Makalah PRESENTASI KASUS “INFEKSI INTRA UTERINE DAN PERSALINAN PRETERM”
Pembimbing :
dr. Harry Syarief, Sp.OG
Disusun oleh :
Eka Evia Rahmawati Agustina
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi intrauteri merupakan infeksi bakteri di dalam uterus terjadi antara jaringan ibu dan membran janin (yaitu di dalam rongga koriodesidua), di dalam membran bayi (amnion dan korion), di dalam plasenta, di dalam cairan amnion, atau di tali pusat atau janin1. Infeksi intrauteri atau yang sering dikenal dengan korioamnionitis yang disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme telah diketahui sebagai penyebab paling sering pada beberapa kasus ketuban pecah, persalinan preterm atau keduanya. Kurang lebih 40% persalinan preterm disebabkan oleh infeksi intrauteri. Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Cox,1996 didapatkan bakteri pada amniosentesis dari 20% wanita yang mengalami persalinan preterm tanpa gejala klinik infeksi dan selaput ketuban utuh. Penelitian yang dilakukan Hauth dkk menunjukkan adanya hubungan signifikan antara koriomaniontis dan meningkatnya kejadian persalinan preterm spontan. Persalinan pretem masih merupakan merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada neonatus dan menyebabkan 75% kematian neonatal tiap tahunnya tanpa disertai anomali kongenital. 2
Korioamnionitis meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas neonatal. Neonatus dengan korioamnionitis menunjukkan angka kejadian yang tinggi terhadap sepsis, respiratory distress syndrom, kejang awitan dini, perdarahan intraventikuler dan leukomalasia periventrikuler. Yoon dkk (2000) menemukan bahwa bayi yang lahir preterm dengan korioamnionitis memiliki risiko tinggi untuk mengalami palsi serebral pada usia 3 tahun.3
Bagaimana mekanisme bakteri bisa memasuki cairan amnion pada membran yang intak masih belum jelas. Gyr dkk (1994) menyatakan bahwa Eschericia coli dapat mempenetrasi membran amnion, membran ini bukan merupakan barier yang absolut terhadap ascending infection. Produk bakteri yang berupa endotoksisn akan menstimulasi monosit untuk memproduksi sitokin yang kemudian akan menstimulasi asam arakhidonat dan memproduksi prostaglandin. Prostaglandin inilah yang akan merangsang kontraksi uterus yang akan menginisiasi persalinan.1,2
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 4
Indikator adanya korioamnionitis diantaranya adalah demam pada ibu, ketuban pecah, leukositosis maternal, fetal atau maternal takikardia, nyeri uterus dan air ketuban yang berbau. Standar baku untuk menegakkan diagnosis korioamnionitis adalah kultur cairan amnion. Apabila diagnosis korioamnionitis telah ditegakkan, penatalaksanaan utama yang paling tepat adalah terminasi kehamilan, lebih diutamakan persalinan pervaginam apabila tidak didapatkan kontraindikasi persalinan pervaginam. 1,2,4
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Infeksi janin dan neonatus digolongkan pada infeksi in utero (transplasenta),
sewaktu melalui jalan lahir (transmisi vertikal), atau sewaktu masa neonatal (dalam 28 hari
pertama setelah lahir).5
Infeksi bakteri di dalam uterus terjadi antara jaringan ibu dan membran janin (yaitu
di dalam rongga koriodesidua), di dalam membran bayi (amnion dan korion), di dalam
plasenta, di dalam cairan amnion, atau di tali pusat atau janin (gambar 1). Infeksi pada
korion, amnion dan cairan ketuban seperti dicatat oleh temuan histologis atau kultur, disebut
korioamnionitis, infeksi tali pusat disebut funisitis dan infeksi cairan amnion disebut
amnionitis. Walaupun vili plasenta mungkin terlibat dalam infeksi intrauterin yang berasal
dari darah seperti malaria, namun infeksi bakteri di dalam plasenta (vilitis) jarang terjadi.
Korioamnionitis merupakan istilah yang paling umum digunakan untuk mewakili infeksi
intra uterine baik yang asimptomatik ataupun bergejala klinik.1
Gambar 1. tempat yang potensial untuk infeksi bakteri di dalam uterus1
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 6
Persalinan preterm dapat didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (ACOG,1995). Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti persalinan preterm tidak diketahui. Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab persalinan preterm. Infeksi korioamnion diyakini sebagai salah satu penyebab terjadinya ketuban pecah dini dan persalinan preterm. 4 Dari penelitian Lettieri dkk. (1993), didapati 38% persalinan preterm disebabkan akibat infeksi korioamnion. Bobbitt dan Ledger (1977) membuktikan infeksi amnion subklinis sebagai penyebab kelahiran preterm. Dengan amniosentesis didapati bakteri patogen pada + 20% ibu yang mengalami persalinan preterm dengan ketuban utuh dan tanpa gejala klinis infeksi .6
II.2. Epidemiologi
Infeksi intrauterin diketahui sebagai penyebab paling utama pada persalinan prematur. Prevalensi koriaomanionitis pada wanita yang melahirkan sebelum usia kehamilan kurang dari 30 minggu adalah sebesar 73 %. Hubungan antara infeksi dan persalinan prematur tidak konsisten sepanjang kehamilan. Infkesi jarang terjadi pada persalinan prematur akhir (pada 34 – 36 minggu) tetapi muncul pada kebanyakan kasus dimana kelahiran terjadi kurang dari 30 minggu. Sebuah studi menunjukkan angka kejadian infeksi intauterine pada kehamilan 23-36 minggu sebesar 45%, 27-30 minggu sebesar 16% dan 31-34 minggu sebesar 11%. Dengan amniosentesis didapati bakteri patogen pada + 20% ibu yang mengalami persalinan preterm dengan ketuban utuh dan tanpa gejala klinis infeksi .6
II.3. Mikroorganisme pada Infeksi Intra Uterine
Infeksi in utero disebabkan oleh virus (sitomegalovirus, rubela, varisela, HIV, parovirus), protozoa (toksoplasma gondii), dan bakteria (sifilis kongenital). Belum ada penelitian yang menunjukkan keterlibatan yang bermakna infeksi virus pada infeksi intrauterine. Infeksi intrapartum dan infeksi bayi baru lahir pascapersalinan disebabkan oleh infeksi virus (hepatitis B, hepatitis C, HIV, virus herpes simpleks, human papiloma virus, parovirus), bakteria (E.coli, streptokokus B, jamur, konjungtivitis karena klamidia, gonorea, listeria monositogenes dan sejumlah basil anaerob gram negatif). Beberapa organisme lain dapat menginfeksi bayi baru lahir selama bulan pertama kehidupan, yaitu virus
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 7
(sitomegalovirus, enterovirus, rinovirus), protozoa (malaria), dan bakteria (tuberkulosis dan tetanus). Lima puluh persen pasien dengan infeksi intra uterine, pada kultur cairan amnion ditemukan lebih dari satu jenis mikroorganisme.5
Pada infeksi in utero, bakteri mungkin menginvasi uterus dengan migrasi dari kavum abdomen melalui tuba fallopi, kontaminasi jarum suntik pada saat amniosintesis atau pengambilan sampel vili korialis, penyebaran hematogen melalui plasenta, atau pasase melalui serviks dari vagina.2
Pada wanita dengan persalinan preterm spontan dengan selaput ketuban yang intak, bakteri yang sering ditemukan adalah Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, peptostreptococci, dan spesies bacteroides. Organisme yang sering berhubungan dengan infeksi saluran genital pada wanita yang tidak hamil, Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis, jarang ditemukan di uterus sebelum selaput ketuban pecah. Bakteri yang sering berhubungan dengan korioamnionitis dan infeksi janin setelah ketuban pecah diantaranya streptococcus group B dan Escherichia coli. Pada keadaan yang jarang, organisme non saluran genital seperti organisme pada mulut dari genus capnocytophaga dapat ditemukan di uterus dan berhubungan dengan persalinan preterm dan korioamnionitis. Organisme tersebut mencapai uterus melaui plasenta dari sirkulasi atau kontak oro-genital. Namun meskipun begitu, sebagian besar bakteri yang ditemukan di uterus berasal dari vagina. 1,2
Organisme vagina nampaknya pertama kali naik ke dalam rongga koriodesidua, pada beberapa individu, bakteri tersebut akan melewati membran korioamniotik yang intak ke dalam cairan amnion dan akan menginfeksi janin.1
II.4. Sumber Infeksi Intrauterin
Bakteri dapat mencapai jaringan intrauterin melalui (1) transfer transplasenta dari infeksi sistemik maternal, (2) aliran retrograd infeksi dari rongga peritoneal melalui tuba fallopi atau (3) ascending infection bakteri dari vagina dan serviks (4) accidental introduction pada saat melakukan prosedur invasif seperti amniosentesis. Selain itu endotoksin dapat masuk ke dalam rongga amnion se-cara difusi tanpa kolonisasi bakteri dalam cairan amnion. Jalur paling sering adalah melalui ascending infection,hal ini dibuktikan dengan adanya
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 8
temuan histologi korioamnionitis paling sering dan berat ditemukan pada lokasi dimana
terjadi ruptur membran daripada di lokasi lain, bakteri yang didapatkan serupa dengan bakteri
pada saluaran genital bawah.2
Menurut Goncalves (2002), infeksi intrauterin dibagi menjadi 4 tahap berdasarkan
invasi mikroba , diantaranya 7:
a. Tahap I : pertumbuhan organisme fakultatif atau organisme patogen (misalnya,
Neisseria Gonorrhoeae) pada vagina atau servik
b. Tahap II: infeksi desidua, reaksi inflamasi lokal akan menyebabkan desiduitis dan
akan meluas ke korion.
c. Tahap III : infeksi intraamnion. Infeksi taha II akan meluas menginvasi pembuluh
darah janin (koriovaskulitis) dan kemudian menyebar ke cairan amnion
(amnionitis)
d. Tahap IV : infeksi sistemik janin
Gambar 2. Tahap Infeksi Intra Uteri 7
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 9
Mikroorganisme yang berasal dari vagina atau serviks, setelah naik ke uterus akan berkoloni di desidua atau selaput amnion, dimana bakteri tersebut kemudian akan memasuki kantong amnion. Lipopolisakarida atau toksin lainnya yang dihasilkan oleh bakteri akan menginduksi produksi sitokin pada sel di dalam desidua, membran atau janin itu sendiri. Baik lipopolisakarida ataupun beberapa sitokin yang meningkat akan menyebabkan peningkatan rilis prostaglandin dari fetal membran, desidua atau keduanya. Peningkatan sitokin dan prostaglandin akan mempengaruhi pematangan serviks dan meningkatkan kontraksi miometrium.7
II.5. Waktu Infeksi
Tidak ada sumber yang jelas yang menyebutkan kapan bakteri naik dari vagina menuju uterus. Namun, bukti terakhir menunjukkan bahwa infeksi intrauterine mungkin terjadi jauh lebih awal saat hamil dan masih tidak terdeteksi selama beberapa bulan. Sebagai contoh U. urealyticum telah terdeteksi pada beberapa sampel cairan amnion yang diperoleh dari analisis kromosom rutin pada usia kehamilan 15 – 18 minggu. Pada contoh yang lain yang menunjukkan infeksi kronik, konsentrasi fibronektin yang tinggi dalam cerviks atau vagina pada usia kehamilan 24 minggu (yang dipertimbangkan sebagai marker infeksi saluran genitalia atas) berhubungan dengan terjadinya korioamnionitis ± 7 minggu kemudian. Beberapa wanita yang tidak hamil dengan vaginosis bakterialis memiliki kolonisasi intrauterin yang berhubungan dengan endometritis sel plasma kronik. Perlu ditekankan bahwa kebanyakan infeksi saluran genitalia atas masih asimptomatik dan tidak berhubungan dengan demam, uterus yang bengkak atau leukositosis darah tepi.1
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 10
II.6 Faktor Risiko :
Beberapa hal yang diduga merupakan faktor risiko infeksi intrauterine diantaranya :
– Usia muda
– Nullipara
– Status sosioekonomi yang rendah
– Waktu persalinan yang memanjang
– Ketuban pecah
– Pemeriksaan vagina berulang
– Infeksi saluran genital
II.7. Respon Inflamasi Intra Uterus Terhadap Infeksi
Respon inflamasi inisial yang ditimbulkan oleh toksin bakteri diperantarai oleh reseptor khusus pada fagosit mononuklear, sel desidua dan trofoblas. Toll-like receptors ini merupakan kelompok reseptor yang ditingkatkan jumlahnya untuk mengenali molekul yang berhubungan dengan patogen (Janssens and Beyaert, 2003). Reseptor ini berada di plasenta pada sel trofoblas(Chuang and Ulevitch, 2000; Holmlund and co-workers, 2002). Di bawah pengaruh ligan seperti liposakarida bakteri, reseptor ini akan melepaskan kemokin, sitokin dan prostaglandin yang merupakan bagian dari proses peradangan, misalnya : pada perangsangan oleh liposakarida bakteri, produksi IL-1 akan ditingkatkan. IL-1 akan menyebabkan peningkatan sintesis sitokin lain seperti TNF, IL-6 dan Il-8.;proliferasi, aktivasi dan migrasi leukosit, modifikasi matriks protein ekstraseluler dan efek itogenik serta sitotoksik meliputi demam dan respon fase akut (El-Bastawissi and colleagues, 2000). Il-1 juga berperan meningkatkan sintesis prostaglandin pada beberapa jaringan termask miometrium, desidua dan amnion (Casey and co-workers, 1990). Peristiwa kaskade ini yang akan menginisiasi timbulnya persalinan.2
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 11
II.8 Patofisiologi Persalinan Preterm Akibat Infeksi
Terdapat beberapa kemungkinan mekanisme terjadinya persalinan preterm pada infeksi cairan amnion, yaitu :
1. Produksi fosfolipid A2 dari bakteri penyebab infeksi
2. Terbentuknya sitokin dan prostaglandin oleh sel desidua akibat rangsangan endotoksin
3. Produk respon inflamasi penderita terhadap infeksi dengan meepaskan sel mediator endogen
Infeksi yang disertai inflamasi pada membran korioamnion dan segmen bawah uterus telah dianggap sebagai faktor penting pada patogenesis persalinan preterm serta ketuban pecah dini. Banyak bukti yang mendukung bahwa telah terjadi infeksi intraamnion sebelum terjadi ketuban pecah, yaitu peningkatan kadar C-reaktif protein pada persalinan belum genap bulan, gambaran histologi plasenta dan selaput ketuban yang menunjukkan korioamnionitis pada kehamilan belum genap bulan, dan banyak wanita dengan persalinan preterm dan selaput ketuban utuh menunjukkan hasil kultur cairan amnion positif, meskipun secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.1,2,8,9,10
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan persalinan preterm dengan menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak mikroorganisme servikovaginal menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara lokal asam arakidonat dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya dapat menyebabkan kontraksi miometrium. Invasi bakteri di rongga koriodesidua, akan menghasilkan endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin , eksotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang sel-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan. Sejumlah sitokin yang dihasilkan diantaranya tumor necrosis factor, interleukin-1, interleukin-1ß, interleukin-6, interleukin-8, dan granulocyte colony-stimulating factor. Sitokin ini akan menimbulkan kemotaksis, infiltrasi, dan aktivasi neutrofil, dan pada akhirnya akan dilepaskan metalloprotease dan zat bioaktif lainnya. Metallpoproteinase akan mempengaruhi selaput ketuban dan menyababkan pecah ketuban. Metalloproteinase juga menyebabkan remodelling kolasen pada serviks dan menicu pematangan serviks.1,2,8,9,10
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 12
Mekanisme lainnya adalah pada keadaan normal, prostaglandin dehidrogenase pada jaringan korion memiliki kemampuan untuk menginaktivasi prostaglandin yang diproduksi di amnion, hal ini akan mencegah prostaglandin mencapai miometrium yang akan menyebabkan miometrium berkontraksi. Infeksi kronik akan menurunkan aktivitas dari prostaglandin dehidrogenase, sehingga prostaglandin mencapai miometrium makin banyak dan menyebabkan kontraksi. Dari faktor janin itu sendiri, pada janin dengan infeksi, akan terjadi produksi sitokin dan peningkatan corticotroin releasing hormone (CRH) oleh hipotalamus dan plasenta . Peningkatan CRH akan menyebabkan peningkatan prostaglandin. 1,2,8,9,10
Di sisi lain, kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain yang mengakibatkan ketuban pecah akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bakterial dan atau produk pejamu (host) yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan ruptur selaput ketuban. Banyak flora servikovaginal komensal dan patogenik memepunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menrunkan kekuatan tegangan selaput ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada selaput ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan pecahnya selaput ketuban.1,2,8,9,10,11
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N dan kolagenase yang dihasilkan neutrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan selaput ketuban. Sel inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi plasmin, potensial menjadi ketuban pecah dini. 1,2,8,9,10
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 13
Gambar 3. alur yang memungkinkan dari kolonisasi bakteri koriodesidua untuk
persalinan prematur1
II.9. Diagnosis
Infeksi intrauterine pada umumnya merupakan infeksi kronik dan biasanya
asimptomatik hingga persalinan dimulai atau ketuban pecah. Bahkan selama persalinan,
sebagian wanita yang pada akhirnya mengalami korioamnionitis (dengan temuan histologis
dan kultur) tidak memiliki gejala selain dari persalinan prematur – tidak demam, nyeri perut
atau leukositosis darah tepi dan biasanya tidak terdapat takikardia janin. Oleh karena itu,
pengidentifikasian wanita dengan infeksi intrauterine merupakan tantangan yang besar.1
Pencatatan keadaan kesehatan ibu selama hamil sangat berharga dalam menegakkan
diagnosis infeksi pada bayi baru lahir. Hal ini mencakup gejala penyakit pada masa
kehamilan, hubungan seksual dengan pasangan yang mengidap PHS, tes kulit dan hasil
pemeriksaan serologi serta foto toraks dan catatan pada saat persalinan seperti ketuban pecah
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 14
sebelum waktunya, adanya gawat janin, demam atau tanda infeksi lainnya.8 Diagnosis klinis adanya infeksi sistemik pada bayi baru lahir sangat sulit. Tanda awal infeksi biasanya samar dan tidak spesifik. Gejala akibat penyakit infeksi atau kelainan lainnya kadang – kadang serupa. Selain itu sulit untuk membedakan gejala infeksi intrauterin dengan infeksi yang didapat pada saat persalinan.1,12
Gejala – gejala seperti hepatosplenomegali, pneumonitis, purpura dan meningoensefalitis umum dijumpai pada berbagai penyakit infeksi baik yang terjadi intrauterin maupun pada saat persalinan. Beberapa gejala berhubungan dengan infeksi spesifik tertentu. Misalnya, infeksi hepatitis B harus dipertimbangkan bila dijumpai ikterus dan hepatosplenomegali pada bayi antara 1 – 6 bulan, infeksi CMV yang terjadi pada saat persalinan atau beberapa bulan setelahnya berhubungan dengan adanya pneumonitis afebril yang berkepanjangan.1
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan saat ini hanya sedikit membantu dalam menegakkan diagnosis. Pada sepsis bakterial, jumlah sel darah putih sangat bervariasi dan diagnosis adanya sepsis dapat ditegakkan hanya jika jumlahnya sangat tinggi (> 30.000/mm3) atau sangat rendah (< 5.000/mm3) . Peningkatan kadar Ig serum didapatkan pada bayi baru lahir yang mengalami infeksi (sifilils, rubella, CMV, toksoplasma dan malaria) lewat plasenta. Peningkatan ini juga dapat timbul akiba t infeksi bakteri yang terjadi setelah lahir.1 Untuk menegakkan diagnosis infeksi intrauterine secara klinis dengan adanya2,10,12 : 1. Peningkatan suhu tubuh ibu > 38 C selama proses persalinan sampai 3 hari pasca persalinan
2. Takikardi pada ibu ibu > 100 kali per menit, Denyut jantung janin > 160 kali per menit.
3. Ketuban pecah dengan air ketuban yang berwarna hijau keruh dan berbau
4. Nyeri pada uterus
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 15
Secara laboratorik, infeksi intrauterine ditandai dengan adanya2,10,12 :
1. Peningkatan CRP > 0,5
2. Leukositosis maternal > 11.500/ml
3. Pemeriksaan air ketuban : leukosit > 200/cc, peningkatan leukosit esterase,
peningkatan kadar sitokin proinflamasi
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan demam pada ibu dan ketuban pecah disertai 2 atau
lebih kriteria takikardi maternal atau janin, nyeri pada uterus, cairan ketuban yang berbau dan
leukositosis.10 Standar baku emas untuk diagnosis infeksi intrauterine adalah kultur cairan
amnion.1,2, 10,12
Zat yang ditemukan dalam kuantitas abnormal dalam cairan amnion dan di tempat lain
pada wanita dengan infeksi intrauterine dijelaskan dalam tabel 1.1
TABLE 1. MARKER INFEKSI INTRAUTERINE PADA
WANITA HAMIL*
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 16
Tempat infeksi yang sangat baik diteliti adalah cairan amnion. Cairan amnion dari wanita dengan infeksi intrauterine memiliki kadar glukosa yang rendah, jumlah sel darah putih yang tinggi dan tingginya konsentrasi komplemen C3 dan berbagai sitokin dibandingkan cairan dari wanita yang tidak terinfeksi. Namun, pendeteksian bakteri atau pengukuran sitokin dan analisa lainnya dalam cairan amnion memerlukan amniosintesis, dan tidak terdapat bukti nyata bahwa amniosintesis memperbaiki outcome kehamilan, bahkan pada wanita dengan gejala persalinan prematur. Pada saat ini, tidak tepat untuk mengambil cairan amnion secara rutin untuk menguji infeksi intrauterine pada wanita yang sedang tidak dalam persalinan. 1
Hasil yang positif pada sekret vagina untuk vaginosis bakterialis, apakah yang dilakukan dengan pewarnaan Gram atau dengan menggunakan kriteria Amsel (sekret vagina homogen, sel putih yang dilingkupi bakteri atau bau amina ketika cairan vagina dicampurkan dengan kalium hidroksida dan pH di atas 4,5) berhubungan dengan infeksi intrauterine dan memprediksikan persalinan prematur. Pada wanita dengan persalinan prematur dan wanita asimptomatik, hasil positif terhadap test sekret vagina atau serviks untuk fibronektin (suatu protein membran plasenta) tidak hanya merupakan prediktor terbaik untuk persalinan prematur spontan, tetapi juga sangat berhubungan dengan korioamnionitis selanjutnya dan sepsis neonatorum. Diyakini bahwa infeksi intrauterine mengganggu membran basal koriodesidua ekstraseluler, yang menyebabkan kebocoran protein ini ke dalam serviks dan vagina. 1
Pada wanita dengan gejala persalinan prematur, tingginya konsentrasi sitokin-sitokin di dalam sekret vagina ataupun serviks, termasuk tumor necrosis factor, interleukin-1, interleukin-6, dan interleukin-8, berhubungan dengan persalinan prematur. Pada wanita yang melakukan ANC (antenatal care) rutin, tingginya kadar interleukin-6 pada sekret serviks juga memprediksi persalinan prematur yang akan terjadi dan menambahkan nilai perkiraan untuk pengukuran fibronektin. Bagaimanapun, pemeriksaan lain selain untuk vaginosis bakterialis, tidak ada pemeriksaan vagina atau serviks yang sering digunakan untuk memprediksi infeksi intrauterine.1
Serviks yang pendek, yang ditentukan dengan USG, berhubungan dengan beberapa marker infeksi dan korioamnionitis. Walaupun serviks yang pendek mungkin memfasilitasi kenaikan bakteri ke uterus, pada beberapa wanita, pemendekan serviks terjadi sebagai respon terhadap infeksi genital atas yang sedang terjadi. Namun, karena persalinan prematur dini
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 17
akibat infeksi susah dibedakan dengan yang diakibatkan oleh struktur serviks yang inadekuat, masih tidak jelas apakah panjang dari serviks yang memendek terjadi sebelum atau setelah infeksi intrauterine .+
Wanita dengan gejala dan tanda persalinan prematur yang selanjutnya mengalami persalinan prematur memiliki kadar interleukin-6, interleukin-8, dan tumor necrosis factor serum yang tinggi. Pada wanita tanpa gejala persalinan prematur yang diskrening secara rutin, granulocyte colony-stimulating factor merupakan satu-satunya sitokin yang bersirkulasi dalam serum ditemukan menjadi tinggi sebelum onset persalinan prematur. Marker infeksi nonsitokin meliputi serum C-reactive protein yang tinggi dan kadar ferritin yang tinggi. Pada wanita yang menjalani asuhan prenatal rutin, konsentrasi feritin serum yang rendah mengindikasikan cadangan besi yang rendah, tetapi tingginya kadar feritin serum tampaknya merupakan reaksi fase akut dan memprediksikan persalinan prematur. Kadar Feritin serum juga berlipat ganda dalam minggu pertama setelah ketuban pecah, yang mungkin mengindikasikan infeksi intrauterine yang progresif. Tingginya kadar feritin serviks juga memprediksi persalinan prematur spontan selanjutnya.1
Pada marker infeksi intrauterine, vaginosis bakterialis dan riwayat persalinan prematur dini bisa ditentukan sebelum hamil. Sebelum usia kehamilan 20 minggu, vaginosis bakterialis, kadar fibronektin yang tinggi dalam cairan vagina dan serviks yang pendek seluruhnya berkaitan dengan infeksi kronik. Segera setelah pertengahan hamil, pada wanita yang tidak dalam masa persalinan, tingginya kadar fibronektin serviks dan vagina, serviks yang pendek dan konsentrasi beberapa sitokin dalam vagina atau cairan serviks yang tinggi, dan tingginya granulocyte colony-stimulating factor serum dan kadar ferritin yang tinggi telah dihubungkan dengan meningkatnya resiko persalinan prematur spontan. Akhirnya, persalinan prematur antara 20 dan 28 minggu hamil sendirinya berkaitan erat dengan infeksi intrauterine, dan kaitan ini bahkan lebih kuat pada wanita dengan serviks yang pendek, kadar fibronektin vagina atau serviks yang tinggi atau tingginya kadar berbagai sitokin dalam cairan amnion, serviks, atau vagina atau dalam serum. 1
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 18
II.10. Penatalaksanaan
Diagnosis dini korioamnionitis sangat berhubungan dengan prognosis.13 Ketika diagnosis korioamanionitis telah ditegakkan secara klinik, terapi antibiotik harus segera diberikan2,10,11,12,13. Karena korioamnionitis merupakan infeksi polimikroba, terapi kombinasi dengan ampisilin dan gentamisin sangat efektif. Terapi agen tunggal dengan cephalosporin generasi kedua atau ketiga atau penicillin spektrum luas belum menunjukkan bukti efektif. Penambahan clindamycin direkomendasikan pada pasien yang melakukan persalinan perabdominam, hal ini bertujuan untuk menurunkan angka kejadian endometritis postpartum.10 Pemilihan antibiotik yang berspektrum luas yaitu kombinasi ampisilin 3 x 1000 mg, gentamisin 5 mg/kgBB/hari, dan metronidazol 3 x 500 mg. Pada individu yang alergi terhadap antibiotik β laktam dapat diberikan vancomycin 4 x 500 mg atau 2 x 1 gram atau erythromycin 4 x 1 gram atau clinddamycin 3 x 900 mg. Berikan uterotonika supaya kontraksi uterus baik paska persalinan. Hal ini akan mencegah atau menghambat invasi mikroorganisme melalui sinus-sinus pembuluh darah pada dinding uterus.13
Apabila korioamnionitis ditemukan pada pasien dengan ketuban pecah dini, lakukan terminasi kehamilan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Apabila pasien belum inpartu, dilakukan induksi persalinan untuk mempercepat persalinan. 2,13 Bila janin telah meninggal upayakan persalinan pervaginam, tindakan persalinan perabdominam (seksio sesarea) cenderung menyebabkan sepsis.13
II.11. Komplikasi Infeksi Intrauteri dengan Persalinan Preterm
Neonatus dengan persalinan preterm yang mengalami infeksi intrauteri memiliki risiko tinggi untuk mengalami perdarahan intrakranial, leukomalasia periventrikuler dan palasi serebral. Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa produk bakteri, endotoksin akan menstimuasi sitokin yang kemudian akan dihasilkan prostaglandin yang memicu kontraksi uterus. Pembuluh darah intrakranial pada janin preterm sangat mudah untuk pecah dan rusak, dan sitokin yang menstimulasi persalinan preterm juga memiliki efek toksik langsung pada mielin dan oligodendrosit. Pembuluh darah yang pecah, hipoksia jaringan dan cytokine-mediated damage akan menyebabkan kematian sel masiv. Dengan adanya kerusakan tersebut, akan dikeluarkan glutamat yang akan menstimulasi kalsium untuk memasuki neuron. Kadar
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 19
kalsium intraseluler yang tinggi merupakan toksik bagi white matter serebri, selain itu glutamat juga memiliki efek toksik pada oligodendroglia.3
Banyak penelitian menunjukkan bahwa infeksi dan sitokin dapat merusak otak yang imatur. Penelitian yang dilakukan oleh Yoon dkk (1997) menunjukkan bahwa 45% sampel cairan amnion yang diambil dari penderita palsi serebral menunjukkan adanya mikroorganisme. Sampel yang sama menunjukkan adanya peningkatan abnormal dari interleukin-6 dan interleukin-8 pada 85% kasus. Penelitian yang dilakukan oleh Grether dan Nelson (1997) menunjukkan bahwa pada koriaomanionitis terjadi peningkatan 9 kali lipat untuk mengalami palsi serebral.3
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 20
BAB III
IKHTISAR KASUS
II.1 IDENTITAS
Nama : Ny. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 32 tahun
Pendidikan : Tamat SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa / Indonesia
Tgl. Masuk RSF : 5 Juli 2010 jam 11.55 WIB
III.2. ANAMNESIS :
Autoanamnesis pada tanggal 5 Juli 2010, pk 11.55 WIB
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke kamar bersalin RSUP Fatmawati dengan keluhan mules-mules sejak 14 jam SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 21
Pasien, wanita 32 tahun G1P0A0 mengaku hamil 7 bulan, hari pertama haid terakhir : 17 Desember 2010 sesuai hamil 28 minggu, taksiran persalinan : 24 september 2010, datang ke kamar kebidanan RSUP Fatmawati dengan keluhan mules-mules sejak 14 jam SMRS, mules dirasakan makin sering kurang lebih 15 menit sekali. Pasien juga mengaku keluar air-air sejak 19 jam SMRS, keluar air banyak dan berwarna jernih, keluar lendir disertai darah.
Pasien juga mengaku demam kurang lebih sejak 1 hari SMRS, demam mendadak tinggi. Pasien menyangkal adanya batuk pilek, gigi berlubang, nyeri saat buang air kecil. Pasien mengaku sering mengalami keputihan, keputihan encer kadang seperti susu dan gatal. Pasien belum mendapatkan pengobatan untuk keputihannya. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma, riwayat berhubungan intim belakangan ini.
Pasien melakukan ANC tidak teratur di puskesmas. Pasien mengaku belum pernah melakukan pemeriksaan USG.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal menderita penyakit darah tinggi, jantung, kencing manis, dan paru.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit darah tinggi, jantung, kencing manis, dan paru.
E. Riwayat Menstruasi
Menarche umur 15 tahun.
Lamanya : 5-7 hari
Banyaknya : 2-3 x pembalut/hari
Dismenore : (-)
F. Riwayat Pernikahan
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 22
Pasien sudah menikah 1 x dengan suami sekarang
Usia menikah : 8 bulan
G. Riwayat Obstetri
G 1 P0 A0
Anak I : Sekarang
H. Riwayat Keluarga Berencana
Pasien tidak menggunakan KB
I. Riwayat Operasi
Pasien belum pernah menjalani operasi
J. Riwayat Kebiasaan Psikososial
Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak minum jamu dan tidak minum kopi.
III.3. . PEMERIKSAAN FISIK (5 Juli 2010)
A. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD : 110 / 70 mmHg
N : 96 x/menit
RR : 20 x/m
S : 39,3 0C
Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 23
Mata : Pupil bulat isokor, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik
THT : Serumen minimal, mukosa tidak hiperemis
Leher : Perabaan kelenjar tiroid tidak teraba membesar, perabaan kelenjar getah bening tidak teraba membesar.
Thoraks :
Cor : S1-S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Mamae : Simetris, besar normal, retraksi puting -/-, areola mamae tidak hiperpigmentasi.
Abdomen : Membuncit sesuai kehamilan
Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai -/-
B. Status Obstetrikus
Abdomen
Inspeksi : Perut membuncit, letak memanjang sesuai kehamilan, striae gravidarum (+)
Palpasi : TFU : 26 cm
His : 4 x /10`/40“
Auskultasi : DJJ : 164 dpm teratur
Anogenital
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 24
Inspeksi : v/u tampak tenang, perdarahan (-), fluor (-).
Inspekulo : portio livide, ostium terbuka 1 cm, fluor (+), fluksus (-), tes valsava (-),
Kesan : TFU 26 cm, JTH, gerak janin (+), his 4 x/10`/40“, DJJ 164 dpm
III.4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 5-07-2010
Darah : Hb : 11,8 g/dl
Ht : 36 vol %
L : 22.900
Tr : 425.000
Netrofil : 78
Limfosit : 19
Monosit : 3
GDS: 102
Urine : Warna : Kuning
BJ : 1.010
pH : 5,0
Epitel : +2
Lekosit : 8-10/ LPB
Eritrosit : 4-5/LPB
Silinder : –
Kristal :-
Protein : –
Glukosa : –
Bilirubin : –
Keton : –
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 25
Nitrit : –
Urobilinogen : 0,2
USG 5-07-2010
Janin Presentasi Kepala Hidup
BPD : 5,9 cm
FL : 4,3 cm
AC : 14,3 cm
ICA : habis
DJJ : 163 dpm
Plasenta di fundus
TBJ : 670 gram
Kesan : G1H24 minggu, janin tunggal hidup intrauterin. Ketuban pecah dini 19 jam, air ketuban habis
III.5. Resume
Pasien, Nyonya 32 tahun G1P0A0 mengaku hamil 7 bulan, hari HPHT : 17 Desember 2010 sesuai hamil 28 minggu, taksiran persalinan : 24 september 2010, datang ke kamar kebidanan RSUP Fatmawati dengan keluhan mules-mules sejak 14 jam SMRS, mules dirasakan makin sering kurang lebih 15 menit sekali. keluar air-air (+) sejak 19 jam SMRS, keluar air banyak dan berwarna jernih, bloody show (+), demam (+) sejak 1 hari SMRS. Riwayat keputihan (+) encer kadang seperti susu dan gatal. pengobatan untuk keputihan (-). ANC (+) tidak teratur di puskesmas. USG (-)
Pemeriksaan Fisik :
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 26
Tekanan darah: 110/70 mmHg, Nadi : 96 kali/menit, suhu : 39,3 C,
Status Generalis dalam batas normal
Pemeriksaan Obstetri :
TFU : 26 cm, JTH, gerak janin (+), his 4 x/10`/40“, DJJ 164 dpm
Inspekulo : portio livide, ostium terbuka 1 cm, fluor (+), fluksus (-), tes valsava (-),
Pemeriksaan laboratorium : leukositosis 22.900
USG : G1H24 minggu, janin tunggal hidup intrauterin. Ketuban pecah dini 19 jam, air ketuban habis, TBJ ; 670 gram
III.6. Diagnosa
G1 hamil 24 minggu, JTH intra uterine, ketuban pecah dini 19 jam, air ketuban habis, , Infeksi Intra Uteri
III.7. Penatalaksanaan
R Dx/ : – Observasi TTV, kontraksi, perdarahan, DJJ per setengah jam, tanda infeksi intrauterine
– Cek Darah Perifer Lengkap, urine lengkap, Gula Darah Sewaktu
– CTG
R Th/ : Informed consent keluarga Rencana awal partus pervaginam.
III.8. Prognosis :
Ibu : Dubia ad bonam
Janin : malam
III.9. Follow Up :
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 27
5 Juli 2010
Pk. 15.00 WIB
S : mules (+),gerak janin (+)
O : KU / Kes: baik / CM
TD : 110 / 70 mmHg S : 39,70 C
N : 116 x / menit RR : 20 x / menit
Status Generalis : dalam batas normal
Status Obstetrikus :
I : v/u tenang, perdarahan (-)
DJJ : 172 dpm
His : 3-4x / 10’ / 40”
A : G1 H24 minggu, JTH, KPD 19 jam, air ketuban habis, IIU
P : R Dx/ : Observasi TTV, His, DJJ
R Th/ : Diskusi dengan dr. Harry, SpOG terminasi kehamilan pervaginam, misoprostol 2 x 100 mcg, Ceftriaxone 1 x2 gram
6 Juli 2010Pk. 08.00 WIB
S : ibu merasa mules (+),gerak janin (+)
O : KU / Kes: baik / CM
TD : 110 / 70 mmHg S : 38,70 C
N : 100 x / menit RR : 16 x / menit
Status Generalis : dalam batas normal
Status Obstetrikus :
I : v/u tenang, perdarahan (-)
VT: pembukaan 4 cm, selaput ketuban (-) kepala H I
DJJ : (+)
His : 3-4x / 10’ / 40”
A : G1 H24 minggu, JTH, KPD 1 hari, air ketuban habis, IIU
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 28
P : R Dx/ : Observasi TTV, His, DJJ, IIU,
R Th/ : partus pervaginam
Misoprostol II 100 mcg nilai ulang 12 jam
6 juli 2010 Pk. 15.10 WIB
S : ibu merasa ingin meneran, gerak janin (-)
O : KU / Kes: sakit sedang / CM
TD : 120 / 70 mmHg S : 38,80 C
N : 112 x / menit RR : 20 x/ menit
Status Generalis : dalam batas normal
Status Obstetrikus :
I : v/u tenang, perdarahan (-)
VT: pembukaan lengkap, kepala H III-IV
DJJ : –
His : 4 / 10’ / 45”
A : PK II
P : pimpin meneran
6 Juli 2010 Pk.15.25 WIB
1. Lahir intoto bayi laki-laki, A/s = 0, mati belum maserasi,
2. Plasenta lengkap
3. Ibu disuntik oksitosin 10 IU IM.
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 29
6 Juli 2010 Pk. 15.35 WIB
1. Plasenta lahir spontan, lengkap
2. Dilakukan masase fundus uteri
3. Kontraksi baik
4. Pada eksplorasi didapatkan perineum intak
5. Perdarahan kala III dan III ± 100 cc
6 Juli 2010 jam 17.30
S : Perdarahan (-), BAK (+), BAB (-)
O :
KU/kes : baik/CM
TD:110/70 mmHg
N:84 x/mnt
RR:20 x/mnt
S: 38,370C
St.gen:dbn
St.obst:TFU 2 jbpst,kontraksi baik,perdarahan(-),
A: P1Post Partum Spontan prematurus 2 jam yang lalu, bayi IUFD, IIU
P:- Rawat ruangan
– Jaga Higiene perineum vulva
-Mobilisasi aktif
-Diet TKTP
-Motivasi ASI
– ceftriaxone 1×2 gram IV
– metronidazole 3 x 500 mg
– Paracetamol 3 x 500 mg
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 30
BAB IV
ANALISA KASUS
Berdasarkan ikhtisar kasus di atas, pasien pada kasus ini didiagnosis dengan G1H24 minggu janin tunggal intrauterine, ketuban pecah dini 1 hari, air ketuban habis, IUFD. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pasien dengan G1H24 minggu, berdasarkan HPHT tanggal 17 Desember 2010, saat ini usia kehamilan pasien 28 minggu dan berdasarkan pemeriksaan USG sesuai dengan usia kehamilan 24 minggu. Pasien pada kasus ini melakukan persalinan pada usia kehamilan yang termasuk kelompok usia persalinan preterm berdasarkan ACOG 1995, dimana disebutkan bahwa persalinan preterm merupakan persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Faktor penyebab pasien pada kasus ini mengalami persalinan preterm adalah adanya korioamnionitis dan ketuban pecah dini. Korioamnionitis diduga merupakan penyebab tersering persalinan preterm. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis korioamnionitis berdasarkan anamnesis bahwa pasien mengalami demam sejak 1 hari SMRS, demam dirasakan mendadak tinggi, pasien juga sering mengalami keputihan encer dan gatal dan keluar air-air sejak 19 jam SMRS. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu ibu 39,30C, frekuensi nadi 96 kali/menit, DJJ 164 dpm dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis yaitu 22.900 u/l. Berdasarkan kepustakaan, diagnosis klinik korioamnionitis dapat ditegakkan apabila ditemukan demam pada ibu dan ketuban pecah disertai 2 atau lebih kriteria takikardi baik maternal > 100 dpm atau fetal >160 dpm, nyeri pada uterus, cairan ketuban berbau dan leukositosis. Kepustakaan menyebutkan bahwa standar baku emas untuk menegakkan diagnosis infeksi intra uteri adalah dengan kultur cairan amnion, namun pada kasus ini tidak dilakukan. Untuk manajemen keputihan, dapat dilakukan swab vagina untuk mendiagnosis bakterial vaginosis pada pasien ini. Bakterial vaginosis sering berhubungan dengan infeksi intrauterine. Bakteri dari vagina akan mencapai uterine dengan cara ascending infection, dan ini merupakan jalur tersering terjadinya korioamnionitis. Pasien ini mengalami ketuban pecah dini, karena pasien mengaku keluar air-
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 31
air sejak 19 jam SMRS, dan saat di RS dilakukan pemeriksaan, pasien belum impartu (tidak ditemukan kontraksi reguler, lendir darah ataupun pembukaan lebih dari 3 cm). Hubungan mekanisme bagaimana infeksi intra uteri menyebabkan persalinan preterm dan pecahnya ketuban telah dijelaskan pada tinjauan pustaka.
Pasien pada kasus ini datang dengan janin hidup yang kemudian terjadi kematian janin intrauteri belum bermaserasi. Kematian janin intrauteri merupakan salah satu komplikasi adanya korioamniotis pada kehamilan preterm. Kematian janin pada kasus ini dapat disebabkan oleh air ketuban habis yang akhirnya menyebabkan kompresi tali pusat dan akhirnya asfiksia. Untuk pemantauan tersebut harusnya dicantumkan data-data observasi denyut jantung janin cardiotokografi, observasi his serta tanda-tanda IIU. Karena keterbasan penulis pada kasus ini (penulis mengambil data sekunder), tidak dicantumkan data-data pemerikaan kardiotografi, karen pada rekam medik pasien tidak ditemukan adanya data obsevasi denyut jantung janin, his,kariotokografi dan tanda-tanda IIU
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dilakukan terminasi kehamilan dan pemberian antibiotik. Indikasi dilakukan terminasi kehamilan pada pasien ini adalah adanya korioamnionitis. Telah dilakukan informed consent kepada keluarga pasien mengenai risiko pada pasien dan janin yang dikandungnya. Pada pasien dilakukan persalinan pervaginam dengan induksi misoprostol 2 x 100 mikrogram. Pada pasien dengan korioamnionitis tidak boleh dilakukan penundaan persalinan.
Prognosis untuk ibu pada pasien ini adalah dubia ad bonam, sedangkan pada janin adalah malam. Pada ibu, tanda-tanda vital stabil namun ibu memiliki risiko untuk mengalami sepsis ataupun endometritis paska partum apabial infeksi terus berlangsung. Pada janin dengan usia kehamilan 24 minggu,taksiran berat janin 670 gram dan korioamnionitis, kemungkinan hidup di luar sangat kecil. Berdasarkan literatur angka harapan hidup untuk usia kehamilan < 24 minggu adalah 60 %, dan angka harapan hidup tanpa disertai penyulit 35 %. Apabila kehailan diteruskan, risiko bagi ibu adalah mengalami sepsis, persalinan preterm dan bagi janin berisiko mengalami sepsis dan IUFD.
Pada pasien ini janin mengalami IUFD, seharusnya dilakukan pemeriksaan lengkap pada janin yang telah mati, yaitu pemeriksaan tali pusat, cairan amnion, plasenta dan membran amnion untuk mengetahui penyebab kematian janin.
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 32
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldenberg RL, Hautch CJ,Andrew WW. Intrauterine Infection and Preterm Delivery.N Engl J Med 2000 May 18;342 :1500-1507
2. Cunningham, GF et all.Preterm Birth in Williams Obstetric.21ed. The Mc Graw Hill Companies.chapter 36
3. Cunningham, GF et al. Disease and Injuries of the Fetus and Newborn in Williams Obstetric.21ed. The Mc Graw Hill Companies.2007.chapter 29
4. Prawirohardjo,Sarwono.Persalinan Preterm dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008; hal 667-76
5. Prawirohardjo,Sarwono.Pencegahan Infeksi Maternal dan Neonatal dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008; hal 414-18
6. Gravvet GM, Rubens CE,Nunes TM et al. Global Report on Preterm Birth and Stillbirth (2 0f 7) : discovery science.BMC Pregnancy and Childbirth 2010,10 (suppl 1): 52
7. Romero R, Gomez R, Chaworapongsa T,et al. The Role of Infection in Preterm Labour and Delivery. Pediatric and Perinatal Epidemiology 2001, 15 (suppl. 2), Blackwell Science Ltd; 41-56.
8. Rompas, Jefferson. Pengelolaan Persalinan Prematur. Cermin Dunia Kedokteran.No.145, 2004; 31-3
9. Hauth JC, Andrews WW and Goldenberg RL.: Infection-related risk factors predictive of spontaneous preterm birth. Prenat Neonat Med 1998, 3:86-90.
10. Monga Manju and Blanco Jorge D. Intrauterine Infection and Preterm Labor. Infectious Disease in Obstetric and Gynecology.1995.3: 37-44.
11. Atmono, Dwi B. Tesis Keluaran Perinatal Pengelolaan Konservatif Kehamilan Belum Genap Bulan Dengan Ketuban Pecah Dini. Progra Pendidikan Dokter Spesialis Program Studi Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.2000.
12. DeCherney, AH et al. Preterm Labour in Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and Gynecology.10ed.The McGraw-Hill Companies.2007.chapter 15
13. Prawirohardjo,Sarwono.Ketuban Pecah Dini dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008; hal 677-84
Infeksi Intra Uteri dan Persalinan Preterm Page 33