Hubungan Antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Belanja Modal

 

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang harus terus menerus dipacu pertumbuhannya. Pendapatan asli daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan desentralisasi. PAD dapat dijadikan sebagai indikator dalam menilai tingkat kemandirian suatu daerah dalam mengelola keuangan daerahnya, makin tinggi rasio PAD dibandingkan dengan total pendapatan makin tinggi tingkat kemandirian suatu darah. PAD selalu dihubungkan dengan kewenangan daerah untuk memungut pajak (daerah) atau pungutan lainnya seperti retribusi, padahal pendapatan asli daerah juga dapat berasal dari sumber lain seperti, hasil pengelolaan perusahaan daerah walaupun hasilnya yang relative kecil. Menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2004 PAD terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang sah. Pajak daerah dan retribusi daerah bersifat limitatif (closed-list) artinya bahwa Pemerintah daerah tidak dapat memungut jenis pajak dan retribusi selain yang telah di tetapkan dalam undang-undang.

Belanja Modal

Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang member manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau asset lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dimana aset tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja dan bukan untuk dijual (PMK No. 91/PMK.06/2007). Sedangkan menurut Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-33/PB/2008 yang dimaksud dengan belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap atau aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Belanja Modal dapat dikategorikan menjadi 5 (lima) kategori utama (Syaiful, 2006) yaitu Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal Gedung dan Bangunan, Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan, dan Belanja Modal Fisik Lainnya. Jumlah nilai belanja yang di kapitalisasi menjadi aset tetap adalah semua belanja yang dikeluarkan sampai dengan aset tersebut siap digunakan atau biaya perolehan.

Hubungan Antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Belanja Modal

Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana memadai akan berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan menambah pendapatan asli daerah. Peningkatan PAD diharapkan mampu memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal oleh pemerintah. Peningkatan investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembanguna yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Pelaksanaan desentralisasi membuat pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan PAD. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antara daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (PP No.55 Tahun 2005). Hal ini berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dan merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pusat kepada daerah. Transfer dari pusat ini cukup signifikan sehingga pemerintah daerah dengan leluasa dapat menggunakannya untuk memberi pelayanan publik yang lebih baik atau untuk keperluan lain.