KERACUNAN ANTIHISTAMIN PADA ANAK

Keracunan Antihistamin Pada Anak | Banyak macam antihistamin yang telah diketahui, tetapi selama ini hanya efek mengantuknya saja yang paling dikenal, sedangkan efek toksiknya yang lain belum banyak diperhatikan orang. Bila antihistamin ditelan dalam jumlah yang dapat menimbulkan keracunan, akan terlihat gejala toksik yang berbeda-beda pada tiap tingkatan usia. Pada anak dapat timbul gejala perangsangan susunan saraf pusat berupa kejang dan demam dengan kematian karena kolaps vaskular.

Dalam masa laien kira-kira1/2 – 2 jam sesudah menelan obat, akan terlihat depresi ringan susunan saraf pusat yang disusul dengan kejang. Gejala seperti pada keracunan atropin timbul pada intoksikasi dengan difenhidramin dan fenimmir maleat. Pada antihistamin yang merupakan derivat fenotiazin (misalnya prometazin) mungkin juga terlihat gejala klinis yang mirip dengan keracunan klorpromazin. Karena dosis kejang berada dekat dengan dosis letal, terdapatnya kejang menunjukkan gambaran prognosis yang kurang baik. Pada orang dewasa telah dilaporkan adanya kasus yang dapat bertahan hidup setelah menelan derivat fenotiazin sebanyak 2,5 – 5 gram sekali makan.

Anak lebih peka keadaannya sehingga dengan dosis 30-60 mg/kgbb derivat fenotiazin telah dapat menimbulkan keracunanyang berat dan kematian. Peningkatan kepekaan terhadap antihistamin pada usia muda juga ditemukan pada hewan dan tidak da­pat diterangkan atas dasar metabolisme yang berbeda.

Gejala

  • ü Depresi susunan saraf pusat .Hal ini biasanya merupakan reaksi yang domi-nan pada orang dewasa. Gejala yang tampak ialah mcngantuk, lemah, Iclah, tidur, koma, vertigo, ataksia, tinitus dan pandangan kabur.
  • ü Perangsangan susunan saraf pusat seperti gelisah, gemetar, cemas, insomnia, delirium dan kejang.
  • ü
  • ü Gangguan saluran pencernaan seperti mulut kering, mual, nausea, muntah, nyeri perut, konstipasi dan diare.
  • ü Tahap akhir berupa depresi susunan saraf pusat yang berat sampai terjadi kematian karena depresi pernafasan dan kolaps kardiovaskular.

Pengobatan

Diutamakan pengobatan secara simtomatik dan suportif terhadap perubahan yang terjadi pada tiap stadium keracunan. Pemberian analeptik tidak dianjurkan karena memudahkan timbulnya kejang. Penggunaan antikonvulsi seperti ‘short acting barbiturat’ harus diberikan dengan hati-hati karena dapat memperberat depresi pernafasan sesudah kejang.

  • ü Segera lakukan cuci lambung dengan air hangat sebelum gejala toksis timbul.
  • ü Memberikan ‘short acting barbiturate’ untuk mengatasi perangsangan susunan saraf pusat.
  • ü Kompres dengan alkohol atau memberikan selimut dingin untuk mengatasi hiperpireksia. Sebaiknya jangan memberikan salisilat.
  • ü Membuat pernafasan buatan dan memberikan oksigen bila diperlukan.
  • ü Bila terjadi edema otak dengan tekanan cairan serebrospinal yang meninggi, tindakan dekompresi sangat berharga.

  • ü Tindakan simtomatik dan suportif lain yang diperlukan.

—– Semoga Bermanfaat —–

Referensi

Buku Kuliah ILMU KESEHATAN ANAK III oleh Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI 1981