Pengertian / Definisi Bangunan Tinggi | Definisi bangunan gedung menurut UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pasal 1, adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
Berdasarkan pasal 1 diatas, fungsi bangunan gedung dibedakan menjadi beberapa macam. Penggolongan bangunan gedung menurut fungsinya diatur dalam UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pasal 5 yaitu :
(1) Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta fungsi khusus.
(2) Bangunan gedung fungsi hunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal sementara.
(4) Bangunan gedung fungsi usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan penyimpanan.
(5) Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan umum.
Bangunan gedung selain digolongkan berdasarkan fungsi bangunannya, juga digolongkan berdasarkan ketinggiannya. Menurut Perda No. 5 tahun 2009 tentang Bangunan Gedung pasal 12, bangunan gedung berdasarkan ketinggiannya dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :
(7) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan ketinggian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibedakan atas klasifikasi :
- bangunan gedung bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari 8 (delapan) lantai
- bangunan gedung bertingkat sedang dengan jumlah lantai 5 (lima) sampai dengan 8 (delapan) lantai
- bangunan gedung bertingkat rendah dengan jumlah lantai 1 (satu) sampai dengan 4 (empat) lantai.
Karakterisktik gedung bertingkat menurut Mulyono (2000) dikelompokkan menjadi :
- Gedung bertingkat rendah (Low Rise Building) Gedung bertingkat rendah, dengan jumlah lantai 1 – 3 lantai, tingginya < 10m
- Gedung bertingkat sedang (Medium Rise Building) Bangunan bertingkat sedang, dengan jumlah lantai 3 – 6 lantai, tingginya < 20 m
- Gedung bertingkat tinggi (High Rise Building) Bangunan bertingkat tinggi, dengan jumlah lantai > 6 lantai, tingginya > 20 m
Dalam perancangan bangunan tinggi, harus ditinjau terhadap beberapa aspek utama yaitu
- Struktur
Bangunan harus mempunyai kekuatan dan kekakuan.
Perancangan bangunan harus memperhitungkan beban gravitasi yang berasal dari beban mati dan beban hidup sesuai dengan fungsi bangunan. Selain itu juga harus memperhitungkan gaya-gaya lateral yang bekerja pada bangunan tersebut baik yang disebabkan oleh angin maupun gempa bumi.
- Mekanikal dan Elektrikal
Mekanikal mencakup :
Transportasi vertikal (sistem mekanis penggerak lift, elevator) dan tata udara – Untuk kemudahan dan kenyamanan bagi penghuni bangunan, maka pada bangunan tinggi harus dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal. Hal ini diatur dalam UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pasal 29 ayat 4 yang berbunyi :
Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) harus dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal (lift) yang dipasang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi bangunan gedung.
Menurut Juwana (2005) untuk bangunan yang tingginya lebih dari 25 (dua puluh lima) lantai dianjurkan untuk membagi layanan lift dengan mengelompokkan lantai yang dilayani (konsep zona) dimana tap zona dilayani oleh sejumlah lift tertentu. Jika pembagian zona mengakibatkan jumlah lift banyak, digunakan sejumlah lift dengan pintu masuk terpisah dan ditempatkan pada lantai transfer (sky lobby).
- Sistem tata udara
Sistem tata udara perlu diatur sedemikian rupa agar suhu dan kelembaban ruangan dapat dipertahankan, sehingga penghuni bangunan akan merasa nyaman dan betah berada di ruangan tersebut.
– Elektrikal mencakup hal-hal yang berkaitan dengan listrik.
- Arsitektur
Meliputi estetika, pengaturan ruangan dan lain sebagainya.
Sedangkan aspek tambahan yang harus diperhatikan adalah :
- Sistem air bersih, plumbing
Menurut Juwana (2005), untuk memasok kebutuhan air bersih pada bangunan tinggi, maka jaringan pemipaan dibagi atas beberapa zona (zona utilitas biasanya melayani sekitar 15 (lima belas) lantai.
- Sistem pengolahan limbah.
- Sistem keamanan dalam bangunan (parkir, security)
- Sistem komunikasi
- Sistem keamanan fisik (tangga darurat dan pintu darurat)
Sistem pintu keluar yang berupa tangga darurat dan pintu darurat merupakan akses keluar bagi penghuni bangunan pada saat terjadinya kebakaran supaya dapat mencapai tempat yang aman.
Menurut Juwana (2005), untuk bangunan dengan ketinggian kurang dari 8 (delapan) lantai ( ≤ 25 (dua puluh lima) meter) tangga sirkulasi dapat digunakan sebagai tangga kebakaran, sedangkan bangunan diatas 8 (delapan) lantai (>25 (dua puluh lima) meter perlu dilengkapi dengan tangga kebakaran dan persyaratan evakuasi darurat lainnya.
- Sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran
Menurut Juwana (2005), bagunan yang mempunyai ketinggian maksimum 25 (dua puluh lima meter dapat dengan mudah dipadamkan dari luar dengan menggunakan tangga dan selang penyemprot yang dibawa oleh petugas pemadam kebakaran. Untuk bangunan yang tingginya lebih dari 25 (dua puluh lima) meter perlu dilengkapi dengan penyembur api yang bekerja secara otomatis dan perlu disediakan lift darurat.
- Sistem penangkal petir
Instalasi penangkap petir menurut Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP) adalah instalasi suatu sistem dengan komponen-komponen dan peralatan-peralatan yang secara keseluruhan berfungsi untuk menangkap petir dan menyalurkannya ke tanah.
Menurut Juwana (2005), besarnya kebutuhan suatu bangunan akan diperlukannya suatu instalasi penangkal petir dinyatakan dalam rumus :
R = A + B + C + D + E …………………………………..(1)
Dimana : A = macam struktur bangunan
B = konstruksi bangunan
C = tinggi bangunan
D = situasi bangunan
E = pengaruh kilat