MAKALAH DENTAL HIGIENIS II KARIES GIGI : MEKANISME DAN KLASIFIKASI

MAKALAH DENTAL HIGIENIS II KARIES GIGI : MEKANISME DAN KLASIFIKASI

ILMU KEPERAWATAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2011
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karies merupakan penyakit yang menyerang jaringan keras gigi yakni email, dentin dan sementum. Karies dapat berakibat pada kemunculan lubang pada gigi yang menandai telah terjadi kerusakan pada jaringan keras gigi. Karies disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme berupa bakteri yang telah mengubah sisa makanan seperti zat gula yang terkandung di dalam karbohidrat menjadi asam. Streptococcus mutans merupakan bakteri yang cukup berperan dalam menyebabkan karies. Awalnya akan terbentuk plak yang tersusun atas bakteri, asam, debris dan saliva. Plak merupakan lapisan lengket yang melekat pada permukaan gigi. Zat asam yang terkandung di dalam plak akan menyebabkan jaringan keras gigi terlarut (demineralisasi) kemudian terjadilah karies. Bakteri yang paling berperan dalam menyebabkan karies adalah Streptococcus mutans.
Menurut data Riskesdas 2007, sebanyak 43,4% masyarakat Indonesia yang berusia lebih dari 12 tahun mempunyai karies yang belum tertangani atau disebut juga sebagai karies aktif. Sedangkan sisanya, sebanyak 67,2% memiliki pengalaman karies atau dapat dikatakan terdapat lebih dari 1 buah gigi yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu, permasalahan ini perlu mendapatkan perhatian yang serius untuk dapat sesegera mungkin diupayakan cara pencegahan dan penanggulangannya mengingat karies gigi merupakan penyakit yang dapat dicegah. Disinilah peran dan kerja sama yang baik antara dokter gigi dan perawat gigi sangat dibutuhkan.
Sebagai bekal untuk mengupayakan cara pencegahan dan penanggulangan karies, perawat gigi hendaknya memperkaya khasanah keilmuannya mengenai karies gigi. Untuk melaksanakan upaya pencegahan karies, perawat gigi harus mengetahui mekanisme terjadinya karies. Hal ini sangat penting, agar perawat gigi dapat menginformasikan kepada klien mengenai cara mengendalikan faktor- faktor penyebab karies. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya karies gigi meliputi host (gigi dan saliva), substrat (makanan), mikroorganisme penyebab karies dan waktu. Karies gigi hanya akan terbentuk apabila terjadi interaksi antara keempat faktor tersebut. Selain itu, terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap pembentukan karies yang mungkin tidak sama pada semua orang yakni faktor predisposisi. Faktor predisposisi pembentukan karies gigi yakni jenis kelamin, usia, kebiasaan makan dan tingkat sosial ekonomi. Dengan mengetahui gejala dan tanda-tandanya, maka upaya preventif atau pencegahan dapat segera ditegakkan.
Dalam melaksanakan tugasnya di bidang kedokteran gigi harus tercipta hubungan kerja antara dokter gigi dan perawat gigi yang baik. Oleh karena itu, perawat gigi harus mampu mengidentifikasi jenis karies untuk mendukung kinerjanya dalam membantu dokter gigi pada saat memberikan perawatan. Apabila mampu mengidentifikasi klasifikasi karies dengan tepat, maka diharapkan perawatan yang akan diberikan kepada pasien sesuai dengan jenis karies yang dimilikinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme terjadinya karies gigi?
2. Apa saja klasifikasi karies gigi?

PEMBAHASAN
A. Mekanisme Proses Karies
Untuk mengetahui mekanisme dari proses karies, maka perlu diketahui tentang reaksi kimia alami yang terjadi pada permukaan gigi. Demineralisasi dan remineralisasi terjadi secara dinamis pada permukaan gigi. Namun apabila terjadi ketidakseimbangan antara keduanya dapat terjadi karies, yakni jika demineralisasi lebih besar daripada remineralisasi.
Faktor – faktor yang berperan terhadap keseimbangan demineralisasi dan remineralisasi:
Faktor destabilisasi Faktor penstabil
Faktor penstabil Saliva & kapasitas buffer
Penurunan produksi saliva Tingkat Ca2+ dan PO43-
Tingkat buffer dan pembersihan mulut yang rendah Sistem buffer dan remineralisasi
Saliva yang bersifat asam dan asam yang bersifat erosif Protein pembersih mulut / glikoprotein
Pemaparan terhadap fluoride

1. Demineralisasi
Komponen mineral dari enamel, dentin, dan sementum adalah Hidroksiapatit (HA) Ca10(PO4)6(OH)2. Pada lingkungan netral HA seimbang dengan lingkugan lokal (saliva) yang banyak mengandung ion-ion Ca2+ dan PO43-. HA bersifat reaktif dengan ion hidrogen dibawah pH 5,5; atau biasa dikenal dengan pH kritis HA. H+ bereaksi secara khusus dengan fosfat dengan segera didekat permukaan kristal. Proses tersebut dapat dapat dideskripsikan sebagai konversi PO43- menjadi HPO42- melalui adisi H+ dan pada saat yang sama H+ menjadi penyangga. HPO42- kemudian tidak dapat berperan kembal pada keseimbangan HA karena mengandung PO43- lebih daripada HPO42-. Selanjutnya kristal HA pun larut. Inilah yang disebut deminerilasi
2. Remineralisasi
Proses demineralisasi dapat dibalikkan jika pH di netralkan dan terdapat ion Ca2+ dan PO43- dalam jumlah yang cukup. Pelarutan apatit dapat menjadi netral dengan menyangga (buffering), dengan kata lain Ca2+ dan PO43- pada saliva dapat mencegah proses pelarutan tersebut. Ini dapat membangun kembali bagian-bagian kristal apatit yang larut. Inilah yang disebut remineralisasi.
Secara umum, karies gigi dapat terjadi jika proses demineralisasi lebih tinggi dibanding proses remineralisasi.
3. Rekasi lanjutan ion-ion asam dengan apatit
Selama erupsi gigi terdapat proses mineralisasi berlanjut yag disebabkan adanya ion kalsium dan fosfat dalam saliva. Pada mulanya apatit enamel terdiri atas ion karbonat dan magnesium namun mereka sangat mudah larut bahkan pada keadaan asam yang lemah. Sehingga terjadi pergantian, yakni hidroksil dan floride menggantikan karbonat dan magnesium yang telah larut, menjadikan email lebih matang dengan resistensi terhadap asam yang lebih besar. Tingkat kematangan atau resistensi asam dapat ditingkatkan dengan kehadiran flouride.
Pada saat pH menurun, ion asam bereaksi dengan fosfat pada saliva dan plak (atau kalkulus), sampai pH kritis disosiasi HA tercapai pada 5,5. Penurunan pH lebih lanjut menghasilkan interaksi progresif antara ion asam dengan fosfat pada HA, menghasilkan kelarutan permukaan kristal parsial atau penuh. Flouride yang tersimpan dilepaskan pada proses ini dan bereaksi dengan Ca2+ dan HPO42-membentuk FA (Flouro Apatit). Jika pH turun sampai dibawah 4,5 yang merupakan pH kritis untuk kelarutan FA, maka FA akan larut. Jika ion asam dinetralkan dan Ca2+ dan HPO42 dapat ditahan, maka remineralisasi dapat terjadi.
Proses karies gigi merupakan teori kemoparasitik (W. D Miller, 1980) atau saat ini lebih umum dikenal dengan teori acidogenic of caries aetiology (Welburry, 2005).
Pola utama proses karies adalah:
1. Fermentasi karbohidrat menjadi asam organik oleh mikroorganisme yang terdapat pada plak gigi.
2. Produksi asam yang dapat menurunkan pH pada permukaan email di bawah level (pH kritis), pada saat itu email akan larut.
3. Saat karbohidrat sudah tidak terdapat lagi pada plak, pH di dalam plak akan meningkat karena adanya difusi asam yang keluar dan dapat terjadi pula metabolisme dan netralisasi pada plak, sehingga dapat terjadi remineralisasi email.
Karies gigi hanya terjadi saat proses demineralisasi lebih besar daripada remineralisasi (Welburry, 2005). Demineralisasi pada email gigi merupakan suatu proses kimia. Pelarutan hidroksiapatit secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:
Ca10(PO4)6(OH)2 + 10 H+ 10 Ca2 + 6H(PO4)3- + 2H2O
Demineralisasi email merupakan kehilangan mineral pada email karena aktivitas asam yang dapat menyebabkan karies gigi atau erosi. Karies gigi terutama disebabkan oleh asam asetat dan asam laktat yang berdifusi melalui plak dan masuk ke dalam pori-pori email diantara enamel rods sebagai ion netral, dimana asam asetat dan asam laktat mengalami disosiasi dan menurunkan pH cairan yang mengelilingi kristal email. Pada saat pertama kali terpisah, proton melarutkan permukaan kristal hidroksiapatit, pelarutan ini tergantung dari derajat kejenuhan apatit dan konsentrasi ion kalsium dan fosfat di dalam cairan inter-rod meningkat (Cameron and Widmer, 2008).
Buffering calcium dan fosfat pada permukaan email dan pada plak mendorong berkembangnya subsurface (atau lesi berupa titik putih). Kemudian terjadi perubahan yang diakibatkan karena peningkatan ruangan di antara batang email yang tipis. Kelanjutan proses ini menghancurkan dukungan lapisan permukaan sehingga terbentuklah kavitas (Cameron and Widmer, 2008).
4. Perkembangan lesi karies
Permulaan lesi enamel terjadi ketika pH permukaan gigi berada di bawah imbangan remineralisasi. Ion-ion asam masuk ke dalam selubung prisma yang menyebabkan demineralisasi subpermukaan. Permukaan gigi dapat tetap terjaga karena remineralisasi terjadi segera setelahnya, akibat peningkatan ion kalsium dan fosfat, flouride, dan buffer dari produk-produk saliva.
Ciri-ciri klinis dari lesi ini meliputi
o Hilangnya translusensi enamel dengan adanya bercak putih seperti kapur, khususnya pada saat kering.
o Lapisan permukaan yang rapuh dan rentan terhadap kerusakan pada saat pemeriksaan (probing), khusunya pada pit dan fisura.
o Meningkatnya daya serap (porusitas), khususnya pada subpermukaan, yang dibarengi meningkatnya potensial untuk terjadinya bercak.
o Berkurangnya kepadatan subpermukaan, yang dapat dideteksi secara radiografis atau dengan translumination.
o Potensial remineralisasi, dengan meningkatnya resistensi untuk serangan asam lebih lanjut dengan penggunaan perawatan peningkatan remineralisasi.
Bila demineralisasi dan remineralisasi berlanjut, permukaan lesi akan kolaps akibat terurainya apatit atau fraktur pada kristal yang sudah melemah, berakibat kavitasi permukaan. Plak kemudian dapat tertahan pada kedalaman kavitas, dan fase remineralisasi kemudian akan menjaid lebih sulit dan kurang efektif. Kompleks pulpa dan dentin lalu lebih terlibat secara aktif. Sekali bakteri telah masuk melalui email ke dalam dentin, dan menjadi penghuni permanen kavitas, mereka dapat berkembang di dalam dentin. Selain didukung oleh substrat karbohidrat, bakteri juga memproduksi asam, untuk menguraikan hidroksiapatit di dentin yang lebih dalam. Tekstur dentin akan berubah, demikian pula dengan warna dentin akan berubah menjadi gelap akibat produk-produk bakteri atau stain dari makanan dan minuman.
B. Faktor- Faktor yang Berpengaruh pada Perjalanan Karies

1. Faktor Substrat
Substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan email. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengkonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies. Hasil penelitian Burt dan Ismail (1986) menyatakan adanya hubungan antara masukan karbohidrat dengan karies, konsumsi karbohidrat dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan produksi asam oleh bakteri menjadi lebih sering sehingga keasaman rongga mulut bertambah dan semakin banyak email yang terlarut.
Karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam oleh bakteri dan sintesa ekstra sel. Namun tidak semua karbohidrat memiliki derajat kekariogenikan yang sama. Sukrosa, glukosa, fruktosa, dan maltose merupakan memiliki tingkat kariogenik yang tinggi, kemudian galaktosa, laktosa, dan karbohidrat kompleks. Sukrosa memiliki kemampuan memfasilitasi produksi polisakarida ekstra seluler pada plak.
Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level dapat menyebabkan demineralisasi email. Plak akan bersifat asam selama beberapa waktu dan untuk kembali ke pH normal dibutuhkan waktu 30-60 menit. Frekuensi asupan gula dan konsentrasi gula serta kelengketan malanan menjadi hal penting dalam kerentanan timbulnya karies. Oleh karena itu, konsumsi gula yang terlalu sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan menyebabkan demineralisasi email.

2. Faktor Mikroorganisme/ Agen
Bakteri Streptococcus terutama golongan Streptococcus mutans merupakan strain streptoocci yang paling dominan didalam lesi karies dan melekat erat pada permukaan gigi. Bakteri ini memiliki beberapa karakteristik penting yang dapat dikaitkan dengan proses terjadinya karies pada gigi.
Patogenisitas S.mutans dalam menyebabkan kelainan utama di dalam rongga mulut yaitu karies gigi, disebabkan kemampuannya mensintesis polisakarida ekstraseluler yang tidak larut yang merupakan prekursor plak gigi. Kemampuan bakteri ini untuk mensintesis glukan ekstraseluler dari sukrosa dengan menggunakan enzimnya (glucosyltransferase) merupakan faktor utama dalam virulensi karies.
Glucosyltransferase yang disekresi oleh S. mutans sering berikatan dengan pelikel pada permukaan gigi dan pada permukaan mikroorganisme lain. Glukan yang tidak larut disintesis oleh permukaan GtfB dan GtfC yang terabsorpsi menyediakan sisi pengikatan spesifik untuk kolonisasi bakteri pada permukaan gigi dan bakteri satu sama lain, mengatur pembentukan biofilm yang sangat erat.
Jika biofilm tetap berada pada permukaan gigi dan dilindungi oleh makanan berkarbohidrat terutama sukrosa, S. mutans sebagai bagian dari komunitas biofilm akan melanjutkan sintesis polisakarida dan memetabolime gula menjadi asam organik. Jumlah yang tinggi dari polisakarida ekstraseluler meningkatkan stabilitas biofilm dan integritas struktural dan melindungi bakteri terhadap pengaruh buruk dari antimikroba dan pengaruh lingkungan. Kemampuan S. mutans untuk memanfaatkan beberapa ekstra dan intraseluler sebagai senyawa penyimpanan jangka pendek menawarkan keuntungan ekologis tambahan, bersamaan dengan peningkatan jumlah produksi asam dan tingkat keasaman. Ketahanan lingkungan asam ini menyebabkan flora toleran terhadap asam yang tinggi, lingkungan dengan pH yang rendah dalam matriks plak hasil demineralisasi pada enamel, demikian permulaan proses karies gigi. Oleh karena itu, polisakarida ekstraseluler dan pengasaman dari biofilm sangat penting untuk pembentukan plak gigi kariogenik.
Untuk terbentuk plak perlu perlekatan antara bakteri dengan host, kemudian bakteri semakin berkolonisasi dan terbentuk biofilm. Berikut ini beberapa interaksi bakteri dengan host:

Bakteri Adhesin Receptor
Streptococcus spp. Antigen I/II Salivary agglutinin
Streptococcus spp. LTA Blood group reactive glycoproteins
Mutan streptococci Glucan binding protein Glucan
S.Parasanguis lipoprotein Fibrin & pellicle
A.naeslundii fimbriae Proline-rich proteins
P.gingivalis protein Fibrinogen
P.lonhescheii lectin Galactose
F.nucleatum protein Co-aggreation with P.gingivalis

3. Faktor Host
a. System imun
Komponen system imun rongga mulut berasal dari
• Sekresi saliva: secretory IgA,protein,enzyme, elektrolite.
• Crevicular fluid: IgG,IgM,IgA,protein, enzyme, elektrolite, polymorph, limfosit B, limfosit T, makrofag.
b. Penyakit sistemik
Penyakit Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit yang kronis, dengan tanda yang khas yaitu bertambahnya glukosa dalam darah dan dalam urin. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya pembentukan atau keaktifan insulin yang dihasilkan oleh sel beta dari pulau-pulau Langerhans di Pankreas atau adanya kerusakan pada pulau Langerhans itu sendiri. Keadaan dan keparahan Diabetes Mellitus sangat erat hubungannya dalam menentukan diagnosa perawatan yang akan dilakukan, serta usaha-usaha yang ditunjukkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi.
Diabetes Mellitus mungkin merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan terjadinya dan jumlah karies. Diabetes Mellitus berkembang dari adanya defisiensi dari produk insulin atau gangguan dalam penggunaan insulin. Pada Diabetes Mellitus dengan kondisi kebersihan mulut yang jelek dan adanya angiopati diabetik menyebabkan suplai oksigen berkurang, sehingga bakteri anaerob mudah berkembang. Karies gigi terjadi oleh karena bakteri-bakteri tertentu yang mempunyai sifat membentuk asam, sehingga pH rendah bisa menyebabkan pelarutan progresif mineral enamel secara perlahan dan membentuk fokus perlubangan.
c. Faktor Gigi dan Saliva
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai host terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam.
Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis dan Streptococcus salivarius serta beberapa strain lainnya. Walaupun demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena S. mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam).
C. Klasifikasi Karies
Karies gigi dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi, tingkat laju perkembangan, dan jaringan keras yang terkena. Dental karies dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara, antara lain sebagai berikut :
1. Menurut lokasi karies pada gigi
• Karies pit and fissure
Celah dan fisura adalah tanda anatomis gigi. Tempat ini mudah sekali menjadi lokasi karies gigi. Karies ini biasanya terbentuk pada gigi molar, yaitu pada permukaan gigi untuk mengunyah dan pada bagian gigi yang berhadapan dengan pipi. Daerah ini sulit dibersihkan karena lekukannya lebih sempit dan tidak terjangkau oleh sikat gigi.
Karies pit dan fisura kadang-kadang sulit dideteksi. Semakin berkembangnya proses perlubangan karena karies, email atau enamel terdekat berlubang semakin dalam. Ketika karies telah mencapai dentin pada pertemuan enamel dengan dental, lubang akan menyebar secara lateral. Di dentin, proses perlubangan akan mengikuti pola segitiga ke arah pulpa gigi.

Gambar 1. Celah atau fisura gigi dapat menjadi lokasi karies
• Karies pada permukaan yg halus.
Ada tiga macam karies permukaan halus. Karies proksimal, atau dikenal juga sebagai karies interproksimal, terbentuk pada permukaan halus antara batas gigi. Karies akar terbentuk pada permukaan akar gigi. Tipe ketiga karies permukaan halus ini terbentuk pada permukaan lainnya.
Karies proksimal adalah tipe yang paling sulit dideteksi. Tipe ini kadang tidak dapat dideteksi secara visual atau manual dengan sebuah eksplorer gigi. Karies proksimal ini memerlukan pemeriksaan radiografi.
Karies akar adalah tipe karies yang sering terjadi dan biasanya terbentuk ketika permukaan akar telah terbuka karena resesi gusi. Bila gusi sehat, karies ini tidak akan berkembang karena tidak dapat terpapar oleh plak bakteri. Permukaan akar lebih rentan terkena proses demineralisasi daripada enamel atau email karena sementumnya demineraliasi pada pH 6,7, di mana lebih tinggi dari enamel. Karies akar lebih sering ditemukan di permukaan fasial, permukaan interproksimal, dan permukaan lingual. Gigi geraham atas merupakan lokasi tersering dari karies akar.
• Deskripsi umum lainnya
Di samping pengelompokan diatas, lesi karies dapat dikelompokkan sesuai lokasinya di permukaan tertentu pada gigi. Karies pada permukaan gigi yang dekat dengan permukaan pipi atau bibir disebut “karies fasial”, dan karies yang lebih dekat ke arah lidah disebut “karies lingual”. Karies fasial dapat dibagi lagi menjadi bukal (dekat pipi) dan labial (dekat bibir). Karies lingual juga dapat disebut palatal bila ditemukan di permukaan lingual dari gigi pada rahang atas (maksila) dan dekat dengan pallatum durum atau bagian langit-langit mulut yang keras.

2. Berdasarkan kedalamannya atau struktur jaringan yg terkena:
a. Karies superficial atau email
Pada tahap ini, karies mengenai lapisan email, menyebabkan iritasi pulpa dan biasanya pasien belum mengeluh rasa sakit.
b. Karies Media atau dentin
Karies yang sudah mengenai setengah dari dentin sehingga menyebabkan reaksi hiperemi pada pulpa. Gigi biasanya ngilu, nyeri bila terkena rangsangan panas atau dingin, makanan panas atau dingin, dan akan berkurang bila rangsangan dihilangkan.
c. Karies profunda atau pulpa
Karies yang mengenai lebih dari setengah dentin dan bahkan menembus pulpa. Pada karies ini terjadi rasa sakit yang spontan.

3. Berdasarkan waktu terjadinya
a. Karies primer : karies yg terjadi pada lokasi yang belum pernah memiliki riwayat karies sebelumnya
b. Karies sekunder : karies yg recurrent, karies timbul pada lokasi yang telah memiliki riwayat karies sebelumnya. Karies ini ditemukan pada tepi tambalan.

4. Berdasarkan tingkat progresifitas
a. Karies akut : berkembang dan memburuk dengan cepat misalnya, Rampant karies, pasien xerostomia.
b. Karies kronis : proses karies berjalan lambat dengan penampakan warna kecoklatan sampai hitam
c. Karies terhenti (Arrested Caries) : lesi karies tidak berkembang, bisa disebabkan oleh perubahan dari lingkungan.

5. Berdasarkan Tingkat Keparahannya
a. Karies Ringan, yaitu jika serangan karies hanya pada gigi yang paling rentan, seperti pit dan fisure, sedangkan kedalamannya hanya mengenai lapisan email (iritasi pulpa).
b. Karies Sedang, yaitu jika serangan karies meliputi permukaan oklusal dan aproksimal gigi posterior. Kedalaman karies sudah mengenai lapisan dentin (hiperemi pulpa).
c. Karies Berat/Parah, yaitu jika serangan karies juga meliputi gigi anterior yang biasanya bebas karies. Kedalamannya sudah mengenai pulpa, baik pulpa yang tertutup maupun pulpa yang terbuka (pulpitis dan gangren pulpa). Karies pada gigi anterior dan posterior sudah meluas ke bagian pulpa.

6. Berdasarkan Etiologi
Berdasarkan etiologi maka ada 2 yang paling umum digunakan oleh para dokter gigi, yaitu :
a. Karies botol bayi
Adalah karies yang ditemukan pada gigi susu anak kecil. Karies botol bayi disebabkan glukosa/gula yang terdapat pada botol susu yang terus menempel ketika bayi tertidur. Kebiasaan ini banyak dilakukan oleh orangtua karena tidak ingin repot dengan tangisan si anak. Padahal kebiasaan ini akan mengakibatkan gula yang terdapat dalam susu akan berinteraksi dengan cepat untuk membentuk lubang gigi karena terpapar dalam waktu yang lama dengan mulut anak.
b. Karies rampan
Adalah karies yang berkembang secara drastis dan terjadi pada banyak gigi secara cepat pada orang dewasa. Karies rampan banyak terjadi pada pasien dengan xerostomia(air ludah kurang), kebersihan mulut yang buruk, penggunaan methampetamin, radiasi berlebihan, dan konsumsi gula berlebihan.

7. Menurut sistem Black
a. Klas I : karies ini terjadi pada pit dan fisura dari semua gigi, meskipun lebih ditujukan pada gigi posterior atau pada 2/3 occlusal, baik pada permukaan labial/lingual/palatal dari gigi-geligi.
b. Klas II : kavitas yang terdapat pada permukaan proksimal gigi posterior, karies Klas II dapat mengenai permukaan mesial dan distal atau hanya salah satunya sehingga dapat digolongkan menjadi kavitas MO (mesio-oklusal) atau MOD (mesio-oklusal-distal). Karena akses untuk perbaikan biasanya dibuat dari permukaan oklusal, permukaan oklusal dan aproksimal dari gigi direstorasi sekaligus. Tetapi dilihat dari definisinya kavitas ini adalah lesi proksimal dan tiidak selalu mencakup permukaan oklusal.
c. Klas III : karies ini terdapat pada permukaan proximal dari gigi – geligi depan dan belum mengenai incisal edge.
d. Klas IV : kavitas ini adalah kelanjutan dari kavitas klas III. Lesi ini pada permukaan proksimal gigi anterior yang telah meluas sampai ke sudut insisal. Jika karies ini luas atau abrasi hebat dapat melemahkan sudut insisal dan menyebabkan terjadinya fraktur.
e. Klas V : Karies yang terdapat pada 1/3 cervical dari permukaan buccal/labial atau lingual palatinal dari seluruh gigi-geligi

8. Berdasarkan letak (site) dan ukuran (size)
G. J.Mount dan W. R. Hume (1998) memperkenalkan klasifikasi lesi karies ini. Klasifikasi ini dirancang untuk mempermudah identifikasi lesi dan untuk menjelaskan kompleksitas karena perbesaran lesi.
a. Lesi karies berdasarkan letaknya dibedakan menjadi :
1. Site 1 : pit, fisur dan defek enamel pada bagian oklusal pada gigi posterior atau permukaan halus lainnya seperti cingulum pada gigi anterior.
2. Site 2 : enamel pada bagian aproximal. Dalam hal ini, area yang berkontak dengan gigi tetangga.
3. Site 3 : bagian servikal sepertiga mahkota gigi atau yang disertai resesi gingival, akar yang terbuka.
Karies dapat menjadi penyakit yang progresif,sehingga dapat dilihat ukuran untuk restorasi dan perluasan lesinya. Oleh karena itu, lesi karies dapat dibedakan menjadi 4 ukuran (size).
a. Lesi karies berdasarkan besarnya dibedakan menjadi :
1. Size 1 : kavitas permukaan yang minimal,sedikit melibatkan dentin yang mampu memperbaiki diri dengan remineralisasi itu sendiri.
2. Size 2 : melibatkan dentin yang cukup banyak. Biasanya pada lesi ini, diperlukan preparasi kavitas menyisakan enamel dan didukung oleh dentin dengan cukup baik dan masihmampu menahan beban oklusi yang normal. Struktur gigi yang tersisa cukup kuat untuk mendukung restorasi.
3. Size 3 : lesi sudah cukup besar. Struktur gigi yang tersisa cukup lemah. Karies sudah melibatkan cusp atau permukaan incisal, atau sudah tidak mampu menahan beban oklusi. Biasanya kavitas perlu diperbesar sehingga restorasi dapat dibuat untuk mendukung struktur gigi yang tersisa.
4. Size 4 : karies yang luas atau hilangnya beberapa struktur gigi. Contoh, hilangnya semua cusp gigi atau permukaan insisal

KESIMPULAN

1. Karies gigi terjadi karena ketidakseimbangan antara proses remineralisasi dan demineralisasi pada gigi, proses demineralisasi terjadi lebih besar dibandingkan remineralisasi.
2. Karies gigi dikelompokkan menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan :
a. lokasi karies pada gigi
1. Karies pit and fissure
2. Karies pada permukaan yg halus.
b. kedalamannya atau struktur jaringan yg terkena
1. Karies superficial atau email
2. Karies Media atau dentin
3. Karies profunda atau pulpa
c. waktu terjadinya
1. Karies primer
2. Karies sekunder
d. tingkat progresifitas
1. Karies akut
2. Karies kronis
3. Karies terhenti (Arrested Caries)
e. tingkat keparahannya
1. Karies Ringan
2. Karies Sedang
3. Karies Berat/Parah
f. Etiologi
1. Karies botol bayi
2. Karies rampan
g. sistem Black
1. Klas I : permukaan oklusal
2. Klas II : melibatkan lebih dari 2 permukaan, contoh oklusal dan bukal
3. Klas III : permukaan gigi anterior
4. Klas IV : kelanjutan dari klas III pada permukaan incisal
5. Klas V : permukaan bukal/labial

h. letak (site) dan ukuran (size) oleh Mount dan Hume (1998)
1. Letak (site)
a. Site 1 : pit, fisur dan defek enamel pada bagian oklusal pada gigi posterior atau permukaan halus lainnya
b. Site 2 : enamel pada bagian aproximal
c. Site 3 : bagian servikal sepertiga mahkota gigi atau yang disertai resesi gingival, akar yang terbuka
2. Ukuran (size)
a. Size 1 : kavitas permukaan yang minimal,sedikit melibatkan dentin yang mampu memperbaiki diri dengan remineralisasi itu sendiri.
b. Size 2 : melibatkan dentin yang cukup banyak. Biasanya pada lesi ini, diperlukan preparasi kavitas menyisakan enamel dan didukung oleh dentin dengan cukup baik dan masihmampu menahan beban oklusi yang normal. Struktur gigi yang tersisa cukup kuat untuk mendukung restorasi.
c. Size 3 : lesi sudah cukup besar. Struktur gigi yang tersisa cukup lemah. Karies sudah melibatkan cusp atau permukaan incisal, atau sudah tidak mampu menahan beban oklusi. Biasanya kavitas perlu diperbesar sehingga restorasi dapat dibuat untuk mendukung struktur gigi yang tersisa.
d. Size 4 : karies yang luas atau hilangnya beberapa struktur gigi. Contoh, hilangnya semua cusp gigi atau permukaan insisal

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Karies Gigi http://utamadental.wordpress.com/2011/03/03/karies-gigi/ tanggal akses 27 April 2012
Anonim. Pengertian Karies Gigi dan Proses Terjadinya Karies Gigi http://www.prasko.com/ 2012/02/pengertian-karies-gigi-dan-proses.html 27 April 2012, 11:27.
Atmanda NP. 2011. Indeks def-t dan DMF-T pada Siswa Tuna Rungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung. http://www.scribd.com/doc/83269101/3/Klasifikasi-Karies tanggal akses 27 April 2012
Edwina dan Sally Josyston. 1992. Dasar – Dasar Karies, Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: EGC.
Julianti R et al. 2008. Gigi danMulut ( Tutorial ). Faculty of Medicine – University of Riau. ArifinAchmad General Hospital of Pekanbaru : Pekanbaru, Riau .
Mount, G. J., and W. R. Hume. 1998. A New Cavity Classification. Australian Dental Journal 1998;43:(3):153-9.
Ramadhan IPA. Mekanisme Terjadinya Karies http://mhs.blog.ui.ac.id/putu01/2011/10/22/ mekanisme-proses-karies/ tanggal akses 27 April 2012
Susanto AJ. 2010. Dental Caries (Karies Gigi). staff.ui.ac.id/internal/140142719/material/ DENTALCARIES, tanggal akses 27 April 2012
Samaranayake, L. 2006. Essential Microbiology for Dentistry. Hongkong: Elsevier.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28136/4/Chapter%20II.pdf
www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125393-R18-KON…Literatur.
Janti.S & Sudhana J.W., 1998, Hubungan Antara Diabetes Mllitus dengan Status Kebersihan
Mulut dan Keberadaan Gigi dan Lansia, hal. 51-55, M.I. Kedokteran gigi.