ANESTESI LOKAL DAN ANESTESI UMUM KELOMPOK 3

I. DEFINISI
a. Anestesi Lokal
Anestesi lokal merupakan obat yang diberikan secara topikal untuk menghambat konduksi sel saraf. Hambatan konduksi tersebut akan menyebabkan rangsang nyeri dari perifer tidak sampai ke sistem saraf pusat sehingga tidak akan menimbulkan persepsi nyeri. Hambatan ini bersifat reversible dan tidak menimbulkan kerusakan struktural pada sel.
b. Anastesi Umum
Anastesi umum adalah obat yang diberikan untuk meniadakan persepsi terhadap semua rangsangan.Anastesi ini dapat digunakan untuk berbagai tindakan pembedahan atau operasi.Biasanya diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.

II. ADMINISTRASI OBAT
1. Anestesi Lokal
Penggunaan anestesi lokal pada daerah yang kaya pembuluh darah, misalnya mukosa trakea, memiliki kecepatan absorpsi yang lebih cepat serta menghasilkan kadar obat dalam darah yang tinggi. Sebaliknya apabila anestesi lokal diinjeksikan pada daerah yang miskin pembuluh darah misalnya tendon kecepatan absorbsinya akan lebih rendah. Pada anestesi regional yang meliputi penyekatan saraf besar, kadar maksimum anestetik lokal dalam darah akan menurunsesuai dengan tempat pemberiannya, yakni interkostal (tertinggi) > kaudal > epidural > pleksus brakhialis > nervus skiatikus (terendah).
Klasifikasi administrasi anastesi lokal
• Anestesi permukaan, yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal diatas selaput mukosa seperti mata, hidung atau faring.
• Anestesi infiltrasi, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan di sekitar tempat lesi, luka atau insisi. Cara infiltrasi yang sering digunakan adalah blokade lingkar dan obat disuntikkan intradermal atau subkutan.
• Anestesi blok, yaitu penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf.
• Analgesi regional intravena, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal intravena.
Absorpsi anestesi lokal yang diinjeksikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi dosis, daerah injeksi, ikatan obat jaringan, vasokonstriktor dan karateristik fisiko kimia obat.
2. Anestesi umum
• Parenteral (intramuskular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi. Umumnya diberikan Tiopental, namun pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dan lain-lain. Tindakan yang membutuhkan penggunaan anestesi parenteral dalam waktu lama administrasinya dikombinasikan dengan cara lain.
• Anestesi inhalasi, yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap sebagai zat anestesi melalui udara pernafasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentukan kekuatan daya anestesi, zat anestetik tersebut dikatakan bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat memberikan anestesi yang adekuat.
III. FAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
a. Anestesi Lokal
Farmakokinetik
Absorbsi dari anastesi lokal umumnya melalui selaput lendir dan dapat berlangsung sangat cepat dan baik, misalnya pada kokain, lidokain, prilokain dan tetrakain.Distribusinya berlangsung dengan pesat ke semua organ dan jaringan dalam tubuh.Sebaliknya, absorbsi prokain di kulit buruk, sehingga tidak efektif apabila di aplikasikan secara topikal. Metabolisme dari kebanyakan anastesi lokal kelompok ester didegradasi dalam hati melalui proses hidrolisis oleh enzim esterase dan di dalam plasma oleh enzim kolinesterase. Zat-zat amida dirombak secara perlahan oleh enzim amidase di hati. Proses eksresi terutama melalui ginjal. Penggunaan anastesi lokal tidak dianjurkan untuk penderita kerusakan hati.
Kecepatan onset dan daya kerjanya dipengaruhi oleh lipofitas, pKa, derajat pengikatan pengikatan pada protein serta derajat vasodilatasi.
Farmakodinamik
Potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat dari permeabilitas membran terhadap ion Na+ akibat depolarisasi ringan pada membran. Proses fundamental inilah yang dihambat oleh anestetik lokal. Hal ini terjadi akibat interaksi langsung antara zat anestetik lokal dengan kanal Na+ yang peka terhadap adanya perubahan voltase muatan listrik. Dengan semakin bertambahnya efek anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman konduksi saraf juga berkurang. Faktor- faktor ini akan mengakibatkan penurunan penyaluran rangsang potensial aksi dan dengan demikian mengakibatkan kegagalan saraf.
Cara kerja utama obat anestetik lokal ialah bergabung dengan reseptor spesifik yang terdapat pada kanal Na, sehingga mengakibatkan terjadinya blokade pada kanal tersebut, dan hal ini akan mengakibatkan hambatan gerakan ion melalui membran.
Onset, intensitas, dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan lokasi anatomis. Anestetika lokal umumnya kurang efektif pada jaringan yang terinfeksi dibanding jaringan normal, karena biasanya infeksi mengakibatkan asidosis metabolik lokal, dan menurunkan pH.
b. Anastesi umum
Farmakokinetik:
 Anestetika InhalasiObat-obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran nafas. Resorpsi cepat melalui paru-paru, ekspresinya melalui gelembung paru (alveoli) yang biasanya dalam keadaan utuh.Contoh dari anestetika inhalasi yaitu gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran dan sevofluran.
 Anestetika IntravenaContoh dari anestetika intravena yaitu tiopental, diazepam, dan midazolam, ketamin, dan propofol. Obat-obat ini juga dapat diberikan dalam suppositoria secara rektal, tetapi resorpsinya kurang teratur.

Kebanyakan anestetika umum tidak dimetabolisme oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali.Oleh karena itu, teori yang mencoba menerangkan khasiatnya selalu didasarkan atas sifat fisiknya, misalnya tekanan parsial udara yang diinhalasi, daya fusi dan kelarutannya dalam air, darah dan lemak. Semakin besar kelarutan suatu zat dalam lemak, semakin cepat difusinya ke dalam jaringan lemak dan semakin cepat tercapainya kadar yang diinginkan dalam SSP.
Farmakodinamik:
Hipotesis memperkirakan bahwa anestesi umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil.Hidrat gas ini, kemungkinan merintangi transmisi rangsang di sinaps yang kemudian memunculkan efek anestesia.

IV. TOKSISITAS
Toksisitas umumnya terjadi pada lokasi bekas suntikan, berupa edema, abses nekrosis dan gangren.Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan oleh kelalaian dalam pelaksanaan tindakan asepsis dan antisepsis.
Toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Jumlah larutan yang disuntikan
b. Konsentrasi obat
c. Ada tidak nya adrenalin
d. Vaskularisasi tempat suntikan
e. Absorbsi obat
f. Laju destruksi obat
g. Hipersesitivitas
h. Usia
i. Keadaan umum
j. Berat badan

Efek samping terhadap Sistem Tubuh
a. Pada sistem Kardiovaskuler
1. Depresi automatitis miokard
2. Depresi kontraktilitas miokard
3. Dilatasi arterior
4. Dosis yang besar dapat menyebabkan distritmia/kolaps sirkulasi
b. Pada sistem Pernapasan
Relaksasi otot polos bronkus napas berhenti akibat paralise saraf frenikus. Paralise interkostal atau depresi langsung pada pusat pengaturan napas.
c. Pada system saraf pusat (SSP)
SSP rentanterhadap toksisitas anestesi lokal, dengan tanda – tanda awal diantara nya : parestesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinnitus, pandangan kabur, agitasi, depresi pernapasan, tidak sadar, konvulsi dan koma.
d. Terhadap Imunologi
Golongan dari ester dapat menyebabkan reaksi alergiyang lebih sering, karena golongan dariester merupkan derivate para-amino-benzoid acid (PABA) yang dikenal sebagai allergen.
e. Terhadap sistem musculoskeletal
Bersifat miotoksik. Tambahan adrenalin bias berisiko terhadap kerusakan saraf. Regenarasinya dalam waktu 3-4 minggu.

Penanganan reaksi toksik dari anestesi lokal :
a. Hal yang paling utama adalah menjamin oksigen adekuat.
b. Tremor atau kejang diatasi dengan pemberian dosis kecil short acting barbiturateseperti diazepam (valium) 5-10 mg intravena.
c. Depresi sirkulasi diatasi dengan pemberian vasopressor secara bolus dilanjutkan dengan drip dalam infus (efedrin, nor adrenalin, dopamine, dsb).
Bila dicurigai adanya henti jantung (cardiac arrest) reusitasi jantung paru harus segera dilakukan.

V. APLIKASI DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI
Ada 2 jenis teknik anestesi lokal dalam kedokteran gigi yaitu :
1. Anestesi infiltrasi
Larutan anestesi didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf dan akan terifiltrasi di sepanjang jaringan untuk mencapai serabut saraf dan menimbulkan efek anestesi dari daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut. Tekhnik infiltrasi dibagi menjadi :
a) Suntikan submukosa
Istilah ini diterapkan bila larutan didepositkan tepat di balik membran mukosa.Walaupun cenderung tidak menimbulkan anestesi pada pulpa gigi, suntikan ini sering digunakan baik untuk menganestesi saraf bukal panjang sebelum pencabutan molar bawah.
b) Suntikan supraperiosteal
Dengan cara ini, anestesi pulpa gigi dapat diperoleh dengan penyuntikan di sepanjang apeks gigi. Suntikan ini merupakan suntikan yang paling sering digunakan.
c) Suntikan subperiosteal
Teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara periosteum dan bidang kortikal. Teknik ini digunakan apabila tidak ada alternatif lain karena akan terasa sangat sakit. Teknik ini biasa digunakan pada palatum dan bermanfaat bila suntikan supraperiosteal gagal untuk memberikan efek anestesi walaupun biasanya pada situasi ini lebih sering digunakan suntikan intraligamen
d) Suntikan intraseous
Suntikan ini larutan didepositkan pada tulang medularis. Setelah suntikan supraperiosteal diberikan dengan cara biasa, dibuat insisi kecil melalui mukoperiosteum pada daerah suntikan yang sudah ditentukan untuk mendapat jalan masuk bur dan reamer kecil pada perawatan endodontik. Dewasa ini, tekhnik suntikan ini sudah sangat jarang digunakan.
e) Suntikan intraseptal
Merupakan modifikasi dari teknik intraoseous yang kadang-kadang digunakan bila anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila dipasang gigi geligi tiruan imediat serta bila teknik supraperiosteal tidak mungkin digunakan.
Teknik ini hanya dapat digunakan setelah diperoleh anestesi superfisial.
f) Suntikan intraligamen
Jarum diinsersikan pada sulkus gingival dengen bevel mengarah menjauhi gigi. Jarum kemudian didorong ke membran periodontal bersudut 30° terhadap sumbu panjang gigi.Jarum ditahan dengan jari untuk mencegah pembengkokan dan didorong ke penetrasi maksimal sehingga terletak antara akar-akar gigi dan tulang interkrestal.
2. Anestesi Regional (Fisher)
Larutan anestesi yang didepositkan di dekat batang saraf akan melalui pemblokiran semua impuls, menimbulkan anestesi pada daerah yang disuplai oleh saraf tersebut. Anestesi ini dikenal sebagai anestesi regional atau anestesi blok. Walaupun teknik ini dapat digunakan pada rahang atas, teknik tersebut mempunyai manfaat khusus dalam kedokteran gigi yaitu untuk menganestesi mandibula.Penggunaan teknik infiltrasi pada mandibula umumnya tidak dapat dipertanggungjawabkan karena densitas bidang kortikal luar dari tulang. Dengan mendepositkan larutan anestesi di ruang pterigomandibular di dekat foramen mandibula anestesi regional pada seluruh distribusi saraf gigi inferior pada sisi tersebut akan dapat diperoleh.

VI. DAFTAR PUSTAKA
Howe, Geoffrey L.,Whitehead, F., Ivor H., 1992, Anestesi Local, Jakarta: Hipokrates
Katzung, Bertram G., 1998, Farmakologi Dasar dan Klinik, ed. 4th. Jakarta : EGC.
Mutschler, E. 1991.Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi.Ed 5. Bandung: Penerbit ITB
Priyanto, 2010.Farmakologi Dasar, ed.II, UI:Depok

Rahardja,Kirana.2002Obat-Obat Penting. Ed 5. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo

Sunaryo. 1995. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam : ed. Ganiswarna SG. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru