Kajian dan Sosialisasi Perubahan Iklim
serta Antisipasi Dampaknya
Sartono Marpaung, Didi Satiadi, Nurzaman Adikusumah,
Dadang Subarna, Suaydhi, Juniarti Visa, Dicky Kusnandar
Ringkasan Eksekutif
Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer mengakibatkan rata-rata
temperatur permukaan bumi meningkat. Peningkatan temperatur permukaan bumi
diakibatkan oleh dua faktor yaitu faktor alami dan faktor antropogenik atau aktifitas manusia.
Faktor alami terdiri dari faktor sirkulasi lautan, gunung meletus dan faktor radiasi matahari
yaitu radiasi gelombang panjang yang terperangkap di atmosfer oleh gas rumah kaca.
Sedangkan faktor antropogenik terdiri dari aktifitas manusia dalam konsumsi energi terutama
yang berasal dari bahan bakar fosil dan perubahan tata guna lahan seperti pembukaan hutan
untuk lahan perkebunan, pertanian dan pemukiman yang mengemisikan gas rumah kaca ke
atmosfer.
Sumber: Meehl, G A at al 2004
Gambar 1. Perbandingan perubahan temperatur antara observasi, natural dan (natural
+ antropogenik)
Dari gambar 1. perubahan temperatur yang teramati, sebelum tahun 1960 faktor
natural lebih dominan atau besar pengaruhnya terhadap perubahan temperatur. Sesudah tahun
1960 pengaruh antropogenik mulai meningkat terhadap perubahan temperatur. Setelah
dikombinasikan faktor natural dan antropogenik menghasilkan perubahan temperatur yang
hampir sama dengan perubahan temperatur dari data pengamatan.
Dengan meningkatnya suhu rata-rata global (pemanasan global) hal ini menjadi
pemicu terjadinya perubahan iklim atau perubahan iklim dengan dampak yang lebih besar.
Dari data observasi yang telah teramati perubahan yang signifikan telah terjadi peningkatan
rata-rata temperatur global (anomali rata-rata temperatur permukaan global) seperti pada
gambar berikut :
Gambar 2. Anomali rata-rata tahunan temperatur permukaan global
Gambar 2. menunjukkan bahwa sejak tahun 1880 sampai tahun 2007 terjadi
peningkatan rata-rata temperatur global (tren meningkat) dan tahun 1998 (Elnino terjadi)
merupakan tahun terpanas selama periode pengamatan 1880-2007.
Untuk wilayah Indonesia, dari data pengamatan sudah terdeteksi adanya peningkatan
temperatur permukaan yang signifikan terutama daerah perkotaan seperti : Jakarta, Cilacap,
Medan dan Surabaya (Sumber, BMKG). Gambar berikut ini menampilkan perubahan
temperatur untuk kota Jakarta :
Gambar 3. Perubahan temperatur Jakarta selama 100 tahun
Gambar 3. menunjukaan bahwa suhu Jakarta telah mengalami peningkatan sebesar 1.4oC
pada bulan Juli (bulan kering) dan 1.04oC pada bulan Januari (bulan basah)selama 100 tahun
pengamatan.
2
TEMPERATUR JAKARTA (OBSERVASI)
y = 0.1039x + 58.901
y = 0.1424x – 9.9843
245
250
255
260
265
270
275
280
1840 1860 1880 1900 1920 1940 1960 1980 2000
Januari
Juli
Linear (Januari)
Linear (Juli)
July: 1,4oC / 100 yr
January: 1,04oC /100 yr
Sumber : BMG
Perubahan unsur iklim yang pasti adalah peningkatan suhu, peningkatan tersebut
sangat logis karena jumlah penduduk yang bertambah dengan pesat dan aktifitas manusia
yang menghasilkan emisi gas rumah kaca ke atmosfer juga semakin meningkat. Perubahan
unsur iklim yang tidak pasti adalah pola perubahan curah hujan serta pengaruh El-Nino pada
iklim di Indonesia. Meningkatnya suhu akan menyebabkan meningkatnya penguapan, tetapi
karena pengaruh dari sirkulasi udara global dan sangat kompleks sehingga peningkatan curah
hujan tidak selalu terjadi pada lokasi yang sama dengan kejadian penguapan (Hidayati, 2001).
Untuk pendugaan iklim yang akan datang hanya mungkin dilakukan dengan
menggunakan model iklim. Model iklim sangat berguna sebagai alat untuk memahami iklim
melalui simulasinya dan membuat skenario perubahan iklim masa yang akan datang. Model
iklim yang digunakan bisa berupa model iklim global atau GCM (Global Circulation Model)
dan model iklim regional atau RCM (Regional Climate Model). Salah satu teknik untuk
mendapatkan informasi iklim dalam resolusi yang lebih halus adalah dengan mensimulasikan
iklim dalam suatu area terbatas menggunakan model iklim area terbatas (RCM) yang
mengambil sumber dari hasil simulasi model sirkulasi global, biasa disebut dengan istilah
nesting. Dalam nesting tersebut model iklim regional (RCM) perlu didorong dengan besaranbesaran
skala besar yang bergantung terhadap waktu, seperti suhu, angin, uap air, dan
tekanan permukaan. Besaran-besaran pendorong ini bisa berasal dari analisis
pengamatan/data reanalisis atau dari hasil simulasi model iklim global.
Dalam pemilihan resolusi horizontal dari sebuah model iklim harus
mempertimbangkan 4 faktor (Giorgi dan Mearns, 1999) : Pertama, model harus mempunyai
resolusi yang cukup halus untuk menangkap pengaruh-pengaruh lokal. Kedua, resolusi harus
memungkinkan model untuk menghasilkan informasi yang diharapkan dari eksperimen yang
dijalankan. Ketiga, resolusi model harus sesuai dengan skala pergerakan yang relevan.
Keempat, pemilihan resolusi model dapat bergantung pada ketersediaan parameterisasi fisis
dan dinamis model itu sendiri.
Pada umumnya daerah perkotaan mempunyai temperatur permukaan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah disekitarnya. Hal ini diakibatkan oleh jumlah populasi
penduduk dan juga faktor antropogenik atau aktifitas manusia terutama yang berkaitan
dengan konsumsi energi yang jauh lebih tinggi diperkotaan. Peningkatan temperatur udara
permukaan akan berimplikasi terhadap unsur iklim lainnya seperti curah hujan dan angin.
Demikian juga dengan pemanasan lokal, dengan meningkatnya temperatur udara permukaan
dikawasan tersebut mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer dimana tingkat penguapan akan
semakin tinggi yang akan berpengaruh terhadap curah hujan dan pergerakan angin.
Untuk melihat proyeksi temperatur permukaan pada masa yang akan datang di
Indonesia digunakan data model iklim. Dipilh 28 kota sebagai lokasi kajian yaitu : Banda
Aceh, Medan, Pekanbaru, Padang, Jambi, Palembang, Bengkulu, Bandar Lampung, Jakarta,
Bandung, Serang, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin,
Samarinda, Manado, Palu, Makasar, Kendari, Denpasar, Mataram, Kupang, Sorong, Jayapura
dan Merauke. Berdasarkan analisis data model iklim MIROC3.2 Hires (Model for
Interdisciplinary Research On Climate High resolution, Japan) skenario A1B, model iklim
global dengan resolusi 1.1o x 1.1o dan merupakan salah satu model iklim dari 23 model iklim
global yang digunakan IPCC dalam skenario perubahan iklim, proyeksi temperatur
permukaan untuk 28 lokasi kajian di Indonesia dari tahun 2009 sampai dengan 2050 pada
umumnya menunjukkan peningkatan temperatur untuk semua lokasi kajian.
Berikut ini adalah contoh proyeksi temperatur permukaan untuk tahun 2009-2050.
3
Sumber : Hasil perhitungan
Gambar 4 : Proyeksi temperatur permukaan 2009-2050 kota Padang
Sumber : Hasil perhitungan
Gambar 5 : Proyeksi temperatur permukaan 2009-2050 kota Jakarta
4
Perubahan iklim mempunyai dampak yang cukup besar bagi Indonesia. Banyak peristiwa
yang sudah terjadi di Indonesia sebagai akibat dari perubahan iklim dan pemanasan global
seperti : perubahan pola dan distribusi curah hujan. meningkatnya kejadian kekeringan, banjir
dan tanah longsor. menurunnya produksi pertanian /gagal panel, meningkatnya kejadian
kebakaran hutan, meningkatnya suhu di daerah perkotaan, naiknya permukaan air laut.
Pola dan distribusi curah hujan yang terjadi mempunyai kecenderungan bahwa daerah
kering menjadi makin kering dan daerah basah menjadi makin basah yang mengakibatkan
kelestarian sumber daya air menjadi terganggu. Kejadian-kejadian ekstrim seperti turunnya
hujan dengan intensitas yang cukup tinggi tapi dalam waktu singkat mengakibatkan
terjadinya banjir dan tanah longsor. Di sisi lain terjadinya musim kemarau berkepanjangan
mengakibatkan kekeringan dan terjadinya krisis air serta memicu terjadinya kebakaran hutan.
Ketidakstabilan hujan yang terjadi seperti datangnya awal musim yang terlambat dan
berakhirnya lebih cepat membawa dampak pada sektor pertanian yaitu menurunnya
produktifitas pertanian bahkan ada yang sampai gagal panen.
Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi berdampak pada naiknya permukaan laut.
Permukaan laut naik akibat es di kutub mencair dan mengembangnya volume air laut akibat
pemanasan yang terjadi diperkirakan kenaikan muka laut sebesar 1.1 meter pada tahun 2100
dan akan mengakibatkan tenggelamnya 115 pulau di Indonesia.
Untuk menghadapi dampak yang telah terjadi atau untuk mengurangi dampak yang
akan terjadi dari perubahan iklim dapat dilakukan dengan upaya adaptasi dan mitigasi seperti
diilustrasikan dalam gambar berikut :
Gambar 6. Kaitan perubahan iklim, dampak, adaptasi dan mitigasi
Adaptasi adalah berbagai tindakan penyesuaian diri terhadap kondisi atau dampak
perubahan iklim yang terjadi. Menyesuaikan kegiatan ekonomi pada sektor-sektor yang
rentan sehingga mendukung pembangunan berkelanjutan. Hingga saat ini, kegiatan adaptasi
difokuskan pada area-area yang dianggap rentan terhadap perubahan iklim yaitu daerah
pantai, sumber daya air, pertanian, kesehatan manusia dan infrastruktur. Adaptasi terhadap
perubahan iklim merupakan hal yang sangat penting dan harus segera dilakukan, mengingat
rentannya Indonesia terhadap dampak perubahan iklim dan rendahnya kapasitas dalam
beradaptasi. Strategi adaptasi terhadap perubahan iklim harus segera disusun dan diadopsi
dalam strategi pembangunan nasional. Rancangan tersebut memerlukan pengarus-utamaan
5
Dampak
Respon
Mitigasi Adaptasi
Perubahan dan
Variabilitas Iklim
Sumber : Santoso, 2006
(mainstreaming) dalam kerangka tujuan pembangunan berkelanjutan yang bersifat lintas
sektoral (antar departemen). Arah dan kegiatan adaptasi memerlukan konsistensi dari seluruh
jenjang lembaga pemerintah yang terkait.
Kegiatan adaptasi di Indonesia dalam skala nasional yang dapat dilakukan untuk
menghadapi dampak perubahan iklim adalah : Pemetaan pola dan proyeksi perubahan iklim,
reforestasi dan aforestasi pada lahan-lahan kritis, pengelolaan pengairan dan saluran irrigáis,
penyesuaian pola tanam dan penggunaan bibit pilihan, penanaman bakau (mangrove) sebagai
seaawall di daerah pantai, rehabilitasi terumbu karang untuk meningkatkan penyerapan CO2
di laut, penyesuaian perencanaan infrastruktur, pemahaman perubahan cuaca ekstrim dan
perubahan iklim untuk masyarakat umum.
Upaya adaptasi yang dapat dilakukan untuk berbagai sektor terhadap dampak perubahan
iklim di Indonesia diuraikan dalam kajian ini (lebih jelasnya baca makalahnya)
Mitigasi adalah berbagai tindakan aktif untuk mencegah atau memperlambat
terjadinya perubahan iklim/pemanasan global dan mengurangi dampak perubahan
iklim/pemanasan global (melalui upaya penurunan emisi gas rumah kaca, peningkatan
penyerapan gas rumah kaca).
Upaya mitigasi di Indonesia dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Pengurangan emisi karbon
2. Meningkatkan penyerapan karbon
Pengurangan emisi dapat dilakukan dengan penghematan energi, penggunaan energi
rendah emisi atau penggunaan sumber sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Sedangkan peningkatan penyerapan karbon dapat dilakukan dengan reforestasi, mencegah
kerusakan hutan dan rehabilitasi terumbu karang yang telsh rusak.
Pelaku mitigasi terdiri dari pemerintah, masyarakat dan industri dalam berbagai kegiatan
untuk mengurangi atau menurunkan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Aksi
mitigasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat secara umum sebagai berikut : mengurangi
konsumsi listrik misalnya melalui penggunaan lampu hemat energi, mematikan peralatan
elektronik yang tidak digunakan, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, meningkatkan
penggunaan transportasi massal, bersepeda atau berjalan kaki untuk jarak dekat dan menanam
pohon di sekitar tempat tinggal.
Kebijakan internasional terkait dengan perubahan iklim adalah dibentuknya IPCC
(Intergonernmental Panel on Climate Change) atau Panel Antar Pemerintah tentang
Perubahan Iklim tahun 1988 yang bertugas untuk melakukan kajian (assessment) secara
berkala tentang aspek ilmiah dan dampak perubahan iklim serta cara-cara mengatasinya.
Konferensi Tingkat Tinggi di Rio de Janeiro tahun 1992 tentang pembangunan berkelanjutan,
yaitu sebuah program aksi yang menyeluruh dan luas yang menuntut adanya cara-cara baru
dalam melaksanakan pembangunan sehingga pada abad 21 di seluruh dunia pembangunan
akan bersifat berkelanjutan. Protokol Kyoto tahun 1997, adalah sebuah amandemen terhadap
Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim. Nama resmi persetujuan ini adalah
Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol
Kyoto mengenai Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim). Protokol Kyoto
adalah sebuah persetujuan internasional di mana negara-negara industri akan mengurangi
rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca sebesar 5.2% dari emisi tahun 1990, yang dihitung
sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008-12. Bali Action Plan 2007 yang
dilaksanakan di Bali menyepakati tentang : aksi untuk melakukan kegiatan adaptasi terhadap
6
dampak negatif perubahan iklim (misalnya banjir dan kekeringan). mengurangi emisi gas
rumah kaca melalui REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation),
pengembangan dan pemanfaatan teknologi yang bersahabat dengan iklim (alih teknologi)
serta pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi.
Kebijakan nasional untuk mengkoordinasikan pelaksanaan pengendalian perubahan iklim
dan untuk memperkuat posisi Indonesia di forum internasional dalam pengendalian
perubahan iklim, pemerintah Republik Indonesia membentuk Dewan Nasional Perubahan
Iklim (DNPI) dan disahkan dengan Perpres no. 46 tahun 2008. Tugas dari DNPI adalah :
a. merumuskan kekijakan nasional, strategi, program dan kegiatan pengendalian perubahan
iklim
b. mengkoordinasikan kegiatan dalam pelaksanaan tugas pengendalian perubahan iklim
yang meliputi kegiatan adaptasi, mitigasi, alih teknologi dan pendanaan
c. merumuskan kebijakan pengaturan mekanisme dan tata cara perdagangan karbon
d. melaksanakan pemantauan dan evaluasi implementasi kebijakan, tentang pengendalian
perubahan iklim
e. memperkuat posisi Indonesia untuk mendorong negara-negara maju untuk lebih
bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan iklirn.
Kebijakan skala internasional maupun skala nasional merupakan suatu indikator bahwa
masalah perubahan iklim merupakan masalah serius yang harus segera ditangani bersama
agar terhindar dari dampak yang lebih buruk, sehingga kita tidak mengalami hal-hal yang
merugikan kita semua. Kebijakan tersebut merupakan perangkat yang dapat digunakan
sebagai acuan untuk mencari solusi yang tepat dalam mengatasi masalah perubahan iklim.
7
LAMPIRAN
1. MAKALAH PENELITIAN
No Penulis Judul Makalah Publikasi
di
1 Sartono Marpaung Kajian Perubahan
Iklim dan Antisipasi
Dampaknya
JSD
(rencana)
2 Sartono Marpaung Proyeksi Temperatur
Permukaan Beberapa
Kota di Pulau Jawa
Prosiding
Workshop
Aplikasi Sains
Atmosfer di
LAPAN
Bandung
2. MAKALAH REVIEW
No Penulis Judul Makalah Rencana
Publiksi
di
1
Sartono Marpaung
Perubahan Iklim di
Indonesia MSTD
2
Didi Satiadi
Pengaruh Perubahan Iklim
Pada Air dan Siklus
Hidrologi
MSTD
3
Dadang Subarna
Pembelajaran Perubahan
Iklim dan Pemanasan
Global Berbasis Simulasi
Komputer
MSTD
4
Suaydhi
Pemodelan Iklim Regional
dan Permasalahannya
MSTD
5 Nurzaman
Adikusumah
Kajian Dampak Perubahan
Iklim Pada Fenomena
Atmosfer
MSTD
3. LAYANAN INFORMASI
A. Modul Sosialisasi Perubahan Iklim, format Power Point
8