Batasan
Reaksi merupakan episode akut yang timbul dalam perjalanan penyakit kusta.
PATOFISIOLOGI
Belum jelas, diduga merupakan peningkatan atau berkurangnya respon jaringan secara tiba-tiba yang diakibatkan oleh pelepasan kuman atau produk-produk nya ke dalam jaringan yang mekanisme terjadinya berbeda tergantung tipe reaksi.
Reaksi tipe 1
Terjadi karena meningkat atau menurunya respon imunitas seluler. Keadaan ini dapat terjadi pada :
– Spontan tanpa penyebab yang jelas
– Pemberian obat-obat anti kusta
– Pemberian antigen seperti tuberculin atau lepromin
– Keaadaan dimana banyak terjadi pada cuaca panas dan pada perubahan musim
Reaksi tipe 2
Terjadi pada dasarnya karena reaksi komplek imum. Beberapa keadaan yang dapat merangsang timbulnya reaksi ini adalah : fokal infeksi, stress, vaksinasi, obat-obat anti kusta dsb.
GEJALA KLINIS
Reaksi tipe 1
Dapat terjadi pada kusta bentuk sub polar (BT, BB, BL) terutama tipe BB karena mempunyai kondisi imunologi yang paling tidak stabil.
Tanda-tanda klinis yang menyolok meliputi :
– Lesi kulit yang telah ada menjadi lebi eritematus dan bahkan dapat timbul lesi baru, lebih lebar, nyeri dan mengalami infiltrasi.
– Syaraf tepi membesar dan nyeri yang kadang-kadang sampai menimbulkan paralyse otot.
– Organ lain : iritis, orchitis, epistaxis sampai laring udem.
Reaksi tipe 2
Terutama terjadi pada tipe LL yang kita sebut sebagai E.N.L. dengan tanda-tanda klinis sebagai berikut :
– Lesi kulit berupa nodul yang ukurannya bervariasi, lokasinya ada tendensi simetris, nyeri dan pada perabaan terasa panas.
Nodul in terutama pada daerah fleksor dari tangan, muka dan badan jarang atau hamper tidak pernah ditemukan pada axial, kepala dan perineum.
– Saraf tepi membengkak dan nyeri tekan
– Gejala-gejala sistemik berupa malaise, panas badan, sakit kepala dan kelemahan otot-otot.
– Organ lain : rhinitis, epistaxis, iridocylitis, glumerulo nephritis.
LUCIO PHENOMENE
Biasanya terjadi pada tipe LL yang difus yang belum pernah mendapat pengobatan. Gejalanya berupa nodule erithematus yang bagian tengahnya mengalami nekrosis, ulcerasi dan meninggalkan bekas jaringan parut yang atrofi.
CARA PEMERIKSAAN
Pemeriksaan meliputi :
– Mencari penyakit penyakit lain yang mungkin bersamaan dan merupakan faktor pencetus.
– Pemeriksaan bakteriologis meliputi BI dan MI.
– Pemeriksaan laboratories meliputi Widal, gall culture dan tetes tebal bila panas terus menerus.
DIAGNOSIS
Menemukan gejala klinik seperti tersebut diatas.
Menentukan tipe MH nya untuk menentukan tipe reaksinya yang dalam hal ini apabila MH tipe LL atau BL kemungkinannya adalah reaksi tipe 2, sedangkan bila MH nya tipe BB atau BT kemungkinannya reaksi tipe 1.
DIFFERENTIAL DIAGNOSA CAUSA
DD : erithema nodosum karena Rheuma.
Causa : belum jelas, di duga oleh pengaruh faktor-faktor yang telah di sebutkan diatas.
PENYULIT
Penyulit yang sering dijumpai dan menjadi masalah adalah neuritis yang pada akhirnya menyebabkan kecacatan.
Selain itu dapat terjadi iritis, orchitis, dactilytis, epistaxis dan udema laring.
PENATALAKSANAAN
– Memperbaiki keadaan umum penderita
– Mengobati penyakit penyerta yang mempengaruhi timbulnya reaksi.
– Meneruskan, mengurangi atau menyetop sama sekali obat anti kusta tergantung keadaan umum penderita.
– Pemberian obat anti reaksi :
Disini tergantung berat ringannya reaksi, untuk reaksi ringan dapat diberikan Aspirin 1 tablet 3-4 kali sehari atau
Chloroquin 1 tablet 3 kali sehari.
Untuk reaksi berat atau reaksi yang disertai neuritis dapat diberikan kortikosteroid dalam hal ini dexametason atau triamsinolon 3-4 kali 2 tablet per hari sampai terjadi perbaiiakn klinis yang kemudian diturunkan secara perlahan-lahan .
DAFTAR PUSTAKA
1. Jopling WH. Handbook of Leprosy 3rd ed.m Londong : William Heinemam Medical Books Ltd. 1984: 1-42, 68-77, 97-101.
2. Cohrane RG. Reactions in leprosy In; Cohrance RG. Ed. Leprosy in Theory and Practice 1st ed.Bristol : John Wrights & Ltd. 19599 : 331-423.
3. Sehgal VN. Reaction in Leprosy, Clinical Asopects. Internasional Journal of Determatology 1987 : 26: 278-284.