Demam dengue dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) Adalah penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue dengan penularan infeksi utama yaitu melalui gigitan Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Suhendro et al, 2007).
Beberapa dekade terakhir, insidensi demam berdarah meningkat secara dramatis diseluruh dunia danWorld Health Organization (WHO) memperkirakan ada 50 juta infeksi dengue diseluruh dunia, dengan 2,5 miliar orang atau dua perlima penduduk dunia menghadapi risiko penyakit ini (Anonimus, 2011). Pusat Informasi Departemen Kesehatan RI pada tahun 2009 melaporkan terdapat 121.423 kasus dengan 1.013 korban meninggal (Anonimus, 2009) dan pada tahun 2010 terdapat 80.065 kasus (Choudhri dan Dash, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit demam berdarah di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang utama terkait dengan penyakit infeksi (Chen et al, 2009).
Terapi untuk DBD hanya bersifat simtomatis (Suhendro et al, 2007) dan sampai saat ini pengembangan vaksin untuk mencegah DBD juga belum efektif (Cahyono et al, 2010), sehingga langkah utama dalam upaya mengatasi masalah tersebut adalah mencegah mata rantai penularan virus dengue yang dibawa oleh vektornya yaituA. aegypti (Scott dan Morisson, 2003).
Pengendalian A. aegyptidapatdilakukan terhadap larva dengan berbagai cara baik dengan pengendalian alami maupun buatan (Agoes, 2009), namun sejauh ini pengendaliannya masih dititikberatkan pada penggunaan insektisida sintetik (Widiyanti dan Muyadihardja, 2004). Penggunaan insektisida sintetik yang berulang-ulang dalam jangka waktu lama selain merusak lingkungan, juga membuat larva atau nyamuk dewasa A. aegyptimenjadi resisten (Chowdhuryetal, 2008; Elena et al, 2009), oleh karena itu, pencarian alternatif yang efektif dan efisien dalam memberantas vektor tersebut dapat dilakukan melalui pengembangan pengendalian secara hayati dengan menggunakan bahan alamyang berasal dari tumbuhan, salah satu diantaranya adalah biduri (Calotropis gigantea L.).
Calotropis gigantea L. merupakan jenis tumbuhan semak liar yang banyak tumbuh di Indonesia, namun pemanfaatannya masih belum maksimal (Witono, 2009). Tumbuhan ini mempunyai kandungan kimia seperti flavanoid, triterpenoid, steroid, glikosida (Lodhi, 2009), alkaloid (Amit et al, 2010), saponin, kumarin (Amris, 2011),β-sitosterol, madrine, trisekaroid, terpenoid, flavonol, dan alkaloid (wong, 2011).Ekstrak metanol akar tumbuhan ini aktif sebagai insektisida terhadap Tribolium castaneum (Alam et al, 2009). Ekstrak metanol akar ini juga aktif terhadap kematian larva A. aegypti dan diperoleh LC90 (lethal concentration) beradapada konsentrasi 502 ppm. Ekstrak metanol ini telah diidentifikasi mengandung senyawa saponin dan kumarin (Amris, 2011). Penelitian yang dilaporkan oleh Nath et al. (2006) bahwa ekstrak daun C. giganteaaktif sebagai larvasida pada larva nyamuk A. albopictusdan Culexquinquefasciatus, dimana LC90 ekstrak ini berada pada konsentrasi 962,80 ppm dan 1091,80 ppm.
Penelitian yang dilakukan oleh Singhet al.(2005)melaporkan bahwa ekstrak daun tumbuhan Calotropis procera L.yang satu genus dengan tumbuhan C. gigantea L.mempunyai aktifitas larvasida pada larva nyamuk Anopheles stephensi, Anopheles arabiensis, C. quinquefasciatius, dan A. aegypti. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Elimam et al, 2009 melaporkan bahwa pada percobaan ekstrak daun tumbuhan C. proceraL. terhadap larva nyamukC. quinquefasciatiusinstar empat diperoleh LC90berada pada konsentrasi 769,13 ppm yang diamati dalam waktu 24 jam dan nyamuk ini satu tribus (subfamili) dengan nyamuk A. aegypti.Daun tumbuhan ini dilaporkanmengandung senyawa alkaloid, saponin, kardiak glikosida, terpenoid, flavonoid (Oladimeji et al, 2006; Bhaskar dan Ajay, 2009), dan fenol (Elimam et al, 2009). Umumnya senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan yang berada dalam satu famili seperti antara C. gigantea L. dengan C. ProceraL.mempunyai sifat yang mirip. Penelitian lainnya melaporkan bahwadaun C.gigantea L. mengandung mudarine, saponin, tanin,terpenoid (Siu et al, 2011), dan kardiak glikosida (Lhinhatrakool dan Stthivalyakit, 2006).Berbagai senyawa saponin dilaporkan memiliki sifat larvasida yang kuat pada nyamuk A. aegypti dan Culex pipiens (Wiesman dan Chapagain, 2003), namun sejauh penelusuran literatur yang telah dilakukan penelitian aktifitas larvasida ekstrak daun C. giganteaL.terhadap larva A. aegypti belum pernah dilaporkan.
Berdasarkan ulasan diatas mengenai insidensi DBD dan beberapa penelitian tentang ekstrak tumbuhan yang bersifat larvasida, maka dilakukan uji pengaruh ekstrak metanol daun C. gigantea L. terhadap kematian larva A.aegypti.
Daftar Pustakanya silahkan klik disini