Deskripsi Ayam Broiler | Ayam broiler atau ayam pedaging adalah ayam jantan dan ayam betina muda yang berumur 8 minggu ketika dijual dengan bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak (Rasyaf, 2003).
Menurut Ensmiger (1980) yang dinamakan ayam broiler adalah ayam jantan atau betina muda yang dipelihara selama 7-10 minggu dan mempunyai daging yang empuk, lembut, tekstur kulitnya lunak serta tulang dada yang fleksibel. North dan Bell (1990) bahkan memberikan pembatas yang lebih khusus yaitu bahwa ayam broiler adalah ayam yang dijual dengan umur 7-8 minggu dengan berat badan 1,8 kg.
Muslim (1992) menyatakan bahwa pada usia 5-6 minggu ayam broiler telah mencapai berat badan 1,4-1,6 kg, untuk mendapatkan kecepatan pertumbuhan berat badan yang baik ayam pedaging memerlukan ransum yang jumlahnya cukup dan kualitasnya baik.
Ayam broiler yang berumur dini (1-5 minggu) sebaiknya diberikan ransum yang mengandung protein tinggi dan energi yang rendah. Pada periode akhir (6-8 minggu), ransum yang diberikan sebaiknya mengandung protein yang rendah dan energi, karena pada periode ini ayam broiler menyimpan kelebihan makanannya dalam bentuk lemak (Murtidjo, 1987). Tabel pertambahan berat badan, konsumsi ransum, konversi ransum ayam broiler menurut per minggu dapat dilihat pada Tabel1.
Tabel 1. Pertambahan Berat Badan, Konsumsi Ransum, Konversi Ransum
Umur(minggu) | Berat Badan(gram) | Konsumsi Ransum(gram) | Konversi Ransum |
1 | 162 | 139 | 0,858 |
2 | 420 | 460 | 1,095 |
3 | 784 | 1,014 | 1,288 |
4 | 1,260 | 1,821 | 1,446 |
5 | 1,789 | 2,819 | 1,576 |
6 | 2,340 | 3,973 | 1,698 |
7 | 2,879 | 5,241 | 1,820 |
Sumber : Abidin, (2002)
Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler
Kandungan nutrisi masing-masing bahan penyusun ransum perlu diketahui sehingga tujuan penyusunan ransum dan kebutuhan nutrien untuk setiap periode pemeliharaan dapat tercapai (Wahyu,1992). Penyusunan ransum ayam pedaging memerlukan informasi mengenai kandungan nutrien dari bahan-bahan penyusun sehingga dapat mencukupi kebutuhan nutrien dalam jumlah dan persentase yang diinginkan (Amrullah, 2004). Nutrien tersebut adalah energi, protein, serat kasar, kalsium (Ca) dan fosfor (P).
Protein Ayam Broiler
Menurut Fadilah (2004), kandungan protein dalam ransum untuk ayam broiler umur 1-14 hari adalah 24 % dan untuk umur 14-39 hari adalah 21 %. Kebutuhan protein untuk ayam yang sedang bertumbuh relatif lebih tinggi karena untuk memenuhi tiga macam kebutuhan yaitu untuk pertumbuhan jaringan, hidup pokok dan pertumbuhan bulu (Wahyu, 1992). Rasyaf (1992) menyatakan bahwa kebutuhan energi metabolis berhubungan erat dengan kebutuhan protein yang mempunyai peranan penting pada pertumbuhan ayam broiler selama masa pertumbuhan.
Energi Ayam Broiler
Sumber energi utama yang terdapat dalam ransum ayam broiler adalah karbohidrat dan lemak. Energi metabolisme yang diperlukan ayam berbeda, sesuai tingkat umurnya, jenis kelamin dan cuaca. Semakin tua ayam membutuhkan energi metabolisme lebih tinggi (Fadilah, 2004). Menurut Wahyu (1992), energi yang dikonsumsi oleh ayam digunakan untuk pertumbuhan jaringan tubuh, produksi, menyelenggarakan aktivitas fisik dan mempertahankan temperatur tubuh yang normal. Fadilah (2004) menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk ayam broiler periode starter 3080 kkal/kg ransum pada tingkat protein 24 %, sedangkan periode finisher 3190 kkal/kg ransum pada tingkat protein 21 %. Angka kebutuhan energi yang absolut tidak ada karena ayam dapat menyesuaikan jumlah ransum yang dikonsumsi dengan kebutuhan energi bagi tubuhnya (Rizal, 2006).
Vitamin dan Mineral Ayam Broiler
Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K) terdapat dalam bahan-bahan bersama-sama dengan lipida. Vitamin yang larut dalam lemak dan diabsorbsi bersama-sama dengan lemak yang terdapat dalam ransum mempunyai mekanisme yang sama seperti mekanisme absorbs lemak. Kondisi yang baik untuk absorbsi lemak, misalnya cukup aliran empedu sangat membantu absorbsi vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin ditransportasi ke dalam hati untuk digunakan kemudian. Vitamin A, D, E dan K menyebar dalam bentuk misel sebelum diabsorbsi dari usus. Vitamin-vitamin yang larut dalam air (B1, B2, B6, B12) tidak berpengaruh terhadap peningkatan absorbsi lemak. Vitamin-vitamin tersebut disimpan dalam tubuh dan tidak dikeluarkan melalui urin (Wahyu, 1992).
Mineral dibutuhkan dalam jumlah kecil, tetapi peranannya mencakup seluruh fungsi pengelolaan, pertumbuhan dan produksi. Terdapat 16 mineral esensial yang dibagi menjadi dua golongan, yaitu 7 macam mineral makro dan 9 macam mineral mikro. Pembagian ini didasarkan kepada konsentrasi yang terdapat dalam tubuh ternak. Umumnya mineral yang digunakan dalam pakan ayam broiler adalah kalsium dan fosfor total. Mineral ini berfungsi membantu pembentukan dan pemeliharaan struktur kerangka tubuh, sistem-sistem enzim, transpor energi, pembekuan darah, kontraksi otot dan saraf serta keseimbangan asam basa. Kelebihan kalsium akan mengganggu penggunaan magnesium, mangan dan seng serta menyebabkan terbentuknya Ca3(PO4)2 tak larut, yang akan menyebabkan defisiensi fosfor. Kekurangan Ca dan P akan mengalami gangguan pada tulang dan paruh, lunaknya tulang, lemahnya urat daging dan pertumbuhan terhambat (Tillman et al. 1991; Amrullah, 2004). Tabel kebutuhan nutrisi ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler
Nutrisi Pakan | Stater (0-4 Minggu) | Finisher (4 Minggu-Panen) |
Energi Metabolisme (kkal/kg) | 2,900-3,100 | 2,900-3,200 |
Protein Kasar (%) | 21-23 | 19-21 |
Serat Kasar (%) | 2,5-8-0 | 2,5-8,0 |
Serat Kasar (%) | 3,0-5-0 | 3,0-5,0 |
Kalsium (%) | 0,9-1,1 | 0,9-1,1 |
Pospor (%) | 0,7-0,9 | 0,7-0,9 |
Lisin (%) | 1,20-1 | 1,00-120 |
Sumber. Abidin, (2002)
Konsumsi Ransum Ayam Broiler
Ransyaf (1994) mengatakan bahwa pertumbuhan yang cepat adakalanya didukung dengan konsumsi ransum yang banyak pula. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah temperatur lingkungan, kesehatan, energi, ransum, sistem pemberian pakan, jenis kelamin dan tipe ayam (Rasyaf, 1995). Selain itu, zat-zat makanan, kecepatan pertumbuhan dan palatabilitas juga dapat mempengaruhi konsumsi ransum (Wahyu, 1991).
Meunrut Rasyaf (2006) pertumbuhan yang sangat cepat tidak akan tampak bila tidak didukung dengan ransum yang mengandung protein dan asama-asam amino yang seimbang sesuai kebutuhan ayam. Ransum juga harus memenuhi syarat kuantitas karena jumlah ransum yang dimakan berhubungan dengan jumlah unsur nutrisi yang harus masuk sempurna ke dalam ayam.
Menurut Anggorodi (1985), ayam mengkonsumsi ransum untuk kebutuhan energi bagi tubuhnya yang dibutuhkan oleh semua proses-proses faal seperti pergerakan pernafasan, peredaran darah, penyerapan, ekskresi, dan reproduksi. Secara naluri ayam berhenti makan jika kebutuhan energi untuk tubuhnya sudah terpenuhi.
Pertambahan Berat Badan Ayam Broiler
Pertambahan berat badan merupakan perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup dan komposisi tubuh (Soeparno, 1994). Pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan berat badan persatuan waktu. Menurut Kartadisastra (1997) menyatakan biasanya bobot tubuh senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi ransum, makin tinggi bobot badannya makin tinggi pula tingkat konsumsinya terhadap ransum.
Semua jenis hewan akan mengalami proses pertumbuhan yang sama yakni pada awal pertumbuhan mereka begitu cepat. Tetapi pada proses pertumbuhan berikutnya semakin kian lambat dan menurun, bahkan pada umur tertentu terhenti sama sekali. Kesemuanya tadi terjadi akibat pertumbuhan jaringan yang akhirnya membentuk tubuh (AAK, 1993)
Konversi Ransum Ayam Broiler
Konversi ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi ayam dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan bobot badan (pada waktu tertentu) semakin baik mutu ransum semakin kecil konversinya (Rasyaf, 1995). Menurut Tilman et al. (1991) semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu satuan produksi maka makin buruklah konversi ransum. Baik buruknya konversi ransum ditentukan berbagai faktor diantaranya mutu ransum, temperatur, lingkungan dan tujuan pemeliharaan serta genetik. Selain itu teknik pemberian ransum yang baik dapat menekan angka konversi pakan sehingga keuntungan banyak bertambah (Amrullah, 2004).
Pakan / Ransum Ayam Broiler
Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan. Pakan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan. Pakan yang sempurna dengan kandungan zat-zat nutrisi yang seimbang akan memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu, pakan yang diberikan harus memenuhi persyaratan kebutuhan secara kualitas dan kuantitas. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam formulasi pakan ayam adalah kebutuhan protein, energi, serat kasar, Ca dan P (Rasyaf, 1992; Suprijatna, 2008).
Biaya terbesar dari usaha peternakan unggas adalah biaya pakan, yang besarnya antara 60-70 % dari biaya produksi secara keseluruhan. Perbaikan mutu genetik yang terus menerus dilakukan juga membawa konsekuensi pada kebutuhan pakan yang semakin spesifik. Penyusunan pakan ayam buras pada prinsipnya sama dengan pakan ayam ras, yaitu membuat pakan dengan kandungan gizi sesuai dengan kebutuhan ayam agar pertumbuhan daging dan produksi telur sesuai dengan yang diharapkan ( Sinurat, 1991; Abidin, 2004)
Protein Sel Tunggal
Protein sel tunggal merupakan sel kering dari mikroorganisme seperti ragi, bakteri, jamur, dan alga yang tumbuh pada sumber karbon yang berbeda dan telah dimatikan (Israelidis, 2003). Protein sel tunggal ini diperoleh dari proses fermentasi dengan bahan dasar yang berbeda-beda. Bahan dasar sebagai sumber kerangka karbon dan energi yang digunakan diantaranya limbah cairan jeruk, limbah cairan sulfit, molasses, manur, dadih, pati dan lainnya (Israelidis, 2003; Schulz dan Oslage, 1976).
Protein sel tunggal (PST) mempunyai kandungan protein yang tinggi yaitu 44 % sampai 65 % dan berpotensi sebagai bahan pakan sumber protein. Protein sel tunggal yang diproduksi dari bakteri berpotensi untuk menggantikan tepung ikan dalam pakan, karena mempunyai kandungan protein yang mirip dengan protein ikan (Israelidis, 2003).
Berbagai penelitian tentang PST sebagai bahan pakan sumber protein bagi unggas telah banyak dilakukan, namun hasilnya bervariasi. D’Mello (1973) melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada pertumbuhan, efisiensi pakan dan retensi nitrogen antara ayam yang diberi pakan kontrol dengan yang diberi pakan mengandung 10 % PST bakteri yang diproduksi dengan media metanol. Ergul & Vogt (1984) menyatakan, bobot badan akhir ayam broiler terbaik dicapai pada pemakaian 4 % protein bakteri dalam pakan. Plavnik et al. (1981) menyatakan, bahwa penggunaan pruteen dan lavera antara 9 % sampai 10 % dalam pakan menurunkan pertumbuhan ayam pedaging. Protein sel tunggal dapat menurunkan konsumsi dan pertumbuhan ayam bila digunakan untuk menggantikan seluruh protein dalam pakan (Waldroup et al. 1971; Shannon & McNab, 1972; D’mello & Acamovic, 1976).
Perbedaan hasil dari penelitian-penelitian tersebut disebabkan oleh perbedaan jenis mikroorganisme yang digunakan. Penelitian ini mengevaluasi penggunaan PST yang dihasilkan perusahaan lisin di Indonesia untuk menggantikan tepung ikan dalam pakan terhadap performan ayam broiler.
Protein Sel Tunggal (PST) adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme, seperti bakteri, khamir, kapang, ganggang dan protozoa. PST sebagai bahan pakan berprotein tinggi digunakan untuk mengurangi penggunaan pakan komersial. PST khususnya digunakan sebagai pengganti tepung ikan yang harganya cukup mahal. Tepung ikan merupakan sumber protein utama bagi unggas, karena bahan pakan tersebut mengandung semua asam amino yang dibutuhkan ayam, dan dalam jumlah cukup.
Proses fermentasi bahan pangan oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan-perubahan yang menguntungkan, seperti peningkatan mutu bahan pangan baik dari aspek gizi, daya cerna, serta daya simpannya. Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisinya yang lebih tinggi dari pada bahan aslinya. Hal ini tidak hanya disebabkan karena mikroba yang bersifat katabolik atau memecahkan komponen-komponen yang komplek menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna, tetapi juga karena adanya enzim yang dihasilkan dari mikroba itu sendiri (Winarno dan Fardiaz, 1980).
Protein sel tunggal yang dihasilkan dari biomassa ganggang dapat digunakan 10 % sebagai pengganti sumber protein dalam ransum tanpa mempengaruhi performans ayam broiler. Jika pemakaian berlebihan akan menimbulkan perrtumbuhan yang lambat dan noda kuning berlebihan pada karkas. Pemakaian yang berlebihan juga akan memperburuk performan meskipun telah disuplementasi asam amino pembatas seperti metionin dan arginin (Roth, 1980).