BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum adalah merupakan proses pengalaman pembelajaran yang dirancang/direncanakan yang telah melalui pembimbingan serta hasil pembelajaran yang diinginkan yang telah dibentuk secara sistematik melalui pembinaan semua materi yang ada dan pengalaman disekolah, sehingga guru dapat dituntut tanggung jawabnya terhadap kurikulum yang telah ada.
Penafsiran konsep kurikulum bagi peneliti dan praktisi pendidikan dapat berbeda satu sama lain. Secara umum, konsep kurikulum dapat didefinisikan sebagai suatu spesifik rangkaian pengetahuan, keterampilan dan kegiatan untuk disampaikan kepada siswa. Penafsiran lain, konsep kurikulum dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang direncanakan sebagai panduan guru untuk mengajar dan siswa untuk belajar.
Memasuki tahun 2011 ini, sejak Indonesia merdeka, kita telah mengenal berbagai kurikulum, ada kurikulum 1947, kurikulum tahun 1950-an, kurikulum tahun 1964, kurikulum tahun 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, dan kurikulum 1994. Mengapa kurikulum yang satu diganti dengan kurikulum yang lainnya. Sampai dengan kurikulum 1984, perubahan kurikulum banyak yang dipengaruhi oleh perubahan politik. Kurikulum 1964 disusun untuk meniadakan MANIPOL-USDEK, kurikulum 1975 digunakan untuk memasukkan Pendidikan Moral Pancasila, dan kurikulum 1984 digunakan untuk memasukkan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Kurikulum 1994, disamping meniadakan mata pelajaran PSPB juga diperkenalkannya system kurikulum SMU yang dimaksudkan untuk menjadikan pendidikan umum benarbenar sebagai pendidikan persiapan ke perguruan tinggi.
Dari serangkaian perubahan kurikulum, yang didasarkan atas hasil penilaian nasional pendidikan (national assessment) hanyalah kurikulum 1975 dan kurikulum PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (1974–1981).
Menurut Deci dan Ryan ” The Penentuan Nasib Teori (SDT) berfokus pada sejauh mana individu perilaku adalah motivasi diri dan self-ditentukan. “Oleh karena itu, ketika siswa diberi kesempatan untuk mengukur atau dia belajar itu, belajar menjadi insentif. Karena kurikulum dapat dilihat sebagai bentuk pertumbuhan pribadi, siswa didorong untuk memanfaatkan praktek swa-regulasi untuk merenungkan karyanya. Untuk itu, belajar juga bisa konstruktif dalam arti bahwa siswa berada dalam kontrol penuh dari belajar nya. Selama beberapa dekade terakhir, pergeseran paradigma dalam kurikulum telah terjadi di mana guru bertindak sebagai fasilitator dalam ruang kelas yang berpusat pada murid.
Pembinaan kurikulum adalah kegiatan yang mengacu pada usaha untuk melaksanakan, mempertahankan, dan menyempurnakan kurikulum yang telah ada, guna memperoleh hasil yang maksimal. Pelaksanaan kurikulum sendiri diwujudkan dalam proses belajar mengajar sesuai dengan prinsip-prinsip dan tuntutan kurikulum yang dikembangkan sebelumnya bagi pendidikan/sekolah tertentu.
Dengan demikian, pembinaan kurikulum di sekolah dilakukan, setelah melalui tahap pengembangan kurikulum, atau setelah terbentuknya kurikulum baru. Pengembangan kurikulum sebagai tahap lanjutan dari pembinaan, yakni kegiatan yang mengacu untuk menghasilkan suatu kurikulum baru. Dalam kegiatan tersebut meliputi penyususnan-penyusunan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan. Melalui tahap-tahap tersebut akan menghasilkan kurikulum baru. Dan dengan terbentuknya kurikulum baru, maka tugas pengembangan telah selesai.
Pengembangan kurikulum adalah sebuah proses siklus yang tidak pernah ada titik awal dan akhirnya. sebab, pengembangan kurikulum ini merupakan suatu proses yang bertumpu pada unsure-unsur dalam kurikulum, yang didalamnya meliputi tujuan, metode, material, penilaian dan balikan (feed back).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kurikulum yang Berpusat pada Mata Pelajaran (SubjectCentered)
Organisasi kurikulum yang berpusatpada mata pelajaran berisi materi pembelajaran yang diambil dari mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi isi. Organisasi kunikulum meliputi:
a. Kurikulum yang berisi mata pelajaran-mata pelajaran yang terpisah-pisah (Separated Subject Curriculum).
b. Kurikulum yang berisi mata pelajaran-mata pelajaran yang dihubung-hubungkan (Correlated Curriculum).
c. Kurikulum yang terdiri dari peleburan (fusi) mata pelajaran-mata pelajaran sejenis (Broad Field).
Bentuk separated subject terdiri dari mata pelajaran-mata pelajaran yang terpisah sate dengan yang lain. Bentuk ini termasuk paling tua dalam sejarah kurikulum. Sejak jaman dahulu orangYunani maupun orang Romawi sudah menggunakan bentukkunikulum semacam ini. Orang Yunani mengajarkan di sekolah mata pelajaran-mata pelajaran seperti kesusasteraan, matematika, filsafat, dan ilmu pengetahuan. Sedangkan orang Romawi mengajarkan gramatika, retorika dan logika yang dinamakan sebagai trivium, serta aritmatika, geometri, astronomi dan musik yang dinamakan dengan quadrivium. Ketujuh mata pelajaran dalam tivium dan quadrivium itu kemudian dikenal dengan The Seven Liberal Arts.
Mata pelajaran-mata pelajaran ini disusun sedemikian rupa secara logis dan sistematis, sehingga siswa dapat mempelajarinya dengan baik. Akibat dari penggunaan bentuk kurikulum semacam ini adalah jika muncul suatu cabang bare dalam ilmu pengetahuan, maka mata pelajaran-mata pelajaran menjadi berubah.
Essensi dari organisasi kurikulum semacam ini adalah bahwa ia mengikuti disiplin yang balk dari logis. Dengan demikian baik materi pembelajaran maupun pengalaman belajar yang diperoleh bersifat terpisah-pisah. Adapun isi dari setiap mata pelajaran ditentukan oleh ahli-ahli mata pelajaran masing-masing. Guru dalam hal ini berfungsi untuk mencari cara bagaimana agar siswa dapat menguasai mata pelajaram dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang paling tepat untuk digunakan adalah metode exposisi -penyampaian materi pembelajaran. Untuk itu sumber utama yang patut dan paling penting dalam belajar adalah buku teks siswa.
Mata pelajaran-mata pelajaran yang diajarkan di sekolah digolongkan ke dalam mata pelajaran yang diutamakan dan tidak diutamakan. Hal ini dibuat berdasarkan pada nilai suatu mata pelajaran yang berfungsi untuk mendisiplin mental. Dengan demikian mata pelajaran-mata pelajaran yang termasuk kategori sulit, seperti Matematika sangat diutamakan dibandingkan dengan yang lain. Meskipun bagi individu tertentu n-iata pelajaran ini mempunyai arti atau nilai tersendiri.
Keunggulan dari bentuk organisasi separated subject yang paling menonjol adalah karena materi pembelajaran disusun secara logis dari sistematis. Sehingga metode untuk mernpelajarinya dapat efektif, demikian juga metode untuk mengorganisasi pengetahuan. Dengan demikian siswa dapat menghimpun sebanyak mungkin ilmu pengetahuan secara efektif dan ekonomis. Pada saat dibutuhkan ia dapat menggunakan pengetahuan itu.
Di samping itu, dengan mempelajari mata pelajaran seseorang dapat mengikuti suatu disiplin ilmu pengetahuan tertentu, juga terlatih untuk menggunakan sistem berfikir tertentu. Dengan demikian kekuatan intelektualnya berkembang.
Manfaat praktis lain adalah karena bentuk kurikulum ini sudah lama digunakan, maka pada umumnya banyakpeiguruan tinggi menetapkan syarat masuk berdasarkan kemampuan dalam mata pelajaran. Juga pada umumnya guru sudah terbiasa dan terdidik dalam mata pelajaran-mata pelajaran terpisah-pisah. Dengan demikian separated subject dipandang lebih mudah dilaksanakan.
Di samping mempunyai berbagai keunggulan, terdapat pula berbagai kelemahan. Kelemahan yang paling menonjol adalah, oleh karena kurikulum terdiri dari mata pelajaran terpisah-pisah, tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir aktif dan terpadu. Materi/isi kurikulum merupakan warisan kebudayaan masa lampau, bukan masalah¬masalah yang dihadapi pada situasi sekarang. Ini menyebabkan tidak diperhatikannya prinsip psikologis yaitu minatdan motivasi. Sehinggamateri pembelajaran yang dipelajari sering kali mudah dilupakan, juga tidak sesuai dengan kondisi yang dihadapi dan dibutuhkan siswa.
Baik kurikulum yang dikorelasikan maupun broad field sebenarnya mempunyai prinsip yang sama dengan separated subject. Karena ketiganya masih mempunyai mata pelajaran-mata pelajaran. Sehingga organisasi materi pembelajaran terpusat pada mata pelajaran-mata pelajaran. Perbedaan terletak pada ruang lingkup dan cara mengorganisasi materi pembelajaran itudalam matapelajaran. Pada separated subject materi pembelajaran dikelompokan pada mata pelajaran yang sempit, sehingga banyaklah jenis mata pelajaran, dan menjadi sempit ruang lingkup setiap mata pelajaran. Sedangkan pada correlated dan broadfzeld mata pelajaran-mata pelajaran dihubungkan antara satu dengan yang lain, sehingga ruang lingkupnya menjadi lebih luas. Bahkan pada broad field, oleh karena mata pelajaran-mata pelajaran sejenis dilebur menjadi satu mata pelajaran, akan lebih memperkecil jumlah mata pelajaran dan lebih memperhuas lagi ruang lingkup tiap mata pelajaran.
Correlated curriculum merupakan bentuk organisasi yang menghubungkan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Hubungan itu dapat dilakukan, baik secara sewaktu-waktu atau pun secara diupayakan. Pada cara yang pertama, hubungan antara mata pelajaran-mata pelajaran terjadi secara kebetulan. Jika suatu materi pembelajaran kebetulan mempunyai pertalian dengan pelajaran lain. Sebagai contoh dalam pelajaran sejarah, kalau kebetulan materi pembelajaran yang diajarkan mempunyai hubungan dengan geografi, dilakukan korelasi. Demikian pula sebaliknya. Cara kedua, hubungan di lakukan dengan cara membahas satu pokok permasalahan dengan dipelajari dalam berbagai mata pelajaran.
Broadfield merupakan bentuk organisasi kurikulum yang dibuat dengan melebur mata pelajaran-mata pelajaran sejenis ke dalam satu mata pelajaran. Batas-batas antara mata pelajaran yang dilebur itu menjadi kabur. Bahkan jenis matapelajaran peleburan mempunyai namayang lain dari nama mata pelajaran asalnya. Kita mengenal lima macam broad field dalam kurikulum, yaitu:
1) Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Studies), peleburan dari mata pelajaran-mata pelajaran ilmu bumi, sejarah, hukum dan kewarganegaraan, ekonomi, dan sejenis.
2) Bahasa (Language Arts), peleburan dari mata pelajaran-mata pelajaran membaca, tata bahasa, menulis, mengarang, menyimak, pengetahuan bahasa.
3) Ilmu Pengetahuan Alam (Natural Sciences), peleburan dari ilmu alam, ilmu hayat/ ilmu bumi, ilmu kimia, ilmu kesehatan.
4) Matematika, peleburan dad berhitung, aljabar, ilmu ukur sudut, bidang dan ruang, serta statistika.
5) Kesenian, peleburan dari seni tari, seni suara, seni lukis, seni pahat, dan seni drama.
Kedua bentuk organisasi kurikulum ini mempunyai berbagai keuntungan, yaitu:
a) Korelasi memajukan integrasi pengetahuan pada siswa. Mereka mendapat informasi mengenai suatu pokok tertentu tidak secara terpisah-pisah dalam berbagai mata pelajaran dalam waktu yang berbeda-beda, akan tetapi dalam satu mata pelajaran di mana pokok itu disoroti dad berbagai disiplin mata pelajaran tertentu. Dengan demikian pengetahuan mereka tidak lepas-lepas, melainkan berpautan dan berpadu.
b) Minat siswa bertambah apabila ia melihat hubungan antara mata pelajaran-mata pelajaran.
c) Pengetahuan siswa tentang sesuatu hal lebih mendalam, jika didapat penjelasan dad berbagai mata pelajaran.
d) Korelasi memberikan pengertian lebih luas karena diperoleh pandangan dari berbagai sudut dan tidak hanya dari satu mata pelajaran.
e) Korelasi memungkinkan siswa menggunakan pengetahuannya lebih fungsional.
Mereka mendapat kesempatan menggunakan pengetahuan dari berbagai mata pelajaran guna memecahkan masalah.
f) Korelasi antara mata pelajaran lebih mengutamakan pengertian dan prinsip-prinsip daripada pengetahuan dan fakta-fakta.
Di samping berbagai keunggulan, terdapat pula berbagai kelemahan dari organisasi semacam mi. Kelemahan itu terutama sekali oleh karena tidak memberikan pengetahuan yang sistematis dan mendalam mengenai berbagai mata pelajaran, akibat luasnya ruang lingkup dari mata pelajaran itu. Juga dalam pelaksanaan banyak guru yang masih mempunyai orientasi pada mata pelajaran atau disiplin ilmu. Mengingat latar belakang pendidikan mereka pada umumnya masih terkotak-kotak pada disiplin, sehingga merasa kesulitan menggunakan pendekatan interdisipliner.
Kelemahan lain adalah, oleh karena masih ada mata pelajaran meskipun dibenikan dalam bentuk korelasi atau fusi, hal ini cenderung menyebabkan kurangnya minat. Karena mata pelajaran-matapelajaran itu tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan masalah kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
B. Kurikulum yang Berpusat pada Siswa
1. Pengertian Kurikulum yang berpusat pada siswa
Kurikulum yang berpusat pada siswa (atau siswa yang berpusat pada siswa, juga disebut kurikulum yang berpusat pada anak) adalah sebuah pendekatan untuk pendidikan yang berfokus pada kebutuhan siswa , bukan orang lain yang terlibat dalam pendidikan proses, seperti guru dan administrator. Pendekatan ini memiliki banyak implikasi untuk desain kurikulum, isi kursus, dan interaktifitas kursus.
Kurikulum yang berlandaskan pada proses sosial dan fungsi kehidupan berisi materi-materi pembelajaran yang berhubungan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Kurikulum semacam ini dikenal juga dengan life curriculum. Tujuannya adalah memberikan pengalaman belajar yang berarti bagi siswa sesuai dengan apa yang dibutuhkan sehari-hari dalam kehidupan. Jadi lebih menekankan pada proses sosial, fungsi sosial, serta masalah-masalah kehidupan.
Ide life curriculum pada dasarnya bersumber dari pandangan Herbert Spencer (1860) tentang lima kategori bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dijadikan tujuan pendidikan, yaitu:
a. Self preservation (pemeliharaan-keselamatan diri)
b. Securing necessities of life (mengamankan kepentingan kehidupan)
c. Rearing and discriplining of offspring (memelihara keturunan)
d. Maintenance of proper social and political relations (memelihara hubungan sosial dan politik)
e. Miscelaneous activities which wake up the leasure part of life, devoted to the gratification of the tastes and feeling (pemanfaatan waktu senggang untuk kesenangan)
Atas dasar ide itu, kurikulum sepatutnya tidak dimaksudkan untuk semata-mata membentuk intelek seperti dalam subject curriculum. Tapi diarahkan agar siswa dapat mempelajari sesuatu yang berhubungan dengan fungsi kehidupan.
Menurut Marshal dan Goets, diantara manfaat dari life curriculum adalah:
1) Life curriculum mengambil materi pembelajaran sekitar masalah dan proses sosial atau segi-segi kehidupan. Dengan membuat klasifikasi terhadap proses sosial atau segi kehidupan itu, organisasi materi pembelajaran dapat lebih berarti. Karena menyiapkan unit-unit pengamalan yang lebih luas.
2) Memungkinkan digunakan latar belakang pengalarnan siswa yang dapat menunjang belajar. Karena materi pembelajarannya diorganisasi sekitar kehidupan siswa. Jadi pendekatan yang digunakan adalah semacam laboratorium kehidupan sosial.
3) Data tentang kehidupan sosial setiap saat, dari berbagai tempat dan kebudayaan, analisis kehidupan sosial dengan menggunakan berbagai disiplin serta berbagai tujuan dan metode studi sosial memungkinkan dapat digunakan dan diterapkan.
4) Oleh karena siswa dapat mempelajari berbagai kehidupan sosial dari berbagai waktu, tempat dan budaya, memungkinkan dapat diperoleh pengalaman yang luas.
5) Dengan bentuk kurikulurn ini dapat dimungkinkan diciptakannya proses sosial sebagaimana diinginkan (social engineering).
Contoh bentuk life curriculum yang diorganisasi sekitar proses kehidupan sebagaimana dirancang oleh Virginia State Board of Education 1934. Program kurikulum yang dirancang adalah:
a) Protecting l fe and health
b) Getting a living
c) Making a home
d) Expressing religious impulses
e) Satisfying the desire for beauty
f) Securing education
g) Cooperating in social and civic action
h) Engaging ini reaction
i) Improving material condition. (Taba, 1962:198)
Banyak bentuk rancangan kurikulum yang bersumber dari kehidupan yang sudah dibuat. Stratemeyer, Forkner dan Mc. Kim merumuskan ruang lingkup dan urutan materi secara lebih terpeninci lagi. Rumusan yang dibuat mengkombinasikan konsep-konsep kegiatan umum, kebutuhan dan situasi kehidupan dengan kesadaran siswa sebagai faktor dalam desain kurik~ulum. Urutan kegiatan didasarkan pada lingkungan geografis, mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan dunia. Juga dibuat urutan berdasarkan jenjang pengertian, dari pengertian tentang pengalaman yang segera sampai kepada pengertian luas. Dengan demikian semua topik dan sub topik disusun mengacu kepada dasar tersebut.
Kesulitan yang dihadapi dalam mengembangkan kurikulum ini terutama pada hal¬hal sebagai berikut:
a. Dalam pelaksanaan, menemukan hubungan antara materi kurikulum dengan fungsi kehidupan yang dikehendaki hanya sedikit dapat tercapai.
b. Menyusun kurikulum dengan skema didasarican dari kehidupan lebih sulit dibandingkan dengan mengorganisasi materi pembelajaran berpusat pada mata pelajaran.
c. Sering kali terjadi kegagalan dalam mengintegrasikan pengalaman-pengalaman belajar sesuai dengan tujuan utama dari bentuk life curriculum.
Misalnya, program yang berpusat pada siswa mungkin memenuhi kebutuhan audiens yang mahasiswa tertentu untuk mempelajari bagaimana untuk memecahkan beberapa masalah yang berhubungan dengan kerja dengan menggunakan beberapa aspek matematika . Sebaliknya, kursus yang terfokus pada kurikulum matematika mungkin memilih bidang matematika untuk menutupi dan metode mengajar yang akan dianggap tidak relevan oleh siswa.
Siswa belajar berpusat, yaitu, menempatkan siswa pertama, adalah kontras pendirian yang ada / mengajar berpusat pada guru dan karierisme. Siswa belajar berpusat difokuskan pada kebutuhan siswa, kemampuan, minat, dan gaya belajar dengan guru sebagai fasilitator kurikulum. Metode pengajaran di kelas mengakui suara mahasiswa sebagai pusat pengalaman belajar bagi setiap pelajar. Guru kurikulum yang terpusat memiliki guru di pusat dalam peran aktif dan mahasiswa dalam peran, reseptif pasif. Siswa belajar berpusat menuntut siswa untuk aktif, peserta bertanggung jawab dalam kurikulum mereka sendiri.
Penekanan pada kurikulum tersebut telah memungkinkan siswa untuk mengambil alternatif mengarahkan diri sendiri untuk belajar. Dalam berpusat guru kelas, guru adalah sumber utama untuk pengetahuan. Oleh karena itu, fokus belajar adalah untuk mendapatkan informasi seperti yang proctored kepada siswa. Juga, belajar hafalan atau menghafal catatan guru atau kuliah adalah norma beberapa dekade lalu. Di sisi lain, berpusat pada siswa kelas sekarang menjadi norma di mana kurikulum aktif sangat didorong. Siswa sekarang meneliti bahan penting berkaitan dengan keberhasilan akademis mereka dan produksi pengetahuan dipandang sebagai standar. Agar seorang guru untuk membelok menuju kelas yang berpusat pada siswa, ia harus menjadi sadar akan latar belakang beragam peserta didik nya. Untuk itu, penggabungan beberapa praktik pendidikan seperti Bloom Taksonomi dan Howard Gardner Teori kecerdasan Multiple bisa sangat bermanfaat bagi siswa-berpusat kelas karena mempromosikan berbagai modus gaya belajar yang beragam. Berikut ini menyediakan beberapa contoh mengapa belajar siswa yang berpusat harus diintegrasikan ke dalam kurikulum:
• Memperkuat motivasi siswa
• Meningkatkan komunikasi peer
• Mengurangi perilaku mengganggu
• Membangun hubungan murid-guru
• Mendorong penemuan / aktif belajar
• Tanggung jawab untuk seseorang belajar sendiri
Perubahan ini berdampak pendidik tentang metode mengajar dan cara siswa belajar. Pada dasarnya, bisa dikatakan bahwa kita mengajar dan belajar dalam paradigma konstruktivis-learning. Hal ini penting bagi guru untuk mengakui peningkatan peran dan fungsi dari praktek pendidikan nya. Sebagai perubahan pendidikan kita praktik, begitu pula pendekatan kami untuk mengajar dan belajar berubah. Oleh karena itu, pola pikir tentang mengajar dan belajar terus berkembang menjadi cara-cara baru dan inovatif untuk mencapai peserta didik yang beragam. Ketika seorang guru memungkinkan siswa untuk membuat pertanyaan atau bahkan mengatur panggung untuk keberhasilan akademis nya, belajar lebih produktif.
Dengan keterbukaan lingkungan belajar yang berpusat pada siswa, produksi pengetahuan sangat penting ketika memberikan siswa kesempatan untuk menjelajahi gaya kurikulum mereka sendiri. Dalam hal ini, kurikulum yang berhasil juga terjadi ketika peserta didik terlibat penuh dalam proses kurikulum aktif. Perbedaan lebih lanjut dari ruang kelas berpusat pada guru dengan sebuah kelas yang berpusat pada siswa adalah ketika guru bertindak sebagai fasilitator. Pada intinya, tujuan guru dalam proses kurikulum adalah untuk membimbing siswa untuk membuat interpretasi baru dari materi kurikulum.
Dalam hal praktik kurikulum, mahasiswa memiliki pilihan dalam apa yang mereka ingin belajar dan bagaimana mereka akan menerapkan pengetahuan yang baru mereka temukan. Menurut Ernie Stringer, “Mahasiswa proses belajar yang sangat ditingkatkan ketika mereka berpartisipasi dalam menentukan bagaimana mereka dapat mendemonstrasikan kompetensi mereka dalam tubuh pengetahuan atau kinerja ketrampilan.” Implikasi pedagogis memungkinkan siswa untuk menetapkan tujuan yang unik nya belajar.
Aspek kurikulum memegang pelajar bertanggung jawab atas produksi pengetahuan bahwa ia mampu menghasilkan. Pada tahap kurikulum, guru mengevaluasi peserta didik dengan memberikan umpan balik yang jujur dan tepat waktu mengenai kemajuan individu. Membangun hubungan dengan siswa merupakan strategi penting yang pendidik bisa memanfaatkan untuk mengukur pertumbuhan siswa di kelas yang berpusat pada murid.
Melalui keterampilan komunikasi yang efektif, guru mampu memenuhi kebutuhan siswa, minat, dan keterlibatan secara keseluruhan dalam materi kurikulum. Menurut James Henderson , ada tiga prinsip dasar kehidupan demokratis, yang katanya belum didirikan di masyarakat kita dalam hal pendidikan. Tiga prinsip dasar, yang dia sebut 3S tentang pengajaran untuk hidup demokratis, adalah:
• (Subjek Learning) – Siswa belajar terbaik dari subjek berpikir disajikan.
• (Self-Learning) – Orang harus terlibat diri dalam proses generatif.
• (Sosial Learning) – Empati adalah kekayaan dalam hal ini, interaksi sosial dengan orang lain beragam target untuk kemurahan hati.
Melalui interaksi peer-to-peer, berpikir kolaboratif dapat menyebabkan berlimpahnya pengetahuan. Menurut Lev Vygotsky teori, Zona Proximal Development (ZPD) , siswa biasanya belajar vicariously melalui satu sama lain. Melalui budaya perspektif sosial pada belajar, perancah adalah penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir independen. Vygotsky menyatakan, “Belajar yang berorientasi pada tingkat perkembangan yang telah dicapai adalah tidak efektif dari sudut pandang secara keseluruhan perkembangan anak. Ini tidak bertujuan untuk tahap baru dari proses pembangunan tetapi lebih tertinggal dari proses ini. ” Pada dasarnya, instruksi dirancang untuk mengakses tingkat perkembangan yang terukur ke panggung saat ini mahasiswa dalam pembangunan.
Dalam instruksi guru diarahkan:
• Siswa bekerja untuk mencapai tujuan kurikulum untuk menjadi pemikir kritis
• siswa lengkap yang dirancang oleh guru untuk mencapai keberhasilan akademis
• Siswa menanggapi ekspektasi positif ditetapkan oleh guru sebagai mereka maju melalui kegiatan
• Siswa diberikan motivator ekstrinsik seperti nilai dan manfaat yang memotivasi anak untuk menginternalisasi informasi dan obyektif menunjukkan pemahaman tentang konsep
• Siswa bekerja dievaluasi oleh guru
Pendekatan guru-diarahkan untuk belajar mengakui bahwa anak-anak membutuhkan harapan dapat dicapai dan bahwa siswa harus memiliki dasar yang kuat sebelum belajar konsep baru. Sebagai contoh, untuk belajar perkalian dengan benar, seorang mahasiswa harus memahami ulang dan pengelompokan tambahan. Proses ini tidak dapat ditemukan oleh sebagian besar siswa tanpa arah guru.
2. Pertimbangan Implementasi
Untuk menerapkan lingkungan belajar yang berpusat pada siswa, perhatian harus diberikan kepada aspek kurikulum:
• Apa yang anak ingin lakukan
• Bagaimana guru mampu mengakomodasi keinginan anak
• Apa yang membuat anak bahagia
• Mahasiswa interaksi
Karena sebagian besar kekuasaan tinggal dengan siswa, guru harus menyadari bahwa mereka patuh dalam proses kurikulum. Ini adalah peran guru harus nyaman dengan jika mereka menerapkan lingkungan belajar yang berpusat pada murid. Untuk dipertimbangkan sebagai lingkungan belajar yang berpusat pada siswa akan terbuka, dinamis, percaya, hormat, dan mempromosikan keunggulan subjektivitas anak-anak atas belajar objektif. Siswa akan berkolaborasi dalam tangan-on masalah dengan sedikit atau tidak ada instruksi guru dan membuat kesimpulan mereka sendiri. Ini pengalaman belajar melibatkan seluruh pribadi – perasaan, pikiran, keinginan, keterampilan sosial, dan intuisi. Hasilnya adalah orang yang diberi kuasa terhadap norma-norma sosial konvensional, seorang mahasiswa yang riang dan tidak menghakimi orang lain.
3. Penilaian kurikulum yang berpusat pada siswa
Salah satu perbedaan paling penting antara kurikulum yang berpusat pada murid dan kurikulum yang terpusat pada guru dalam penilaian. Dalam belajar siswa yang berpusat pada siswa berpartisipasi dalam evaluasi kurikulum mereka. Ini berarti bahwa siswa yang terlibat dalam memutuskan cara untuk menunjukkan kurikulum mereka. Mengembangkan penilaian yang mendukung kurikulum dan motivasi sangat penting bagi keberhasilan pendekatan yang berpusat pada murid. Salah satu alasan utama menolak guru kurikulum siswa yang berpusat adalah pandangan penilaian bermasalah dalam praktek. Sejak nilai guru yang ditugaskan begitu erat terjalin ke dalam kain sekolah, diharapkan oleh mahasiswa, orang tua dan administrator sama, memungkinkan siswa untuk berpartisipasi dalam penilaian agak diperdebatkan.
4. Aplikasi untuk Pendidikan Tinggi
Lingkungan belajar yang berpusat pada siswa telah terbukti efektif dalam pendidikan tinggi. Sebuah universitas tertentu yang berupaya untuk mempromosikan kurikulum yang berpusat pada siswa di seluruh universitas dengan menggunakan metode berikut:
Analisis praktek yang baik oleh guru-guru pemenang penghargaan, di semua fakultas, untuk menunjukkan bahwa, mereka memanfaatkan bentuk aktif belajar siswa.
Setelah menggunakan analisis yang lebih luas untuk mempromosikan penggunaan praktik yang baik
Sebuah kursus pelatihan guru wajib untuk guru SMP baru, yang mendorong kurikulum yang berpusat pada murid.
Proyek yang didanai melalui pengajaran bantuan pembangunan, yang 16 adalah berkaitan dengan pengenalan pengalaman belajar aktif.
Sebuah kualitas program-tingkat inisiatif perangkat tambahan yang digunakan survei siswa untuk mengidentifikasi kekuatan dan potensi daerah untuk perbaikan.
Pengembangan model pengajaran berbasis luas dan lingkungan belajar yang mempengaruhi perkembangan kemampuan generik, untuk memberikan bukti tentang perlunya lingkungan belajar interaktif
Pengenalan review program sebagai ukuran jaminan kualitas (Kember, 2009).
Setelah dua tahun, peringkat berarti menunjukkan persepsi mahasiswa terhadap kualitas mengajar dan lingkungan belajar di universitas semua naik secara signifikan (Kember, 2009).
Keberhasilan inisiatif di universitas dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan mengadaptasi pendekatan yang lebih berorientasi siswa untuk pendidikan, siswa akan menikmati pengalaman belajar yang lebih positif yang kemungkinan akan membantu mereka mengembangkan semangat yang lebih besar untuk belajar dan menyebabkan lebih sukses dalam mereka belajar usaha.
5. Subject Centered Curriculum (Berpusat pada Siswa)
Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan horizontal. Dimeni horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum (proses belajar mengajarnya). Dimensi vertikal menyangkut penyususnan sekuen bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran (penyusunannya dari mudah kesulit).
Kelebihan Subject Centered Curriculum (berpusat pada siswa) diantaranya :
Mudah disusun, dilaksanakan , di evaluasi dan disempurnakan
Para pengajaranay tidak perlu persiapan khusus, , asal menguasai ilmu atau bahan yang diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya.
Kekurangan Subject Centered Curriculum (berpusat pada siswa) diantaranya :
Karena pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal itu bertentagan dengan kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan merupakan satu kesatuan
Karena mengutamakan siswa maka peran serta didik sangat pasif.
Pengajaran lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lalu, dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalitas dan kurang praktis.
Bentuk perbaikan kurikulum Subject Centered Curriculum berpusat pada siswa:
1. The subject design
Materi pel disajikan secara terpisah
Pengetahuan siswa tidak terintegrasi, tapi terpisah-pisah
Kurang memperhatikan minat siswa
Penguasaan materi secara hapalan
2. The disciplines design
Pengembangan dari subject design
Isi kurikulum berdasarkan disiplin ilmu
Siswa didorong utk memahami logika /struktur dasar suatu disiplin, memahami konsep,ide, dan prinsip penting
Meggunakan pendekatan inkuiri dan diskoveri
3. The broad fields desaign
Memperbaiki kelemahan dari yg sebelumnya
Menyatukan beberapa pelajaran yg berhubungan
Pemahaman siswa diupayakan komprehensif
Kemampuan guru terbatas (utk SMP/SMA)
6. Learner Centered Design (Berpusat pada Peranan Siswa)
Penyusunan pengembangan kurikulum berdasarkan pada peserta didik dan bukan berdasarkan isi, kurikulum tidak diorganissikan sebelumnya tetapi dikembangkan bersama guru dengan siwa dalam penyelesaian tugas guru-guru dan siswa, minat, kebutuhan, dan tujuan.
Kelebihan Learner Centered Design (berpusat pada peranan siswa) diantaranya :
Motivasi instrinsik pada siswa
Pembelajaran memperhatikan perbedaan individu
Kegiatan pemecahan masalah memberikan kemampuan dlm menghadapi kehidupan di luar sekolah
Kekurangan Learner Centered Design (berpusat pada peranan siswa) diantaranya :
Kenyataan, siswa belum tentu tahu persis kebutuhan dan minatnya
Kurikulum tidak mempunyai pola dalam penyusunan strukturnya.
Sangat lemah dlm kontinuitas dan se kuens bahan
Menuntut guru yg ahli dalam banyak hal
C. Kurikulum yang Berpusat pada Kegiatan atau Pengalaman
Kurikulum yang Berpusat pada Kegiatan atau Pengalaman
Kurikulum berpusat pada kegiatan (activity curriculum) dikenal juga dengan experience curriculum (kurikulum berpusat pada pengalaman). Jenis kurikulum ini berupaya mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat pada subject curriculum. Pada subject curriculum kegiatan siswa lebih banyak menerima pelajaran (passive). Oleh karena itu dianj urkan untuk mengikuti prinsip belajar yang menekankan pada aktivitas siswa. Disamping itu, pada subject curriculum isi atau materi pembelajaran merupakan has] l pengalaman di masa lampau. Tidak memperhatikan pengalaman yang nyata dihadapi siswa. Oleh karena itu untuk mengurangi kelemahan ini dianjurkan agar kurikulum disusun berdasarkan pengalaman siswa atau experience curriculum Rasional penggunaan bentuk kurikulum ini adalah:
a. Belajar dapat terjadi dengan proses mengalami. Hanya belajar yang berhubungan dengan kegiatan dan pengalaman dapat menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku. Siswa dapat belajar dengan balk jika dia dihadapkan dengan masalah aktual, sehingga dapat menemukan kebutuhan real atau minatnya.
b. Belajar merupakan transaksi aktif. Untuk belajar berfikir logis, seseorang tidak hanya menggunakan argumentasi logis, atau menguasai suatu mated pembelaJaran yang disusun secara logis. Melainkan perlu melakukan kegiatan yang bersifat aktif.
c. Belajar secara aktif memerlukan kegiatan yang bersifat vital, sehingga dapat berupaya mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan pribadinya.
d. Belajar terjadi melalui proses mengatasi hambatan (masalah) sehingga mencapai pemecahan atau tujuan.
e. Hanya dengan melalui penyodoran masalah memungkinkan diaktifkannya motivasi dan upaya, sehingga siswa berpengalaman dengan kegiatan yang bertujuan
Salah satu ciri essensial dari activity curriculum adalah siswa didorong untuk berani menggunakan metode pemecahan masalah, dan menyusun sendiri tugas-tugasnya. Keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan. Semua mata pelajaran digunakan sesuai dengan keperluan pada penyelesaian tugas. Oleh karena itu secara teoritis kurikulum ini berpusat pada minat siswa; menerobos batas mata pelajaran¬mata pelajaran, menyediakan dinamika belajar dan mempertemukan tujuan belajar dengan penerapannya dalam kenyataan kehidupan.
Pelaksanaan kurikulum dilakukan dengan menggunakan metode proyek. Dalam hal ini siswa diberi kesempatan untuk merencanakan dan melakukan atau melaksanakan proyek kegiatan, sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Seperti proyek pertukangan kayu, pekerjaan tangan, memahat dan sebagainya. Killpatrick (1918) membagi proyek¬proyek yang dapat dilaksanakan sebagai berikut:
a. proyek permainan seperti menari atau drama.
b. proyek ekskursi seperti karya wisata ke tempat-tempat bersejarah, kebun biologi, atau sejenisnya.
c. proyek cerita seperti membaca cerita, mendengarkan cerita.
d. proyek pekerjaan tangan seperti membuat prakarya.
Menurut Hilda Taba, kurikulum semacam ini cocok terutama untuk dilaksanakan di tingkat Sekolah Dasar. Bahkan berdasarkan kenyataan, ternyata bentuk ini tidak pernah mendapat popularitas.
Dalam perkembangan kurikulum ini selanjutnyapengalaman langsung dan minat spontan lebih-lebih digunakan sebagai bantuan dalam proses belajar. Bukan sebagai pokok untuk menyusun unit. Minat siswa lebih banyak ditentukan berdasarkan studi, pengalaman atau penelitian.
D. Kurikulum Inti atau Core Curriculum
Bentuk kurikulum ini bertujuan mengembangkan integrasi, melayani kebutuhan siswa dan meningkatkan keaktifan belajar serta hubungan antara kehidupan dan belajar. Istilah “core” atau intl itu sendiri digunakan dalam konteks yang berbeda-beda. Harold Alberty (1953) dalam Designing Programmes to Meet Common need of Youth, menggambarkna enam macam desain program sebagai core, yaitu:
a. Core yang terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang masing-masing dapat diajarkan secara bebas. Diajarkan tanpa sistematika tertentu untuk mempertunjukkan hubungan antara masing-maaing pelajaran itu.
b. Core yang terdiri dari sejumlah pelajaran yang dihubungkan antara satu dengan yang lain.
c. Core yang terdiri dari masalah luas, unit kerja, atau tema-tema yang disatukan yang dipilih oleh karena menghasilkan arti mengajar secara efektif rentang isi pelajaran tertentu. Pelajaran itu masih mempunyai ciri, tetapi isinya dipilih dan diajarkan mengacu kepada unit, masalah atau tema. Contoh tema: Hidup di dalam masyarakat, diajarkan dalam mata pelajaran-mata pelajaran IPS, IPA, dan sebagainya.
d. Core yang terdiri dari sejumlah matapelajaran yang difusikan (dilebur)
e. Core yang terdiri dari masalah luas yang dapat memberi memenuhi kebutuhan psikologis dan sosial, masalah dan minat siswa.
f. Core yang terdiri dari unit kerja atau unit kegiatan yang luas yang direncanakan guru dan siswa bersama-sama sesuai dengan kebutuhan kelompok. Dalam hal ini tidak ada struktur kurikulum yang mendasar.
Dan contoh yang dikemukakan Alberty, ternyata nomor a s.d. c menunjukkan kepada arti core dalam bentuk pendidikan umum. Sedangkan nomor d s.d. f menggambarkan arti core yang mirip dengan kurikulum yang terintegrasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa core curriculum pada dasarnya bukan semacatii organisasi kurikulum, melainkan suatu cara dalam melaksanakan kurikulum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun yang dapat saya simpulkan dari pembahasan pada sub bab-bab di atas adalah sebagai berikut :
1) Pola-pola kurikulum itu dapat mengarahkan pendidikan dan dapat memajukan pengetahuan siswa yang lebih luas.
2) Pola-pola kurikulum dapat menjadikan pengorganisasian sekolah dan kurikulum yang lebih baik karena dia bersifat memajukan,
3) Pola-pola kurikulum itu memperbaiki tingkat kemampuan siswa dalam belajar dan dapat memperbaiki tingkat kurikulum di sekolah dan organisasi sekolah-sekolah dan lembaga lainnya.
4) Kurikulum yang terdiri dari peleburan (fusi) mata pelajaran-mata pelajaran sejenis di sebut Broad Field.
5) Korelasi memajukan integrasi pengetahuan pada siswa
B. Saran
Adapun yang dapat disarankan dipenutup ini adalah sebagai berikut :
1) Bagi Pemimpin dan pengatur pola-pola organisasi kurikulum itu sebaiknya di pokuskan pada peningkatan mutu pendidikan dan lebih mengarah pada mendidik.
2) Dengan adanya pola-pola organisasi kurikulum semoga dapat menambag minat bagi peserta didik dan pengembag kurikulum baik disekolah maupun diluar sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Yasin, Pembaharuan Kurikulum Sekolah Dari Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Jakarta, Balai Pustaka, 1987.
Beeby, C.E, Pendidikan Di Indonesia, Penilaian Dan Pedoman Perencanaan, Jakarta, LP3ES,
Departemen Pendidikan Nasional, (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Badan Standar Nasional.
Nana Saodiah Sukmadinata, Pengembangan Kurkulum Teory Dan Praktek, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1997.
Nasution, S. 2008. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukmadinata, Nana S. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya
http://hazliyulizar.blogspot.com/2009/04/pengorganisasian-kurikulum.html
http://blog.unila.ac.id/sugiyanto/2010/11/04/dasar-pengb-kurikulum-bab-iii-v/
http://www.scribd.com/doc/40200989/Pengertian-kurikulum
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Kurikulum yang Berpusat pada Mata Pelajaran (SubjectCentered) 3
B. Kurikulum yang Berpusat pada Siswa 7
1. Pengertian Kurikulum yang berpusat pada siswa 7
2. Pertimbangan Implementasi 14
3. Penilaian kurikulum yang berpusat pada siswa 15
4. Aplikasi untuk Pendidikan Tinggi 15
5. Subject Centered Curriculum (Berpusat pada Siswa) 16
6. Learner Centered Design (Berpusat pada Peranan Siswa) 18
C. Kurikulum yang Berpusat pada Kegiatan atau Pengalaman 18
D. Kurikulum Inti atau Core Curriculum 20
BAB III PENUTUP 22
A. Kesimpulan 22
B. Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya kami dapat menyelesaikan sebuah makalah yang sederhana ini yang mengenai “Pola-Pola Pengorganisasian Kurikulum”.
Kami menyadari bahwa makalah yang saya buat ini, masih memiliki kesalahan, dan kekurangan-kekurangan, oleh karena itu say memerlukan kritik yang membangun dan saran yang dapat say jadikan perbaikan di masa-masa mendatang.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga makalah yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amien..
Darussalam, 20 Desember 2010
Penyusun
SAFRIZAL