ANESTESI LOKAL DAN ANESTESI UMUM KELOMPOK 8

ANESTESI LOKAL DAN ANESTESI UMUM KELOMPOK 8

A. DEFINISI

Anestesi umum adalah obat yang digunakan untuk meniadakan persepsi terhadap semua rangsang. Anestesi umum digunakan dalam berbagai tindakan pembedahan (operasi). Untuk menimbulkan efek anestesi yang ideal, sering diperlukan kombinasi deri beberapa obat. Obat anestesi umumnya diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.
Anestesi Lokal adalah obat yang mampu menghambat konduksi saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh yang spesifik. Anestesi lokal diberikan secara topikal (lokal) untuk menghambat sel saraf. Hambatan konduksi menyebabkan informasi atau rangsang nyeri dari perifer tidak sampai pada SSP sehingga tidak timbul persepsi nyeri. Hambatan konduksi oleh anestesi lokal bersifat reversible dan tidak menimbulkan kerusakan struktur pada sel.

B. ADMINISTRASI OBAT

Administrasi Anestesi umum dapat dilakukan dengan cara : inhalasi atau injeksi intravena.
1. Anestesi inhalasi: halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane merupakan cairan yang mudah menguap. Obat-obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran napas. Cara pemberian anestesi inhalasi:
• Open drop method : zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara terbuka.
• Semiopen drop method : cara ini hampir sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.
• Semiclosed method : udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi dapat diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan hipoksia dapat dihindari dengan pemberian O2.
• Closed method : hampir sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.

Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether, cyclopropane, dan chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara maju karena sifatnya yang mudah terbakar (misalnya ether dan cyclopropane) dan toksisitasnya terhadap organ (chloroform).

2. Anestesi Intravena. Beberapa obat digunakan secara intravena ( baik sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau sebagai komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk menenangkan pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas buatan untuk jangka panjang. Untuk anestesi intravena total biasanya menggunakan propofol. Cara pemberian anestesi intravena, yaitu :
a. Sebagai obat tunggal
• Induksi anestesi
• Operasi singkat: cabut gigi
b. Suntikan berulang
• Sesuai kebutuhan: curetase
c. Diteteskan lewat infus
• Menambah kekuatan anastesi

Pemberian anestetik lokal dapat dilakuka dengan teknik :
 Anestesi permukaan, yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokaldi atas selaput mukosa seperti mata, hidung, atau faring. ContohnyaChlorethyl.
 Anestesi infiltrasi, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsungdiarahkan di sekitar tempat lesi, luka atau insisi. Cara infiltrasi yang seringdigunakan adalah blokade lingkar dan obat disuntikkan intradermal atausubkutan
 Anestesi blok, yaitu penyuntikan analgetika lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. Hal ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal,misalnya saraf oksipital dan pleksus brakialis, anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Pada anestesi spinal, analgetik lokal disuntikkan ke dalam ruang subaraknoid di antara konus medularis dan bagian akhir ruang subaraknoid. Anestesi epidural diperoleh dengan menyuntikkan zat anestetik lokal ke dalam ruang epidural. Pada anestesi kaudal, zat analgetik lokal disuntikkan melalui hiatus sakralis.
 Anestesi regional intravena, yaitu penyuntikkan larutan analgetik lokal intravena. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi bagian proksimalnyadari sirkulasi sistemik dengan turniket pneumatik (Bier Block). Paling baik digunakan untuk ekstremitas atas
Atau dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu :
a. Neurological blockade perifer
• Topical
• Infiltration
• Nerve block
• IV regional anestesia
b. Neurological blockade sentral
• Anesthesia spinal
• Anesthesia epidural

C. FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK (A.Lokal)

Farmakokinetik
Anestesi lokal biasanya diinjeksikan atau diaplikasikan sangat dekat dengan lokasi kerja maka farmakokinetik dari obat umumnya lebih dipentingkan tentang eliminasi dan toksisitas obat dibanding dengan efek klinis yang diharapkan.
1. Absorpsi
Sebagian besar membran mukosa (contoh: konjungtiva okuli, mukosa trakhea) memiliki barier yang lemah terhadap penetrasi anestesi lokal, sehingga menyebabkan onset kerja yang cepat. Kulit yang utuh, di pihak lain, membutuhkan anestesi lokal larut-lemak dengan konsentrasi tinggi untuk menghasilkan efek analgesia. Krim EMLA terdiri dari campuran 1:1 lidokain 5% dan prilocaine 5% dalam emulsi minyak-dalam-air. Analgesik dermal baik untuk mengawali iv-line yang kerjanya paling tidak membutuhkan waktu satu jam. Kedalaman penetrasi (biasanya 3-5mm), durasi kerja (biasanya 1-2 jam), dan jumlah obat yang diabsorpsi tergantung dari waktu aplikasi, aliran darah dermal, ketebaan keratin, dan dosis total pemberian. Biasanya, 1-2 gram krim diaplikasikan tiap 10 cm2 kulit, dengan maksimum area 2000 cm2 pada dewasa ( 100 cm2 untuk anak dengan BB < 10 kg). Pengambilan split-thickness-skin-graft, pengambilan laser portwine, litotripsi, dan sirkumsisi sudah berhasil dilakukan dengan krim EMLA. Efek samping diantaranya pucat, eritema, dn edema. Krim EMLA tidak boleh digunakan pada mukosa, kulit yang terluka, bayi usia < 1 bulan, atau pasien dengan predisposisi methemoglobinemia (lihat Metabolisme di bawah). Absorpsi sitemik dari anestesi lokal yang diinjeksi bergantung pada aliran darah, yang ditentukan dari beberapa faktor di bawah ini : 1. Lokasi injeksi—laju absorpsi sistemik proporsional dengan vaskularisasi lokasi injeksi : intravena > trakeal > intercostal > caudal > paraservikal > epidural > pleksus brakhialis > ischiadikus > subkutaneus.
2. Adanya vasokonstriksi—penambahan epinefrin—atau yang lebih jarang fenilefrin—menyebabkan vasokonstriksi pada tempat pemberian anestesi. Sebabkan penurunan absorpsi dan peningkatan pengambilan neuronal,sehingga meningkatkan kualitas analgesia, memperpanjang durasi, dan meminimalkan efek toksik. Efek vasokonstriksi yang digunkan biasanya dari obat yang memiliki masa kerja pendek. Contohnya, penambahan epinefrin dalam lidokain biasanya memperlama kerja anestesi setidaknya sebanyak 50%, namun epinefrin tidak memiliki efek jika ditambahkan dengan bupivacaine, yang durasi kerjanya tergantung dari keterikatan dengan protein. Epinefrin juga dapat meningkatkan kualitas analgesia dan memperlama kerja lewat aktivitasnya terhadap resptor adrenergik α2.
3. Agen anestesi lokal—anestesi lokal yang terikat kuat dengan jaringan lebih lambat terjadi absorpsi. Dan agen ini bervariasi dalam vasodilator intrinsik yang dimilikinya.

2. Distribusi
Distribusi tergantung dari ambilan organ, yang ditentukan oleh faktor-faktor di bawah ini:
1. Perfusi jaringan—organ dengan perfusi jaringan yang tinggi (otak, paru, hepar, ginjal, dan jantung) bertanggung jawab terhadap ambilan awal yang cepat (fase α), yang diikuti redistribusi yang lebih lambat (fase β) sampai perfusi jaringan moderat (otot dan saluran cerna). Paru mengekstraksi anestesi lokal dalam jumlah yang signfikan, konsekuensinya, batas toksisitas sistemik pada injeksi arterial memiliki dosis yang lebih rendah daripada injeksi vena.
2. Koefisien partisi jaringan/darah—ikatan protein plasma yang kuat cenderung mempertahankan obat anestesi di dalam darah, dimana kelarutan lemak yang tinggi memfasilitasi ambilan jaringan.
3. Massa jaringan—otot merupakan reservoar paling besar untuk anestesi lokal karena massa dari otot yang besar.

3. Metabolisme dan Ekskresi
Metabolisme dan ekskresi dari lokal anestesi dibedakan berdasarkan strukturnya :
1. Ester—anestesi lokal ester dominan dimetabolisme oleh pseudokolinesterase (kolinesterase palsma atau butyrylcholinesterase). Hidrolisa ester sangat cepat, dan metabolitnya yang larut-air diekskresikan ke dalam urin. Procaine dan benzocaine dimetabolisme menjadi asam p-aminobenzoiz (PABA), yang dikaitkan dengan reaksi alergi. Pasien yang secara genetik memiliki pseudokolinesterase yang abnormal memiliki resiko intoksikasi, karena metabolisme dari ester yang menjadi lambat. Cairan serebrospinal memiliki enzim esterase yang banyak, jadi penentuan kerja dari obat anestesi ester yang diberikan melalui intratekal, contohnya tetracaine, tergantung dari absorpsi dalam aliran darah. Sebaliknya dari anestesi ester yang lain, cocaine dimetabolisme (N-metilasi dan ester hidrolisis) sebagian di hepar dan sebagian diekskresikan dalam urin.
2. Amida—anestesi lokal amida dimetabolisme (N-dealkilasi dan hidroksilasi) oleh enzim mikrosomal P-450 di hepar. Laju metabolisme amida tergantung dari agent yang spesifik (prilocine > lidocaine > mepivacaine > ropivacaine > bupivacaine), namun secara keseluruhan jauh lebih lambat dari hidrolisis ester. Penurunan fungsi hepar (misal pada sirosis hepatis) atau gangguan aliran darah ke hepar (misal gagal jantung kongestif, vasopresor, atau blokade reseptor H2) akan menurunkan laju metabolisme dan merupakan predisposisi terjadi intoksikasi sistemik. Sangat sedikit obat yang diekskresikan tetap oleh ginjal, walaupun metabolitnya bergantung pada bersihan ginjal.

Metabolit dari prilocaine (derivat o-toluidine), yang terakumulasi setelah dosis besar obat (>10 mg/kg), mengkonversi hemoglobin menjadi methemoglobin. Neonatus dari ibu yang mendapatkan anestesi epidural prilocaine sewaktu melahirkan dan pasien dengan kardiopulmonal yang terbatas biasanya cenderung mengalami perubahan dalam transpor oksigen. Benzocaine, yang biasanya merupakan isi dari anestesi lokal spray, juga dapat menyebabkan methemoglobinemia. Pengobatan methemoglobinemia yang berarti dengan metilen biru (1-2mg/kg dalam larutan 1% selama lebih dari 5 menit). Metilen biru mereduksi methemoglobin (Fe3+) menjadi hemoglobin (Fe2+).

Farmakodinamik
Anastetik lokal menyebabkan suatu hambatan reversibel pada konduksi impuls di dalam sel-sel saraf (dan struktur lain yang berdaya hantar, misalnya sistem pembentukkan dan konduksi impuls dari jantung). Efek berdasarkan pada blokade kanal Na+ yang peka terhadap potensi di dalam membran neuron. Pertama-tama, anastetik lokal harus dapat berpenetrasi ke dalam membran (syaratnya memiliki sifat lipofil yang baik dan keadaan tidak terdisosiasi), selanjutnya dengan jalan difusi mencapai lumen dari kanal Na+. Disini terjadi peningkatan bentuk proton dan berikatan pada reseptor dari protein kanal, mengakibatkan kanal Na+ untuk waktu tertentu beralih ke keadaan tertutup dan nonaktif. Lamanya blokade kanal Na+ berbeda-beda tergantung pada zatnya. Blokade kanal Na+ menghalangi depolarisasi sel-sel saraf sehingga hantaran potensial aksi ditiadakan.
Pada prinsipnya cara kerja anastetik lokal ini berlaku untuk semua jenis serabut saraf, sensorik maupun motorik. Bergantung pada konsentrasi, urutan blokade impuls adalah sebagai berikut :
1. Tidak berfungsinya serabut sensorik halus, di antaranya serabut C yang menghantarkan rasa nyeri. Berturut-turut yang hilang ialah nyeri; dingin atau panas; rabaan dan tekanan. Serabut C simpatik pascaganglion juga bereaksi sangat sensitif. Blokade mngakibatkan hilangnya tonus vasokonstriktor  bahaya penurunan tekanan darah pada anastesi lumbal.
2. Serabut saraf motorik yang lebih kasar bereaksi jauh kurang sensitif.

D. TOKSISITAS (Anestesi Lokal)

Efek Samping anestesi lokal terhadap Sistem Tubuh, yaitu sebagai berikut :
• Sistem kardiovaskular
1. Depresi automatisasi miokard
2. Depresi kontraktilitas miokard
3. Dilatasi arteriolar
4. Dosis besar dapat menyebabkan disritmia / kolaps sirkulasi
• Sistem Pernapasan
Relaksi otot polos bronkus. Henti napas akibat pralise saraf frenikus, paralise interkostal atau depresi langsung pusat pengaturan napas.
• Sistem Saraf Pusat (SSP)
SSP rentan terhadap toksisitas anestetik lokal, dengan tanda-tanda awal paarestesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinitus, pandangan kabur, agitasi, twitching, depresi pernapasan, tidak sadar, konvulsi, koma. Tambahan adrenalin beresiko kerusakan saraf.
• Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan derivat para-amino-benzoic acid (PABA), yang dikenal sebagai alergen.
• Sistem Muskuloskeletal
Bersifat miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain)Tambahan adrenalin beresiko kerusakaan saraf. Regenerasi dalam waktu 3-4 minggu.

Toksisitas dalam pemberian anestesi lokal bergantung pada :
– Jumlah larutanyang disuntikan – Konsentrasi obat
– Ada tidaknya adrenalin – Vaskularisasi tempat suntukan
– Absorbsi obat – Laju destruksi obat
– Hipersensitivitas – Usia
– Keadaan umum – Berat badan

E. APLIKASI DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI (Anestesi Lokal, Anestesi Umum)
a. Anestesi Lokal
Terdapat 3 teknik anastesi local yang dipakai dalam bidang kedokteran gigi
1. Anatesi Infiltrasi
Anestesi infiltrasi merupakan teknik anestesi lokal paling sering digunakan pada maxilaris, larutan anestesi didepositkan pada permukaan supraperiosteal yang berhubungan dengan periosteum bukal dan labial. Teknik infiltrasi dapat dibagi menjadi 6:
a) Suntikan submukosa : suntikan ini sering digunakan baik untuk menganestesi saraf bukal panjang sebelum pencabutan molar bawah atau operasi jaringan lunak.
b) Suntikan supraperiosteal : Pada beberapa daerah seperti maksila, bidang kortikal bagian luar dari tulang alveolar bila larutan anestesi didepositkan di luar periosteum, larutan akan terinfiltrasi melalui periosteum, bidang kortikal, dan tulang medularis ke serabut saraf. Dengan cara ini, anestesi pulpa gigi dapat diperoleh melalui penyuntikan di sepanjang apeks gigi
c) Suntikan subperiosteal : Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara periosteum dan bidang kortikal. Teknik ini biasa digunakan pada palatum dan bermanfaat bila suntikan supraperiosteal gagal untuk memberikan efek anestesi.
d) Suntikan intraoseous : Pada teknik ini larutan di depositkan pada tulang medularis dan akan memberikan efek anestesi yang baik pada pulpa disertai dengan gangguan sensasi jaringan lunak yang minimal. Walaupun demikian, biasanya tulang alveolar akan terkena trauma dan cenderung terjadi rute infeksi. Prosedur ini sangat efektif bila dilakukan dengan bantuan bur tulang dan jarum yang di desain khusus untuk tujuan tersebut.
e) Suntikan intraseptal : Larutan didepositkan dengan tekanan dan berjalan melalui tulang medularis serta jaringan periodontal untuk memberi efek anestesi. Teknik ini hanya dapat digunakan setelah diperoleh anestesi superfisial.
f) Suntikan intraligament : Teknik ini mempunyai beberapa manfaat. Efeknya yang terbatas dimungkinkan dilakukannya perawatan pada satu gigi dan membantu perawatan pada kuadran mulut yang berbeda. Suntikan ini juga tidak terlalu sakit bagi pasien yang umumnya tidak menyukai “rasa bengkak” yang sering menyertai anestesi lokal. Efeknya yang terlokalisir membuat teknik ini dapat digunakan sebagai suntikan diagnostik untuk mengidentifikasi sumber sakit.
2. Anastesi Blok
A. Anastesi Blok Maxilla
a) Anastesi blok nervus infraorbitalis : Injeksi infraorbital diindikasikan jika peradangan dan infeksi merupakan kontraindikasi penggunaan anestesi infiltrasi di bagian anterior maxillaris, jika akan dilakukan pembukaan pada sinus maxillaris. Untuk keperluan bedah mulut, injeksi ini dapat diberikan untuk menghindari penyuntikan ke dalam jaringan inflamasi di daerah gigi incisivus dan kaninus, tetapi dapat juga mencapai anestesi yang lebih mendalam untuk lesi yang lebih besar seperti kista.
b) Anastesi blok nervus alveolaris superior medial : Anestesi blok nervus alveolar superior medial digunakan pada prosedur dimana gigi premolar maxillaris atau akar mesiobukal dari molar pertama yang memerlukan anestesi. Kontraindikasi anestesi ini yaitu inflamasi akut dan infeksi di daerah suntikan atau prosedur yang hanya melibatkan satu gigi dimana anestesi yang adekuat dapat diperoleh dengan anestesi infiltrasi.
c) Anastesi blok nervus alveolaris superior posterior : Anestesi blok ini dimaksudkan untuk menganestesi nervus alveolar superior posterior menembus aspek posterolateral dari tuberositas maxillaris sebelum mencapai tulang. Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara daerah suntikan dengan plexus venous pterygoid di bawah dan di atas dan dapat dengan mudah dimasuki jarum.
d) Anastesi blok nervus palatinal : Anestesi blok nervus palatinal berguna ketika perawatan diperlukan pada aspek palatal dari gigi premolar dan molar maxillaris. Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi akut dan infeksi di daerah suntikan
e) Anastesi blok nervus nasopalatinal : Anestesi blok nervus nasopalatinal menganestesi nervus nasopalatinal secara bilateral. Teknik ini mendepositkan larutan di area foramen incisivum. Teknik diindikasikan ketika perawatan memerlukan anestesi aspek lingual dari beberapa gigi anterior.
f) Anastesi blok nervus maxillaries: Tujuan teknik ini secara langsung untuk mengarahkan jarum ke superior, medial, dan posterior sepanjang permukaan permukaan zygomatikum dan infratemporal dari maksilla masuk ke fossa pterygopalatinal.
B. Anastesi Blok Mandibula
a) Anastesi blok nervus alveolaris inferior: Teknik ini sangat berguna ketika beberapa gigi dalam satu kuadran memerlukan perawatan. Target teknik ini adalah nervus mandibular yang berjalan ke medial ramus, yang masuk ke foramen mandibular. Nervus lingual, mental, dan incisivum juga teranestesi. Injeksi ini akan menganestesi nervus alveolar inferior dan memblok nervus lingual.
b) Anastesi blok nervus incisivum : Nervus mentale dan incisivum dianestesi dengan teknik ini. Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi akut dan infeksi pada daerah injeksi.
c) Anastesi blok nervus mentale : Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi dan infeksi akut pada daerah injeksi. Injeksi ini jarang digunakan karena bagian yang teranestesi lebih efektif dianestesi dengan injeksi pterygomandibular.
d) Anastesi blok nervus buccal : Titik target teknik ini adalah nervus bukal yang melalui ramus dibagian anterior. Kontraindikasi prosedur ini yaitu inflamasi dan infeksi akut pada daerah injeksi. Daerah injeksi terbaik pada tinggi ini dan masuk ke dalam jaringan yang menutupi tepi anterior coronoid. Sekitar satu ml larutan anestesi diinjeksikan.
e) Anastesi blok Vazirani Akinosi (keadaan mulut tertutup): Anestesi blok nervus mandibula Vazirani-Akinosi closed mouth merupakan teknik yang berguna untuk pasien yang sulit membuka mulut seperti trismus atau ankylosis temporomandibular joint. Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi dan infeksi akut pada ruang pterygomandibular, cacat atau tumor pada regio tuberositas maxillaris atau ketidakmampuan untuk memvisualisasikan bagian medial ramus.

3. Anastesi Topikal
Dalam kedokteran gigi anestesi ini digunakan untuk jaringan oral mati rasa. Sediaan yang ada berupa krim yang dioleskan pada area yang akan dibius.

b. Anestesi Umum
Pencabutan gigi dengan bahan nitrous oxide diberikan pada pasien cemas, tidak kooperatif, pasien cacat mental.

F. DAFTAR PUSTAKA

BAB 14 ANESTESI LOKAL http://www.scribd.com/doc/59524555/BAB-14-Anestesi-Lokal diakses 26 April 2012
Schmitz, G., Lepper. & Heidrich, Michael. 2003. Farmakologi dan Toksikologi. Edisi 3. Jakarta:EGC.
http://www.scribd.com
Priyanto.2010.Farmakologi dasar untuk mahasiswa farmasi dan keperawatan.Edisi 2.Jakarta;LESKONFI