Operasi Tumpang-Tindih Dalam SIG

maaf gamabar pada artikel ini tidak bisa di tampilkan

Operasi tumpang-tindih dalam SIG umumnya dilakukan dengan salah satu dari 5 cara yang dikenal yaitu: (a) pemanfaatan fungsi logika dan fungsi Boolean, seperti gabungan (union), irisan (intersection), pilihan (and dan or), perbedaan (difference) dan pernyataan bersyarat (if, then, else), (b) pemanfaatan fungsi relasional, seperti ukuran lebih-besar, lebih-kecil,sama besar, dan kombinasinya, (c) pemanfaatan fungsi aritmatika seperti penambahan, pengurangan, pengalian dan pembagian, (d) pemanfaatan data atribut atautabel dua dimensi (atau 3 dimensi ) dan (e) menyilangkan dua peta langsung (variasi table 2-dimensi). Operasi-operasi ini umumnya merupakan bagian standar dari semua paket perangkat lunak SIG. Setiap tipe operasi mempunyai kelebihan dan kekurangan tertentu karena dalam pelaksanaanya operasi tersebut berkaitan dengan tipe variabel yang dipakai (nominal, ordinal, interval dan rasio).

Logika Booleandapat dilukiskan dengan diagram Venn . kenampakan diagram memperlihatkan adanya dua atau lebih lapisan data yang dapat diamati sekaligus. Analisis data dengan logika hitam putih tersebut, disebut juga logika benar salah, memberi makna bahwa hanya tersedia dua pilihan tegas dan prosedur ini jika dilakukan perlu hati-hati. Logika Boolean ini memandang data mempunyai batas yang jelas yang dalam beberapa bidang aplikasi hal ini tidak benar; walaupun untuk memudahkan analisis ruang sering perlu dibuat pembatas yang tegas. Misalnya untuk aplikasi ilmu kebumian seperti zona spesies tertentu yang terdapat pada suatu kisaran tertentu, batas zona iklim terdapat dalam suatu batas yang tidak tegas, dan laian-lain, yang berbeda nyata dengan batas pemilikan lahan yang biaanya tegas.
Dalam beberapa hal operasi tumpang-tindih yang membutuhkan batas baur ini sudah dapat dilakukan dengan logika fuzzi karena fungsi ini memandang data lebih bersifat kontinyu. Walupun demikian logika Boolean masih sangat banyak dipakai dalam berbagai operasi karena sudah lebih dikenal dan lebih mudah dibandingkan operasi fuzzi.

Penggunaan logika Boolean dan logika penyataan untuk menumpang-tindihkan data dengan memakai dua lapisan disajikan pada gambar yang  menunjukan hasil pencarian daerah yang mempunyai tanah = c dan penggunaan lahan = 2 dengan operasi dan, dan menunjukan hasil operasi atau pada lapisan peta tanah dan penggunaan lahan.

Penggunaan fungsi bersyarat yang dikombinasikan dengan berbgai fungsi aritmatik juga sering dilakukan untuk mempermudah analisis data. Penggunaan fungsi bersyarat yang digabungkan ini dapat menghemat waktu mengerjakannya. Gambar 6-12 menunjukan fungsi bersyarat yang dikombinasikan engan fungsi aritmatik unruk mencari wilayah pengembangan komoditas coklat pada lereng yang lebih kecil dari 15 % dan terdapat pada tanah. Tropuldalf dengan penggunaan lahan berupa belukar.

Contoh operasitumpan-tindih dengan logika Boolean yang lain adalah pencarian daerah yang sesuai untuk dijadikan cottage dengan suasana masih alami, mempunyai tanah berdrainase baik dan mempunyai pemandangan kea rah timur. Jika ada lapisan penggunaan lahan, tanah dan arah yang terpisah maka logika tumpang-tindih dapat dipakai untuk mencari daerah yang diinginkan. Untuk kasus seperti ini maka pengetahuan oerasi yang bersifat relasional memegang peran penting selain logika bersyarat ataupun logika Boolean (prosedur tumpang-tindih kedua). Daerah yang mempunyai syarat lebih kecil kemiringan lerengnya, seperti yang diinginkan oleh operator menunjukan persyaratan unruk mendapatkan daerah sasaran hasil tumpang-tindih. Berbagai manipulasi teknik tumpang tindih ini umumnya bervariasi yang ditentukan pengetahuan operator dan tingkat kemampuan perangkat lunak. Selain itu, salah satu factor utama adalah struktur data yang sedang dipakai.

Struktur raster dan vektor berbeda sangat nyata dalam mengaplikasikan operasi aritmatika dan logika dan fungsi yang sejenis. Operai tmpang-tindih biasanya lebih efisien dalam sistem raster. Proses tumpang-tindih yang menggunakan lapisan data lebih dari dua dapat ditempuh dengan dua cara yaitu secara bertahap dan sekaligus. Pelaksanaan secara bertahap ini dilakukan per dua peta masukan kemudian diperoleh peta antara (intermediate map). Kemudian peta antara pertama ini dikombinasikan dengan peta sumber ketiga membentuk peta antara kedua. Peta antara kedua ini selanjuutnya digabungkan dengan peta sumber keempat dan seterusnya kemudahan cara ini adalah hubungan antara variable dapat diamati dengan cermat. Biasanya variable data disini adalah nominal dan ordinal.

Pendekatan tumpang-tindih secara arimatika ini biasanya menghalangi intervensi pengetahuan tentang hubungan hasil akhir dengan proses yang terjadi ditengah dan hasil pengkelasan biasanya bersifat relative (gambar 6-13). Sehingga klasifikasi lebih lanjut dilakukan dengan mengambil nilai kumulatif. Dengan prosedur ini kalau data yang dipakai bersifat nominal atau ordinal maka hasil yang sama yang seharusnya berbeda, dapat menyulitkan pemakaiand dalam menyimpulkan hasil analisisnya. Misalnya jika peta A mempunyai nilai k =1 dan nilai l = 2 ditambahkan dengan data dari peta B yang bernilai m = 3 dan n = 2, maka ada kemungkinan nilai hasil penjumlahan adalah k dan m adalah sama dengan penjumlahan l dan n, yang sebenarnya harus berbeda.

Gambar 6-14 megilustrasikan fungsi perkalian arimatika untuk data stasiun penangkal hujan. Contoh ini menunjukan perbedaan implementasi raster dan vector, prosedur yang ingin ditunjukan adalah mengkonversi unit data dari inci menjadi millimeter dengan menjadikan nilai curah hujan dengan 25,4 mm/inci. Dalam data raster, data stasiun hujan untuk kelima lokasi dimasukan langsung ke lapisan data. Sel yang tidak ada (biasanya bernilai nol), data curah hujan dibiarkan kosong untuk memperjelas perbedaan. Operasi perkalian dilakukan ke semua sel lapisan data-input dan hasilnya ditulis pada sel yang berkaitan pada lapisan data output. Operasi ini dilaksanakan ke semua sel walaupun nilai sel adalah nol atau tidak ada sehingga lebih lama.
Dalam SIG-vektor, lokasi stasiun curah hujan digambarkan sebagai titik pada lapisan data masukan. Atribut titik-titik tersebut disimpan terpisah pada table terpisah. Data atribut hanya mempunyai 5 nilai curah hujan dan perkalian dapat dilakukan hanya pada data atribut saja. Pada gambar 6-14b, kolom kedua yang telah dikonversi e millimeter yang selanjutnya dapat dikaitkan dengan spasial data. Disini hanya 5 kali perkalian doperlukan karena datanya sedikit. Dengan kata lain operasi pada lapisanyang sederhana ini jauh lebih mudah dan cepat dalam domain vector daripada dalam domain raster.

Gambar 6-15 mengilustrasikan bagaimana fungsi aritmatika menumpang-tindihkan dua lapisan data yang diterapkan pada domain raster. Nilai setiap lokasi pada lapisan masukan data A ditambahkan dengan nilai-nilai pada lapisan B. karena lapisan peta berbagai secara teratur menjadi sel-sel yang teregritasikan dengan baik atau nilai sel mewakili semua kondisi titik atau area. Sel dalam hal adalah unit terkecil dalam pembagian.
Gambar 6-16 mengilustrasikan operasi yang sama pada domein vektor. Disini area mewakili poligon. Setiap poligon dapat berbeda ukuran dan bentuk dan batas-batas poligon dalam satu lapisan data yang biasanya tidak akan bertampalan sama (coincide) dengan batas-batas poligon dan lapisan lain, nilai poligon akan disimpan terpisah pada table atribut. Nilai yang ditetapkan untuk setiap lokasi dalam poligon, sebagaimana halnya dengan raster. Bagaimanapun juga, ukuran poligon adalah beragam. Untuk menjumlahkan data lapisan polygon, poligon baru harus dibuat dulu dalam lapisan data keluaran. Area dimana polygon A dan D tumpang –tindih harus didefinisikan sebagai suatu polygon baru terpisah dan kemudian diberi nilai atribut baru.
Proses pembagian lebih jauh poligon ini disebut clipping. Disini walaupun perhitungan aritmatika lebih sedikit, tetapi karena jumlah poligon lebih sedikit dibandingkan sel (jika dalam bentuk raster), clipping membuat operasi tumpang-tindih lebih kompleks dalam domain vektor dibanding dalam domain raster. Bila jumlah poligon yang tidak teratur banyak, prosedur tumang-tindih pada vektor akan membutuhkan waktu yang lebih banyak dibandingkan tumpang-tindih raster.

Dalam domain raster, file data terdiri dari satu ukuran daftar nilai-nilai lokasi spasial dimana nilai terdapat (posisi kolom dan baris) ditentukan posisi nilai tersebut dalam file. Sebagai hasilnya, proses tumpang-tindih melibatkan pemanggilan dalam pembandingan data dalam berkas. Disini tidak diperlukan perhitungan perpotongan batas atau membuat modifikasi ke bentuk batas karena setiap unsur spasial merupakan sel tunggal dan berukuran standar. Disini harus dilakukan pembentukan batas baru (F, G, H, I). selanjutnya operasi nilai dilakukan melalui table atribut. Untuk data yang sangat membutuhkan waktu.
Bentuk ruangan pembagian sel yang teratur dalam domain raster membuat operasi tumpang-tindih mudah dilakukan. Bagaimanapun juga, data yang renggang (unit peta tidak banyak) akan membutuhkan waktu yang sama dalam pengolahannya dangan data yang padat karena operasinya tidak memperdulikan kandungan sel. Sedangkan dalam domain vektor, hanya data yang diperlukan yang diproses. Semakin jarang datanya maka semakin cepat pengolahanya, walaupun proses diaalinya lebih sulit. Pada saat operasi ini dilaksanakan pada atribut yang berawal dari lapisan tunggal, maka penyimpan data atribut secara terpisah dari spasial data merupakan keuntungan. Lapisan data tunggal mempunyai table atribut yang mempunyai banyak atribut untuk setiap unsur spasial.

Operasi data atribut ini terlepas dari data spasial. Kelemahan dari terbentuknya data yang besar pada tumpang-tindih raster saat ini dimoifikasi dengan pendekatan oerasi hanya dengan menggunakan memori saja, dan menjadi data terpisah jika diperlukan. Kemudian pada saat data sudah terpisah jika ingin disimpan maka langsung diproses untuk diringkaskan (dipadatkan).
Prosedur keempat dalam tumpang-tindih adalah dengan menggunakan data atribut atau tabel dua dimensi. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan tabel matriks, yang mempunyai baris dan kolom. Masing-masing baris dan kolom berkaitkan langsung dengan lapisan data tersendiri, dan kombinasi kolom dan baris merupakan hasil yang diinginkan. Biasanya data yang dipergunakan disisni adalah data yang bersifat nominal dan ordinal. Teknik ini sering jauh lebih lebih mudah daripada teknik yang dilakukan dengan operasi langsung pada lapisan data. Biasanya intervensi pengetahuan atau pengalaman sehari-hari mudah dimasukan . konsep ini juga lebih mudah dilakukan pada data raster dibandingkan data vektor. Misalnya ingin dilihat kemudahan melewati suatu wilayah diamana peta yang dipakai adalah peta kemiringan lereng (kelas A, B, dan C) pada tipe tanah (regosol, podsolik). Identitas unit kedua peta tersebut adalah kelas lereng adalah A= <8 persen, B= 8-15 persen, dan C= >15 persen, sedangkan regosol bertekstur pasir, dan podsolik bertekstur liat. jika tanah regosol dengan kemiringan lebih kecil 8 persen mempunyai kelas baik untuk dilalui (kelas 1); tanah regosol dengan kemiringan 8-15 persen, mempunyai kelas sedang untuk dilalui (kelas 2), dan seterusnya dengan mengkombinasikan tanah podsolik dengan lereng tertentu dengan kelas tertentu. Hasil kombinasi kedua unit ini diterjemahkan ke dalam tabel matriks (tabel 2-dimensi), selanjutnya diaplikasikan ke peta hasil (Gambar 6-17).

Kebanyakan pendekatan SIG-hibid memanfaatkan kelebihan dua model ini. Sistem SIG vektor dapat memakai beberapa fungsi raster dengan mengkonversi data vektor ke raster pada data masukan, melakukan pengolahan sebagaimana halnya operasi raster, dan mengkonversi kembali hasil rasterke vektor. Dalam SIG raster, teknik pengkompresan data dapat dilakukan untuk wilayah yang bersambungan dan nilainya sama. Pada sst ini ada kecenderungan menginterrasikan pengolahan raster dan vektor dalam SIG karena kedua model data menyediakan kelebihan berbeda dan karena kebanyakan data dijital tersedia hanya satu format saja.