yang harus dilakukan untuk menyelenggarakan keseluruhan aktifitas dalam bidang-bidang tertentu guna mencapai berbagai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu fungsi pada akhirnya dapat disimpulkan sedbagai suatu kelompok kegiatan yang saling berkaitan secara serasi dan jika yang satu berubah akan mempengaruhi bagian yang lain. Bahkan ada yang menganggap fungsi merupakan hubungan beberapa variabel yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya.Karena itu fungsi menunjukkan kedudukan seseorang dalam menjalankan tugas dan peranannya.

B. Koordinasi
1. Pengertian Koordinasi
Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan kegiatan kepada anggota organisasi yang diberikan dalam menyelesaikan tugas. Dengan adanya penyampaian informasi yang jelas, pengkomunikasian yang tepat, dan pembagian pekerjaan kepada para bawahan oleh manajer maka setiap individu bawahan akan mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan wewenang yang diterima. Tanpa adanya koordinasi setiap pekerjaan dari individu karyawan maka tujuan perusahaan tidak akan tercapai.
Hasibuan (2006:85) berpendapat bahwa : “Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi”.

Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan- kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen-departemen atau bidang- bidang fungsional) pada suatu organisasi untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif (Handoko 2003 : 195).
Menurut G.R Terry dalam Hasibuan (2006 : 85) berpendapat bahwa koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.

Menurut E. F. L. Brech dalam bukunya, The Principle and Practice of Management yang dikutip Handayaningrat (2002:54) Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri.
Sedangkan menurut G. R. Terry dalam bukunya, Principle of Management yang dikutip Handayaningrat (2002:55) koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron atau teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Menurut tinjauan manajemen, koordinasi menurut Terry meliputi :
1. Jumlah usaha baik secara kuantitatif, maupun secara kualitatif
2. Waktu yang tepat dari usaha-usaha tersebut
3. Directing atau penentuan arah usaha-usaha tersebut
Berdasarkan defenisi di atas maka dapat disebutkan bahwa koordinasi memiliki syarat-syarat yakni :
1. Sense of Cooperation, perasaan untuk saling bekerja sama, dilihat per bagian.
2. Rivalry, dalam organisasi besar, sering diadakan persaingan antar bagian, agar saling berlomba
3. Team Spirit, satu sama lain per bagian harus saling menghargai.
4. Esprit de Corps, bagian yang saling menghargai akan makin bersemangat.
Selanjutnya koordinasi memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Koordinasi adalah dinamis, bukan statis.
2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang manajer dalam kerangka mencapai sasaran.
3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.
Berdasarkan pengertian di atas jelaslah bahwa koordinasi adalah tindakan seorang pimpinan untuk mengusahakan terjadinya keselarasan, antara tugas dan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau bagian yang satu dengan bagian yang lain. Dengan koordinasi ini diartikan sebagai suatu usaha ke arah keselarasan kerja antara anggota organisasi sehingga tidak terjadi kesimpang siuran, tumpang tindih. Hal ini berarti pekerjaan akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Jadi dapat disimpulkan bahwa koordinasi merupakan proses pengintegrasian tujuan dan aktivitas di dalam suatu perusahaan atau organisasi agar mempunyai keselarasan di dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, pengkoordinasian dimaksudkan agar para manajer mengkoordinir sumber daya manusia dan sumber daya lain yang dimiliki organisasi tersebut. Kekuatan suatu organisasi tergantung pada kemampuannya untuk menyusun berbagai sumber dayanya dalam mencapai suatu tujuan.

2. Tipe-tipe koordinasi
Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. Hasibuan (2006:86) berpendapat bahwa tipe koordinasi di bagi menjadi dua bagian besar yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal. Kedua tipe ini biasanya ada dalam sebuah organisasi. Makna kedua tipe koordinasi ini dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini:
a) Koordinasi vertikal (Vertical Coordination} adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit- unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur.
b) Koordinasi horizontal (Horizontal Coordinatiori) adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi atas interdisciplinary dan interrelated. Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun ekstern pada unit-unit yang sama tugasnya. Sedangkan Interrelated adalah koordinasi antar badan (instansi) beserta unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantung atau mempunyai kaitan secara intern atau ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat.

3. Faktor – Faktor yang mempengaruhi koordinasi
Hasibuan (2006:88), berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi koordinasi sebagai berikut:
a. Kesatuan Tindakan
Pada hakekatnya koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota organisasi atau satuan organisasi untuk saling menyesuaikan diri atau tugasnya dengan anggota atau satuan organisasi lainnya agar anggota atau satuan organisasi tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu konsep kesatuan tindakan adalah inti dari pada koordinasi. Kesatuan dari pada usaha, berarti bahwa pemimpin harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha dari pada tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian di dalam mencapai hasil. Kesatuan tindakan ini adalah merupakan suatu kewajiban dari pimpinan untuk memperoleh suatu koordinasi yang baik dengan mengatur jadwal waktu dimaksudkan bahwa kesatuan usaha itu dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah dirncanakan.
b. Komunikasi
Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari koordinasi, karena komunikasi, sejumlah unit dalam organisasi akan dapat dikoordinasikan berdasarkan rentang dimana sebagian besar ditentukan oleh adanya komunikasi. Komunikasi merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya. “Perkataan komunikasi berasal dari perkataan communicare, yaitu yang dalam bahasa latin mempunyai arti berpartisipasi ataupun memberitahukan” Dalam organisasi komunikasi sangat penting karena dengan komunikasi partisipasi anggota akan semakin tinggi dan pimpinan memberitahukan tugas kepada karyawan harus dengan komunikasi. Dengan demikian komunikasi merupakan hubungan antara komunikator dengan komunikan dimana keduanya mempunyai peranan dalam menciptakan komunikasi.
Dari pengertian komunikasi sebagaimana disebut di atas terlihat bahwa komunikasi itu mengandung arti komunikasi yang bertujuan merubah tingkah laku manusia. Karena sesuai dengan pengertian dari ilmu komunikasi, yaitu suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas, dan atas dasar azas-azas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap. Maka komunikasi tersebut merupakan suatu hal perubahan suatu sikap dan pendapat akibat informasi yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain.
Sehingga dari uraian tersebut terlihat fungsi komunikasi sebagai berikut :
1. Mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam suatu lingkungan.
2. Menginterpretasikan terhadap informasi mengenai lingkungan
3. Kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain.
Maka dari itu komunikasi itu merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah sikap dan perilaku orang lain dengan melalui informasi atau pendapat atau pesan atau idea yang disampaikannya kepada orang tersebut.
c. Pembagian Kerja
Secara teoritis tujuan dalam suatu organisasi adalah untuk mencapai tujuan bersama dimana individu tidak dapat mencapainya sendiri. Kelompok dua atau lebih orang yang berkeja bersama secara kooperatif dan dikoordinasikan dapat mencapai hasil lebih daripada dilakukan perseorangan. Dalam suatu organisasi, tiang dasarnya adalah prinsip pembagian kerja (Division of labor). Prinsip pembagian kerja ini adalah maksudnya jika suatu organisasi diharapkan untuk dapat berhasil dengan baik dalam usaha mencapai tujuanya, maka hendaknya lakukan pembagian kerja. Dengan pembagian kerja ini diharapkan dapat berfungsi dalam usaha mewujudkan tujuan suatu organisasi. Pembagian kerja adalah perincian tugas dan pekerjaan agar setiap individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas.
Jadi pembagian kerja pekerjaan menyebabkan kenaikan efektifitas secara dramatis, karena tidak seorangpun secara fisik mampu melaksanakan keseluruhan aktifitas dalam tugas–tugas yang paling rumit dan tidak seorangpun juga memiliki semua keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai tugas. Oleh karena itu perlu diadakan pemilahan bagian–bagian tugas dan membagi baginya kepada sejumlah orang. Pembagian pekerjaan yang dispesialisasikan seperti itu memungkinkan orang mempelajari keterampilan dan menjadi ahli pada fungsi pekerjaan tertentu.
d. Disiplin
Pada setiap organisasi yang kompleks, setiap bagian harus bekerja secara terkoordinasi, agar masing-masing dapat menghasilkan hasil yang diharapkan. Koordinasi hádala usa penyesuaian bagian-bagian yang berbeda-beda agar kegiatan dari pada bagian-bagian itu selesai pada waktunya, sehingga masing- masing dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal agar diperoleh hasil secara keseluruhan, untuk itu diperlukan disiplin.
Rivai (2005:444) menyatakan pengertian disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan organisasi dan normanorma sosial yang berlaku”. Jadi jelasnya bahwa disiplin menyangkut pada suatu sikap dan tingkah laku, apakah itu perorangan atau kelompok yang untuk tunduk dan patuh terhadap peraturan suatu organisasi.
Dalam suatu organisasi penerapan peraturan kepada seseorang atau anggota organisasi dikelola oleh pimpinan. Pimpinan diharapkan mampu menerapkan konsep disiplin positif yakni penerapan peraturan melalui kesadaran bawahannya. Sebaliknya bila pimpinan tidak mampu menerapkan konsep disiplin positif pada dirinya sendiri tentu dia juga tidak mungkin mampu menerapkannya pada orang lain termasuk kepada bawahannya. Dengan demikiam disiplin itu sangat penting artinya dalam proses pencapaian tujuan, ini merupakan suatu syarat yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan yang dimaksud.

4. Sifat – sifat Koordinasi
Hasibuan (2006:87), bependapat bahwa sifat-sifat koordinasi adalah :
a. Koordinasi bersifat dinamis bukan statis.
b. Koordinasi menekankan Pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator dalam rangka mencapai sasaran.
c. Koordinasi meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.
Asas Koordinasi adalah asas skala (scalar principle= hierarki) artinya koordinasi dilakuakan menurut jenjang – jenjang kekuasaan dan tanggung jawab yang disesuaikan dengan jenjang – jenjang yang berbeda satu sama lain. Asas hierarki ini merupakan setiap atasan (koordinator) harus mengkoordinasi bawahan secara langsung. Scalar principle merupakan kekuasaan mengkoordinasi yang harus bekerja melalui suatu proses formal.

5. Tujuan Koordinasi
Apabila dalam organisasi dilakukan koordinasi secara efektif maka ada beberapa manfaat yang didapatkan. Handoko (2003:197) berpendapat bahwa Adapun manfaat koordinasi antara lain:
a. Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan terlepas satu sama lain, antara satuan-satuan organisasi atau antara pejabat yang ada dalam organisasi.
b. Menghindari suatu pendapat atau perasaan bahwa satuan organisasi atau pejabat merupakan yang paling penting.
c. Menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan antara bagian dalam organisasi.
d. Menghindari terjadinya kekosongan pekerjaan terhadap suatu aktifitas dalam organisasi.
e. Menimbulkan kesadaran diantara para pegawai untuk saling membantu.
Hasibuan (2006:86) berpendapat bahwa koordinasi penting dalam suatu organisasi, yakni:
a. Untuk mencegah terjadinya kekacauan, percecokan, dan kekembaran atau kekosongan pekerjaan.
b. Agar orang-orang dan pekerjaannya diselaraskan serta diarahkan untuk pencapaian tujuan perusahaan.
c. Agar sarana dan prasarana dimanfaatkan untuk mencapai tujuan.
d. Supaya semua unsur manajemen dan pekerjaan masing-masing individu pegawai harus membantu tercapainya tujuan organisasi.
e. Supaya semua tugas, kegiatan, dan pekerjaan terintegrasi kepada sasaran yang diinginkan.

Jadi koordinasi sangat penting dalam mengarahkan para bawahan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan instansi.

C. Perencanaan
1. Pengertian Perencanaan
Perencanaan atau yang sudah akrab dengan istilah planning adalah satu dari fungsi management yang sangat penting. Bahkan kegiatan perencanaan ini selalu melekat pada kegiatan hidup kita sehari-hari, baik disadari maupun tidak. Sebuah rencana akan sangat mempengaruhi sukses dan tidaknya suatu pekerjaan. Karena itu pekerjaan yang baik adalah yang direncanakan dan sebaiknya kita melakukan pekerjaan sesuai dengan yang telah direncanakan. Pengertian perencanaan menurut para ahli :
– Kaufman (1972) sebagaimana dikutip Harjanto, Perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai.
– Bintoro Tjokroaminoto mendefinisikan perencanaan sebagai proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
– Pramuji Atmosudirdjo mendefinisikan perencanaan adalah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, dimana, dan bagaimana melakukannya.
– SP. Siagiaan mengartikan perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang menyangkut hal-hal yang akan dikerjakan di masa datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
– Y.Dior berpendapat perencanaan perencanaan adalah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang , dalam rangka mencapai sasaran tertentu.
Dari semua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah serangkaian proses penentuan tindakan masa depan yang disertai pertimbangan yang logis dan kontinu untuk memanfaatkan sumber daya yang ada semaksimal mungkin guna mencapai tujuan tertentu. Prinsip prinsip dari suatu perencanaan adalah sebagai berikut:
1. Penentuan pilihan (setting up choices)
2. Penetapan pengagihan sumberdaya (resources allocation)
3. Penetapan dan usaha pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan (setting up goals and objectives)
4. Penetapan dan usaha pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan (setting up goals and objectives)
5. Berfikir System, holistik, dan berkelanjutan (sustainable development)
Adapun manfaat dari perencanaan adalah sebagai berikut:
a. Sebagai penuntun arah dan acuan pembangunan
b. Minimalisasi Ketidakpastian
c. Minimalisasi inefisiensi sumber daya
d. Penetapan Standar dalam Pengawasan Kualitas
e. Menghasilkan keadaan yang lebih baik

2. Teori Perencanaan
Pada hakikatnya, ilmu teori perencanaan berkaitan erat dengan perencanan kota. Namun dalam perkembangannya perencanaan tidak dikembangkan berdasarkan teori perencanaan, tetapi sebaliknya teori perencanaan berkembang sebagai kelanjutan dari pengalaman mengenai usaha manusia mengatasi keadaan lingkungan kehidupannya. Oleh karena itu, ilmu ini sangat diperlukan dalam merencanakan sebuah kota, karena daam teori perencanaan membahas definisi, pemahaman konteks, praktek-praktek, dan proses-proses dalam perencanaan kota, dan bagaimana pertumbuhannya dari asal-usul sejarah dan kebudayaan masing-masing.
Teori perencanaan telah berkembang sejak lama dan mengalami banyak perubahan seiring perkembangan waktu. Perencanaan sendiri telah mengalami banyak perkembangan sejak Patrick Geddes mencetuskannya untuk pertama kali. Kebutuhan manusia akan teori tunggal mengenai suatu perencanaan atau biasa disebut dengan teori perencanaan mengakibatkan pengaruh para ilmuan di bidang ilmu sosial maupun ilmu pengetahuan alam semakin dilibatkan dalam praktek perencanaan, riset, dan pendidikan. Adapun teori teori perencanaan yang dipergunakan dan menjadi pijakan bagi perencana dan perencanaan, berupa:
1. Functional Theories
Teori yang dikembangkan lebih berdasar pada pemikiran si perencana, dengan orientasi lebih pada target oriented planning atas dasari dugaan dugaan, sehingga produk perencanaannya pada umumnya lebih bersifat instrumental atau top-down.
2. Behavioural Theories
Merupakan teori yang dikembangkan dengan lebih memperhatikan fenomena behavioural melalui gejala gejala empiris dan lebih berpikir pada trend oriented planning, serta hasil perencanaannya pada umumnya lebih bersifat komunikatif atau bottom up.
Keterkaitan antara teori dan perencanaan dalam teori-teori perencanaan (planning theory) terdiri dari 3 (tiga) teori, yaitu sebagai berikut:
1. Theory in Planning, adalah pendekatan yang kemudian berkembang menjadi cabang ilmu pengetahuan yang dipakai dalam perencanaan, dimana dalam menyatakan eksistensinya ditempuh dengan cara meminjam berbagai pandangan atau paradigm cabang ilmu pengetahuan yang telah berkembang lebih dulu, seperti ilmu sosial, ekonomi, matematika, statistik, antropologi dan lainnya.
2. Theory for Planning, adalah pendekatan yang kemudian berkembang menjadi suatu teori, dimana proses terbentuknya adalah muncul dari suatu pengamatan yang original yaitu dari suatu kerangka berpikir yang memang berbeda dengan kerangka berpikir lain.
3. Theory for Planning, adalah pendekatan yang kemudian mendukung berbagai kebijakan perencanaanbaik dalam proses atau prosedur dan cara melaksanakannya maupun substansi perencanaannya.

D. Pembangunan
Pencapaian masyarakat sejahtera adil dan makmur merupakan tujuan akhir dari pembangunan nasional kegiatan pembangunan nasional adalah merupakan suatu usaha yang tidak ada henti-hentinya mulai pentahapan yang terencana dan terpadu sebagai suatu rangkaian yang berdasar pada kerangka pembangunan jangka panjang yang terbagi dalam tahapan tahapan.
Untuk mengetahui pengertian dasar pembangunan maka penulis akan menguraikan secara singkat dan jelas pengertian pembangunan dari para ahli antara lain :
Tjokroamidjoyo (1982:12), berpendapat bahwa pembangunan merupakan suatu proses pembaharuan yang continue dan terus menerus dari suatu keadaan tertentu kepada suatu keadaan yang lebih baik.

Sondang P. Diagian (1981:3), berpendapat bahwa pembangunan adalah suatu usaha rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dilakukan, sedangkan kata pembangunan dapat disingkronisasikan sebagai suatu kegiatan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.

Pencapaian masyarakat sejahtera adil dan makmur merupakan tujuan akhir dari pembangunan nasional. Kegiatan pembangunan nasional adalah merupakan suatu usaha yang tidak ada henti-hentinya mulai pertahapan terencana dan terpadu sebagai suatu rangkaian yang berdasarkan pada kerangka pembangunan jangka panjang yang terbagi dalam tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Pembangunan adalah memperhatikan dan mengusahakan tumbuhnya kemampuan masyarakat untuk mengadakan perubahan.
b. Pembangunan berarti mengusahakan adanya kemerataan dan kebersamaan.
c. Pembangunan berarti pemberian hak, kewenangan atau kekuatan untuk mengontrol masa depan kepada masyarakat.
d. Setiap Masyarakat merupakan komponan system yang lebih besar, setiap masyarakat perlu bekerja satu sama lain agar masing-masing mampu berkembang secara mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Atmosudirjo, Prajudi, 1979, Administrasi dan Manajemen Umum, PT Gahlia Indonesia, Jakarta
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah , Pusat Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2002, hal. 3
Bintoro Tjokroamidjoyo, 1980, Pengantar Administrasi Pembangunan LP3ES, Jakarta.
Dahlan Tholib, Kajian Yuridis UU Nomor 22 Tahun 1999 dan Impelmentasinya Terhadap Pemilihan Kepala Daerah, Tiga Serangkai, 1999, hal. 77
G.R.Terry dan Rule,L.W.2003 “Dasar-dasar manajemen” Terjemahan Ticoula G.A. Bumi Aksara. Jakarta
Ni’matul Huda, Otonomi Daerah, Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematikanya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal. 20
Singarimbun, M. Dan Effendi, S (eds). (1987:4-5) Metode Penelitian Survey LP3ES, Jakarta.
Sondang P. Siagian, 1981, Administrasi Pembangunan, Gunung Agung.
Sugiyono, (2001). Metode Penelitian Kuantitaf, Kualitatif dan R&D. CV.ALFABETA, Bandung.
The Liang Gie,1984, Ensiklopedia Administrasi, Haji Mas Agung, Jakarta.

B. Dokumen
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Peraturan Daerah Kabupaten Donggala Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Desa

C. Sumber Lain
Rizky Adriadi Giffary. Perencanaan. 2011. tugaspwk.blogspot.com/2011/11/ perencanaan.html