MAKALAH KIMIA ANALISIS ORGANIK DAUN KUNYIT

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Download [749.19 KB]

MAKALAH KIMIA ANALISIS ORGANIK DAUN KUNYIT

II D
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Anggota :
1. Ade Dwi Robbiyanto (136586)
2. Andini Putri Pusparini (136609)
3. Asri Indri Astuti (136624)

Politeknik Akademi Kimia Analisis Bogor
2014/2015
KUNYIT (Curcuma domestica)

Perihal:
1. Tinjauan Pustaka
2. Isolasi Daun Kunyit
3. Maserasi Daun Kunyit
4. Skrining Fitokimia
5. Uji Aktivitas
6. Spektrum Senyawa Hasil Isolasi

A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Sejarah dan Perkembangan Tanaman Kunyit
Menurut Kartasapoetra (1992) sejarah dan perkembangan tanaman kunyit (Curcuma domestica Val) merupakan tanaman obat asli dari Asia Tenggara kunyit dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai pada ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. Tumbuh liar di ladang dan di hutan kunyit dapat ditanam di pekarangan sebagai tanaman untuk bumbu dan untuk keperluan obat-obatan, saat ini kunyit ditanam secara monokultur, sebab kebutuhan kunyit meningkat, kunyit juga untuk keperluan ekspor ke berbagai Negara.
Nama umum kunyit. Sunda (koneng), Jawa (kunir), Inggris (curcuma, indian saffron, yellow ginger) Vietnam (khuong hoang, nghe) Thailand ( khamin) Pilipina (dilaw) Cina (yu jin, jiang huang) Jepang (taamerikku, ukon).
Kartasapoetra (1992) mengklasifikasikan tanaman kunyit sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae (suku jahe-jahean)
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma longa L.
2. Deskripsi Tanaman
Kunyit merupakan tanaman semak, tingginya dapat mencapai 70 cm sampai 1 meter. Batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang, warnanya hijau kekuningan. Berdaun tunggal, lanset memanjang, helai daun tiga sampai delapan, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm, pertulangan menyirip, hijau pucat. Bunga majemuk, berambut, bersisik, tangkai panjang 16-40 cm, mahkota panjang ± 3 cm, lebar ± 1,5 cm, kuning, kelopak silindris, bercangap tiga, tipis, ungu, pangkal daun pelindung putih, ungu dan akar serabut, coklat muda (Soedibyo, 1997).

3. Khasiat Tanaman Kunyit
Secara empiris rimpang (Curcuma domestica) berkhasiat sebagai obat demam, obat mencret, obat sesak nafas, obat radang hidung, dan penurun panas. Soedibyo (1997) menyatakan bahwa rimpang kunyit berkhasiat untuk stomatik, antispasmodik (mencegah atau meredakan), anti inflamasi, anti bakteri, dan kholeretik. Menurut pakar pengobatan alami Wijayakusuma (2010) “kunyit mengandung kurkumin yang bersifat tonikum berkhasiat sebagai penyegar dan meningkatkan stamina sehingga badan tidak cepat lelah”. Hasil penelitian Tze-Pin Ng (2003) dari Universitas Nasional Singapura (NUS) Kurkumin pada kunyit selain anti alzheimer juga berfungsi dalam mengobati berbagai jenis penyakit karena senyawa tersebut sebagai anti tumor promoter, antioksidan, anti mikroba, anti radang dan anti virus. Selain itu kurkumin pada kunyit berperan dalam meningkatkan sistem imunitas tubuh.
Kunyit (Curcuma domestica) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak memiliki manfaat, di antaranya sebagai bumbu masak. Rimpang kunyit sangat bermanfaat sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah, obat cacing, abat asma, penambah darah, usus buntu dan rematik. Selain berkhasiat dalam pengobatan, rimpang kunyit juga banyak digunakan untuk bahan pewarna makanan, minuman, tekstil, bahan campuran kosmetika, bakterisida, fungisida dan stimulan. Kunyit juga dapat dimanfaatkan untuk mencegah Alzheimer atau penyakit pikun (Ballitro, ?). Soedibyo (1997) menyatakan bahwa kegunaan rimpang kunyit untuk“kolestrol tinggi, maag, nifas, nyeri haid, sakit kuning, sakit perut, gatal (obat luar), kurap, luka, dan radang gusi”.
4. Kandungan Kimia
Beberapa kandungan kimia dari rimpang kunyit yang telah diketahui yaitu minyak atsiri sebanyak 6% yang terdiri dari golongan senyawa monoterpen dan sesquiterpen (meliputi zingiberen, alfa dan beta-turmerone), zat warna kuning yang disebut kurkuminoid sebanyak 5% (meliputi kurkumin 50-60%, monodesmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin), protein, fosfor, kalium, besi dan vitamin C. Dari ketiga senyawa kurkuminoid tersebut, kurkumin merupakan komponen terbesar (Sumiati, 2010)Senyawa kimia yang terdapat di dalam rimpang kunyit adalah minyak atsiri dan kurkumi-noid. Minyak atsiri mengandung senyawa seskuiterpen, alkohol, tur-meron dan zingiberen, sedangkan kurkuminoid mengandung senyawa kurkumin dan turunannya (berwarna kuning) yang meliputi desmetoksi-kurkumin dan bidesmetoksikurku-min. Selain itu rimpang juga mengandung senyawa gom, lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi (Ballitro, ?)Menurut Soedibyo (1997) “rimpang kunyit mengandung zat pahit”. Bagian yang digunakan yaitu rimpang kunyit (Curcuma domestica rhizoma). Soedibyo (1997) menyatakan bahwa “(Curcuma domestica) memiliki sifat khas yaitu pahit, mendinginkan, membersihkan darah dan melancarkan darah”.

B. ISOLASI KURKUMIN DALAM DAUN KUNYIT
Kurkumin
Kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 (BM = 368). Sifat kimia kurkumin yang menarik adalah sifat perubahan warna akibat perubahan pH lingkungan. Kurkumin berwarna kuning atau kuning jingga pada suasana asam, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Kurkumin dalam suasana basa atau pada lingkungan pH 8,5-10,0 dalam waktu yang relatif lama dapat mengalami proses disosiasi, kurkumin mengalami degradasi membentuk asam ferulat dan feruloilmetan. Warna kuning coklat feruloilmetan akan mempengaruhi warna merah dari kurkumin yang seharusnya terjadi. Sifat kurkumin lain yang penting adalah kestabilannya terhadap cahaya (Tonnesen, 1985; Van der Good, 1997). Adanya cahaya dapat menyebabkan terjadinya degradasi fotokimia senyawa tersebut. Hal ini karena adanya gugus metilen aktif (-CH2-) diantara dua gugus keton pada senyawa tersebut. Kurkumin mempunyai aroma yang khas dan tidak bersifat toksik bila dikonsumsi oleh manusia. Jumlah kurkumin yang aman dikonsumsi oleh manusia adalah 100 mg/hari sedangkan untuk tikus 5 g/hari (Rosmawani dkk, 2007)(Rahayu, 2010).
Sifat-sifat kurkumin adalah sebagai berikut(Wahyuni, 2004):
Berat molekul : 368.37 (C = 68,47 %; H = 5,47 %; O = 26,06 %)
Warna : Light yellow
Melting point : 183ºC
Larut dalam alkohol dan asam asetat glasial dan tidak larut dalam air
Kurkumin dapat ditemukan pada dua bentuk tautomer, yaitu bentuk keto dan bentuk enol. Struktur keto lebih stabil atau lebih banyak ditemukan pada fasa padat, sedangkan struktur enol lebih dominan pada fasa cair atau larutan (Yudha, 2009).
Rumus struktur kurkumin adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1.2 Rumus struktur kurkumin
Kurkumin atau diferuloimetana pertama kali diisolasi pada tahun 1815. Kemudian tahun 1910, kurkumin didapatkan berbentuk kristal dan bisa dilarutkan tahun 1913. Kurkumin tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam etanol dan aseton (Joe dkk., 2004; Chattopadhyay dkk., 2004; Araujo dan Leon, 2001). Sedangkan menurut Kiso (1985) kurkumin merupakan senyawa yang sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial dan alkali hidroksida, serta tidak larut dalam air dan dietileter.

Kandungan kunyit berupa zat kurkumin 10 %, Demetoksikurkumin 1-5 % Bisdemetoksikurkumin, sisanya minyak atsiri atau volatil oil (Keton sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren, sabinen, borneol dan sineil), lemak 1-3%, karbohidrat 3%, protein 30%, pati 8%, vitamin C 45-55%, dan garam-garam Mineral (Zat besi, fosfor, dan kalsium) (Sharma R.A, A.J. Gescher, W.P. Steward, 2005).
Teknik Isolasi:
Bahan:
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kunyit (Curcuma domestica Val.), toluena, etanol 96%, kloroform dan kertas saring.
Alat:
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary evaporator, ekstraktor Soxhlet, gelas beker, bejana pengembang dan pipa kapiler, melting point apparatus, dan spektrofotometer UV-Vis.
Tahapan Penelitian:
1. Preparasi sampel
2. Ekstraksi soxhlet kunyit
3. Ekstrak kunyit di KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
4. Identifikasi hasil KLT dengan spektroskopi UV-Vis
Preparasi Sampel:
Daun kunyit dicuci dengan air sampai bersih, ditiriskan lalu dipotong tipis kecil-kecil. Potongan daun kunyit lalu dimasukkan dalam timbel yang terbuat dari kertas saring. Timbel yang berisi kunyit kemudian ditimbang dan dimasukkan dalam ekstraktor Soxhlet. Labu alas bulat pada ekstraktor lalu diisi dengan etanol 96% sampai volume labu. Ekstraktor Soxhlet lalu dirangkai dan dilakukan proses ekstraksi hingga 5-6 kali sirkulasi. Ekstrak yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator hingga volume ekstrak sekitar 15 mL.
Pemisahan Kurkumin dan Turunannya dengan Metode KLT:
Plat KLT dipotong dengan ukuran 5 x 10 cm lalu ditandai dengan pensil 1,5 cm dari batas bawah dan 0,5 cm dari batas atas. Disiapkan bejana pengembang yang berisi eluen campuran kloroform : toluene : etanol 96% (4,5 : 4,5 : 1). Ekstrak hasil ekstraksi ditotolkan pada garis bawah plat KLT kemudian dimasukkan dalam bejana pengembang. Hasil KLT diambil setelah spot terelusi sampai batas atas plat KLT lalu dikeringkan di udara. Diukur nilai Rf dari masing-masing spot hasil pemisahan lalu spot dikerok. Proses KLT diulangi 3 kali lalu hasil kerokan untuk tiap spot yang mempunyai nilai Rf sama digabungkan dan dilarutkan dalam etanol, lalu disentrifugasi dan diambil filtratnya. Filtrat yang diperoleh dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis.
Hasil Isolasi Kurkumin
Pada praktikum isolasi kurkumin dan derivatnya dari daun kunyit. Kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan (perenial) yang tersebar di seluruh daerah tropis. Kata Curcuma berasal dari bahasa Arab Kurkum dan Yunani Karkom. Kunyit (curcuma domestic) termasuk salah satu rempah yang telah luas penggunaannya di masyarakat sebagai bumbu masakan dan bahan obat tradisional. Dalam rimpang kunyit kering mengandung kurkuminoid sekitar 10% yang terdiri dari kurkumin (1-5%) dan sisanya dimetoksi kurkumin dan bis-metoksi kurkumin. Disamping itu juga mengandung minyak atsiri (1-3%), lemak (3%), karbohidrat (30%), protein (8%), pati (45-55%) dan sisanya terdiri dari vitamin C, garam-garam mineral seperti zat besi, fosfor dan kalsium.
Kurkumin meruakan senyawa aktif golongan polifenol yang ditemukan pada kunyit. Kurkumin dapat memiliki dua bentuk tautomer yaitu keton dan enol. Struktur keton lebih dominan dalam bentuk padat, sedangkan struktur enol ditemukan dalam bentuk cair. Kurkumin dikenal karena sifat antitumor dan antioksidan yang dimilikinya, berikut struktur dari kurkumin :

Langkah-langkah yang kami lakukan untuk mendapatkan ekstrak kurkumin diantaranya sebagai berikut :
Isolasi Kurkumin dari daun kunyit
Pada persiapan sampel ini, daun Kunyit dicuci sampai bersih dengan air untuk membersihkan kotoran yang menempel pada daun kunyit. Kemudian diiris tipis-tipis untuk memperbesar permukaan daun kunyit sehingga mempermudah proses pengeringan dan ekstraksi. Pengeringan daun kunyit menggunakan oven bertujuan mengurangi kadar air dalam daun kunyit. Proses pengeringan ini dilakukan selama satu jam atau sampai daun kunyit tersebut kering. Setelah dioven kemudian daun kunyit ditimbang. Isolasi ekstrak daun kunyit dilakukan proses ekstraksi soxhlet yaitu mengekstrak senyawa kurkumin dan turunannya dalam sampel kunyit kering, kemudian dibungkus dengan kertas saring dan ditempatkan dalam timbel dengan sedemikian rupa, kemudian dirangkai peralatan ekstraksi soxhlet, selanjutnya cairan etanol yang berada dalam labu alas bulat ditambahkan batu didih dan dipanaskan dengan suhu 60˚C sehingga etanol dapat menguap. Menggunakan suhu 60˚C karena titik didih etanol ialah 61,1˚C. Pada waktu etanol menguap, maka akan terjadi kondensasi antara uap etanol dengan udara dingin dari kondensor sehingga uap etanol akan menjadi molekul-molekul cairan yang jatuh kedalam timbel bercampur dengan sampel kunyit dan bereaksi. Jika etanol telah mencapai permukaan sifone, seluruh cairan etanol akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa penghubung, hal inilah yang dinamakan proses sirkulasi. Senjutnya etanol akan menguap kembali dan terjadi kondensi sehingga terjadi sirkulasi kembali, begitu juag seterusnya. Ekstraksi sempurna ditandai apabila cairan disifone tidak berwarna. Proses ekstraksi ini dilakukan sebanyak 8 kali sirkulasi, semakin banyak sirkulasi maka semakin banyak pula ekstrak yang diperoleh.
Ekstraksi ini menggunakan pelarut etanol 96% yang bersifat polar karena kurkumin yang akan diisolasi bersifat nonpolar, sehingga senyawa yang polar akan larut dalam etanol sedangkan senyawa lain tidak larut dalam etanol tersebut. Setelah 8 kali sirkulasi dimungkinkan senyawa yang akan diekstrak yaitu kurkumin dan derivatnya sudah terekstrak sempurna dalam pelarut etanol. Ekstrak dalam labu alas bulat hasil dari proses ekstraksi ini masih bercampur dengan etanol (pelarut) oleh karena itu untuk mendapatkan ekstraknya saja, maka pelarut harus diuapkan. Penguapan pelarut ini bisa dilakukan menggunakan rotary evaporator.
Prinsip kerja dari rotary evaporator ini adalah pemanasan dengan suhu tertentu sehingga pelarut etanol dapat menguap. Rotary evaporator ini dihubungkan dengan vacuum pump mengakibatkan pelarut etanol mampu menguap di bawah titik didih 60˚C, sehingga senyawa yang akan dipisahkan dari pelarutnya tidak rusak oleh suhu yang tinggi. Pelarut etanol yang menguap menuju kondensor, dengan udara dingin dari kondensor maka terjadi kondensasi uap antara uap etanol dengan suhu dingin dari kondensor, destilasi etanol menuju labu destilat sehingga senyawa kurkumin dan derivatnya dalam pelarut etanol dapat terpisah. Saat dilakukan rotary, ekstrak yang semula berwarna merah bata menjadi pudar warnanya. Dari proses pemisahan ekstrak kurkumin dari pelarutnya ini didapatkan ekstrak kurkumin yang berwarna orange pekat, sedangkan filtrat etanol bening.
Untuk memaksimalkan penguapan pelarut agar ekstrak pekat maka ekstrak didiamkan dalam desikator. Sebelum desikator digunakan perlu diperhatikan kondisi adsorben silika pada desikator tersebut. Ketika warna adsorben menjadi pink, maka adsorben tersebut mengandung banyak air sehingga tidak efektif untuk menyerap air dalam ekstrak. Untuk itu silika perlu dipanaskan dalam oven pada suhu 100°C untuk menghilangkan air yang sudah diserap silika, setelah adsorben silika berwarna biru menandakan air yang diserap silika sudah menguap sehingga bisa dipakai lagi untuk menyerap air dari ekstrak. Dari tahapan persiapan sampel ini kita memperoleh ekstrak kurkumin pekat dari tanaman kunyit.

Adapun mekanisme yang terjadi dalam praktikum isolasi kurkumin dan derivatnya dari daun kunyit adalah sebagai berikut :

Dimana O pada etanol menyerang H alfa pada kurkumin yang terletak antara gugus keton, selanjutnya C yang ditinggal H menjadi karbanion, karbanion itu memberikan muatannya kepada ikatan yang ada disampingnya sehingga ikatan rangkap pada O memberikan ikatannya pada O sehingga muatan O menjadi negatif, selanjutnya O yang karbanion tersebut menyerang H pada etanol yang kelebihan H (karbokation) sehingga O yang karbanion tadi mengikat H menjadi OH, H pada OH yang dihasilkan tadi menjadi tarik menarik antara O yang ada disebelahnya sehingga namanya enol-.sedangkan keto- merupakan struktur awal dari kurkumin yang mana kurkumin itu mengandung gugus keton.
Pemisahan Kurkumin dan Turunannya dengan Metode KLT
Pada tahap yang kedua yaitu, pemisahan kurkumin dan turunannya dengan menggunakan KLT. Pemisahan ini bertujuan untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat pada senyawa kurkumin. Pemisahan menggunakan KLT ini didasarkan pada distribusi senyawa yang akan dipisahkan terhadap fase gerak dan fase diamnya. Distribusi ini sangat bergantung pada kepolaran masing-masing komponen. Dalam percobaan ini kita menggunakan plat KLT yang mengandung adsorben silika gel yang bersifat polar. Adsorben silika gel ini bertindak sebagai fase diam, sedangkan fase geraknya adalah eluen campuran yang terdiri dari kloroform : toluena : etanol 96% (4,5 : 4,5 : 1). Berikut adalah urutan kepolaran dari eluen tersebut: etanol 96% > kloroform > toluena. Penggunaan eluen yang berbeda kepolaranya ini karena diduga senyawa kurkumin dan derivatnya ini mempunyai kepolaran yang berbeda-beda. Dengan adanya eluen campuran ini maka pemisahan dapat dilakukan dengan maksimal. Plat KLT yang digunakkan berukuran 5 x 10 cm, pada plat tersebut diberi tanda dengan pensil 1,5 cm dari batas bawah dan 0,5 cm dari batas atas. Kemudian disiapkan bejana pengembang yang berisi eluen campuran kloroform : toluena : etanol 96% (4,5 : 4,5 : 1) sebagai fase geraknya. Eluen didiamkan selama 1 jam dalam lemari asam untuk menjenuhkan uapnya. Sambil menunggu eluen jenuh, ekstrak kurkumin yang sudah dipekatkan ditotolkan pada plat KLT. Banyaknya penotolan ini bergantung pada kepekatan ekstrak yang akan ditotolkan. Jika ekstrak pekat maka tidak membutuhkan penotolan yang terlalu banyak, akan tetapi jika ekstraknya encer maka penotolan perlu diulang beberapa kali untuk mendapatkan resolusi yang bagus. Pada percobaan ini, dilakukan penotolan dilakukan sebanyak 10 kali baik ekstrak padat maupun ekstrak cair. Setelah eluen jenuh, plat KLT dimasukkan ke dalam bejana pengembang. Kemudian dibiarkan eluen bergerak ke atas sampai pada tanda batas atas. Setelah sampai pada tanda batas atas, plat KLT diambil dan dikeringkan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengambilan hasil spot tersebut.

Setelah kering, lalu diukur nilai Rf masing-masing spot pada plat KLT. Nilai Rf ini merupakan jarak tempuh zat terlarut dibagi dengan jarak tempuh pelarut. Nilai Rf rata-rata pada masing-masing plat dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1 Nilai Rf Rata-rata pada Plat I, Plat II dan Plat III
Spot Atas Spot Tengah Spot Bawah
Ekstrak padat 0.436 0.247 0.122
Ekstrak Cair 0.391 0.196 0.084

Berdasarkan pada tabel di atas maka dapat kita ketahui bahwa Rf spot atas > Rf spot tengah > Rf spot bawah. Dari hasil perhitungan ini maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa spot yang mempunyai nilai Rf paling besar berarti senyawa tersebut adalah yang paling non polar dibandingkan dengan yang lain, sebaliknya spot yang memiliki nilai Rf paling kecil berarti senyawa tersebut yang paling polar dibandingkan dengan spot yang lain. Hal ini dikarenakan sifat adsorben silika gel sebagai fase diam yang bersifat lebih polar dibandingkan dengan eluen. Semakin polar ekstrak maka senyawa tersebut akan semakin lama tertahan pada fase diam sehingga nilai Rf-nya kecil. Sedangkan pada senyawa yang cenderung non polar akan terikat lebih kuat pada eluen dibandingkan dengan fase diamnya sehingga senyawa tersebut mempunyai nilai Rf yang besar.

DATA PENGAMATAN
No. Perlakuan Pengamatan
1 Persiapan Sampel
Dicuci daun kunyit sampai bersih Menghilangkan sisa-sisa tanah yang menempel
Dikeringkan menbersihkan dari kotoran-kotoran
diiris tipis-tipis mempermudah proses pengeringan dan ekstraksi
Dioven mengeringkan daun kunyit, t = 1 jam
Ditimbang m = 19,526 gram
dimasukkan timbel yang terbuat dari kertas saring untuk proses ekstraksi
dimasukkan dalam ekstraktor soxhlet diekstraksi sebanyak 8 kali sirkulasi
hasil ekstrak diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator warna merah bata menjadi pudar
diambil silka dan dioven T = 100°C
ditimbang ekstrak kurkumin m wadah = 91,3396 gram
ekstrak kurkumin = orannge pekat
etanol filtrat = bening
didiamkan ekstrak dalam desikator untuk mengendapkan ekstrak sampai pekat
dioven ekstrak untuk mempercepat pengendapan dan pemekatan
didiamkan kembali dalam desikator sampai pekat
2 Pemisahan Kurkumin dan Turunannya dengan Metode KLT
plat KLT dipotong dengan ukuran 5 x 10 cm sebagai media untuk KLT dan sebagai fase diam
ditandai dengan pensil 1,5 cm dari batas bawah dan 0,5 cm dari batas atas
disiapkan bejana pengembang yang berisi eluen (kloroform : toluena : etanol 96% (4,5 : 4,5 : 1)) sebagai fase gerak
dibiarkan eluen jenuh t = 1 jam
ditotolkan ekstrak pada garis batas bawah KLT, kemudian dimasukkan dalam bejana pengambang 4 kali penotolan
ekstrak cair = 3 plat KLT
ekstrak padat = 3 plat KLT
diambil plat KLT setelah terelusi dan dikeringkan untuk mempermudah pengambilan hasil spot tersebut
diukur nilai Rf dari masing-masing spot, lalu dikerok hasil kerokan tia Rf yang sama dijadikan satu
dilarutkan dalam etanol
dilakukan sentrifugasi dan diambil filtratnya untuk memisahkan filtrat dari residu
dianalisa dengan spektrofotometer UV-Vis untuk mengetahui kurkumiin yang terkandung dan senyawa yang lainnya

C. MASERASI DAUN KUNYIT
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Istilah maseration berasal dari bahasa latin macere, yang artinya merendam jadi. Jadi masserasi dapat diartikan sebagai proses dimana senyawa yang sudah halus dapat memungkinkan untuk direndam dalam mesntrum sampai meresap dan melunakan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (ansel, 1989).
Prinsip Kerja Metode Maserasi
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperature kamar terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk kedalam sel tanaman melewati dididing sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam sel dengan diluar sel. Larutan yang konentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel (Ansel, 1989).
Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15o-20o C dalam waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut , melarut (Ansel, 1989). Pada umumnya maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan yang cocok, dimasukan kedalam bejan kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas ditambah cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup dan dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan. Pelarut Yang Digunakan Dalam Metode Maserasi
Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyaring adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit.
Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Lemak , tanin dan saponin hanya sedikit larut. Dengan demikian zat pengganggu yang terlarut hanya terbatas. Untuk meningkatkan penyarian biasanya menggunakan campuran etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang disari (Meyna,s.dkk. Laporan praktikum galenika maserasi curcuma aerugenusa. F-mipa Universitas Sebelas Maret hal.3)

D. SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK DAUN KUNYIT
Uji skrining fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, flavonoid, terpenoid dan steroid dengan menggunakan metode Harboune (1987), yaitu:
1. Uji Flavonoid
Daun kunyit yang telah dikeringkan, dihaluskan dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi metanol. Kemudian dipanaskan hingga ¼ volume awal dan disaring. Hasil penyaringan dimasukkan ke dalam 4 buah tabung reaksi. Kemudian tabung reaksi 1 ditetesi FeCl3, tabung reaksi 2 ditetesi MgHCl, tabung reaksi 3 ditetesi H2SO4 (p), tabung reaksi 4 ditetesi NaOH 10%. Diamati perubahan warna yang terjadi pada masing-masing tabung dan dicatat hasilnya, pada tabung 1 menghasilkan larutan berwarna hitam, tabung 2 menghasilkan larutan berwarna biru violet, tabung 3 menghasilkan larutan berwarna merah jambu, dan tabung 4 menghasilkan larutan berwarna orange kekuningan.
2. Uji Alkaloid
Daun kunyit yang telah dikeringkan, dihaluskan dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi metanol. Kemudian dipanaskan hingga ¼ volume awal dan disaring. Hasil penyaringan dimasukkan ke dalam 4 buah tabung reaksi. Kemudian tabung reaksi 1 ditetesi Meyer, tabung reaksi 2 ditetesi Wagner, tabung reaksi 3 ditetesi Bouchard, tabung reaksi 4 ditetesi Dragendorf. Diamati perubahan warna yang terjadi pada masing-masing tabung dan dicatat hasilnya, pada tabung 1 menghasilkan endapan berwarna putih, tabung 2 menghasilkan endapan berwarna coklat tua, tabung 3 menghasilkan endapan berwarna coklat muda dan tabung 4 menghasilkan endapan berwarna merah bata.
3. Uji Steroid
Daun daun kunyit yang telah dikeringkan, dihaluskan dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi N-heksan. Kemudian dipanaskan hingga ¼ volume awal dan disaring. Hasil penyaringan dimasukkan ke dalam 3 buah tabung reaksi. Kemudian tabung reaksi 1 ditetesi CeSO4 1%, tabung reaksi 2 ditetesi Salkwosky, tabung reaksi 3 ditetesi Libermen-Bouchard. Diamati perubahan warna yang terbentuk pada masing-masing tabung dan dicatat hasilnya, pada tabung 1 menghasilkan larutan berwarna coklat, tabung 2 menghasilkan larutan berwarna merah, tabung 3 menghasilkan larutan berwarna hijau kebiruan.

4. Uji Terpenoid
Daun kunyit yang telah dikeringkan, dihaluskan dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi kloroform. Kemudian dipanaskan hingga ¼ volume awal dan disaring. Hasil penyaringan dimasukkan ke dalam 3 buah tabung reaksi. Kemudian tabung reaksi 1 ditetesi CeSO4 1%, tabung reaksi 2 ditetesi Salkowasky, tabung reaksi 3 ditetesi Libermen-Bouchard. Diamati perubahan warna yang terbentuk pada masing-masing tabung dan dicatat hasilnya, pada tabung 1 menghasilkan larutan berwarna coklat, tabung 2 menghasilkan larutan berwarna merah, tabung 3 menghasilkan larutan berwarna hijau kebiruan.
Hasil uji Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Kunyit
Hasil uji skrining fitokimia kandungan metabolit sekunder ekstrak daun kunyit dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia Kandungan Metabolit Sekunder Ekstrak Daun Kunyit
Jenis Metabolit Sekunder Pereaksi Daun Kunyit
Alkaloida Meyer
Wagner
Bouchard
Dragendrof –



Flavonoida FeCl3 1%
NaOH 10%
MgHCl
H2SO4 +



Steroida CeSO4 1% dalam H2SO4 10%
Salkowsky
Liebermen-Bouchard +
+

Terpenoida CeSO4 1% dalam H2SO4 10%
Salkowsky
Liebermen-Bouchard +
+

Tabel 1 menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun kunyit mengandung senyawa steroid, terpenoid dan flavonoid dalam jumlah yang berbeda-beda. Pengujian senyawa steroid dan terpenoid dengan menggunakan pereaksi CeSO4 1% dalam H2SO4 10%, Salkowsky dan Liebermen-Bouchard ditandai dengan perubahan warna pada masing-masing pereaksi sehingga menunjukkan hasil positif sedangkan senyawa flavonoid dengan menggunakan pereaksi FeCl3 1% menunjukkan hasil positif.
Adanya hasil positif dan negatif pada setiap pereaksi ditandai dengan kepekaan/kesensitifan setiap pereaksi yang menunjukkan ada atau tidaknya steroid maupun terpenoid dan disebabkan karena kandungan senyawa metabolit sekunder dalam tanaman bervariasi.
Menurut Harboune (1987), terpenoid bersifat larut dalam lemak, salah satu golongan terpenoid yang berpotensi sebagai antimikroba adalah triterpenoid. Sedangkan steroid adalah golongan lemak dan merupakan bagian dari triterpenoid. Ekstrak kunyit dan bawang putih memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan Salmonella typhimurium karena adanya senyawa-senyawa metabolit berupa alkaloid, flavonoid, sterol/triterpenoid, minyak atsiri, dan tanin (Sunanti, 2007).

E. UJI AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN
Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan tanaman obat adalah metode uji dengan menggunakan radikal bebas DPPH. Tujuan metode ini adalah mengetahui parameter konsentrasi yang ekuivalen memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC50). Hal ini dapat dicapai dengan cara menginterpretasikan data eksperimental dari metode tersebut. DPPH merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak.
Karena adanya elektron yang tidak berpasangan, DPPH memberikan serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas, maka absorbansinya menurun secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil. Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning (Dehpour, Ebrahimzadeh, Fazel, dan Mohammad, 2009). Perubahan absorbansi akibat reaksi ini telah digunakan secara luas untuk menguji kemampuan beberapa molekul sebagai penangkap radikal bebas.
Metode DPPH merupakan metode yang mudah, cepat, dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak tanaman (Koleva, van Beek, Linssen, de Groot, dan Evstatieva, 2002; Prakash, Rigelhof, dan Miller, 2010).

Gambar 1. Gugus kromofor dan auksokrom DPPH

Gambar 2. Perubahan warna larutan pada reaksi radikal DPPH dengan antioksidan (Witt, Lalk, Hager, dan Voigt, 2010)
Berikut adalah contoh gambar dari aplikasi metode DPPH:

Gambar 3. Hasil uji pendahuluan aktivitas antioksidan (A = kontrol negatif, B = kontrol positif [rutin], dan C = larutan uji [fraksi air ekstrak etanolik daun selasih])
Untuk penentuan nilai IC50 suatu sampel jangan lupa untuk mengoptimasi dan memvalidasi metode yang Anda pakai. Optimasi metode berupa penentuan OT dan lamda maksimum. Validasi metode dengan parameter akurasi, presisi, linearitas, range, dan spesifisitas.
Menurut Ariyanto cit. Armala (2009), tingkat kekuatan antioksidan senyawa uji menggunakan metode DPPH dapat digolongkan menurut nilai IC50 (Tabel I).
Tabel I. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH
Intensitas Nilai IC50
Sangat kuat < 50 µg/mL Kuat 50-100 µg/mL Sedang 101-150 µg/mL Lemah > 150 µg/mL

Bahan dan Alat:
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kunyit. Jenis tanaman yang telah dipilih dibersihkan dan disimpan pada suhu kamar sebelum diperlakukan.

Ekstraksi daun kunyit:
15 gram serbuk daun kunyit diekstraksi dengan masing-masing 100 mL metanol 80%, etanol 80% dan aseton 80% selama 24 jam. Kemudian disaring dengan kertas Whatman No. 1. Filtrat yang diperoleh pekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40 oC sehingga diperoleh ekstrak pekat.

Penentuan penangkap radikal bebas DPPH:
Penentuan aktivitas penangkapan (scavenger) radikal bebas dari ekstrak daun kunyit diukur dengan metode Burda and Oleszek(2001) yang dimodifikasi. Sebanyak 0,1 M larutan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) dalam etanol dipersiapkan kemudian 2 mL dari larutan ini ditambahkan 0,5 mL sampel ekstrak tanaman. Tingkat berkurangnya warna dari larutan menunjukkan efesiensi penangkapan radikal. Lima menit terakhir dari beberapa menit, absorbansi diukur pada 517 nm. Persentase aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH dihitung menggunakan rumus
Aktivitas penangkap radikal bebas
= 1 – x 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas ekstrak daun kunyit terhadap radikal bebas DPPH
Aktivitas penangkal (scavenging) radikal bebas dari ketiga ekstrak daun kunyit dievaluasi dengan pengujian radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Senyawa radikal DPPH biasanya digunakan sebagai subtrat untuk mengevaluasi aktivitas antioksidatif dari antioksidan. Radikal DPPH adalah radikal bebasstabil dan menerima satu elektron atau hidrogenmenjadi molekul yang stabil (Matthaus, 2002).
Pengujian aktivitas penangkal radikal bebas DPPH secara spektrofotometer dilakukan dengan mereaksikan ekstrak dengan larutan DPPH. Berkurangnya absorbansi dari larutan radikal bebas DPPH dan diikuti perubahan warna dari ungu menjadi kuning. Hal ini dapat terjadi ketika radikal bebas DPPH ditangkal oleh antioksidan melalui donor hidrogen ke bentuk molekul DPPH yang stabil (Juntachote dan Berghofer, 2005).

Gambar 1. Aktifitas penangkalan radikal bebas DPPH ekstrak kunyit. (EM: ekstrak metanol; EE:
ekstrak etanol; EA: ekstrak aseton).
Hasil uji aktivitas penangkalan radikal bebas DPPH dari ketiga jenis ekstrak daun kunyit. Ketiga jenis ekstrak mencapai kemampuan sebagai penangkap radikal bebas di atas 50%,ekstrak metanol (EM), ekstrak etanol (EE) dan ekstrak aseton (EA) (Gambar 1). Dari gambar tersebut diperoleh bahwa ekstrak EM menunjukkan aktivitas paling tinggi dalam penangkal radikal bebas diikuti EA dan EE pada tingkat konsentrasi yang sama. Kemampuan penangkal radikal bebas dari EA berbeda nyata dengan EE (p<0,05). Adapun kemampuan menangkal radikal bebas DPPH dari EM, EE dan EA berturut=turut adalah 76,34; 67,34 dan 62,23%. Oleh karena itu, ketiga ekstrak tersebut memiliki kemampuan tinggi untuk melepaskan satu elektron atau atom hidrogen kepada radikal difenilpikrilhidrazil (violet) sehingga terbentuk senyawa non radikal difenilpikrilhidrazin yang berwarna kuning (Molyneux, 2004). Adapun urutan aktivitas penangkap radikal bebas yang terkuat adalah EM > EA > EE.

F. SPEKTRUM HASIL ISOLASI DAUN KUNYIT

Prediksi Spektra Kurkumin (UV-Vis, IR dan NMR) menggunakan Chem 3D
Spektra UV-Vis

Gambar 2.1.3 Spektra UV-Vis

Tabel 2.1.1 Data Absorbansi SpektraUV-Vis
Oscillator Strength Wavelength (nm)
——————- —————-
0.0636 278.3800
0.0662 281.8600
0.0071 304.760
——————————————–
Spektra IR

Gambar 2.1.4 Spektra IR

Tabel 2.1.2 Intensitas Serapan pada Spektra IR
Intensitas Bilangan Gelombang cm-1 Gugus Fungsi
106.1454 1042.5882
143.3919 1069.7778 C-O
123.8257 1262.9929 C-C
130.3107 1366.7478 CH3
348.7944 1469.7837 C=C
242.2784 1487.9347 C=C
161.6507 1548.1602 C=C (benzena)
165.2558 1723.8499 C=O (keton)
833.4155 1760.4467 Anhidrida
909.2664 1772.4522
684.2352 1786.9031
139.8429 2934.9221 -CH3
160.681 2934.9221 -CH3
169.5755 2984.0407 -CH3
170.6651 2985.6193 -CH3
146.6243 3748.2916 -OH
134.8857 3761.3024 -OH

Spektra NMR

Gambar 2.1.5 Spektra NMR

Tabel 2.1.3 Data Prediksi H-1 NMR:
Node Shift Base + Inc. Comment (ppm rel. To TMS)
OH 5.35 5.00 Aromatic C-OH
0.35 General corrections
OH 5.35 5.00 Aromatic C-OH
0.35 General corrections
CH 7.16 7.26 1-benzene
-0.49 1 –O-C
-0.17 1 –O
0.04 1 –C = C
0.52 General corrections
CH 7.16 7.26 1-benzene
-0.49 1 –O-C
-0.17 1 –O
0.04 1 –C = C
0.52 General corrections
CH 6.99 7.26 1-benzene
-0.11 1 -O – C
-0.53 1 –O
-0.05 1 –C = C
0.42 General corrections
CH 6.99 7.26 1-benzene
-0.11 1 -O – C
-0.53 1 –O
-0.05 1 –C = C
0.42 General corrections
CH 6.79 7.26 1-benzene
-0.44 1 –O-C
-0.17 1 –O
0.04 1 C=C
0.10 General corrections
CH 6.79 7.26 1-benzene
-0.44 1 –O-C
-0.17 1 –O
0.04 1 C=C
0.10 General corrections
CH3 3.83 0.86 Metil
2.87 1 alfa –O-1 : C*C*C*C*C*C*1
0.10 General corrections
CH3 3.83 0.86 Metil
2.87 1 alfa –O-1 : C*C*C*C*C*C*1
0.10 General corrections
CH2 4.59 1.37 Metilen
3.22 2 alfa –C (=O)C=C
H 7.60 5.25 1 – etilen
1.38 1 -1:C*C*C*C*C*C*1 gem
0.91 1 –C (=O) –R cis
0.06 General corrections
H 7.60 5.25 1 – etilen
1.38 1 -1:C*C*C*C*C*C*1 gem
0.91 1 –C (=O) –R cis
0.06 General corrections
H 6.91 5.25 1 – etilen
0.36 1 -1:C*C*C*C*C*C*1 cis
1.06 1 –C (=O) –R gem
0.24 General corrections

Identifikasi isolat hasil fraksinasi ekstrak daun kunyit dengan UV-VIS
Dari proses ini dihasilkan filtrat yang mengandung senyawa kurkumin dan residu berupa endapan putih (adsorben pada plat). Filtrat dipisahkan dari endapan, kemudian filtrat dianalisa dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 350-450 nm. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui senyawa apasaja yang terdapat dalam ekstrak kurkumin tersebut. Dilakukan uji dengan spektrofotometer UV-Vis untuk mengidentifikasi senyawa kurkumin dan derivatnya yang terkandung dalam ekstrak kunyit yang kami peroleh.
Prinsip kerja dari spektrofotometer UV-Vis sendiri yaitu menyerap cahaya dari sampel yang berwarna apabila sampel tidak berwarna (bening) spektrofotometer UV-Vis tidak akan memunculkan spektra biasanya senyawa yang memiliki warna merupakan senyawa kompleks, untuk menyinari sampel dalam spektrofotometer UV-Vis menggunakan lampu Tungsten, karena Tungsten mempunyai titik didih yang tertinggi (3422oC) dibanding logam lainnya. karena sifat inilah maka digunakan sebagai sumber lampu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode spektrofotometer UV-Vis yaitu ekstrak yang sudah disentrifugasi tadi dimasukkan dalam kuvet untuk dilakukan pengukuran panjang gelombang daerah 350 nm – 450 nm pada ekstrak dengan spektrofotometer UV-Vis dengan etanol 96% sebagai blankonya, menggunakan blanko etanol 96% karena pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak menggunakan etanol 96%, syarat dari blanko yaitu pelarut yang digunakan untuk melarutkan larutan tersebut.
Trully M.S. Parinussa dan Kris H.Timotius (2006) tentang Pengaruh Penambahan Asam Terhadap Aktivifitas Antioksidan Kurkumin, analisa menggunakan spektroskopi UV Tampak dalam methanol menghasilkan serapan maksimum pada 423,02 nm. Serapan maksimum fraksi A dalam methanol pada 423,93 nm, lalu fraksi B pada 417 nm dan fraksi C pada 419,01 nm.
Setelah diketahui panjang gelombang dan absorbansi dari tiap spot, yaitu masing-masing nilainya spot 1 λmak = 414,2 nm dan absorbansinya = 0,0861 nm; spot 2 λmak = 412,8 nm dan absorbansinya 0,0644; spot 3 λmak = 418,1 nm dan absorbansinya 0,0683. Selanjunya kita menentukan termasuk senyawa kurkumin apa yang ada pada ekstrak yang kami buat tersebut, menurut literatur λmak dari kurkumin sebesar 426 nm, kemudian λmak = 421 nm untuk turunan dari kurkumin yaitu demetoksikurkumin dan λmak = 417 nm untuk bisdemetoksikurkumin. Dari hasil yang kami peroleh dari λmak antara 412-418 nm merupakan senyawa kurkumin bisdemetoksikurkumin karena rentang λmak nya mendekati senyawa turunan kurkumin yaitu bisdemetoksikurkumin.
Adanya pergeseran gelombang ini dikarenakan pada efek pelarut, karena pada praktikum ini kami menggunakan pelarut etanol, strukturnya :

Dan bersifat polar pada pelarut ini, terdapat transisi n → π* karena pada atom O memiliki 2 PEB. Kebanyakan molekul-molekul yang menunjukkan transisi n → π*, keadaan dasarnya lebiih polar daripada keadaan transisinya. Secara khusus, pelarut-pelarut yang berikatan hidrogen akan berinteraksi secara kuat dengan pasangan elektron yang tidak berpasangan pada molekul dalam keadaan dasar dibandingkan pada molekul dalam keadaan tereksitasi. Sehingga transisi n → π* akan mempunyai energi lebih besar sehingga panjang gelombang transisi ini akan digeser ke panjang gelombang yang lebih pendek dibandingkan panjang gelombang yang semula. Dari percobaan kami menurut literatur λmak untuk kurkumin adalah 426 nm menjadi 418 nm dari hasil yang kami peroleh pada praktikum ini. Pergeseran panjang gelombang ini disebabkan oleh kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen dan menyebabkan polarisasi dari pelarut meningkat. Perbedaan tingkat energi dasar dengan energi tereksitasi pada transisi n → π* dapat digambarkan sebagai berikut :
π*
π*

n
n
π
π

pelarut nonpolar pelarut polar
Pergeseran dari panjang gelombang yang lebih pendek dari panjang gelombang semula disebut dengan pergeseran hipsokromik atau pergeseran biru.
Langkah yang terakhir yaitu uji titik lebur, dengan cara ekstrak dikristalkan dengan dipanaskan di dalam oven dengan suhu 70oC. Namun dalam uji ini tidak diperoleh kristal kurkumin. Mungkin dikarenakan ekstrak yang kami peroleh terlalu sedikit sehingga ekstrak tidak kelihatan atau mungkin pada saat dilakukan beberapa uji yang awal ekstrak kurkumin sudah menguap. Sedangkan titik lebur dari kurkumin sendiri yaitu sekitar 174-183oC dari literatur.

DAFTAR PUSTAKA

Asghari G.A. Mostajeran and M. Shebli, 2009, Curcuminoid and essential oil components of turmeric at different stages of growth cultivated in, School of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Isfahan University of Medical Sciences, Isfahan, IR.Iran.
Brian. 1993. Vogel Text Book Of Practical Organic Chemistry 5th Edition. London: Longman Group VR
Brown, H.K. 1995. Organic Chemistry. Saunder College Publishing. Philadelphia, New York
Devy, N.U. 2011. Ekstraksi (Online), (http://www.majarimagazine.com, diakses 6 April 2011)
Ennie. 2010. Rotary Evaporator, (http://blogkita.info/rotary-evaporator, diakses 19 April 2011)
Hayati, E.K. 2007. Petunjuk Kimia Analisis Instrumen. Malang: UIN Press
Khamdinal. 2009. Teknik Laboratorium Kimia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mulyono. 2008. Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara.
Rahayu, Hertik DI. 2010. Pengaruh Pelarut yang Digunakan Terhadap Optimasi Ekstraksi Kurkumin Pada Kunyit (Curcuma domestica Vahl.)
Rohman, Abdul dan Ibnu Gholib G. 2006. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Shanti. 2010. Proses Pemisahan Sentrifugal (Sentrifugasi) (Online), (http://shantiang.wordpress.com, diakses 4 April 2011)
Trully, M.S.P dan Kris H.T. 2006. Pengaruh Penambahan Asam Terhadap Aktivitas Antioksidan Kurkumin. BSS_194_1
Wahyuni, dkk. 2004. Ekstraksi Kurkumin dari Kunyit. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004 ISSN : 1411-4216
Yudha, P.N. 2009. Kromatografi Kolom dan Kromatografi Lapis Tipis Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma Longa L.)
Armala, M. M., 2009, Daya Antioksidan Fraksi Air Ekstrak Herba Kenikir (Cosmos caudatus H. B. K.) dan Profil KLT, Skripsi, 39, Fakultas Farmasi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Fazel, N.S., dan Mohammad, N.S., 2009, Antioxidant Activity of Methanol Extract of Ferula Assafoetida and Its Essential Oil Composition, Grasas Aceites, 60(4), 405-412.
Koleva, I.I., van Beek, T.A., Linssen, J.P.H., de Groot, A., dan Evstatieva, L.N., 2002, Screening of Plant Extracts For Antioxidant Activity: A Comparative Study on Three Testing Methods, Phytochemical Analysis, 13, 8-17.