PENDINGINAN IKAN DENGAN MENGGUNAKAN ES BALOK

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Ikan merupakan salah satu sumber gizi yang paling penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan sejak beberapa abad yang lalu. Sebagai bahan pangan, ikan mengandung zat gizi utama yang berupa protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Pada umumnya ikan memiliki kandungan protein yang tersusun atas asam amino esensial yang lengkap, dan lemak yang tersusun sebagian besar oleh asam lemak tak jenuh omega-3 yang berkhasiat terhadap berbagai penyakit dan membantu perkembangan otak. Protein juga dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh kita yang telah rusak, dan juga termasuk bagian utama dari susunan (komposisi) tubuh kita. Selain mengandung protein, beberapa jenis ikan juga mengandung minyak ikan (vitamin A) dan mineral-mineral yang berfaedah bagi manusia. Bagian tubuh ikan yang tidak dimakan oleh manusia biasa juga dimanfaatkan sebagai makanan ternak ataupun untuk campuran makanan ikan dalam kolam.
Ikan juga merupakan salah satu bahan makanan yang mudah busuk. Hal ini dapat dilihat pada ikan-ikan yang baru ditangkap dalam beberapa jam saja kalau tidak diberi perlakuan atau penanganan yang tepat maka ikan tersebut mutu dan gizinya akan menurun. Kecepatan pembusukan ikan setelah penangkapan dan pemanenan sangat dipengaruhi oleh teknik penangkapan atau pemanenan, kondisi biologis ikan, serta teknik penanganan dan penyimpanan diatas kapal. Oleh karena itu, segera setelah ikan ditangkap atau dipanen harus secepatnya diawetkan dengan pendinginan atau pembekuan. Penanganan ikan harus segera dimulai setelah ikan diangkat dari air tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rendah dan harus memperhatikan faktor kebersihan dan kesehatan.
Pada prinsipnya pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu ruangan yang terbatas untuk menurunkan dan mempertahankan suhu di ruangan tersebut bersama isinya agar selalu lebih rendah dari pada di luar ruangan. Pada umumnya, pendinginan tidak dapat mencengah pembusukan secara total, tetapi semakin dingin suhu ikan, semakin besar penurunan aktivitas bakteri dan enzim. Dengan demikian melalui pendinginan proses bakteriologi dan biokimia pada ikan hanya tertunda, tidak dihentikan.
Pendinginan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan refrigurasi, es, slurry ice (es cair), dan air laut dingin (chilled sea water). Cara yang paling mudah dalam mengawetkan ikan adalah dengan pendinginan yang menggunakan es sebagai bahan pengawet, baik untuk pengawetan diatas kapal maupun setelah didaratkan, yaitu ketika di tempat pelelangan, selama distribusi dan ketika dipasarkan. Penyimpanan ikan segar dengan menggunakan es atau sistem pendinginan yang lain memiliki kemampuan yang terbatas untuk menjaga kesegaran ikan, biasanya 10-14 hari (Wibowo, 1996).
Pemakaian es untuk hasil perikanan (terutama perikanan laut), lama kelamaan merupakan suatu keharusan, sebab dengan hasil penangkapan yang lebih besar, pemasaran ikan akan lebih luas. Pemakaian es sangat baik karena es sanggup mendinginkan ikan dengan cepat, karena panas dari ikan ditariknya sehingga ikan cepat dingin dan pembusukan terhambat, es berasal dari air sehingga tidak akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia, dan proses pembuatan es sangat mudah dilakukan.
Es memiliki daya pendinginan yang sangat besar. Tiap 1 kg es yang meleleh pada 00C dapat menyerap panas 80 kkal. Cara pendinginan ikan dengan es sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri ”psychrophilic” (hidup pada suhu antara 00C – 300C, dengan suhu optimum 150C. Cara pendinginan ikan dengan es sangat beragam tergantung pada tempat, jenis ikan dan tujuan dari pendinginan ikan yang diinginkan.

BAB II
DASAR TEORI

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mudah membusuk. Hal ini disebabkan kandungan air yang tinggi (80%), Ph tubuh ikan yang mendekati netral, dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis yang menyebabkan daging ikan lunak, sehingga menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk. Hal ini dapat dilihat pada ikan-ikan yang baru ditangkap dalam beberapa jam saja kalau tidak diberi perlakuan atau penanganan yang tepat maka ikan tersebut mutunya menurun.Penanganan ikan basah harus dimulai segera setelah ikan diangkat dari air tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rendah dan memeperhatikan faktor kebersihan dan kesehatan (Rabiatul, 2007).
Pengolahan diperlukan sebagai salah satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan sehingga mampu disimpan lama sampai tiba waktu untuk dijadikan sebagai bahan konsumsi. Usaha dalam melaksanakan pengolahan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara diantaranya, pemimdangan, pengasapan, pengeringan, penanganan dengan suhu rendah (pengesan), serta penggaraman (Afriyanto, 1989).
Kelebihan pengawetan ikan dengan pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan tidak mengalami perubahan tekstur, rasa, dan bau. Efisiensi pengawetan dengan pendinginan sangat tergantung pada tingkat kesegaran ikan sebelum didinginkan. Pendinginan ikan hingga 0(derajat)C dapat memperpanjang kesegaran ikan antara 12-18 hari sejak saat ikan ditangkap dan tergantung pada jenis ikan, cara penanganan, serta teknik pendinginannya. Proses pendinginan hanya mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan menghambat aktifitas mikroorganisme. Aktifitas akan kembali normal jika suhu tubuh ikan kembali naik (Moeljanto, 1992).

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara
Afriyanto, E.1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta: Kanisius.
Moeljanto.1992. Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rab, T. 1997. Teknologi Hasil Perairan. Pekanbaru: Penerbit Universitas Islam Riau Press.