ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CVA / STROKE INFARK

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CVA / STROKE INFARK

I.PENDAHULUAN.
CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat dengan istilah Stroke.Istilah ini lebih populer di banding CVA.Kelainan ini terjadi pada organ otak.Lebih tepatnya adalah Gangguan Pembuluh Darah Otak.Berupa penurunan kualitas pembuluh darah otak.Stroke menyebabkan angka kematian yang tinggi.
Kejadian sebagian besar dialami oleh kaum lai-laki daripada wanita (selisih 19 % lebih tinggi)dan usia umumnya di atas 55 tahun.

II.PENYEBAB dan KLASIFIKASI.
Pecahnya pembuluh darah otak sebagian besar diakibatkan oleh rendahnya kualitas pembuluh darah otak.Sehingga dengan adanya tekanan darah yang tinggi pembuluh darah mudah pecah.
Faktor resiko terjadinya stroke ada 2 :
1.Faktor resiko yang dapat diobati / dicegah :
 Perokok.
 Penyakit jantung ( Fibrilasi Jantung )
 Tekanan darah tinggi.
 Peningkatan jumlah sel darah merah ( Policitemia).
 Transient Ischemic Attack ( TIAs)
2.Faktor resiko yang tak dapat di rubah :
 Usia di atas 65.
 Peningkatan tekanan karotis ( indikasi terjadinya artheriosklerosis yang meningkatkan resiko serangan stroke).
 DM.
 Keturunan ( Keluarga ada stroke).
 Pernah terserang stroke.
 Race ( Kulit hitam lebih tinggi )
 Sex ( laki-laki lebih 30 % daripada wanita ).

Secara patologik suatu infark dapat di bagi dalam :
1. Trombosis pembuluh darah ( trombosis serebri ).
2. Emboli a.l dari jantung (emboli serebri ).
3. Arteritis sebagai akibat lues / arteritis temporalis.

KLASIFIKASI :
Secara klinis stroke di bagi menjadi :
1. Serangan Ischemia Sepintas ( Transient Ischemia Attack / TIA ).
2. Stroke Ischemia ( Stroke non Hemoragik ).
3. Stroke Hemoragik.
4. Gangguan Pembuluh Darah Otak Lain.
Sumber : 2000, Harsono ED, Kapita Selekta Neurologi, Gajah Mada UP, hal : 84.

III.PATOFISIOLOGI.
Faktor penyebab :
Kualitas pembuluh darah tidak baik
Trombosis pembuluh darah ( trombosis serebri ).
Emboli a.l dari jantung (emboli serebri ).
Arteritis sebagai akibat lues / arteritis temporalis.

Penurunan Blood Flow ke otak

Ischemia dan hipoksia jaringan otak

Infark otak

EDEMA JARINGAN OTAK

Kematian sell otak
Kerusakan sistem motorik dan sensorik
( DEFICIT NEUROLOGIS )
 Kelumpuhan / hemiplegi
 Kelemahan / paralyse
 Penurunan kesadaran dan Dysphagia

(Sumber : Susan C.dewit, ESSENTIALS OF MEDICAL SURGICAL NURSING, W.B SOUNDERS COMPANY, 1998, hal.350 dan 363).

IV.TANDA DAN GEJALA.
1. Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala :
 Perubahan tingkat kesadaran : penurunan orientasi dan respons terhadap stimulus.
 Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas : kelemahan sampai paralysis.
 Perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi.Unilateral tanda dari perdarahan cerebral.
 Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas irreguler, peningkatan suhu tubuh.
 Keluhan kepala pusing.
 Muntah projectile ( tanpa adanya rangsangan ).
2.Kelumpuhan dan kelemahan.
3.Penurunan penglihatan.
4.Deficit kognitif dan bahasa ( komunikasi ).
5.Pelo / disartria.
6.Kerusakan Nervus Kranialis.
7.Inkontinensia alvi dan uri.

V.PENATALAKSANAAN MEDIK.
A.PEMERIKSAAN PENUNJANG.
1.LABORATORIUM.
 Hitung darah lengkap.
 Kimia klinik.
 Masa protombin.
 Urinalisis.
2.DIAGNOSTIK.
 SCAN KEPALA
 Angiografi serebral.
 EEG.
 Pungsi lumbal.
 MRI.
 X ray tengkorak
B.PENGOBATAN.
1.Konservatif.
a.Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
b.Mencegah peningkatan TIK.
 Antihipertensi.
 Deuritika.
 Vasodilator perifer.
 Antikoagulan.
 Diazepam bila kejang.
 Anti tukak misal cimetidine.
 Kortikosteroid : pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena klien akan mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress ulcer/perdarahan lambung.
 Manitol : mengurangi edema otak.
2.Operatif.
Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu dipertimbangkan evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang menetap akan membahayakan kehidupan klien.
3.Pada fase sub akut / pemulihan ( > 10 hari ) perlu :
 Terapi wicara.
 Terapi fisik.
 Stoking anti embolisme.
VI. KOMPLIKASI DAN PENCEGAHAN STROKE.
 Aspirasi.
 Paralitic illeus.
 Atrial fibrilasi.
 Diabetus insipidus.
 Peningkatan TIK.
 Hidrochepalus.
PENCEGAHAN :
 Kontrol teratur tekanan darah.
 Menghentikanmerokok.
 Menurunkan konsumsi kholesterol dan kontrol cholesterol rutin.
 Mempertahankan kadar gula normal.
 Mencegah minum alkohol.
 Latihan fisik teratur.
 Cegah obesitas.
 Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke.

VI.ASUHAN KEPERAWATAN.
A.PENGKAJIAN
BIODATA
Pengkajian biodata di fokuskan pada :
Umur : karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya serangan stroke.Jenis kelamin : laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita.Ras : kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.

KELUHAN UTAMA.
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi : penurunan kesadaran atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar.

UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN.
Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat memburuk.Oleh karena itu klien biasanya langsung di bawa ke Rumah Sakit.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU.
Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Pernah TIAs, Policitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi menurun.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG.
Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan aktifitas tiba-tiba terjadi keluhan neurologis misal : sakit kepala hebat, penurunan kesadaran sampai koma.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA.
Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami stroke.

PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI.
Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka perlu klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dari bantuan sebagaian sampai total.Meliputi :
 mandi
 makan/minum
 bab / bak
 berpakaian
 berhias
 aktifitas mobilisasi
PEMERIKSAAN FISIK DAN OBSERVASI.
BI ( Bright / pernafasan).
Perlu di kaji adanya :
 Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan kehilangan refleks batuk.
 Adakah tanda-tanda lidah jatuh ke belakang.
 Auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stridor.
 Catat jumlah dan rama nafas

B2 ( Blood / sirkulasi ).
Deteksi adanya : tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan Tekanan Darah disertai dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi.
B3 ( Brain / Persyarafan, Otak )
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat.Periksa adanya pupil unilateral, Observasi tingkat kesadaran .
B4 ( Bladder / Perkemihan ).
Tanda-tanda inkontinensia uri.
B5 ( Bowel : Pencernaan )
Tanda-tanda inkontinensia alfi.
B6 ( Bone : Tulang dan Integumen ).
Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan.Tanda-tanda decubitus karena tirah baring lama.Kekuatan otot.
SOSIAL INTERAKSI.
Biasanya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian diekspresikan dengan menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan kesembuhannya.

B.DIAGNOSA YANG MUNCUL.
1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder terhadap perdarahan otak .
2. Intoleransi aktifitas (ADL) berhubungan dengan kehilangan kesadaran,kelumpuhan.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
5. Kecemasan (ancaman kematian) berhubungan dengan kurang informasi prognosis dan terapi.Kurang pengetahuan prognosis dan terapi berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi.
6. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan, penurunan kesadaran.
7. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh ) berhubungan dengankesulitan menelan(disfagia), hemiparese dan hemiplegi.
8. Inkoninensia uri berhubungan dengan defisit neurologis.
9. Inkontinensia alfi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan neurologis.
10. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas, parise dan paralise.
11. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan bicara verbal atau tidak mampu komunikasi.
12. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori.
13. Resiko terjadinya : kekeringan kornea, Pneumonia ortostatik sekunder kehilangan kesadaran.

C.INTERVENSI KEPERAWATAN.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
1.RESIKO PENINGKATAN TIK BERHUBUNGAN DENGAN PENAMBAHAN ISI OTAK SEKUNDER TERHADAP HIPOKSIA, EDEMA OTAK.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami peningkatan tekanan intra kranial .
Kriteria hasil :
Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial :
 Peningkatan tekanan darah.
 Nadi melebar.
 Pernafasan cheyne stokes
 Muntah projectile.
 Sakit kepala hebat.
Pencegahan TIK meningkat di laksanakan.
Intervensi.
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
 tekanan darah
 nadi
 GCS
 Respirasi
 Keluhan sakit kepala hebat
 Muntah projectile
 Pupil unilateral Deteksi dini peningkatan TIK untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
2. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat kecuali ada kontra indikasi.Hindari mengubah posisi dengan cepat. Meninggikan kepala dapat membantu drainage vena untuk mengurangi kongesti vena.
3. Hindari hal-hal berikut :
Masase karotid

Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat.

Rangsangan anal dengan jari(boleh tapi dengan hati-hati ) hindari mengedan, fleksi ekstrem panggul dan lutut.

Masase karotid memperlambat frekuensi jantung dan mengurangi sirkulasi sistemik yang diikuti peningkatan sirkulasi secara tiba-tiba.
Fleksi atau rotasi ekstrem leher mengganggu cairan cerebrospinal dan drainage vena dari rongga intra kranial.
Aktifitas ini menimbulkan manuver valsalva yang merusak aliran balik vena dengan kontriksi vena jugularis dan peningkatan TIK.
4. Konsul dokter untuk mendapatkan pelunak feces jika di perlukan. Mencegah konstipasi dan mengedan yang menimbulkan manuver valsalva.
5. Pertahankan lingkungan tenang, sunyi dan pencahayaan redup. Meningkatkan istirahat dan menurunkan rangsangan membantu menurunkan TIK.
6. Berikan obat-obatan sesuai dengan pesanan:
 Anti hipertensi.

 Anti koagulan.

 Terapi intra vena pengganti cairan dan elektrolit.
 Pelunak feces.
 Anti tukak.
 Roborantia.

 Analgetika.
 Vasodilator perifer.
 Menurunkan tekanan darah.
 Mencegah terjadinya trombus.
 Mencegah defisit cairan.

 Mencegah obstipasi.
 Mencegah stres ulcer.
 Meningkatkan daya tahan tubuh.
 Mengurangi nyeri.
 Memperbaiki sirkulasi darah otak.

2.GANGGUAN MOBILITAS FISIK BERHUBUNGAN DENGAN HEMIPARESE / HEMIPLEGIA

Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya

Kriteria hasil
1. Tidak terjadi kontraktur sendi
Bertambahnya kekuatan otot
2. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

Intervensi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Ubah posisi klien tiap 2 jam

2. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
4. Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
5. Tinggikan kepala dan tangan
6. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
 Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
 Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
 Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

3.GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : PERABAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENEKANAN PADA SARAF SENSORI.

Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.

Kriteria hasil :
 Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
 Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
 Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori

INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kondisi patologis klien

2. Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian

3. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.

4. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal
5. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
6. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.

7. Lakukan validasi terhadap persepsi klien 1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
2. Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
3. Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
4. Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.

5. Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.

6. Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.
7. Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.

4.KURANGNYA PERAWATAN DIRI BERHUBUNGAN DENGAN HEMIPARESE/HEMIPLEGI DAN KEHILANGAN KESADARAN.

Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil
 Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
 Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan

INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri.

2. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
3. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.

4. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi 1. Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
2. Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
3. Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
4. Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
5. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

5.RESIKO GANGGUAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH BERHUBUNGAN DENGAN KELEMAHAN OTOT MENGUNYAH DAN MENELAN SEKUNDER KEHILANGAN KESADARAN.
Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil
 Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
 Hb dan albumin dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
3. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
4. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu

5. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang

6. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
7. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan

8. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan.

9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang 1. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
2. Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
3. Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler

4. Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
5. Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
6. Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
7. Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
8. Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
9. Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990).

PUSTAKA.
1. Marylin Doengus , TERJEMAHAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN , EGC, 1999.
2. Lynda Jual C ,RENCANA ASUHAN DAN DOKUMENTASI KEPERAWATAN, EGC,1999.
3. Anna Owen ,PEMANTAUAN PERAWATAN KRITIS, , EGC, 1997.
4. Susan C.dewit, ESSENTIALS OF MEDICAL SURGICAL NURSING, W.B SOUNDERS COMPANY, 1998
5. Harsono,ED, NEUROLOGI KLINIS, GAJAH MADA UNIVERSITY PRESS, 1996.
6. 2000, Harsono ED, KAPITA SELEKTA NEUROLOGI, Gajah Mada UP.

Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan batuk aktif sekunder gangguan kesadaran.

Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
 Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
 Mendemontrasikan batuk efektif.
 Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk. R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.

4. Lakukan pernapasan diafragma. R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 – 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat. R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.

6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.

8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pelaksanaan fisioterapi dada / postural drainase
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks. R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.