Fungsi-fungsi Manajemen Pembelajaran
Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan adalah salah satu fungsi awal dari aktivitas manajemen dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Menurut Anderson (1989:47), perencanaan adalah pandangan masa depan dan menciptakan kerangka kerja untuk mengarahkan tindakan seseorang dimasa depan.
Yang dimaksud dengan perencanaan pembelajaran menurut Davis (1996) adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang guru untuk merumuskan tujuan mengajar.
Dalam kedudukannya sebagai seorang manajer, guru melakukan perencanaan pembelajaran yang mencakup usaha untuk :
1. Menganilisis tugas.
2. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan atau belajar.
3. Menulis tujuan belajar.
Model perencanaan Pengajaran
Suatu model perencanaan pengajaran sistematik, mengandung beberapa langkah, yaitu :
– Identifikasi Tugas-tugas.
– Analisis Tugas.
– Penetapan Kemampuan.
– Spesifikasi Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap.
– Identifikasi Kebutuhan Pendidikan dan Latihan.
– Perumusan Tujuan.
– Kriteria Keberhasilan Program.
– Organisasi Sumber-sumber Belajar.
– Pemilihan Strategi Pengajaran.
– Uji Lapangan Program.
– Pengukuran Realibitas Program.
– Perbaikan dan Penyesuaian.
– Pelaksanaan Program.
– Monitoring Program.
Sebagai suatu model perencanaan pengajaran, Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional Khusus (PSSI) memiliki langkah-langkah sebagai berikut, yaitu :
• Perumusan Tujuan Pengajaran.
• Pengembangan Alat Penilaian.
• Penetapan Pedoman Proses Kegiatan Belajar Siswa.
• Penetapan Pedoman Kegiatan Guru.
• Pedoman Pelaksanaan Program.
• Program Perbaikan (revisi).
Tujuan Pengajaran
Dick dan Reiser (1989) mengemukakan bahwa Tujuan Pengajaran adalah pernyataan umum dari apa yang akan dapat dilakukan pelajar sebagai hasil pengajaran yang dilakukan.
Adapun model pengajaran secara umum menurut Glasser (1968) sebagai berikut :
– Instrucsional Objectives
– Entering Behaviour
– Intrucsional Producs
– Performance Assesment
Setiap lembaga pendidikan nasional bermuara kepada pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan yang dinyatakan dalam pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003:
”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mecerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi serta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan dalam pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan atau prilaku (performance) murid-murid yang diharapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang disajikan oleh guru.
Menurut pendapat Bloom (1956) bahwa tujuan pengajaran harus mengaju kepada tiga dominan (kawasan pembinaan) untuk pengembangan pribadi anak, yaitu :
• Kognitif,
• Afektif, dan
• Psikomotorik.
Urlich menjelaskan (1981:42) bahwa elemen dari tujuan pengajaran, adalah sebagai berikut :
1. Pernyataan tentang perilaku yang dapat diamati, atau penampilan dari pelajar.
2. Suatu perpaduan kondisi perilaku yang diinginkan terjadi.
3. Pengungkapan penampilan minimal yang dapat diterima dari para pelajar.
Menurut Hamalik (1989:5), proses pendidikan sebagai proses untuk mengubah tingkah laku dan sikap sesuai dengan tujuan kognitif, afektif dan psikomotor merupakan komponen yang paling dalam sistem pendidikan. Dalam garis besarnya proses itu terdiri dari tiga aspek penting yaitu :
• Tujuan pendidikan yang telah digariskan secara eksplisit dan implisit.
• Pengalaman-pengalaman belajar didesain untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
• Evaluasi yang dilakukan untuk menentukan seberapa jauh tujuan telah dicapai.
Menurut Kemp (1994) meskipun domain pembelajaran dibagi kepada tiga bagian, para guru perlu menyadari bahwa ketiganya memiliki hubungan yang erat dalam konteks tujuan yang akan dicapai.
Mengorganisisr Sumber Daya Pembelajaran
Lebih jauh menurut Davis, proses pengorganisasian dalam pembelajaran meliputi empat kegiatan, yaitu :
1. Memilih alat taktik yang tepat.
2. Memilih alat bantu belajar atau audio-visual yang tepat.
3. Memilih besarnya kelas (jumlah murid yang tepat).
4. Memilih strategi yang tepay untuk mengkomunikasikan peraturan-peraturan, prosedur-prosedur serta pengajaran yang kompleks.
Ahmad Tafsir (1992:33) berpendapat bahwa metodologi pengajaran adalah pengetahuan yang membicarakan berbagai metode mengajar yang dapat digunakan oleh guru dalam menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar.
Dalam hal ini metode mengajar adalah :
1. Merupakan salah satu komponen dari proses pendidikan.
2. Merupakan alat mencapai tujuan yang didukung oleh alat-alat bantu mengajar.
3. Merupakan kebulatan dalam satu sistem pengajaran.
Dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah taktik atau strategi yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan mata pelajaran kepada peserta didik.
Menurut Davis (1996) bahwa dalam memilih metode sangat tergantung pada sifat tugas, tujuan pengajaran yang akan dicapai, kemampuan dan pengetahuan sebelumnya serta umur murid.
Guru sebagai manajer dapat mengorganisasikan bahan pelajaran untuk disampaikan kepada murid dengan beberapa metode, yaitu :
1. Metode Ceramah.
2. Metode Demontrasi.
3. Metode Diskusi.
4. Metode Tanya-Jawab.
5. Metode Driil atau Latihan Siap.
6. Metode Resitasi atau Pemberian Tugas Balajar.
Pengelolaan Kelas
Arikunto (1992) berpendapat bahwa pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru (penanggung-jawab) dalam membantu murid sehingga dicapai kondsi optimal pelaksanaan kegiatan belajar mengajar seperti yang diharapkan.
Pengelolaan kelas berkaitan dengan dua kegiatan utama, yaitu :
• Pengelolaan yang berkaitan dengan siswa.
• Pengelolaan yang berkaitan dengan fisik (ruangan, perobot, alat pelajaran).
Adapun tujuan pengeloalaan kelas adalah agar setiap anak dikelas dapat bekerja dengan tertib sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.
Pengelolaan kelas yang berkaitan dengan siswa adalah mengenai besar atau kecilnya ukuran atau jumlah siswa dalam satu kelas.
Besarnya jumlah siswa dalam satu kelas diharapkan dapat memberikan dampak, diantaranya :
1. Produktivitas kelompok maupun pengetahuan pribadi tentang hasil (tugas).
2. Perselisiihan kelompok, rasa harga diri individu (relasi antar anggota siswa).
Davis (1991) menyimpulkan bahwa efektivitas kelompok atau kelas dalam mencapai tujuan belajar adalah produk dari orientasi tugas dan relasi.
Kepemimpinan dalam Pembelajaran
Kepemimpinan sebagi prilaku seorang pimpinan dalam mempengaruhi individu dan kelompok orang dapat berlangsung dimana saja. Kepemimpinan dalam organisasi sekolah adalah kepemimpinan pendidikan.
Menurut Sue dan Glover (2000) dalam konteks pembelajaran, peran guru adalah mendorong murid untuk mengembangkan kapasitas pembelajaran, yang memungkinkan aktivitas manajemen, struktur organisasi, sistem dan proses yang diperlukan untuk menangani kegiatan mengajar dan peluang belajar para murid secara maksimal.
Dalam situasi pembelajaran diperlukan manajemen pembelajaran untuk semuayang terlibat dalam memudahkan proses pembelajaran. Guru adalah motivator untuk mempengaruhi siswa melakukan kegiatan belajar.
Oleh karena itu, guru sebagi pemimpin melakukan dua usaha utama, yaitu :
1. Memperkokoh Motivasi Siswa.
2. Memilih Strategi mengajar yang tepat.
Menurut Gordon (1997:23) hubungan antara guru dengan murid paling tidak ada beberapa hal yang musti diperhatikan, yaitu :
• Keterbukaan dan transparan.
• Penuh perhatian.
• Saling ketergantungan dari pihak yang satu dengan pihak yang lain.
• Keterpisahan, untuk memungkikan guru dan murid menumbuhkan dan mengembangkan keunikan, kreativitas, dan individualis masing-masing.
• Pemenuhan kebutuhan bersama.
Silberman (1997) berpendapat bahwa boleh dikatakan pembelajaran akan memikat hati siswa manakala kepada mereka diperintahkan hal-hal sebagai berikut, antara lain :
1. Sampaikan informasi dalam bahasa mereka.
2. Berikan contoh tentang hal tersebut.
3. Memperkenalkannya dalam berbagai arahan dan keadaan.
4. Melihat hubungan antara lain informasi dan fakta atau gagasan lainnya.
5. Membuat kegunaannya dalam berbagai cara.
6. Memperhatikan bebrapa konsekuensi informasi tersebut.
7. Menyatakan perbedaan informasi itu dengan yang lainnya.
Pembelajaran efektif ialah mengajar sesuai prinsip, prosedur dan desain, sedangkan belajar aktif yang dilakukan siswa dengan melibatkan seluruh seluruh unsur fisik dan psikis untuk mengoptimalkan pengembangan potensi anak.
Dijelaskan oleh Gordon (1997) ada beberapa persyaratan mendengar aktif dalam kegiatan mengajar, yaitu :
– Guru harus mempunyai perasaan percaya yang dalam terhadap kemampuan murid untuk memecahkan masalahnya sendiri.
– Guru harus dapat menerima dengan tulus perasaan-perasaan yang diungkapkan murid.
– Guru harus mengerti bahwa perasaan-perasaan seringkali berubah.
– Guru harus mempunyai keinginan membantu menyelesaikan masalah murid dan menyediakan waktu untuk itu.
– Guru harus dekat dengan setiap murid yang mengalami masalah tetapi juga harus dapat menjaga identitasnya.
– Guru harus mengerti bahwamurid jarang dapat memulai berbagai masalah yang sebenarnya.
– Guru harus menghormati kerahasiaannya apa yang dialami oleh murid dalam kehidupannya.
Menurut Sriyono, dkk (1992) dilihat dari segi hubungan guru dengan murid dalam konteks kepemimpinannya, ada beberapa gaya kepemimpinan guru, yaitu :
• Guru yang Otoriter.
• Guru yang memberikan Kebebasan.
• Guru yang Demokratis.
Memperkuat Motivasi Siswa
Persoalan motivasi bukan hanya kajian dalam psikologi, tetapi juga berkaitan dengan manajemen dan pembelajaran.
Motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu tindakan.
Menurut Davis (1996) kegiatan motivasi ialah ”Kekuatan yang tersembunyi didalam diri dan mendorong seseorang berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khusus”.
Menurut Mitchell (Sue dan Glover, 2000) berpendapat bahwa motivasi adalah sebagai suatu tingkatan kejiwaan berkaitan dengan keinginan individu dan pilihan untuk melakukan prilaku tertentu.
Robins (1984) mengemukakan tingkatan kebutuhan sebagai dasar motivasi sesuai dengan pendapat Maslow, yaitu :
• Kebutuhan Psikologis,
Mencakup : Lapar, Haus, dan Dorongan Seksual.
• Kebutuhan Rasa Aman,
Mencakup : Keamanan dan Perlindungan Fisik dan Emosi.
• Kebutuhan Sosial,
Mencakup : Kepemilikan, Penerimaan, dan Persahabatan.
• Kebutuhan Harga Diri,
Mencakup : (Faktor Internal) Harga Diri, Otonomi, dan Prestasi.
(Faktor Eksternal) Status, Pengakuan, dan Perhatian.
• Kebutuhan Aktulisasi Diri,
Mencakup : Pertumbuhan, Pencapaian Potensi Individu.
Evaluasi Pembelajaran
Dalam konteks manajemen pembelajaran, kontrol (pengawasan) adalah suatu pekerjaan yang dilakukan seorang guru untuk menentukan apakah fungsi organisasi serta pimpinananya telah dilaksanakan dengan baik mencapai tujuan-tjuan yang ditentukan.
Johnson, dkk (1978) mengutip pendapat Henri Fayol (1949), Mokler (1970), dan Wiener (1950), yang memberikan dasar teori kontrol lebih awal mengenai konsep ilmu tentang kontrol diatas sistem yang kompleks, informasi dan komunikasi.
Jonhson (1978:74) menyimpulkan kontrol sebagai fungsi dari sistem yang memberikan penyesuaian dalam mengarahkan kepada rencana, pemeliharaan dari variasi-variasi dari sasaran sistem didalam batasan-batasan yang diperbolehkan.
Ditegaskan oleh Kemp (1993:157) bahwa, tidak ada perbaikan dalam proses pembelajaran tanpa lebih dahulu melakukan evaluasi yang baik terhadap proses pembelajaran itu sendiri.
Hamalik (1990), karena tugas seorang perancang sistem dalam konteks pembelajaran adalah mengorganisir orang-orang, material dan prosedur-prosedur agar siswa belajar secara efisien.
Menurut Dimyati dan Mudjono (1999:190) evaluasi mencakup evaluasi belajar dan evaluasi pembelajaran.
Reigeluth (1993:9) bahwa evaluasi pengajaran adalah berkaitan dengan pemahaman, peningkatan dan pelaksanaan metode sebagai penilaian terhadap efektifitas dan efisiensi dari semua aktifitas.
Pendapat Hamalik (1990:259) evaluasi adalah suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai (assess) keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang suatu sistem pengajaran.
Oleh karena itu, Hamalik memberikan tiga implikasi, yaitu :
1. Evaluasi adalah proses yang terus-menerus bukan hanya pada akhir pengajaran, akan tetapi dimulai sebelum dilaksanakannya pengajaran sampai dengan berakhirnya pengajaran.
2. Proses evaluasi senantiasa diarahkan kepada tujuan tertentu, yaitu untuk mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki pengajaran.
3. Evaluasi menuntut pengguanaan alat-alat ukur yang akurat dan bermakna untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan.
Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pengajaran
Tujuan utama evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol.
Hasil evaluasi belajar dapat difungsikan dan ditujukan untuk keperluan berikut :
• Untuk Diagnostik dan Pengembangan,
• Untuk Seleksi,
• Untuk Kenaikan Kelas, dan
• Untuk Penempatan.
Menurut Kemp dkk, bahwa tujuan utama evaluasi adalah untuk menentukan kemajuan siswa dalam belajar.
Davis (1991:294) mengemukakan beberapa manfaat dari evaluasi belajar, yaitu :
1. Mengukur kopetensi atau kapabilitas siswa apakah mereka telah merealisasikan tujuan yang telah yang ditentukan.
2. Mentukan tujuan mana yang belum direalisasikan sehingga tindakan perbaikan yang cocok dapat diadakan.
3. Merumuskan ranking siswa dalam hal kesuksesan mereka mencapai tujuan yang telah disepakati.
4. Memeberikan informasi kepada guru tentang cocok tidaknya strategi mengajar yang ia gunakan, supaya kelebihan dan kekurangan strategi mengajar tersebut dapat ditentukan.
5. Merencanakan prosedur untuk memperbaiki rencana pelajaran, dan menentukan apakah sumber belajar tambahan perlu diberikan.
Menurut Seels dan Rechey (1994) penilaian formatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangannya sebelumnya.
Jenis-jenis Evaluasi adalah sebagai berikut :
• Evaluasi formatif adalah yang berfungsi untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
• Evaluasi sumatif adalah evaluasi untuk menentukan angka kemajuan hasil belajar siswa.
Insrumen evaluasi hasil belajar disebut juga teknik tes atau teknik non tes. Evaluasi menempati posisi yang sangat strategis dalam proses belajar mengajar (PBM). Kedudukan evaluasi hampir sama dengan tujuan dan memiliki hubungan yang erat dalam sistem pengjaran.
Menurut Hamalik (1989:5), bahwa proses pendidikan sebagai proses untuk merubah tingkah laku dan sikap sesuai dengan tujuan kognitif, afektif, dan psikomotor, dalam garis besarnya , proses itu terdiri dari tiga aspek penting, yaitu :
– Tujuan pendidikan yang telah digariskan secara eksplisit dan implisit,
– Pengalaman-pengalaman belajar didesain untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, dan
– Evaluasi yang dilakukan untuk menentukan seberapa jauh tujuan telah dicapai.
Peningkatan Mutu dalam Pembelajaran
Spanbauer dalam Hubbard, ed ((1993:394) menjelaskan sekolah-sekolah yang berhasil, telah menerapkan dua strategi utama, yaitu :
1. Mengunakan pendekatan sistem yang melakukan peninjauan ulang secara lebih cepat terhadap proses yang berhubungan langsung dengan pelajar.
2. Hal yang paling penting dan langsung berdampak positif adalah terlibatnya guru-guru secara aktif dalam pembuatan keputusan dan manajemen sekolah.
Spanbauer (1993) mengemukakan komponen-komponen dari model implementasi Total Quality Management (TQM) dalam pendidikan sebagai berikut :
• Kepemimpinan.
• Pendekatan Fokus Terhadap Pelanggan.
• Iklim Organisasi.
• Tim Pemecah Masalah.
• Tersedia Data yang Bermakna.
• Metode Ilmiah dan Alat-alat.
• Pendidikan dan Pelatiahan.
Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran unggul, maka harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Guru,
2. Siswa,
3. Metode Mengajar,
4. Manajemen Pembelajaran,
5. Psikologi Pembelajaran,
6. Lingkungan Belajar,
7. Sarana, Prasarana, Media, Laboratorium, dan
8. Dana.
Aplikasi Total Quality Management (TQM) di Kelas
Menurut Spanbauer (1994) TQM merupakan payung bagi strategi peningkatan mutu sekolah, seperti pembelajaran percepatan (accelerated learning), manajemen berbasis lingkungan, pemberdayaan guru, pendidikan berbasis hasil, efektivitas lembaga, pendidikan berbasis masyarakat dan pembelajaran berpusat kepada muri, diharapkan akan dapat memberdayakan pendidikan.
Hoy (1990) menjelaskan ada bebrapa tahapan yang aan dilalui untuk memantapkan budaya mutu dalam menuju sekolah unggul, yaitu :
– Membangun komitmen menanamkan dalam diri personil sekolah untuk mencapai tujuan.
– Perencanaan, menggunakan keterampilan individu dan tim untuk dikembangkan mencapai tujuan.
– Tindakan, untuk mengembangkan dan menggunakan keterampilan dalam menetapkan program berkelanjutan.
– Evaluasi, menilai kemajuan pencapaian tujuan, nilai yang dicaoai dan kebutuhan masa depan.
Dalam Total Quality Management (TQM), pembelajaran adalah berbasis kepada lingkungan, maka bidang pengajaran disepakati sebagai langkah pertama untuk menghabiskan rancangan dan proses pembelajaran yang efektif.
Hal yang penting dalam rancangan pembelajaran adalah hubungan fungsional yang jelas antara input, prose dan output dalam pembelajaran.
Menurut Hoy (2000), proses pembelajaran berakar didalam kelas. Guru mengelola pengajaran dan pembelajaran serta peningkatan harus melibatkan usaha-usaha guru dalam proses.
http://imbang88.wordpress.com/2010/04/01/fungsi-fungsi-manajemen-pembelajaran-dalam-penerapan-pembelajaran-pendidikan-luar-sekolah/