VENTILASI MEKANIK (VENTILATOR)

VENTILASI MEKANIK (VENTILATOR)

I. Pengertian.
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.

II. Indikasi Pemasangan Ventilator
1. Pasien dengan respiratory failure (gagal napas)
2. Pasien dengan operasi tekhik hemodilusi.
3. Post Trepanasi dengan black out.
4. Respiratory Arrest.

III. Penyebab Gagal Napas
1. Penyebab sentral
a. Trauma kepala : Contusio cerebri.
b. Radang otak : Encepalitis.
c. Gangguan vaskuler : Perdarahan otak, infark otak.
d. Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi.

2. Penyebab perifer
a. Kelaian Neuromuskuler:
 Guillian Bare symdrom
 Tetanus
 Trauma servikal.
 Obat pelemas otot.
b. Kelainan jalan napas.
 Obstruksi jalan napas.
 Asma broncheal.
c. Kelainan di paru.
 Edema paru, atlektasis, ARDS
d. Kelainan tulang iga / thorak.
 Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
e. Kelainan jantung.
 Kegagalan jantung kiri.

IV. Kriteria Pemasangan Ventilator
Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik (ventilator) bila :
 Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.
 Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
 PaCO2 lebih dari 60 mmHg
 AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
 Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.

V. Macam-macam Ventilator.
Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:
1. Volume Cycled Ventilator.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
3. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit)
Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2

VI. Mode-Mode Ventilator.
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan menggunakan ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung dari mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mode Control.
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV (Controlled Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation)
2. Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized Intermitten Mandatory Ventilation.
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih memerlukan bantuan.
3. Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak diberikan.
4. CPAP : Continous Positive Air Pressure.
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.
Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.

VII. Sistem Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dll. Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.

VIII. Pelembaban dan suhu.
Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh unmtuk pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier. Semua udara yang dialirkan dari ventilator melalui air dalam humidifier dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu udara diatur kurang lebih sama dengan suhu tubuh. Pada kasus hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu yang terlalu itnggi dapat menyebabkan luka bakar pada trachea dan bila suhu terlalu rendah bisa mengakibatkan kekeringan jalan nafas dan sekresi menjadi kental sehingga sulit dilakukan penghisapan.

IX. Fisiologi Pernapasan Ventilasi Mekanik
Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis berkontrkasi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif.
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif.

X. Efek Ventilasi mekanik
Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga menurun. Bila kondisi penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan usia lanjut), maka bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan positif sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.
Efek pada organ lain:
Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organ-organ lainpun menurun seperti hepar, ginjal dengan segala akibatnya. Akibat tekanan positif di rongga thorax darah yang kembali dari otak terhambat sehingga tekanan intrakranial meningkat.

XI. Komplikasi Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1. Pada paru
a. Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler.
b. Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
c. Infeksi paru
d. Keracunan oksigen
e. Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
f. Aspirasi cairan lambung
g. Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
h. Kerusakan jalan nafas bagian atas

2. Pada sistem kardiovaskuler
Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi.

3. Pada sistem saraf pusat
a. Vasokonstriksi cerebral
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat dari hiperventilasi.
b. Oedema cerebral
Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari hipoventilasi.
c. Peningkatan tekanan intra kranial
d. Gangguan kesadaran
e. Gangguan tidur.

4. Pada sistem gastrointestinal
a. Distensi lambung, illeus
b. Perdarahan lambung.

5. Gangguan psikologi

XII. Prosedur Pemberian Ventilator
Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada ventilator untuk memastikan pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan pengesetan awal adalah sebagai berikut:
1. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%
2. Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB
3. Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit
4. Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik
5. PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru dan untuk mencegah atelektasis. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas)
.
XIII. Kriteria Penyapihan
Pasien yang mendapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan penyapihan bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
 Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB
 Volume tidal 4-5 ml/kg BB
 Kekuatan inspirasi 20 cm H2O atau lebih besar
 Frekwensi pernafasan kurang dari 20 kali/menit.

FISIOLOGI PERNAPASAN VENTILASI MEKANIK

 Napas Spontan
– diafragma dan otot intercostalis berkontraksi  rongga dada mengembang terjadi tekanan (-)  aliran udara masuk ke paru dan berhenti pada akhir inspirasi
– fase ekspirasi berjalan secara pasif

 Pernapasan dengan ventilasi mekanik
– udara masuk ke dalam paru karena ditiup, sehingga tekanan rongga thorax (+)
– pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif
– ekspirasi berjalan pasif.

EFEK VENTILASI MEKANIK

 Pada Kardiovaskuler
– Akibat dari tekanan posistif pada rongga thorax  darah yang kembali ke jantung terhambat  venous return menurun maka cardiac out put menurun.
– Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan (+)  sehingga darah berkurang  cardiac out put menurun.
– Bila tekanan terlalu tinggi  bisa terjadi ex oksigenasi.

 Pada organ Lain
– Akibat cardiac out put menurun  perfusi ke organ lainpun akan menurun seperti, hepar, ginjal, otak dan segala akibatnya.
– Akibat tekanan (+) di rongga thorax darah yang kembali dari otak terhambat  TIK meningkat.

TERAPI OXIGEN
Setelah jalan nafas bebas, maka selanjutnya tergantung dari derajat hipoksia atau hiperkabinya serta keadaan penderita.

Pontiopidan memberi batasan mekanik, oksigenasi dan ventilasi untuk menentukan tindakan selanjutnya (lihat tabel)
PARAMETER ACCAPTABLE RANGE (TIDAK PERLU TERAPI KHUSUS) FISIOTERAPI DADA, TERAPI OKSIGEN, MONITORING KETAT INTUBASI TRACHEOSTOMI VENTILASI MEKANIK.
1. MEKANIK
– Frekwensi nafas
– Vital capacity (ml/kg)
– Inspiratori force, CmH2O
2. OKSIGENASI
– A – aDO2 100% O2 mmHg
– PaO2 mmHg

3. VENTILASI
– VD / VT
– PaCO2
12 – 25
70 – 30

100 – 50

50 – 200

100 – 75
(Air)

0,3 – 0,4
35 – 45
25 – 35
30 – 15

50 – 25

200 – 350

200 – 70
( O2 Mask)

0,4 – 0,6
5 – 60
> 35
< 15

< 25 > 350

< 70
( O2 Mask )

0,6
60

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
BANTUAN VENTILASI MEKANIK (VENTILATOR)

I. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada psien yang mendapat nafas buatan dengan ventilator adalah:
1. Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, alamt, dll.
Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang status sosial ekonomi, adat kebudayaan dan keyakinan spritual pasien, sehingga mempermudah dalam berkomunikasi dan menentukan tindakan keperawatan yang sesuai.
2. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang dapat diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena kondisi pasien yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk memberikan data secara detail. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab atau faktor pencetus terjadinya gagal nafas/dipasangnya ventilator.
3. Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa dilakukan dengan cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan keluhannya. Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas terasa berat, kelelahan dan ketidaknyamanan.
B. 1. Sistem pernafasan
a. Setting ventilator meliputi:
 Mode ventilator
– CR/CMV/IPPV (Controlled Respiration/Controlled Mandatory Ventilation/Intermitten Positive Pressure Ventilation)
– SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation)
– ASB/PS (Assisted Spontaneus Breathing/Pressure Suport)
– CPAP (Continous Possitive Air Presure)
 FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan
 PEEP: Positive End Expiratory Pressure
 Frekwensi nafas
b. Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator
c. Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak
d. Suara nafas: adalah ronkhi, whezing, penurunan suara nafas
e. Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu tambahan
f. Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau
g. Humidifier: kehangatan dan batas aqua
h. Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau terlepas
i. Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen
j. Hasil foto thorax terakhir
B. 2. Sistem kardiovaskuler
Penkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adanmya gangguan hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP terlalu tinggi) atau disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan darah, nadi, irama jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak mengeluarkan keringat.
B. 3. Sistem neurologi
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa ngantuk, gelisah dan kekacauan mental.
B. 4. Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)
B. 5. Status cairan dan nutrisi
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status nutrisi dn cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang berlebihan dan albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.
4. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami depresi mental lyang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan orientasi, merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.

II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada pasien yang mendapat bentuan nafas mekanik/dipasang ventilator diantaranya adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan, proses penyakitnya
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang endotracheal
4. Cemas berhubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
5. Gangguan pemenuhan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang endotracheal
6. Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas berhubungan dengan pemasangan selang endotracheal
7. Resiko tinggi terjadinya trauma atau cedera berhubungan dengan ventilasi mekanis, selang endotracheal, ansietas, stress
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan ventilasi mekanis, letak selang endotracheal

III. Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan peningkatan produksi sekret
Tujuan:
Meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil:
 Bunyi napas terdengar bersih.
 Ronchi tidak terdengar.
 Tracheal tube bebas sumbatan.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1

2

3

4

5

6

7

8

Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam dan kalau diperlukan.

Lakukan pengisapan bila terdengar ronchi dengan cara:
a. jelaskan pada pasien tentang tujuan dari tindakan pengisapan.
b. Berikan oksigen dengan O2 100 % sebelum dilakukan pengisapan, minimal 4 – 5 X pernapasan.
c. Perhatikan teknik aseptik, gunakan sarung tangan steril, kateter pengisap steril.
d. Masukan kateter kedalam selang ET dalam keadaan tidak mengisap (ditekuk), lama pengisapan tidak lebih dari 10 detik.
e. Atur tekanan isap tidak lebih dari 100 – 120 mmHg.

f. Lakukan oksigenasi lagi dengan O2 100 % sebelum melakukan pengisapan berikutnya.
g. Lakukan pengisapan berulang-ulang sampai suara napas bersih.

Pertahankan suhu humidifer tetap hangat (35 – 37,8 o C
Monitor statur hidrasi pasien

Melakukan fisioterapi napas / dada sesuai indikasi dengan cara clapping, fibrasi dan pustural drainage.

Berikan obat mukolitik sesuai indikasi / program.

Kaji suara napas sebelum dan sesudah melakukan tindakan pengisapan.

Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
1

2

3

4

5

6

7

8

Mengevaluasi keefetifan jalan napas.

a. Dengan mengertinya tujuan tindakan yang akan dilakukan pasien bisa berpartisipasi aktif.
b. Memberi cadangan O2 untuk menghindari hipoksia.
c. Mencegah infeksi nosokomial.

d. Aspirasi lama dapat menimbulkan hipoksia, karena tindakan pengisapan akan mengeluarkan sekret dan O2.
e. Tindakan negatif yang berlebihan dapat merusak mukosa jalan napas.
f. Memberikan cadangan oksigen dalam paru.

g. Menjamin keefektifan jalan napas.

Membantu mengencerkan skret.

Mencegah sekresi menjadi kental.

Memudahkan pelepasan sekret.

Mengencerkan sekret.

Menentukan lokasi penumpukan sekret, mengevaluasi kebersihan tindakan
Deteksi dini adanya kelainan.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan sekresi tertahan, proses penyakitnya
Tujuan: Pertukaran gas kembali normal.
Kriteria hasil:
 Hasil analisa gas darah normal yang terdiri dari:
– PH (7,35 – 7,45)
– PO2 (80 – 100 mmHg)
– PCO2 (35 – 45 mmHg)
– BE (-2 – + 2)
– Tidak sianosis
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1

2

3

4 Cek analisa gas darah setiap 10 – 30 menit setelah perubahan setting ventilator.
Monitor hasil analisa gas darah (blood gas) atau oksimeteri selama periode penyapihan.
Pertahankan jalan napas bebas dari skresi.
Monitor tanda dan gejala hipoksia 1

2

3

4 Evaluasi keefektifan setting ventilator yang diberikan

Evaluasi kemampuan bernapas

Sekresi menghambat kelancaran udara napas.
Diteksi dini adanya kelainan.

3. Diagnosa Keperawatan
Ketidak efektifan pola nafas sehubungan dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang endotracheal
Tujuan: Pola napas efektif.
Kriteria hasil:
 Napas sesuai dengan irama ventilator.
 Volume napas adekuat.
 Alarm tidak berbunyi.

Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1

2

3

4

5

6

7

8 Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1 – 2 jam.
Evaluasi semua alarm dan tentukan penyebabnya.
Pertahankan alat resusitasi manual (bag & mask) pada posisi tempat tidur sepanjang waktu.
Monitor selang / cubbing ventilator dari terlepas , terlipat, bocor atau tersumbat.
Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff.
Masukan penahan gigi (pada pemasangat ETT lewat oral)
Amankan selang ETT dengan fiksasi yang baik.
Monitor suara dan pergerakan dada secara teratur. 1

2

3

4

5

6

7

8
Diteksi dini adanya kelainan atau gg. fungsi ventilator.
Bunyi alarm menunjukan adanya gg. Fungsi ventilator.
Memudahkan melakukan pertolongan bila sewaktu/waktu ada gangguan fungsi ventilator.
Mencegah berkurangnya aliran udara napas.

Mencegah berkurangnya aliran udara napas.
Mencegah tergigitnya selang ETT
Mencegah terlepas / tercabutnya selang ETT.
Evaluasi keefektifan jalan napas.

4. Diagnosa Keperawatan
Cemas sehubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
Tujuan: Cemas berkurang atau hilang
Kriteria hasil: Mampu mengekspresikan kecemasan, tidak gelisah, kooperatif.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1

2

3
4
5

6
Lakukan komunikasi terapiutik.

Dorong pasien agar mampu mengekspresikan perasaannya.

Berikan sentuhan kasih sayang.
Berikan support mental.
Berikan kesempatan pada keluarga dan orang-orang yang dekat dengan klien untuk mengunjungi pada saat-saat tertentu.
Berikan informasi realistis pada tingkat pemahaman klien. 1

2

3
4
5

6 Membina hubungan saling percaya.
Menggali perasaan dan permasalahan yang sedang dihadapi klien.
Mengurangi cemas.
Mengurangi cemas.
Kehadiran orang-orang yang dicintai meningkatkan semangat dan motivasi untuk sembuh.

Memahami tujuan pemberian atau pemasangan ventilator.

5. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pemenuhan komunikasi verbal sehubungan dengan pemasangan selang endotracheal
Tujuan: Mempertahankan komunikasi
Kriteria hasil: Klien dapat berkomunikasi dgn menggunakan metode alternatif.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1

2 Berikan papan, kertas dan pensil, gambar untuk komunikasi, ajukan pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak.
Yakinkan klien bahwa suara akan kembali bila ETT dilepas. 1

2 Mempermudah klien untuk mengemukakan perasaan / keluhan dengan berkomunikasi.
Mengurangi cemas.

6. Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas sehubungan dengan pemasangan selang endotracheal
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi saluran napas s/d pemasangan selang ETT / ventilator
Kriteria hasil:
 Suhu tubuh normal (36 – 37,5 C)
 Warna sputum jernih.
 Kultur sputum negatif.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1

2

3

4

5

6

7

8
Evaluasi warna, jumlah, konsistensi dan bauh sputum setiap kali pengisapan.
Lakukan pemeriksaan kultur sputum dan test sensitifitas sesuai indikasi.
Pertahanakan teknik aseptik pada saat melakukan pengisapan (succion)
Jaga kebersihan bag & mask.

Lakukan pembersihan mulut, hidung dan rongga faring setiap shitf.
Ganti selang / tubing ventilator 24 – 72 jam.
Monitor tanda-tanda vital yang menunjukan adanya infeksi.
Berikan antibiotika sesuai program dokter. 1

2

3

4

5

6

7

8 Indikator untuk menilai adanya infeksi jalan napas.

Menentukan jenis kuman dan sensitifitasnya terhadap antibiotik.
Mencegah infeksi nosokomial.

Lingkungan kotor merupakan media pertumbuhan kuman.
Lingkungan kotor merupakan media pertumbuhan kuman.

Menjamin selang ventilator tetap bersih dan steril.
Diteksi dini.

Antibiotika bersifat baktericide.

7. Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terjadinya trauma atau cedera sehubungan dengan ventilasi mekanis, selang endotracheal, ansietas, stress
Tujuan: Bebas dari cedera selama ventilasi mekanik.
Kriteria hasil:
 Tidak terjadi iritasi pada hidung maupun jalan napas.
 Tidak terjadi barotrauma.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1

2

3

4

5

6

7 Monitor ventilator terhadap peningkatan secara tajam.

Yakinkan napas pasien sesuai dengan irama ventilator

Mencegah terjadinya fighting kalau perlu kolaborasi dengan dokter untuk memberi sedasi.
Observasi tanda dan gejala barotrauma.
Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan gunakan kateter succion yang lunak dan ujungnya tidak tajam.
Lakukan restrain / fiksasi bila pasien gelisah.
Atur posisi selang / tubing ventilator dengan cepat. 1

2

3

4

5

6

7
Peningkatan secara tajam dapat menimbulkan trauma jalan napas (barutrauma)
Napas yang berlawanan dengan mesin dapat menimbulkan trauma.
Napas yang berlawanan dengan mesin dapat menimbulkan trauma.
Diteksi dini.

Mencegah iritasi mukosa jalan napas.

Mencegah terekstubasinya ETT (ekstubasi sendiri)
Mencegah trauma akibat penekanan selang ETT.

8. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan ventilasi mekanis, letak selang endotracheal
Tujuan: Merasa nyaman selama dipasang ventilator.
Kriteria hasil:
 Klien tidak gelisah.
 Klien dapat istirahat dan tidur dengan tenang.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1

2

3

4 Atur posisi selang ETT dan Tubing ventilator.
Atur sensitivitas ventilator.

Atur posisi tidur dengan menaikkan bagian kepala tempat tidur, kecuali ada kontra indikasi.
Kalau perlu kolaborasi dengan kokter untuk memberi analgesik dan sedasi. 1

2

3

4 Mencegah penarikan dan penekanan.
Menurunkan upaya pasien melakukan pernapasan.
Meningkatkan rasa nyaman.

Mengurangi rasa nyeri