Ruang Terbuka Hijau sebagai Daerah Resapan
Keberadaan RTH dapat berperan dalam mengatasi permasalahan limpasan air hujan. Bagian permukaan tanah yang ditutupi oleh vegetasi mempunyai kapasitas infiltrasi yang lebih besar dibandingkan dengan jenis penutup permukaan tanah lainnya, sehingga RTH dapat berfungsi sebagai daerah resapan air, dengan kapasitas yang dipengaruhi oleh sifat dan intensitas hujan, jenis penutup permukaan tanah dan pengelolaannya. Alih fungsi lahan di perkotaan cenderung meningkatkan luas permukaan dengan penutupan semen, aspal, dan kawasan kedap air (impervious), yang berdampak pada terganggunya siklus hidrologi Sehingga dominasi permukaan kedap air membuat air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah dan menjadi limpasan permukaan. Fenomena inilah yang memicu meningkatnya potensi banjir di perkotaan, karena pada umumnya 30% permukaan lahan kota terbuat dari bahan kedap air (jalan raya, atap bangunan, jembatan dan jenis perkerasan lainnya).
Ada 3 faktor yang berpengaruh besar terhadap kejadian banjir, yaitu: faktor hujan (curah hujan, sebaran serta waktu turunnya hujan), faktor perubahan tata guna atau lahan/ land use (penebangan hutan, pembangunan kawasan permukiman, dan perdagangan, pembukaan areal perkebunan dsb). Faktor penutup lahan, dalam hal ini pohon/ vegetasi cukup signifikan dalam terjadinya pengurangan limpasan permukaan. Lahan bervegetasi mempunyai tingkat tutupan lahan yang tinggi, sehingga pada saat kejadian hujan, tutupan kanopi pohon berpotensi memperlambat laju limpasan permukaan, sehingga bagian yang dapat diresapkan ke dalam tanah menjadi lebih besar, dan sisanya yang menjadi limpasan permukaan semakin kecil. Total potensi sumberdaya air sebesar 65.733,75 juta m3 (100%), yang termanfaatkan sebesar 25.282.16 juta m3 (38,46%), dan yang tidak termanfaatkan (terbuang ke laut, banjir) sebesar 37.628,67 juta m3 (57,24%), terdegradasi (0,78%) dan menjadi aliran mantap (3,51%).
Perubahan tata guna lahan kota merupakan penyebab utama banjir dibandingkan dengan faktor lainnya. Pada kondisi dimana hutan diubah menjadi permukiman, maka debit puncak sungai akan mengalami peningkatan sebesar 6 hingga 20 kali. Angka 6 dan 20 ini tergantung pada jenis hutan awalnya dan jenis permukiman yang menggantikannya. Demikian pula untuk perubahan tutupan lahan lainnya, akan berdampak pada peningkatan debit puncak secara signifikans.
Upaya pengendalian banjir pada prinsipnya mempunyai tujuan untuk mengurangi volume aliran/limpasan permukaan, agar dapat dikendalikan daya rusak aliran serta kualitasnya. Dengan demikian maka dalam upaya tersebut harus diperhatikan sifat alamiah dari aliran permukaan, agar dapat dilakukan upaya yang bermanfaat dalam menahan dan meresapkan aliran permukaan.
Berdasarkan pada sifat alamiah aliran permukaan tersebut, maka semakin minim kapasitas resapan tanah akan memperbesar volume dan laju aliran permukaan). Untuk menjaga keberlanjutan siklus hidrologi, maka diperlukan upaya untuk pemanenan air hujan, dengan peningkatan daya serap tanah dan pengendalian mengalirnya air. Konsep ini yang dikembangkan sebagai upaya pengendalian banjir dengan peningkatan kuantitas RTH kota. Kemampuan tanah dalam menyerap air ini selain ditentukan oleh tipe penutupan lahannya, juga dipengaruhi oleh jenis vegetasi yang ada di atasnya. RTH mampu menyimpan air tanah sebesar 900m3/ha/tahun yang akan sangat bermanfaat dalam mengisi air tanah untuk keperluan domestik.
Menahan air hujan selama mungkin untuk memberikan waktu/ kesempatan bagi air hujan untuk meresap ke dalam tanah merupakan upaya penanganan banjir, yaitu dalam bentuk menanam pohon, membuat sumur resapan, lubang biopori atau rorak dan guludan. Disamping itu juga dengan menahan air pada badan air, dengan membuat waduk, dam penahan maupun dam pengendali, serta situ buatan/ embung.
Manfaat RTH Kota Sebagai penyerap dan penyimpan karbon
Lapisan gas rumah kaca (GRK) yang terdapat pada bagian atas lapisan atmosfer secara alami mempunyai peran penting sebagai filter/penyaring dan screen/penyekat bagi bumi; yang bermanfaat mencegah terjadinya radiasi gelombang pendek yang berbahaya bagi manusia. Salah satu dari gas rumah kaca adalah CO2 yang berasal dari letusan gunung berapi, proses pernafasan manusia, aktifitas tranportasi penduduk dan industri, respirasi pohon dan pelapukan bahan organik. Dalam siklus alaminya pohon yang sudah mati dan lapuk/membusuk akan melepaskan karbon yang tersimpan kembali ke atmosfir, meskipun pada awalnya karbon tersebut akan tertahan di dalam tanah.
Manfaat pohon sebagai carbon sink berlangsung secara alami melalui proses fotosintesis. Proses ini dapat berjalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: ukuran pohon dewasa, umur/masa hidup, dan laju pertumbuhan pohon; sehingga kemampuan penjerapan dan penyimpanan karbon berbeda-beda antar pohon. Pada saat pohon dalam masa pertumbuhan maka proses fotosintesis berjalan sangat efektif sehingga tumbuhan dapat menyerap Carbon dengan intensitas tinggi, dan menyimpannya dalam biomassa, kemampuan ini berkurang sejalan dengan umur pohon. Pohon tua menyimpan biomassa dalam jumlah besar meskipun daya serapnya semakin menurun. Secara umum, struktur tubuh pohon terdiri atas 45% karbon, 50% air dan 5% mineral .
Manfaat RTH sebagai Penyerap polutan
Pencemaran udara adalah peristiwa masuknya satu atau lebih zat pencemar dalam jumlah dan waktu tertentu ke udara, baik secara alami maupun akibat dari aktivitas manusia. Peristiwa tersebut dapat mempengaruhi kelestarian organisme maupun benda-benda. Beberapa aktivitas manusia yang dapat menyebabkan pencemaran udara diantaranya adalah kegiatan industri, transportasi, pertambangan, pertanian, pembakaran biomassa atau bahan fosil. Bahan pencemar yang ditimbulkannya adalah berbagai macam hidrocarbon (HC), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), sulfur oksida (SOx), materi partikulat dan sebagainya. Dengan semakin padatnya penduduk kota dan beragamnya aktifitas manusia diprediksikan terjadi peningkatan kuantitas dan kualitas pencemaran udara. Berbagai penelitian memperlihatkan adanya korelasi antara meningkatnya konsentrasi pencemar udara dengan gangguan kesehatan dan tingkat kematian, khususnya terkait dengan kejadian penyakit yang mengindikasikan adanya paparan NO2. Ada kecenderungan meningkatnya kasus penyakit kardiovaskuler, kanker paru dan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis), sebagai dampak paparan NO2 dengan konsentrasi > 40µg m-3. Mengacu pada hasil penelitian di atas, maka diperlukan upaya khusus untuk mengurangi dampak pencemaran udara, karena untuk kota-kota di Indonesia, pencemaran udara disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor (60-70%), industri (10-15%) dan sisanya berasal dari pembakaran sampah, rumah tangga, kebakaran hutan dan lain-lain.
Polusi udara mengandung pengertian sebagai keberadaan benda atau partikel dalam bentuk uap (gas), debu (aerosol), dan suara (kebisingan) yang timbul secara alami dan akibat aktivitas manusia di udara yang tidak diharapkan kehadirannya. Keberadaan RTH dalam berbagai bentuknya dapat memberi manfaat dalam membersihkan udara kota. Irwan (1994) mengkaji peranan hutan kota Jakarta sebagai salah satu bentuk RTH yang dapat mengurangi kebisingan sebesar 5,54%-30,41% dan polusi debu sebesar 37,62%-67,91%, dengan bentuk hutan kota yang terdistribusi merata dan berstrata banyak lebih efektif dalam memberikan manfaat penjerapan polutan daripada hutan kota yang bergerombol dan berbentuk jalur. Penelitian Misawa terhadap hutan kota berbentuk jalur hijau yang mempunyai lebar lebih dari 2 kilometer mampu meredam polutan debu kota hingga 75%.