KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW
Tujuan Instruksiomal Khusus
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat:
1. Menyebutkan definisi dan pengertian konstitusi dan rule of law.
2. Menguraikan fungsi konstitusi dan rule of law.
3. Menjelaskan perkembangan konstitusi di Indonesia.
4. Menjelaskan mekanisme pembuatan konstitusi dan undang-undang. .
5. Memahami pengertian lembaga rule of law.
6. Memahami latar belakang rule of law.
7. Menguraikan fungsi rule of law.
8. Memahami dinamika pelaksanaan rule of law.

Deskripsi Singkat
Dalam perkuliahan ini Anda akan mempelajari pengertian, definisi dan fungsi konstitusi, dan rule of law. Pada tahap selanjutnya memahami mekanisme pembuatan konstitusi dan undang-undang, dan pada tahap akhir perkuliahan dilakukan diskusi tentang lembaga rule of law baik mengenai fungsi wewenang, dan masalahnya.

A. Pengertian dan Definisi Konstitusi
1. Pengertian Konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis (constituer) yang berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud ialah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan aturan suatu negara. Sedangkan istilah undang-undang dasar (UUD) merupakan terjemahan istilah dari bahasa Belanda Gronwet. Perkataan wet diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia undang-undang dasar, dan grond berarti tanah atau dasar.
Di negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris dipakai istilah Constitution yang diindonesiakan menjadi konstitusi. Pengertian konstitusi dalam praktik dapat diartikan lebih luas daripada pengertian undang-undang dasar. Dalam ilmu politik, Constitution merupakan suatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
Dalam bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume dan statuere. Cume adalah sebuah presposisi yang berarti ‘bersama-sama dengan./sedangkan statuere mempunyai arti berdiri. Atas dasar itu, kata statuere mempunyai arti “membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan/menetapkan.” Dengan demikian bentuk tunggal dari konstitusi adalah menetapkan sesuatu secara bersama-sama dan bentuk jamak dari konstitusi berarti segala yang ditetapkan.
2. Definisi Konstitusi (UUD)
Para ahli hukum adayang membedakan arti konstitusi dengan undan undang dasar dan ada juga yang menyamakan arti keduanya. Persamaan dan perbedaannya adalah sebagai berikut:
a. L J. Van Apetdoorn membedakan konstitusi dengan UUD. Menurutnya Konstitusi adalah memuat peraturan tertulis dan peraturan tidak tertulis, sedangkan undang-undang dasar (gronwet) adalah bagian tertulis dari konstitusi.
b. Sri Sumantri menyamakan arti keduanya sesuai dengan praktik ketatanegaraan di sebagian besar negara-negara dunia termasuk Indonesia .
c. E.C.S Wade mengartikan undang-undang dasar adalah naskah yang memberikan rangka dan tugas pokok dari badan-badan pemerintah, suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Apabila negara dipandang sebagai kekuasaan atau organise ‘ kekuasaan, maka undang-undang dasar dapat dipandang sebagai lembga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga kenegaraan, misalnya antara badan legislalatif, eksekutif, dan yudikatif. Undang-undang dasar menetapkan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain, merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara.
d. Herman Heller membagi pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu:
1) Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (mengandung arti politis dan sosiologis).
2) Konstitusi adalah suatu kesatuan kaidah yang hid up dalam masyai kat (mengandung arti hukum atau yuridis).
3) Konstitusi adalah kesepakatan yang ditulis dalam suatu naskah : bagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu r
e. C.F. Strong memberikan pengertian konstitusi suatu kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan (arti luas), hak-hak dari pemerintah dan hubungan antara pemerintah dan yang diperintah (menyangkut hak-hak asasi manusia).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konstitusi meliputi peraturan tertulis dan tidak tertulis. Undang-undang dasar merupakan konstitusi yang tertulis. Dengan demikian konstitusi dapat diartikan sebagai berikut:
a. Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada para penguasa.
b. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik.
c. Suatu gambaran dari lembaga-lembaga negara.
d. Suatu gambaran yang menyangkut masalah hak-hak asasi manusia.

B. Hakikat dan Fungsi Konstitusi (UUD)
1. Hakikat Isi Konstitusi (UUD)
Pada hakikatnya konstitusi (UUD) itu berisi tiga hal pokok, yaitu:
a. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya,
b. Ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat funda-mental
c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Sedangkan menurut Budiardjo (1996), setiap undang-undang dasar memuat ketentuan- ketentuan mengenai:
a. Organisasi Negara
Dalam konteks organisasi negara, konstitusi (UUD) berisi hal-hal:
1) Pembagian kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
2) Pembagian kekuasan antara pemerintah pusat atau federal dengan pemerintahan daerah atau negara bagian.
3) Prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran hukum oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya.
4) Bangunan hukum dan semua organ isasi-organisasi yang ada dalam negara.
5) Bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan dari negara tersebut.
b. Hak dan Kewajiban Warga Negara, Hak dan Kewajiban Negara, dan Hubungan Keduanya
Ketentuan pada butir b di atas, ditujukan untuk memberi jaminan yang pasti kepada warga negara dan negara sehingga kehidupan tata negara dapat berjalan tertib dan damai, dan untuk menghindari adanya pelanggaran oleh pihak-pihak yang memegang kekuasaan. (Hak dan kewajiban warga negara dan negara) dapat dilihat pada uraian bab hak dan kewa¬jiban warga negara).
c. Prosedur Mengubah Undang-Undang Dasar
Konstitusi suatu negara dibuat berdasarkan pengalaman dan kondisi sosial politik masyarakat dalam kehidupan masyarakat yang selalu mengalami perubahan akibat dari pembangunan, modernisasi, dan munculnya perkembangan-perkembangan baru dalam ketatanegaraan.

2. Fungsi Konstitusi (UUD)
Konstitusi (UUD) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memiliki arti dan makna yang sangat penting. Hal ini berarti bahwa konstitusi (UUD) menjadi tali pengikat setiap warga negara dan lembaga negara dalam kehidupan negara. Dalam kerangka kehidupan negara, konsti¬tusi (UUD) secara umum memiliki fungsi sebagai:
a. Tata aturan dalam pendirian lembaga-lembaga yang permanen (lembaga suprastruktur dan infrastruktur politik).
b. Tata aturan dalam hubungan negara dengan warga negara serta dengan negara lain.
c. Sumber hukum dasar yang tertinggi. Artinya bahwa seluruh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku harus mengacu pada konstitusi (UUD).
Secara khusus, fungsi konstitusi (UUD) dalam negara demokrasi dan negara komunis adalah:
a. Fungsi Konstitusi (UUD) dalam Negara Demokrasi Konstitusional
1) Membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang (absolut).
2) Sebagai cara yang efektif dalam membagi kekuasaan.
3) Sebagai perwujudan dari hukum yang tertinggi (supremasi hukum) yang harus ditaati oleh rakyat dan penguasanya.
b. Fungsi Konstitusi (UUD) dalam Negara Komunis
1) Sebagai cerminan kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam perjuangan ke arah masyarakat komunis.
2) Sebagai pencatatan formal (legal) dari perjuangan yang telah dica¬pai.
3) Sebagai dasar hukum untuk perubahan masyarakat yang dicita-citakan dan dapat diubah setiap kali ada pencapaian kemajuan dalam masyarakat komunis.

C Dinamika Pelaksanaan Konstitusi (UUD1945)
Dalam gerak pelaksanaannya, konstitusi (UUD 1945) banyak mengalami perubahan mengikuti perubahan sistem politik negara Indonesia. Peristiwa perubahan ini berlangsung dalam beberapa kali dengan periode waktu tertentu. Perubahan tersebut secara sistematis dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. UUD 1945, Berlaku 18 Agustus 1945 Sampai 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu di atas, pelaksanaan UUD tidak dapat dilaksanakan dengan baik, karena bangsa Indonesia sedang dalam masa pancaroba, artinya dalam masa upaya membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamasikan, sedangkan pihak kolonial Belanda masih ingin menjajah kembali negara Indonesia.
2. Konstitusi RIS, Berlaku 27 Desember 1949 Sampai 17 Agustus 1950
Rancangan Konstitusi (UUD) ini disepakati bersama di Negara Belan¬da antara wakil-wakil pemerintah Rl dengan wakil-wakil pemerintah negara (Bijeenkomst Voor Federaal Overleg), yaitu negara-negara buatan Be¬landa di luar negera Rl. Peristiwa ini terjadi di Kota Pantai Scheveningen, tanggal 29 Oktober 1949, pada saat berlangsungnya KMB (Konferensi Meja Bundar), Rancangan Konstitusi RIS ini disetujui pada tanggal 14 Desember 1949 di Jakarta oleh wakil-wakil pemerintah dan KNIP Rl dan wakil masing-masing pemerintah serta DPR negara-negara BFO. Namun demikian, konstitusi RIS ini tidak dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama, melainkan hanya lebih kurang delapan bulan (27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950). Hal ini terjadi karena adanya tuntutan masyarakat dari berbagai daerah untuk kembali ke bentuk negara kesatuan dan meninggalkan bentuk negara RIS sangat tinggi. Kenyataan ini membuat negara RIS bubar dan kembali bergabung ke bentuk negara kesatuan yang ibu kotanya di Yogyakarta. Pada tahun 1950, negara RIS yang belum bergabung dengan NKRI adalah negara bagian Indonesia Timur dan negara bagian Sumatra Timur, namun dalam jangka waktu yang tidak lama dicapai kesepakatan antara NKRI dengan kedua negara bagian tersebut. Dengan kesepakatan itu, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, negara RIS resmi kembali bergabung dengan NKRI.
Mekanisme Pembuatan Konstitusi
UU, PERPU, PP, dan PERDA
1. Institusi Legislasi
Institusi (lembaga) yang bertugas untuk membuat konstitusi (UUD 1945) dan peraturan perundang-undangan yang ada di bawahnya meliputi dua (2) institusi (lembaga) yaitu, Badan Legislatif (DPR) dan Badan Eksekutif (presiden). Kedua institusi ini bertugas untuk membuat undang-undang, sedangkan untuk tingkat I dan II yang bertugas adalah masing-masing gubernur bersama DPRD tingkat I dan bupati/walikota bersama DPRD tingkat II. Institusi lain di luar kedua institusi (lembaga) di atas, baik yang bersifat infrastruktur maupun suprastruktur politik memiliki tugas memberi dukungan sesuai dengan peran kompetensinya. Bentuk produk peraturan perundang-undangan yang dihasilkan oleh institusi di atas, adalah berupa UUD, UU, PERPU, PERDA, dan PP.
2. Mekanisme Amandemen Konstitusi (UUD), dan Pembuatan UU, PER-PU, PP, dan PERDA
Proses pembuatan peraturan perundang-undangan di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Amandemen Konstitusi (UUD 1945)
Sebagai usaha untuk mengembalikan kehidupan negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan UUD 1945, salah satu aspirasi yang terkandung di dalam semangat reformasi adalah melakukan amandemen terhadap UUD 1945, maka pada awal reformasi, MPR telah mengeluarkan seper angkat ketatapan sebagai landasan konstitusionalnya,
Disahkannya Perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat UUD 1945 dalam Sidang Umum MPR tahun 2002 menandai sebuah lompatan besar ke depan bagi bangsa Indonesia, karena bangsa Indonesia telah mempunyai sebuah UUD yang lebih sempurna dibandingkan de¬ngan UUD 1945 sebelumnya. Namun demikian, MPR tetap menyadari Ri bahwa konstitusi (UUD) yang di amandemen belum sempurna. Untuk itu MPR membentuk Komisi Konstitusi akan bertugas untuk menyempur-nakan perubahan konstitusi (UUD) itu. Dengan pengesahan Perubahan UUD 1945 MPR telah menuntaskan reformasi konstitusi sebagai suatu langkah demokrasi dalam upaya menyempurnakan UUD 1945 menjadi konstitusi yang demokratis. Perubahan itu merupakan suatu lembaran sejarah lanjutan setelah Bung Karno dan Bung Hatta dan rekan-rekannya berhasil menegaskan UUD 1945 dalam rapat-rapat BPUPKI dan PPKI.
b. Mekanisme Amandemen Konstitusi (UUD) 1945. Dalam pelaksanaan Amandemen Konstitusi (UUD) 1945, MPR menggunakan mekanisme sebagai berikut: , :
1) MPR mengadakan rapat konsultasi dengan seluruh badan kelengkapan MPR dan anggotanya yaitu, DPR 1945 dan DPD.
2) Mendapat persetujuan 2/3 anggota DPR/MPR atas rencana amande¬men UUD 45 tersebut.
3) MPR membentuk Panitia Perumus Badan Pekerja (BP-MPR) yang bertugas merumuskan RUUD 1945. Dalam pembahasan panitia perumus mengadakan rapat dengar pendapat (hearing) dengan elemen-elemen yang meliputi pemerintah, profesional, pengusaha, partai politik, LSM, ormas, OKP, tokoh masyarakat, dan unsur-unsur lain yang terkait.
4) Hasil perumusan Panitia Badan Pekerja MPR Rl menyerahkan hasil perumusan RUU kepada pimpinan MPR Rl.
5) Pimpinan MPR menyelenggarakan Sidang Umum MPR Rl Tahunan untuk mendengarkan pandangan umum fraksi-fraksi yang ada di MPR Rl guna menetapkan Rancangan UUD 1945 (Konstitusi)
Amandemen menjadi UUD 1945 Amandemen.
c. Mekanisme Pembuatan Undang-Undang dan PERPU Pembuatan undang-undang dilakukan secara bersama-sama oleh Pre siden (Eksekutif) dengan DPR Rl (Legislatif) dengan mekanisme sebagai berikut:
1) Pemerintah mengajukan RUU melalui Menteri Sekretariat Negara kepada Setjen DPR Rl.
2) Setjen DPR Rl mengirimkan RUU kepada pimpinan DPR Rl.
3) Pimpinan DPR Rl mengirimkan RUU tersebut kepada komisi yang terkait.
4) Pimpinan Komisi membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas RUU usulan pemerintah atau usulan inisiatif DPR Rl.
5) Panitia khusus mengadakan rapat dengar pendapat (hearing) dengan elemen-elemen yang meliputi, pemerintah, profesional, pengusaha, partai politik, LSM, ormas, OKP, tokoh masyarakat, dan unsur-unsur lain yang terkait.
6) DPR mengadakan Sidang Paripurna untuk mendengarkan pandang¬an umum dari fraksi-fraksi yang selanjutnya menetapkan RUU menjadi UU. Mekanisme Pembuatan Undang-Undang atas Usul Inisiatif DPR Rl. Pembuatan UU dilakukan oleh DPR Rl (Legislatif) dengan mekanisme sebagai berikut:

e. Mekanisme Pembuatan PERDA
Pembuatan PERDA dilakukan secara bersama-sama oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan DPRD Tingkat I dan II. Mekanisme pembuatannya adalah sebagai berikut:
1) Pertama, Pemerintah daerah tingkat I atau II mengajukan Rancangan PERDA kepada DPRD melalui Sekretaris DPRD I atau II.
2) Kedua, Sekretaris DPRD mengirim Rancangan Perda kepada pimpirnan DPRD tingkat I atau II. .
3) Ketiga, Pimpinan DPRD tingkat I atau II mengirimkan Rancangan Perda tersebut kepada komisi yang terkait.
4) Keempat, Pimpinan komisi membentuk panitia khusus (pansus) un¬tuk membahas Rancangan Perda usulan pemerintah atau inisiatif DPRD I atau II.
5) Kelima, Panitia khusus mengadakan dengar pendapat (hearing) de¬ngan elemen-elemen yang meliputi, unsur pemerintah, profesional, pengusaha, partai politik, LSM, ormas, OKP, tokoh masyarakat, dan unsur lain yang terkait di daerah.
6) Keenam, DPRD tingkat I atau II mengadakan sidang paripuma untuk mendengarkan pandangan umum dari fraksi-fraksi yang selanjutnya menetapkan Rancangan Perda menjadi Perda.
f. Mekanisme Pembuatan Peraturan Pemerintah (PP)
Pembuatan PP adalah sepenuhnya dtlakukan oleh Pemerintah (Eksekutif). PP berfungsi sebagai peraturan mengenai pelaksanaan undang-undang atau PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang).
g. Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Menurut Ketetapan MPR Rl Nomor lll/MPR/2000, tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan Negara Republik Indonesia adalah:
1) Undang-Undang Dasar 1945
2) Ketetapan MPR Rl.
3) Undang-undang.
4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU).
5) Peraturan Pemerintah (PP).
6) Keputusan Presiden (Kepres).
7) Peraturan Daerah (Perda). ^~
Banyak peristiwa pada saat ini yang menjadi dasar perlunya rule of law atau penegakan hukum. Indonesia pada saat ini, mengalami permasalahan yang besar dalam hal Illegal logging atau pencurian kayu dan hasil hutan. Pencurian hasil hutan ini mengakibatkan kerugian negara lebih Rp 100 triiiun dalam empat tahun terakhir. Mengapa hal ini terjadi? Lemahnya penegakan hukum menjadi jawabannya. Hutan memang dalam wewenang Departemen Kehutanan, namun luasnya hutan tidak mungkin ditangani departemen ini sendiri, dibutuhkan bantuan kepolisian, bahkan TNI. Pencuri hasil hutan ini juga tidak jera, karena hukuman yang ringan, atau sulitnya mencari bukti. Dalam hal ini peranan kejaksaan, dan lembaga peradilan menjadi penting.

D. Pengertian Rule of Law
Penegakan hukum atau rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara berdasar hukum (konstitusi) dan demokrasi. Kehadiran rule of law boleh disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara absolut (kekuasaan di tangan penguasa) yang telah berkembang sebelumnya.
Berdasarkan pengertiannya, Friedman (1959) membedakan rule of law menjadi 2 (dua), yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materiil (ideological sense). Secara formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized publie power), hal ini dapat diartikan bahwa setiap negara mempunyai aparat penegak hukum. Sedangkan secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan hukum yang menyangkut ukuran hukum yaitu: baik dan buruk (fust and unjust law).

E. Latar Belakang Rule of Law
Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. la lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang sebelumnya. Rule of law merupakan konsep tentang common law, di mana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law dan bukan rule by the man. la lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja, ningrat, dan kerajaan, menggeser negara kerajaan dan memunculkan negara konstitusi yang pada gilirannya melahirkan doktrin rule of law.
Paham rule of law di Inggris diletakkan pada hubungan antara hukum dan keadilan, di Amerika diletakkan pada hak-hak asasi manusia, dan di Belanda paham rule of law lahir dari paham kedaulatan negara, melalui paham kedaulatan hukum untuk mengawasi pelaksanaan tugas kekuatan pemerintah.
Di Indonesia, inti dari rule of iaw adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Pembukaan UUD 1945 memuat prinsip-prinsip rule of law, yang pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia. Dengan kata lain, pembukaan UUD 1945 memberi jaminan adanya rule of law dan sekaligus rule of justice. Prinsip-prinsip rule of law di dalam pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggara negara, karena pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah fundamental Negara Kesatuan Repu-blik Indonesia.

F. Fungsi Rule of Low
Fungsi rule of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga “keadilan sosial”, sehingga diatur pada Pembukaan UUD 1945, bersifat tetap dan instruk¬tif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun (taerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan, terutama keadilan sosial.

G. Dinamika Pelaksanaan Rule of Law
Pelaksanaan the rule of law mengandung keinginan untuk terciptanya negara hukum, yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan rule of law harus diartikan seeara hakiki (materiil), yaitu dalam arti “pelaksanaan dari just law.” Prinsip-prinsip rule of law seeara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya dengan “the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai negara dan hasil kajian menunjukkan bahwa keberhasilan “the enforcement of the rules of law” tergantung kepada kepribadian nasional masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982). Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa rule of law merupakan inti situasi sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Rule of law ini juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran hukum yang di dalamnya terkandung wawasan so¬sial, gagasan tentang hubungan antarmanusia, masyarakat, dan negara, yang dengan demikian memuat nilai-nilai tertentu dan memiliki struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Seeara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of law telah banyak dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegakannya belum mencapai hasil yang optimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwu-judan pelaksanaan rule of law bejum dirasakan sebagian besar masyarakat.

Bahan Bacaan
Asshiddiqie, Jimly. 2004. Kekuasaan Kehakiman di Masa Depan. Makalah.

Fokus Media. 2004. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan Mahkamah Agung. Fokus Me¬dia. Bandung.
Herlia Tati. 2004. Fenomena Kultur dan Politik Indonesia. Jurnal Dephan. Jakarta.

ICCE UIN. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manus/a, Masyara/cat Madani. UIN dan Prenada Media. Jakarta.

Kansil dan Kansil. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Pradnya Paramita. Jakarta.

Kusnardi, M. dan Bintan Saragih. 2000. llmu Negara. Gaya Media Pratama. Jakarta.

Manan, Bagir. 2005. DPR, DPD, dan MPR dalam UUD1945 Baru. Ull Press. Yogyakarta.

Oesman O., dan Alfian. 1993. Pancasila Sebagai Ideologi. BP-7 Pusat. Jakarta.

Sinar Grafika. 2005. UUD 1945 Hask Amandemen. Sinar Grafika. Jakarta

Syarbaini, Syahrial (Editor). 2005. Mater; Perkuliahan Pendidikan Pewarganegaraan (PKn). Suscadoswar, Dikti. Jakarta.