Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis masyarakat merupakan salah satu strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu strategi ini dapat membawa efek positif secara ekologi dan dan sosial. Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal sangatlah tepat diterapkan di indonesia, selain karena efeknya yang positif juga mengingat komunitas lokal di Indonesia memiliki keterikatan yang kuat dengan daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan demi kebaikan daerahnya dan tidak sebaliknya.
Ini seiring trend di dunia bahwa yang sedang giat-giatnya mengupayakan penguatan institusi lokal dalam pengelolaan laut (pesisir). Ini berangkat dari asumsi bahwa laut tidak semata merupakan sebuah sistem ekologi, tetapi juga sistem sosial. Karena itu, pengembangan kelautan dengan memperhatikan sistem ekologi-sosial mereka yang khas menjadi penting. Kuatnya institusi lokal di pesisir merupakan pilar bangsa bahari. Bila mereka berdaya, aturan lokal mereka bisa melengkapi kekuatan hukum formal, mereka bisa menjadi pengawas laut yang efektif, menjadi pengelola perikanan lokal karena didukung pengetahuan lokal (traditional ecological knowledge), serta pendorong tumbuhnya ekonomi pesisir.
Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai suatu upaya yang dimaksudkan untuk memfasilitasi/mendorong/ membantu agar masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil mampu menentukan yang terbaik bagi mereka dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil. Secara teoritik pemberdayaan (empowerment) dapat diartikan sebagai upaya untuk menguatkan masyarakat dengan cara memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar menggali potensi dirinya dan berani bertindak untuk memperbaiki kualitas hidupnya salah satu cara untuk memperbaiki kualitas hidupnya diantaranya adalah melibatkan mereka untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan lahan pesisir. Partisipasi ini tidak hanya sekedar mendukung program-program pemerintah, tetapi sebagai kerjasama antara masyarakat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan program-program pembangunan, khususnya di lahan wilayah pesisir (Johan Iskandar, 2001).
Dalam pengertian ini, pemberdayaan masyarakat akan berkenaan dengan peran aktif mereka, baik dalam perumusan hukum atau kebijakan maupun dalam pelaksanaannya. Perencanaan yang tidak melibatkan peran serta masyarakat tentunya akan menimbulkan kendala dalam pelaksanaannya mengingat keberlakuan suatu aturan atau kebijakan tidaklah mungkin dapat diterapkan tanpa adanya peran serta masyarakat yang memang berkeinginan untuk melaksanakan apa yang menjadi isi dan makna pengaturan itu sendiri. Hal ini penting, hukum pada prinsipnya berisikan hal-hal yang berintikan kebaikan. Oleh sebab itu, isi atau substansi hukum yang tidak berisikan nilai-nilai kebaikan dalam masyarakat tentunya tidak akan berlaku efektif dalam masyarakat tersebut.
Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis komunitas ini bukanlah sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia. Sejak dahulu, komunitas lokal di Indonesia memiliki suatu mekanisme dan aturan yang melembaga sebagai aturan yang hidup di masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam termasuk di dalamnya sumberdaya kelautan. Hukum tidak tertulis ini tidak saja mengatur mengenai aspek ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya kelautan, namun juga mencakup aspek pelestarian lingkungan dan penyelesaian sengketa (Weinstock 1983; Dove 1986, 1990, 1993; Ellen 1985; Thorburn 2000).
Dengan demikian, pelibatan masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan DPL merupakan langkah strategis dan tepat, selain karena pertimbangan di atas, juga mengingat begitu banyak dan luas pulau-pulau kecil di propinsi Lampung yang sulit diawasi oleh aparat, karena ketebatasan personil dan peralatan. Selain itu, dengan modal DPL berbasis masyarakat sekaligus menumbuhkan kedasaran masyarakat akan arti perlindungan sumber daya laut yang sangat berarti bagi kehidupan masyarakat saat ini dan generasi yang akan datang. Tanpa peran serta masyarakat dalam setiap kebijakan pemerintah, tujuan ditetapkannya kebijakan tersebut sulit dicapai. Oleh sebab itu, untuk mencegah kerusakan yang lebih parah terhadap sumber daya laut di Propinsi Lampung, upaya menumbuhkembangkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasan kebijakan tersebut harus selalu dilakukan.
Konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan dan pengembangan DPL ini searah dengan konsep otonomi daerah dewasa ini. Desentralisasi dengan perwujudan otonomi daerah merupakan wahana yang sangat menjanjikan untuk mencapai partisipasi masyarakat yang akan menghasilkan pengelolaan dan pengembangan DPL yang efektif. Menurut UU No. 32/2004, Indonesia telah meninggalkan paradigma pengelolaan sumberdaya alam yang telah berlangsung selama 50 tahun belakangan ini dan melangkah pada suatu paradigma baru, yaitu desentralisasi pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat setempat yang berhubungan langsung dengan sumber laut tersebut. Otonomi daerah dalam hal ini mengubah infrastruktur institusi bagi pengelolaan sumberdaya kelautan dan dalam kasus tertentu membentuk basis institusi bagi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan yang partisipatif.